Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TUMOR SINONASAL
Oleh:
Bayu Lesmono
131421120501
Pembimbing Utama
dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Referat
: Tumor Sinonasal
Tanggal
: 25 September 2015
Presentan
: Bayu Lesmono
Pembimbing Pendamping :
-
Mengetahui
Pembimbing Utama:
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
EPIDEMIOLOGI
2.1.
2.1.1 Hidung
BAB III
BAB IV
PATOFISIOLOGI
4.1
Klasifikasi Tumor
10
10
BAB VI
12
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
21
2. Pemeriksaan Fisik
22
3. Pemeriksaan Penunjang
23
PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
34
2. Radioterapi
36
3. Kemoterapi
36
BAB VII
KOMPLIKASI
38
BAB VIII
PROGNOSIS
39
DAFTAR PUSTAKA
41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Dinding Lateral Hidung
14
15
Gambar 5. Rhabdomyosarcoma
16
Gambar 6. Chondrosarcoma
17
24
Gambar 8. CT-Scan
25
32
32
32
32
33
33
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada
sinus paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal)
merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah
yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini.
Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak
maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian jenis yang ganas
hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di
kepala dan leher. Asal tumor primer juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung
atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai
tahap lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1,2
Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat tumor sangat dekat dengan
struktur vital. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi
(misalnya epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal yang umum
dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu, pasien dan dokter
sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati
tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Pengobatan keganasan
sinonasal paling baik dilakukan oleh tim dokter ahli dengan berbagai disiplin ilmu.
BAB II
EPIDEMIOLOGI
Keganasan pada sinonasal jarang terjadi. Umumnya ditemukan di Asia dan Afrika
daripada di Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat
kedua yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Pria yang terkena 1,5 kali
lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia
45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris
dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada
sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus
frontal dan sphenoid.3,4
dalamnya terdiri atas dua kavum berbentuk seperti terowongan yang dibatasi oleh
septum nasi.3
Gambar 1. (kiri) Struktur dinding lateral hidung. (kanan) Anatomi septum nasi
Setiap kavum nasi terhubung dengan nostril dibagian depan dan choana dibagian
belakang. Didalam cavum nasi anterior inferior terdapat vestibulum yang berisi
kelenjar sebasea dan rambut hidung dan dibagian lateralnya terdapat tiga susun turbin
konka yang disebut konka nasalis superior, media dan inferior.5
Vaskularisasi hidung berasal dari arteri karotis baik eksterna maupun interna.
Persarafan hidung terdiri atas fungsi sensorik dan autonom. Cabang sensorik nya
terbagi tiga yaitu, nervus ethmoidalis anterior, cabang ganglion sphenopalatina dan
cabang saraf infraorbitalis, sedangkan fungsi autonomnya yang berasal dari serat
saraf parasimpatis yang berasal dari nervus petrosus superfisial terbesar.5
Secara umum fungsi hidung terdiri atas fungsi respirasi, indera penciuman sebab
didalamnya terdapat nervus olfaktorius dan bulbus olfaktori, konka dan vaskular
didalamnya melembabkan udara inspirasi, cilia dan rambut hidung yang terdapat pada
Gambar 2. Anatomi sinus paranasalis. (kiri) Potongan frontal. (kanan) Tampak depan
adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin manusia.
Kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan
sekret ke dalam meatus media.1
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.1
Sinus etmoid beronggarongga, terdiri dari selsel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita. Selsel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang yang bermuara di meatus superior. Sel-sel
sinus etmoid anterior biasanya kecilkecil dan banyak, letaknya di depan lempeng
yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina
basalis), sedangkan selsel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.1
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut
bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Atap sinus etmoid yang
disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus
adalah adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Dibagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.1
Sinus frontalis mempunyai kapasitas total volume 6-7 ml. Sinus frontalis
mengalirkan sekretnya ke dalam resesus frontalis sedangkan sinus sfenoidalis
mempunyai kapasitas total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya
ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari
ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel goblet, dan kelenjar submukosa
menghasilkan suatu selaput lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini
akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian
mengeluarkannya melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang.2
Secara
umum,
fungsi
dari
sinus-sinus
ini
adalah
melembabkan
dan
BAB III
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor
(multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain :
1. Penggunaan tembakau
Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa,
mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar
penyebab kanker pada kepala dan leher.7
2. Alkohol
Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker
kepala dan leher.7
3. Inhalan spesifik
Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, mungkin dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk
diantaranya adalah :
a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan
tepung.
b. Debu logam berat : kromium, asbes
5. Virus
6. Usia, Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun
hingga 85 tahun.7
7. Jenis Kelamin
Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering
pada pria dibandingkan pada wanita.7
Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali
terpapar dan menetap setelahnya. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif
juga menjadi faktor resiko tambahan. 1,4,8
BAB IV
PATOFISIOLOGI
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti
yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor
sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar
ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang
mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang
memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang menghambat diferensiasi (antionkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh
karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta
progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel
yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya
kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi
sehingga tidak berubah menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh
karsinogen yang sama atau diperlukan karsinogen yang berbeda.9,10
Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker
memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase
induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti
displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai
timbul namun pertumbuhannya masih terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan
belum menembus membran basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun.
Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan
masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan
fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran)
sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke
organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.9,10
Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan
dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya,
mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di
berikan terapi.10
Karena
pertumbuhan
tumor
kembali
melambat
dengan
dari lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan
diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin
intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau
intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau
sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan
tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma
ini dinilai dengan diferensiansi baik, sedang atau buruk.1,3,7,8
ii.
Mikroskopik
Non-Keratinizing
Karsinoma
(Cylindrical
Cell,
transitional)
Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang
di karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth
pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas
yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk.
Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus dibedakan
dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin.3,7
b.
Undifferentiated Carcinoma
Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan
pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar
dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan
hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan
sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis
atipikal.7,8
c.
Rhabdomyosarkoma
Kejadian Rhabdomyosarcoma pada daerah kepala dan leher berkisar
antara 35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Secara histologi,
tumor Rhabdomyosarcoma ini terbagi atas lima kategori besar yaitu,
embrional (paling sering), alveolar, botryoid embrional, spindel sel
embrional dan anaplastik. Jenis embrional dan alveolar merupakan tumor
yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda meskipun begitu
kejadian anaplastik pun juga sering terjadi pada usia dewasa. Angka
keberhasilan terapi dan bertahan hidup dalam jangka lima tahun 35%
lebih rendah pada orang dewasa.4,7,8,12
modalitas
terapi
seperti
kemoterapi,
radioterapi,
dan
pembedahan.4,7,8,12
Gambar. 5 Rhabdomyosarcoma
d.
Chondrosarkoma
Chondrosarcoma merupakan tumor dengan pertumbuhan tumor lambat
yang berasal dari struktur kartilago. Angka kejadiannya berkisar antara 510% pada kepala dan leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula.
Tumor ini berkembang dari tingkat I ke tingkat III berdasarkan pada
kecepatan mitosis, seluler, dan ukuran sel. Ukuran tumor memiliki
korelasi dengan kemajuan agresivitas, kecepatan metastasis dan
kemampuan bertahan hidup pasien. Pilihan terapi untuk Chondrosarcoma
adalah pembedahan. Radiasi pasca pembedahan dianjurkan utamanya jika
ditemukan hasil
histologi.7,12
Gambar. 6 Chondrosarcoma
Adenokarsinoma Sinonasal
Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak
g. Olfactory Neuroblastoma
Esthesioneuroblastoma
(ENB)
atau
dikenal
dengan
nama
dan
cluster.
Tumor
ini
mengekspresikan
penanda
BAB V
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan
diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan
di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar
bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan
perlu diketahui untuk mencari kemungkinan faktor resiko.1
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah
dan perluasannya.
Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut:1
1.
Gejala nasal.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret, sering
sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar
dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada
tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.1,7,13
2.
Gejala orbital.
Gejala oral.
Gejala fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau
parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.1,4,7
5.
Gejala intrakranial
Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan
Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa
fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat
membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan
terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran
d.
CT - Scan
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang
sinus paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen,
nyeri persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit
sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat
seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan
kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang
traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan
untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotis.3
e.
Pemeriksaan MRI
MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan
daerah sekitar tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam
nasal yang tersumbat yang menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran
perineural, membuktikan temuan imaging pada sagital plane, dan tidak
melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image terdepan
untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan
kanalis optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal
berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi
dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang mirip
dengan otak.3,7
f.
4. Staging
Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM
didasarkan atas 3 kategori. Masingmasing kategori dibagi lagi menjadi
2.
3.
T = Tumor primer
a.
Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.
b.
b.
M = Metastase jauh
Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American
Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu:
T0
Tis
Karsinoma in situ
Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan
T1
destruksi tulang.
Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum
T2
T3
T4a
T4b
T0
Tis
Karsinoma in situ
Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa
T1
invasi tulang
Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor
T2
T3
maksilaris, palatum atau fossa kribriformis.
Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita,
T4a
T4b
Nx
N0
N1
N2a
N2b
cm
Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih
N2c
dari 6 cm
N3
M0
M1
Tis
N0
M0
T1
N0
M0
II
T2
N0
M0
III
T3
N0
M0
T1
N1
M0
T2
N1
M0
T3
N1
M0
T4a
N0
M0
T4a
N1
M0
T1
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N2
M0
T4a
N2
M0
T4b
Semua N
M0
Semua T
N3
M0
Semua T
Semua N
M1
Iva
IVb
IVc
Gambar 13.
A. T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita.
B. T4a menunjukkan invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa
kribriformis
Gambar 14.
Potongan koronal T4b menunjukkan tumor menginvasi apeks
orbita dan atau dura, otak atau fossa kranial medial
BAB VI
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima
rencana pengobatan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan
pengobatan utama untuk tumor sinus paranasal meliputi:
1. Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi
bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masingmasing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini
(T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat
dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting pada
daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat
dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus
eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang
hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita,
serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan
pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran tumor dan
letaknya/ekstensinya.4,7
ataupun sebagai terapi paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat
tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif
eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien
dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin tumor
positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural, ataupun penyebaran
ekstrakapsular pada metastasis regional.4
BAB VII
KOMPLIKASI
Perdarahan :
untuk
anterior
Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii.
Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin
dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan
drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal,
harus dilakukan intervensi pembedahan.4
3.
4.
Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari
komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan
terapi yang paling sederhana.4
BAB VIII
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan
diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan
sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis,
lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap
agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap
prognosis penyakit ini.1,3
Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade
neoplasma seperti esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel
skuamos 44%, undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%.4
Walaupun demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang
terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan
hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.1
DAFTAR PUSTAKA
1.
Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. 2007. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 178-81.
2.
3.
4.
Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses. [cited on
April 4th 2013]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article /846995overview#showall
5.
Dhingra P. Anatomy of Nose. in : Disease of Ear, Nose, and Throat 4th edition.
2010. India. Elsevier. p 130-5,141,165.
6.
Karanvilof B. Sinus Anatomy and Function. [cited on April 11th 2013]. Available
from : http://www.ohiosinus.com/patient-info/sinus-anatomy-and-function
7.
8.
Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor Ganas Kepala Leher.
dalam : BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6. Effendi H, Santoso RAK,
editor. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 235-7, 429-44.
9.
Siregar, BH. Head and Neck, Breast, Soft Tissue, Skin Tumor. 2005. Makassar.
Oncology Surgery Dept. of Hasanuddin University. hal : 4-19.