Вы находитесь на странице: 1из 18

TUGAS KELOMPOK

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT


ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA YANG BAIK DAN ETIKA BISNIS

Disusun oleh:
Kelompok 3
Gilang Anwar Hakim
Lujain Ayu Astuty

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAN BRAWIJAYA MALANG
2016

Teori Keagenan (Agency Theory)


Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya
hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama
yang disebut nexus of contract.
Jensen

dan

Meckling(1976)

mendefinisikan

hubungan

keagenan

(agency

relationship)sebagai berikut:
"an agency relationship as a contract under which one or more persons(the principal(s))
engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authorityto the agent"
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah
pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka
diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Hubungan Prinsipal dan Agen
-

Pemegang Saham dan Manajemen


Hubungan keagenan dalam teori agensi muncul karena adanya hubungan kerja antara
pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama dimana
prinsipal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen dalam
mengelola kekayaan investor (Brigham dan Houston, 2004). Investormempunyai
harapan

bahwa

dengan

mendelegasikan

wewenang

pengelolaan

tersebut

akanmemperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran


investor.

Sedangkan

manajer

sebagai

pengelola

perusahaan

lebih

banyak

mengetahuiinformasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan


datangdibandingkan pemilik (pemegang saham atau investor). Oleh sebab itu,
manajer mempunyaikewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik.Informasi yang diberikan oleh manajer dapat dilakukan dengan
-

mengungkapkan informasi akuntansiseperti laporan keuangan perusahaan.


Pemegang Saham Publik dan Pemegang Saham Pengendali
Gilson dan Gordon (2003) mengemukakan bahwa masalah keagenan dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu masalah keagenan pertama antara pemegang saham dan manajemen

serta masalah keagenan kedua antara pemegang saham pengendali dan pemegang
saham non pengendali (pemegang saham publik). Masalah keagenan antara pemegang
sahamdan manajemen muncul karena adanya pemisahan kepemilikan dan
kontrol,sedangkan masalah keagenan antara pemegang saham pengendali dan
pemegang saham non pengendali muncul karena adanya insentif dan kemampuan
pemegangsaham pengendali untuk mendapatkan manfaat privat atas kontrol. Manfaat
privatinilah

yang

mendorong

pemegang

saham

pengendali

untuk

mempertahankankontrol perusahaan. Manfaat privat atas kontrol lebih besar


apabilakepemilikannya terkonsentrasi.Pemegang saham pengendali memiliki kontrol
terhadap perusahaan melebihi hak aliran kasnya. Dengan konsentrasikepemilikan
seperti ini, muncul konflik keagenan antara pemegang sahampengendali dengan
pemegang saham non pengendali. Pemegang sahampengendali mampu secara efektif
mempengaruhi kebijakan manajemen atau bahkan menentukan manajemen. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa adapermasalahan pemisahan hak aliran kas dan hak
kontrol. Hak kontrol merupakanhak suara untuk mengambil keputusan penting. Hak
-

aliran kas merupakan klaimterhadap dividen.


Kreditur dan Manajemen
Penggunaan utang atau dana masyarakat dapat menimbulkan masalah keagenan pada
saat manajer memutuskan untuk melakukaninvestasi yang berisiko tinggi. Keputusan
semacam itu bila berjalan baikakan sangat menguntungkan bagi bank, namun jika
gagal akan sangatmerugikan bagi kreditur. Disisi lain utang juga akan mendorong
manajemen untukmenyerahkan arus kas bebas kepada pemegang saham yang
selanjutnyadigunakan

untuk

membayar

kembali

kewajiban

atau

untuk

reinvestasi(Jensen 1986). Penggunaan utang menjadi sebuah alat insentif bagi manajer
-

untuk lebih berhati-hati guna mengindari ancaman kebangkrutan.


Pemangku Kepentingan Lainnya dan Manajemen
Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat
mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan
dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan
memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan lain (misalnya

karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya).


Pemicu Konflik Kepentingan dan Masalah Keagenan Yang Timbul (Informasi
Asimetri dan Perilaku Self-Interest)
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing-masing individu
semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik

kepentingan antara prinsipal dan agen. Permasalahan yang timbul akibat adanya
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen disebut dengan agency problems. Salah
satu penyebab agency problems adalah adanya asymmetric information (Informasi
Asimetri). Asymmetric Information adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki
oleh prinsipal dan agen, ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang
kinerja agen, sebaliknya agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri,
lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan permasalahan tersebut adalah:
1. Moral hazard, yaitu permasalahan muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang
disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. Adverse selection, yaitu suatu keadaan di mana prinsipal tidak dapat mengetahui
apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi
yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Selain itu, masalah keagenan juga dapat terjadi apabila bagian kepemilikan manajer
atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi
kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak
untuk

kepentingan

pribadi(self

interest)

dan

bukan

untuk

memaksimumkan

perusahaan.Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).


Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang
dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer
merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya.
Peran Tata Kelola dan Tata Kelola Bisnis Untuk Mengatasi Konflik Kepentingan
Masalah-masalah keagenan dapat diatasi dengan tata kelola perusahaan(corporate
governance).Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal

lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.Berdasarkan teori keagenan, ada 2
macam corporate governance yaitu bad dan good (Armstrong, 2009).Bad corporate
governance berarti perusahaan mengalami konflik keagenan yang serius antara pemegang
saham dan manajer, serta biaya kontrak.Sedangkan good corporate governance berarti
perusahaan dapat mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer, serta
biaya kontrak.
Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses
yang digunakan oleh pihak-pihak internal maupun eksternal yang berkaitan dengan
perusahaan

sebagai

upaya

untuk

memberikan

nilai

tambah

perusahaan

secara

berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan


stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa GCG merupakan:
-

Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan

komisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya.


Suatu sistem pengawasan dan keseimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang, yaitu pengelolaan yang

salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.


Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
dengan pengukuran kinerjanya.

Definisi dan Prinsip Dasar Tata Kelola


Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG
di setiap aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan
diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
-

Transparansi
Untuk menjaga

obyektivitas

dalam menjalankan

bisnis,

perusahaan

harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh

pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.Pedoman pokok


pelaksanaannya:
a Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
b

sesuai dengan haknya.


Informasi yang harus diungkapkan meliputi tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan

lainnya,

sistem

manajemen

resiko,

sistem pengawasan

dan

pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya,


c

dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.


Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan

d
-

perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.


Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan

kepada pemangku kepentingan.


Akuntabilitas
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.Pedoman pokok
pelaksanaannya:
a Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi
b

perusahaan.
Perusahaan harus meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang berkepentingan
dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung

jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.


Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif

dalam pengelolaan perusahaan.


Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan
sanksi (reward and punishment system).

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap pihak perusahaan yang
bersangkutan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman
-

perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.


Responsibilitas
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a Pihak-pihak perusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip kehatihatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli

terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan


-

dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.


Independensi
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas
dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau
tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya

sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling


mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
-

Kewajaran (fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan
serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi
b

dalam lingkup kedudukan masing-masing.


Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
perusahaan.

Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan


karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

Tinjauan Struktur Tata Kelola di Indonesia


-

Perbandingan Struktur Satu Dewan dan Dua Dewan


Dalam diskusi corporate governance sering ditemukan istilah one-tier
system dan two-tier system. One-tier system banyak dipakai di negara
anglo-saxon seperti US, UK, Canada dan Australia. Sedangkan two-tier
system banyak dipakai di negara Eropa daratan seperti Jerman,
Belanda. Indonesia termasuk menganut sistem two-tier.
Dalam one-tier system, peran dewan komisaris (pengawas) dan peran
dewan direksi (pelaksana/eksekutif) dijadikan dalam satu wadah,
wadah ini disebut board of director (BOD). Penyatuan ini membuat
tidak jelasnya peran dari pengawas dan pelaksana. Di dalam one-tier
corporate governance system, ada empat tipe struktur board:
1. Semua direktur eksekutif adalah anggota board. Top managers adalah juga
anggota board. ini banyak ditemukan pada perusahaan kecil,
perusahaan keluarga dan start-up business.
2. Mayoritas anggota board adalah direktur eksekutif. Di struktur ini ada direktur
non-eksekutif dalam board namun jumlahnya sedikit (minoritas).
3. Mayoritas adalah direktur non-eksekutif. Sebagian besar dari direktur noneksekutif ini adalah direktur independen.
4. Semua non-eksekutif direktur adalah anggota board. Banyak ditemukan dalam
organisasi non-laba.
Sedangkan di dalam two-tier system, peran dewan komisaris dan
dewan direksi dipisah secara jelas. Dewan komisaris akan mengawasi
kerja dewan direksi.Untuk two-tier corporate governance system,
struktur yang ada ialah terdiri dari dua board:

1. Dewan pengawas (supervisory board). Ini terdiri dari direktur noneksekutif independen dan direktur non-eksekutif tidak independen
(connected).
2. Dewan pelaksana (executive board). Ini terdiri dari semua direktur
pelaksana seperti CEO, CFO, COO, CIO (C-level management).
Seperti disebutkan di atas, Indonesia menganut sistem two-tier
governance. Hal ini mungkin karena pengaruh Belanda yang juga
menganut

sistem

itu.

Hanya

saja,

sistem

two-tier

ala

Eropa

menempatkan wakil dari karyawan (employee) pada level dewan


direksi. Ini yang tidak ditiru oleh sistem di Indonesia.

Organ Korporat
Organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, dan Direksi. Setiap organ memiliki fungsinya sendiri-sendiri sesuai
dengan ketetuan yang berlaku. Dalam konteks good corporate governance, masingmasing organ harus melakukan tugasnya secara independen untuk kepentingan

perusahaan.
Hubungan antar Organ
1. RUPS
Adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan
dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan
Dewan Komisaris. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para
pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan
modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil
dalam RUPS didasari pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang.
Kewenangan RUPS antara lain mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan
Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja Dewan Komisaris dan Direksi,
menyetujui perubahan Anggaran Dasar, menyetujui laporan tahunan dan
menetapkan bentuk dan jumlah remunerasi anggota Dewan Komisaris dan Direksi
serta mengambil keputusan terkait tindakan korporasi atau keputusan strategis
lainnya yang diajukan Direksi. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan
pada kepentinganperusahaan. Tanpa mengurangi kekuasaan dan wewenang yang
dimiliki oleh RUPS, RUPS atau pemegang saham tidak dapat melakukan
intervensi terhadap pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris
dan Direksi untuk menjalankan kewajiban dan haknya sesuai dengan anggaran
dasar dan peraturan perundang-undangan. Pengambilan keputusan RUPS
dilakukan secara wajar dan transparan.
2. Dewan Komisaris
Merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi
serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi.

Dalam melaksanakan tugas, Dewan Komisaris

bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada


RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan

perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Kinerja Dewan


Komisaris dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun
secara mandiri oleh Dewan Komisaris. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap
akhir periode tutup buku. Hasil penilaian kinerja Dewan Komisaris disampaikan
dalam RUPS. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan Perusahaan oleh Direksi
serta memberikan persetujuan dan pengesahan atas rencana kerja dan
anggaran tahunan Perusahaan.
b. Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala untuk membahas
pengelolaan operasional Perusahaan.
c. Mengawasi pengelolaan Perusahaan atas kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Direksi dan memberikan masukan jika diperlukan.
d. Menominasikan dan menunjuk calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi
untuk diajukan dan disetujui dalam RUPS Tahunan.
e. Menentukan jumlah remunerasi bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi,
berlandaskan pada wewenang yang diberikan dalam RUPS Tahunan.
f. Menunjuk dan menetapkan anggota Komite Audit.
3. Direksi
Adalah organ perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan
perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar. Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi bertanggung jawab
kepada

RUPS.

Pertanggungjawaban

Direksi

kepada

RUPS

merupakan

perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan


prinsip-prinsip GCG. Kinerja Direksi dievaluasi oleh Dewan Komisaris baik
secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang
disusun oleh Komite Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir
periode tahun buku. Hasil penilaian kinerja Direksi oleh Dewan Komisaris
disampaikan dalam RUPS. Berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar, tugas utama
Direksi adalah bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk
kepentingan Perusahaan dalam mencapai maksud tujuan. Maka dari itu setiap
anggota Direksi wajib mempertanggungjawabkan tugasnya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perusahaan. Tugas
pokok Direksi adalah sebagai berikut:
a. Memimpin, mengurus, dan mengendalikan Perusahaan sesuai dengan tujuan
Perusahaan;
b. Menguasai, memelihara, dan mengurus kekayaan Perusahaan;

c. Menyusun rencana kerja tahunan yang memuat anggaran tahunan Perusahaan,


dan wajib disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh
persetujuan dari Dewan Komisaris, sebelum tahun buku tersebut dimulai.
Prinsip-Prinsip Tata Kelola Menurut OECD (Organization For Economic Co-Operation
And Development)
Perusahaan harus memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif
(OECD, 2004). Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan transparansi dan pasar
yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas mengartikulasikan pembagian
tanggung jawab antara berbagai pengawasan dan penegakan hukum yang berlaku. Dasar
kerangka tata kelola perusahaan yang efektif yaitu:
-

Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk


berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif

untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan dan efisien.
Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi praktik tata kelola perusahaan
dalam yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum, transparan, dan dapat

dilaksanakan.
Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi yang harus

jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum disajikan.


Pengawas, pihak berwenang, dan penegak hukum harus memiliki wewenang,
integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara profesional dan
obyektif. Selain itu,keputusan mereka harus tepat waktu,transparan dan sepenuhnya
dijelaskan.

Manfaat Tata Kelola Bagi Korporat dan Lingkungan


1. Meningkatkan kualitas kerja para karyawan
Dengan adanya good corporate governance, maka kondisi lingkungan pekerjaan akan
menjadi lebih baik. Bertambah baiknya lingkungan dan suasana dari lingkungan
pekerjaan, maka karyawan akan merasa lebih dihargai dalam pekerjaannya. Hal ini
akan bermanfaat pada lebih baiknya dan meningkatnya kualitas kerja yang dilakukan
oleh para karyawan. Karyawan bisa merasa nyaman dan senang dalam bekerja di
perusahaan yang menerapkan good corporate governance tersebut.
2. Meningkatkan keterikatan kerja para karyawan
Kualitas pekerjaan dari para karyawannya bertambah dan juga kondisi dari
lingkungan pekerjaan yang membuat nyaman, maka karyawan pun akan memiliki
keterikatan kerja yang baik dengan perusahaannya. Hal ini akan berdampak pada

perusahaan yang tidak perlu repot dalam mengevaluasi hasil kerja dari para
karyawannya. Karena dengan meningkatnya keterikatan kerja dari para karyawan,
maka hasil pekerjaan pun akan menjadi lebih baik dan juga lebih fokus.
3. Meningkatkan kinerja perusahaan
Manfaat GCG yang berdampak pada kualitas pekerjaan pada karyawan, maka hal ini
akan berdampak langsung pada kinerja keseluruhan dari perusahaan tersebut. Good
corporate governance dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan dari karyawan, dan
juga akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja keseluruhan dari perusahaan itu
sendiri.
4. Neraca perusahaan yang lebih baik
Dengan meningkatnya kondisi kualitas pekerjaan dari karyawan dan juga
meningkatnya kinerja dari perusahaan secara keseluruhan, maka hal ini juga akan
berdampak pada kondisi neraca keuangan dari perusahaan yang akan menjadi lebih
baik dan mengarah kea rah yang positif. Itu artinya, kemungkinan perusahaan merugi
resikonya akn menjadi lebih kecil, dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan
good corporate governance.
5. Penggunaan sumber daya yang lebih efektif
Selain itu manfaat GCG bagi perusahaan yang diterapkan , pengelolaan dan
penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efektif. Perusahaan hanya akan menaruh
karyawan yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tidak terjadi tumpang tindih
tugas yang menagkibatkan kekacauan pada tubuh perusahaan tersebut.
6. Dapat mencegah munculnya KKN
KKN atau yang sering kita kenal dengan istilah korupsi, kolusi dan nepotisme
merupakan salah satu faktor penghambat dari kemajuan suatu perusahaan. Dengan
-

adanya KKN pada suatu perusahaan dapat menyebabkan:


Perusahaan menjadi rugi
Penempatan sumber daya yang tidak pas dan tidak efektif
Bangkrut
Terjerat kasus hukum
Dengan menerapkan prinsip dan konsep dari good corporate governance ini, maka

KKN yang sering terjadi pada perusahaan dapat dikrangi dan ditekan jumlahnya.
7. Suasana lingkungan bekerja yang lebih baik
Manfaat Good corporate governance juga berguna untuk meningkatkan lingkungan
bekerja menjadi lebih baik. Setiap karyawan akan merasa dihargai dan membuat
mereka akan merasa betah. Dengan begitu, penerapan good corporate governance
akan menyebabkan lingkungan pekerjaan darikaryawan menjadi lebih baik.
8. Mencegah terjadinya turnover pada karyawan
Turnover merupakan istilah lain untuk pindah kerja pada karyawan. Sering sekali kita
mendengan ada istilah karyawan yang tidak betah, baru 1 2 tahun bekerja sudah

ingin berhenti dan pindah dari pekerjaannya. Tentu saja hal ini dapat merugikan pihak
perusahaan. Namun demikian, dengan penerapan konsep good corporate governance,
intensi karyawan dalam melakukan turnover ini dapat ditekan dan diminamilisir.Hal
ini karena good corporate governance dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan
membuat karyawan menjadi lebih betah berapa dalam perusahaan tersebut.
9. Melindungi hak para pemegang saham
Manfaat GCG bagi perusahaan dalam konsep ini dapat melindungi hak dan
kepentingan dari para pemegang saham perusahaan. Dengan adanya good corporate
governance, maka kepentingan dan juga hak dari pemegang saham untuk
menjalankan tugasnya menjadi lebih optimal, sehingga para pemegang saham dapat
menciptakan kebijakaan kebijakan yang nantinya akan bermanfaat bagi perusahaan
dan karyawannya.
10. Meningkatkan nilai perusahaan dan menarik investor
Suatu perusahaan yang menerapkan good corporate governance dengan bak dan
optimal akan memiliki suasana dan kualitas pekerjaan yang baik. Selain itu good
corporate governance juga dapat berpengaruh pada kondisi neraca keuangan
perusahaan. Hal ini akan menjadi nilai tambah dari suatu perusahaan di mata para
investor.Para investor akan lebih tertarik untuk menanamkan saham pada perusahaan
yang memiliki kualitas dan suasana bekerja yang baik serta neraca keuangan yang
positif.
11. Hubungan antar perangkat perusahaan yang lebih baik
Biasanya beberapa karyawan terutama bawahan seringkali merasa takut apabila
berhadapan dengan atasannya. Namun, dengan penerapan good corporate governance
secara tepat, hal ini tidak akan tejadi. Hubungan antara perangkat perusahaan, baik
horizontal maupun vertical akan menjadi lebih harmonis.
Overview Regulasi dan Pedoman Tata Kelola di Indonesia
Setelah krisis moneter yang mengahantam perekonomian di negara-negara Asia
menjelang akhir tahun 1990-an, muncul inisiatif untuk menguatkan kerangka tata kelola
perusahaan, baik di tingkat nasional maupun regional.Studi yang dilakukan oleh Asian
Development Bank (ADB) mengidentifikasi bahwa kontributor utama dalam krisis
ekonomi tersebut yakni lemahnya tata keola perusahaan.Dengan demikian, krisis Asia
menjadi momentum penting yang mendorong urgensi reformasi tata kelola perusahaan di
Asia, dan juga di Indonesia.

Pembentukan Komite Nasional Kebijakan Coporate Governance.


Krisis yang melanda Asia tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk
bersungguh-sungguh meyelesaikan masalah tata kelola perusahaan di Indonesia.
Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan Coperate Governance
(KNKCG) pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Ekonomi, Keuangan dan Industri, dengan melibatkan 30 orang perwakilan dari
sektor publik swasta untuk merekomendasikan prinsip GCG nasional.
Pada tahun 2004, KNCKG dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) dengan pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata
kelola sector publik (public governance).KNKG telah menerbitkan Pedoman
Nasional Good Corporate Governance (Pedoman Nasional GCG) pertama kali
pada tahun 1999, yang kemudian direvisi pada tahun 2001 dan 2006.
Selanjutnya, untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan pemerintah,
kemudian bermunculan berbagai inisiatif yang digagas oleh berbagai kalangan
yang menaruh kepedulian untuk membangun kembali Indonesia setelah krisis.
Berbagai organisasi yang mempelopori pentingnya praktik tata kelola perusahaan
yang baik di Indonesia antara lain, Indonesian Institute for Corporate Directorship
(IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), Forum for
Corporate Governance In Indonesia (FCGI), Ikatan Komite Audit Indonesia
(IKAI), dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI). Organisasi
tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepedulian terhadap kelola dengan
mengadakan seminar dan konferensi, membantu perusahaan untuk melakukan
self-assessment, menyediakan program pendidikan dan pelatihan, melakukan
penilaian praktik tata kelola, serta menyediakan indeks persepsi tata kelola secara
tahunan.

Undang-Undang Perseroan Terbatas

iskAudWhBInctaGoRMgClbwEr(20vp1Sy4,3689PUem)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas (UUPT) yang

menggantikan undang-undang sebelumnya tahun 1995 merupakan undangundang yang lebih komprehensif dalam mengakomodasi dan menjabarkan
prinsip-prinsip tata kelola dengan mengatur kesetaraan organ perusahaan yang

terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan
Direksi. UUPT juga menjelaskan peran dan tanggungjawab dari Dewan
Komisaris dan Direksi, serta elemen tata kelola perusahaan lainnya.Revisi UUPT

ini mencerminkan bahwa masalah tata kelola perusahaan di Indonesia telah

diakomodasi sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang penting

tentang perusahaan di Indonesia.


Pedoman-Pedoman GCG
Untuk melengkapi Pedoman Umum GCG yang sudah dikeluarkan oleh KNKG,

KNKG juga menerbitkan serangkaian pedoman-pedoman sektoral dan manual


penerapan tata kelola perusahaan.

Gambar 2.3 Pedoman GCG yang Diterbitkan KNKG


Inisiatif Tata Kelola Lainnya

Berbagai inisiatif lainnya di bidang tata kelola perusahaa yang bertujuan untuk
memberikan insentif atau penghargaan kepada perusahan-perusahaan yang
menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun telah terbangun.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a Annual Report Award (ARA)
Merupakan penghargaan terhadap laporan tahunan perusahaan Indonesia,
telah dilaksanakan sejak tahun 2002.Acara ini merupakan hasil kerja sama 7
(tujuh) institusi yaitu OJK, Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian BUMN,
Bank Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Bursa Efek
Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, serta dikoordinasikan oleh OJK.
Pada awalnya, ARA diikuti oleh 83 perusahaan, dan tahun 2013 diikuti oleh
b

234 peserta.
Capital Market Awards
Bursa Efek Indonesia mulai mengadakan Capital Market Awards pada tahun
2006, dengan tujuan utama untuk mendorong penerapan standar dan praktik
bisnis yang baik dan berkelanjutan oleh perusahaan tercatat dan Perusahaan

Efek, yang diantaranya meliputi praktik tata kelola perusahaan yang baik.
IICD Corporate Governance Award
Penghargaan ini diadakan oleh IICD pertama kali pada tahun 2009 dan
didasari pada pengungkapan praktik tata kelola perusahaan tercatat di
Indonesia. Instrumen penilaian adalah CG Scorecard yang juga digunakan

oleh Institute of Directors lainnyadi beberapa Negara ASEAN.


IICG Award Most Trusted Award
IICG meluncurkan Penghargaan Most Trusted Companies pada tahun
2001.Penghargaan ini fokus pada perusahaan terbuka, BUMN dan swasta,
serta berdasarkan Corporate Governance Perception Index (CGPI) versi
IICG.

Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris Terhadap Praktek Tata Kelola di Indonesia dan
ASEAN

Untuk mengukur kemajuan pasar modal Indonesia dalam menerapkan tata kelola
perusahaan dan mengidentifikasi area-area yang harus diperbaiki dengan memperhatikan
keteladanan yang berlaku di tingkat internasional, beberapa inisiatif penilaian terhadap
penilaian terhadap praktik tersebut sudah dilakukan oleh beberapa lembaga internasional.
Penilaian terhadap tata kelola perusahaan di Indonesia yang dilakukan oleh lembaga
internasional yaitu sebagai berikut:
1. Penilaian Tata Kelola Korporat Indonesia Oleh Bank Dunia
Tata kelola perusahaan merupakan salah satu dari 12 standar yang ditetapkan oleh
komunitas keuangan internasional. The Word Bank dan The Monetary Fund
(IMF) bekerjasama dalam melakukan penilaian atas penerapan Prinsip-prinsip
Tata Kelola Perusahaan yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) Hasil penilaian dilaporkan dalam bentuk
Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC). Tujuan dari inisiatif
ROSC adalah

untuk mengidentifikasi

berbagai

kelemahan yang

dapat

berkontribusi terhadap kerentanan ekonomi dan keuangan terhadap suatu Negara.


Penilaian ROSC atas tata kelola perusahaan dilakukan dengan menilai kerangka
hukum dan peraturan perundang-undangan, praktik bisnis dan kepatuhan dari
perusahaan terbuka, dan kapasitas penegakannya terhadap prinsip-prinsip tata
kelola yang dikeluarkan oleh OECD (World Bank, 2010) .
2. Penilaian Berdasarkan ASEAN Corportae Governance Scorecard dari ASEAN
Capital Market Forum
Pada tahun 2009, para Menteri Keuangan Negara-negara Association of SouthEast Asian Nation (ASEAN) menyepakati rencana implementasi (ACMF
Implementation Plan) untuk mempromosikan pengembangan pasar modal yang
terintegrasi. ASEAN Capital Market Forum (ACMF) merupakan asosiasi
regulator pasar modal di kawasan ASEAN yang berupaya untuk mewujudkan
ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi tunggal pada tahun 2015.Diantara

berbagai inisiatif tersebut, ASEAN Coporate Governance Scorecard (ASEAN CG


Scorecard) diperkenalkan sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata kelola
perusahaan publik dan terbuka di ASEAN.Inisiatif ASEAN CG Scorecard yang
bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implemetasi prinsipprinsip tata kelola perusahaan, diluncurkan tahun 2011. Indonesia bersama-sama
dengan 5 (lima) negara anggota ACMF lainnya(Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, and Vietnam) sepakat untuk mengadopsi kriteria yang merupakan
penjabaran lebih rinci dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang diterbitkan
OECD sebagai acuan penilaian untuk ASEAN CG Scorecard. Penilaian ASEAN
CG Scorecard didasarkan pada dokumentasi yang dapat diakses oleh publik, dan
bertujuan agar dapat disusun suatu kumpulan perusahaan public di kawasan
ASEAN dengan tata kelola yang baik, dan dapat dipromosikan kepada investor
mancanegara.

Вам также может понравиться