Вы находитесь на странице: 1из 14

0

PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.)


SALIBU VARIETAS HIBRIDAPADA TINGGI
DAN WAKTU PENGGENANGAN

JURNAL

OLEH
RIVALDI
NPM. 1010005301045

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PADANG
2015

PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.)


SALIBU VARIETAS HIBRIDAPADA TINGGI
DAN WAKTU PENGGENANGAN
Oleh
Rivaldi
M. Zulman Harja Utama, dan Yunis Marni,
Mahsiswa Fakultas Pertanian
Jurusan Agroteknologi
Universita taman Siswa
Angkatan 2010

ABSTRAK
Percobaan dilaksanakan di Kelurahan Surau Gadang Kecamatan Naggalo
Kota Padang dari bulan Januari 2014 - juni 2014dengan tujuan untuk mengetahui
waktu dan tinggi penggenangan yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil padi
sawah sistem salibu. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dalam faktorial dengan 2 faktor dan 3 kelompok. Faktor pertama adalah tinggi
genangan yang terdiri dari 3 taraf 0 cm dari permukaan tanah, 5 cm dari
permukaan tanah, dan 10 cm dari permukaan tanah. Faktor kedua adalah waktu
genangan yang terdiri atas 4 taraf yaitu 4 minggu setelah pemangkasan, 5 minggu
setelah pemangkasan, 6 minggu setelah pemangkasan dan 7 minggu setelah
pemangkasan. Berdasarkan kombinasi perlakuan diperoleh 12 kombinasi
perlakuan dan tiap kombinasi diulang 3 kali sehingga jumlah petak ppercobaan
menjadi 36 petak. Data yang diperoleh disidik ragan dengan uji F dan apabila F
hitung besar dari F tabel dilanjutkan dengan Duncans Multiple Range Test 5%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuahan dan hasil tanaman padi
sistem salibu tidak dipengaruhi oleh interaksi antara tinggi dan waktu
penggenangan kecualu jumlah anakan maksimum dan jumlah gabah permalai
dipengaruhi oleh tinggi genangan.
Kata Kunci : Padi Salibu, Tinggi genangan, Waktu Penggenangan
PENDAHULUAN
Padi (Oryza sativaL.) merupakan
komoditas tanaman paling penting di
Indonesia. Produktivitas padi Indonesia
tahun 2013 sebesar 71,29 juta tonGKG
dengan luas panen 13.445.524 ha. Jumlah
penduduk Indonesia meningkat dengan laju
pertumbuhan 1,36% per tahun sementara
konsumsi beras pada tahun 2013 mencapai
130 kg per kapita, Itu artinyakebutuhan
beras nasional pada 2035 akan mencapai 43
juta ton atau setara dengan 76 juta ton GKG.
(Tatuhet al., 2013).
Pertumbuhan
penduduk
akan
meningkatkan kebutuhan beras nasional.
Sementra konversi sawah produktif ke
sektor non pertanian sulit untuk dihentikan,
hal ini sangat berpengaruh terhadap produksi

beras nasional. Strategi peningkatan


produksi beras nasional diantaranya: 1)
perluasan areal tanam dengan mencetak
sawah baru, 2) peningkatan produktivitas
lahan dan 3) perluasan areal panen melalui
peningkatan IP (indeks pertanaman) salah
satunya adalah budidaya padi salibu.
Budidaya padi salibu cukup
menjanjikan, terlihat dari hasil yang telah
didapatkan oleh petani di Kabupaten Agam
tahun 2011, yaitu sekitar 20% ini lebih
tinggi dibanding dari panen pertama
(Anonim, 2013). Komponen hasil padi
salibu dengan varietas lokal di Matur
Kabupaten Agam adalah 7,2 ton per hektar
dengan tinggi tanaman 102 cm, jumlah
anakan 22 batang, panjang malai 24 cm,
jumlah bulir per malai 120 buah dan bulir
hampa hanya 17% (Erdiman, 2012).

Beberapa keuntungan yang dapat


diperoleh dari penerapan salibuantara lain :
(a) biaya produksi lebih rendah karena tidak
perlu pengolahan tanahdan penanaman
ulang, (b) pupuk yang dibutuhkan lebih
sedikit, yaitu setengahdari dosis yang
diberikan pada tanaman utama, (c) umur
panen lebih pendek, dan(d) hasil yang
diperoleh dapat memberikan tambahan
produksi dan meningkatkanproduktivitas
(Susilawati, 2011).
Budidaya padi salibu adalah salah
satu inovasi teknologi untuk memacu
produktivitas/peningkatan produksi. Pada
budidaya padi salibu ada beberapa faktor
yang berpengaruh antara lain; 1) tinggi
pemotongan batang sisa panen, 2) varietas,
3) kondisi air tanah setelah panen, dan 4)
pemupukan.
Kebutuhan air mulai dari mengolah
tanah, persemaian masa pertumbuhan dan
masa berbunganya, rata-rata membutuhkan
air 1,2 liter/detik/ha. Pemberian air yang
cukup lama sejak fase primodia, bertujuan
untuk menekan pertumbuhan anakan yang
sudah tidak lagi diperlukan, memberikan
cukup air fase berbunga berguna untuk
pembentukan bunga dan pembentukan bulir
padi (Mulyadi et al., 2001).
Anakan tumbuh pada ratun
umumnya sangat tinggi. Pertumbuhan
anakan yang sangat tinggi belum tentu
diiringi dengan anakan produktif yang tinggi
sehingga persentase anakan produktif
menurun, rendahnya persentase anakan
produktif karena meningkatnya jumlah
anakan dalam satu rumpun sehingga
terjadinya persaingan tanaman dalam
rumpun dan tidak semua anakan yang
mampu menjadi anakan produktif (Marni,
2008)
Dengan penggenangan diharapkan
dapat menekan pertumbuhan anakan non
produktif dan meningkatkan anakan
produktif, untuk itu dilakukan pengujian
terhadap tinggi genangan dan waktu
penggenangan terhadap pertumbuhan dan
hasil padi salibu varietas hibrida.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui waktu dan tinggi penggenangan
yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil padi
sawah sistem salibu.
METODE PENELITIAN
Percobaan dalam bentuk pot telah
dilaksanakan di Kelurahan Surau Gadang
Kecamatan
Nanggalo
Kota
Padang.

Penelitian dilakukan selama 7 bulan dimulai


dari bulan Januari 2014 Juni 2014.
Bahan yang digunakan adalah padi
sawah varietas Hipa 5, pupuk Urea, SP36,
KCl dan pestisida. Sedangkan alat-alat yang
dibutuhkan adalah polibag dan plastik
bening ukuran tinggi 30 cm dan diameter 35
cm, label, ajir, parang, sabit, cangkul, tali,
meteran, timbangan analitik, kamera, alat
ukur, selang air, gunting, plastik, jaring
waring, pancang, tonggak dan alat tulis.
Rancangan percobaan disusun
dalam Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 2 faktor. Faktor pertama tinggi
genangan yang terdiri atas 3 taraf yaitu :
T0 = 0 cm dari permukaan tanah
T1 = 5 cm dari permukaan tanah
T2 = 10 cm dari permukaan tanah
Faktor kedua adalah waktu genangan yang
terdiri atas 4 taraf yaitu :
P1 = 4 minggu setelah pemangkasan
P2 = 5 minggu setelah pemangkasan
P3 = 6 minggu setelah pemangkasan
P4 = 7 minggu setelah pemangkasan
Masing masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali, maka diperoleh kombinasi
4x3x3 = 36 satuan percobaan. Masingmasing percobaan terdiri dari 3 tanaman
sampel, letak tanaman sampel terdapat pada
Lampiran 5. Data hasil pengamatan
dianalisis dengan Sidik Ragam dan jika
terjadi pengaruh nyata diuji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%. Analisis data menggunakan
Software Statistik 8.
Pengolahan
tanah
dilakukan
setelah sawah digenangi selama 7 hari, tanah
diolah dengan bajak hand traktor, kemudian
dibiarkan selama 10 hari. Setelah itu tanah
diolah kembali dengan dilanjutkan dengan
menggaru. Penggaruan terakhir dilakukan 1
hari sebelum tanam. Permukaan tanah
didatarkan sehingga memudahkan dalam
mengatasi hama keong. Saat penggaruan
terakhir tersebut disebarkan pupuk kandang
10 ton/ha dan pupuk SP36.
Benih yang digunakan adalah
varietas Hipa 5. Setelah dilakukan seleksi,
benih direndam selama 24 jam lalu ditiriskan
kemudian
diinkubasi
sampai
benih
memperlihatkan tanda tanda munculnya
cikal bakal perkecambahan (calon seed root
berwarna putih). Inkubasi dilakukan selama
36 jam. Selanjutnya disemai pada wadah
yang telah dipersiapkan yaitu baki yang diisi
dengan campuran pupuk kandang dan tanah
dengan perbandingan 1 : 1. Setelah bibit

berumur 12 hari dilakukan pindah tanam


kepetak percobaan dengan jarak tanam 25cm
x 25cm dan jumlah bibit 3 batang per lobang
tanam.
Pemeliharaan
tanaman
utama
meliputi : Penyulaman, penyiangan,
pengairan, pemupukan dan pengendalian
hama penyakit. Penyulaman dilakukan
apabila tanaman tidak tumbuh dan
penyiangan dilakukan apabila ada gulma
tumbuh.
Pupuk
diberikan
sesuai
rekomendasi yaitu 150 kg/ha Urea, 100
kg/haSP36 dan 50 kg/haKCl. Dimana pupuk
Urea diberikan pertama setelah tanam
bersamaan dengan SP36 dan KCl, pemberian
pupuk yang kedua setelah umur 40 hari.
Pemberian air secara macak-macak disaat
pertumbuhan vegetatif dan memasuki fase
generatif air mulai digenangi.
Polibag diisi dengan 12 kg tanah
lapisan olah yang diambil dari lahan sawah
bekas tanaman padi. Kepadatan populasi
tanaman padi di lapangan sebanyak 16
rumpun/m2, jarak tanam yang digunakan
25cm x25cm. jika diasumsikan berat tanah
lapisan olah per hektar pada kondisi kering
angin 2.000.000 kg, maka berat tanah m2
adalah 200 kg, sehingga rata-rata per
rumpun padi memperoleh media tanah pada
lapisan olah sekitar 12 kg. untuk
menciptakan lingkungan tumbuh mendekati
kondisi di lapangan, setiap polibag diisi
dengan tanah kering angin seberat 12 kg.
setelah dilumpurkan ketebalan tanah di
dalam pot sekitar 22 cm.
Tanah yang digunakan diambil dari
lapisan olah (hingga kedalaman sekitar 1520 cm), selanjutnya dikeringanginkan dan
dihaluskan seperti mengolah tanah secara
kering di lapangan digunakan ayakan lolos
0,2 cm, lalu diambil sampel untuk dianalisis
lengkap. Guna menjaga homogenitas media,
tanah yang telah dihaluskan dikumpulkan
menjadi satu dan dilakukan pengadukan
hingga rata. Sebelum tanah dimasukan ke
dalam polibag ditimbang terlebih dahulu,
yaitu seberat 12 kg, kemudian ditambahkan
bahan organik dari kotoran sapi sebanyak
100 g per polibag atau setara dengan takaran
bahan organik 16 ton perhektar, selanjutnya
diaduk hingga homogen. Media tumbuh
yang telah dimasukkan ke dalam polibag,
dilumpurkan selama 4 hari sebelum
digunakan untuk penanaman.
Setelah dilakukan panen tanaman
utama (tanaman utama berumur 120 hari
setelah tanam), dilakukan pemangkasan sisa

batang/tunggul setinggi 5 cm dari


permukaan tanah, pemangkasan dilakukan 7
hari setelah panen tanaman utama,
pemangkasan menggunakan sabit.
Pemindahan tunggul tanaman ke
dalam polibag dilakukan dengan cara digali
melingkar dengan jarak 5 cm dari pangkal
batang, kemudian dipindahkan ke dalam
polibag yang telah diisi campuran tanah dan
pupuk kandang.
Penyulaman dilakukan apabila ada
tunggul yang tidak tumbuh, penyulaman
dilakukan dengan cara mengganti tunggul
yang mati dengan tunggul yang masih ada di
lahan yaitu tunggul yang tidak dilakukan
pemangkasan ketika tanaman pindah ke pot.
Penyiangan atau pengendalian
gulma dilakukan apabila ada tumbuh gulma
dan di kendalikan secara manual yaitu
dengan cara mencabutnya setelah itu
dibenamkan kembali kedalam tanah.
Penyiangan dilakukan tidak hanya pada
tanaman dalam pot tetapi seluruh lahan yang
digunakan juga dibersihkan dari gulma.
Pemberian air secara macak-macak
selama fase vegetatif dan digenangi selama
fase generatif. Tinggi genangan danwaktu
penggenangan disesuaikan dengan perlakuan
yaitu setinggi 0, 3, 6 dan 9 cm dari
permukaan tanah dan waktu mulai
penggenangan minggu ke- 4, 5, 6 dan 7
setelah pemangkasan. Tanaman digenangi
sampai tanaman berumur 10 minggu setelah
tanam.
Pupuk
diberikan
sesuai
rekomendasi yaitu 150 Kg Urea ha-1 atau
9,30 gram/rumpun, 100 Kg SP36-1atau 6,26
gram/rumpundan 50 Kg KCl-1atau 3,14
gram/rumpun. Pemberian pupuk SP36 sehari
sebelum pemangkasan. Urea diberikan 2
tahap, yakni saat tanaman berdaun 2 helai,
dan setelah berumur 40 hari, sedangkanKCl
diberikan besamaan dengan Urea secara
keseluruhan.
Hama yang mengganggu tanaman
padi pada saat penelitian adalah walang
sangit dan belalang, dikendalikan dengan
metode
mekanis
dan
menggunakan
insektisida
Ripcore,
insektisida
disemprotkan pada tanaman pada pagi hari.
Panen dilakukan apabila butir
gabah yang menguning sudah mencapai
80% dan tangkainya sudah merunduk. Untuk
lebih memastikan padi sudah siap untuk
dipanen adalah dengan cara menekan butir
gabah. Bila butirnya sudah keras berisi maka
saat itu paling tepat untuk dipanen. Padi

dipanen dengan menggunakan sabit dan


batang disisakan 5-10 cm di atas permukaan
tanah.

gabahbernasper malai, presentase gabah


bernas permalai, bobot 1000 biji,.hasil gabah
kering perrumpun
.

Pengamatan yang di amati pada percobaan


iini adalah :
itinggi tanaman ,jumlah anakan maksimum
,jumlah Anakan roduktif,presentase anakan
produktif,
umur
berbungga,panjang
malai,jumlah gabah permalai ,jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tinggi tanaman padi dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan waktu genangan
umur 9 minggu setelah pemangkasan (MSP).
Tinggi
Waktu Genangan (MSP)
Genangan (cm)
4
5
6
7
----------------------------------- cm ----------------------------------0
107,42
107,25
106,67
110,08
5
97,08
109,83
112,50
109,00
10
109,17
106,75
110,08
109,00
KK
3,45
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%

Tinggi Tanaman (Cm)

Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi


genangan air 5 cm sampai 10 cm
memberikan hasil yang bepengaruh tidak
nyata dengan tanpa genangan air. Begitu
juga dengan perlakuan waktu genangan
dengan jarak waktu 4 sampai 7 minggu
setelah tanam juga memperlihatkan hasil
yang bepengaruh tidak nyata antara satu
dengan yang lain.
Tidak adanya pengaruh pemberian
air pada tinggi tanaman diperkirakan
disebabkan karena secara genetis tanaman
padi hibrid varietas HIPA 5 merupakan
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

55.63 68.54
42.71 56.08
71.50
43.92 55.79 68.02
43.61

tanaman yang toleran terhadap genangan air


dan tanaman padi bukanlah tanaman air
(hidrophyta). Hal ini didikung oleh pendapat
Suwignyo (2007), yang menyatakan bahwa
Tanaman padi dapat toleran terhadap
genangan di daerah perakaran karena
kemampuannya untuk mengangkut oksigen
secara efisien dari bagian atas tanaman ke
bagian akar.
Hubungan antara tinggi genangan
air terhadap tinggi tanaman padi sistem
salibu disajikan pada Gambar 1.

80.00
84.77
79.98

91.81
93.19
90.25

99.50
99.79
102.81

107.85
107.10
108.75

0 Cm
5 Cm
10 Cm

Umur Tanaman (MSP)


Gambar 1. Tinggi tanaman padi varietas hibrid Hipa 5 minggu ke 3-9 setelah pemangkasan pada
beberapa tinggi genangan.
Gambar 1 menunjukkan bahwa
tinggi tanaman pada tinggi genangan air 0
cm, 5 cm dan 10 cm terlihat meningkat
tajam. Tinggi tanaman pada umur 3 dan 4
MSP menunjukkan nilai rata-rata yang yang
tidak jauah berbeda antara satu dengan yang
lainnya yang menandakan pada umur

tersebut laju pertumbuhan tinggi tanaman


padi masih sama antara satu perlakuan
dengan yang lainnya, pada saat tanaman
berumur 5 7 MSP terjadi peningkatan
tinggi tanaman yang cukup signifikan pada
perlakuan penggenangan dengan tinggi 5cm.
Pada saat tanaman berumur 8-9 MSP garafik

Tinggi Tanaman (cm)

pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi


didapatkan dari penggenangan dengan tinggi
7cm namun menurut uji statistik nilainya
tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang
lain.
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

42.58
43.29
44.22
43.56

56.50
51.28
58.28
57.28

66.17
69.36
70.36
71.53

Selanjutnya grafik pertumbuhan


tanaman padi dengan perlakuan waktu
genangan air tersaji pada gambar 2.

80.64
81.42
81.97
82.31

90.92
91.00
92.83
92.25

97.89 104.56
100.03 107.94
103.94 109.75
100.94 109.36

4 MSP
5 MSP
6 MSP

7 MSP

Umur Tanaman (MSP)


Gambar 2. Tinggi tanaman padi varietas hibrid Hipa 5 minggu ke 3-9 setelah pemangkasan pada
beberapa waktu genangan
.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa grafik
rata-rata berkisar antara 97 cm -110 cm,
peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan
pada deskripsi tanaman (Lampiran 2) ratawaktu genangan relatif sama dengan grafik
rata tinggi tanaman adalah 94 cm 121 cm,
pada Gambar 1. Tinggi tanaman pada umur
hal ini berarti tanaman padi tumbuh secara
3 MSP menunjukkan nilai yang tidak terlalu
normal dan sesuai dengan deskripsi yang
berbeda antara satu perlakuan dengan yang
dipaparkan.
lain, pada umur 4 MSP perlakuan waktu
Pada keadaan normal, kondisi
genangan 5 MSP mennjukan nilai yang lebih
tergenang
menyebabkan
terjadinya
rendah dari perlakuan yang lain, selanjutnya
penurunan proses pertukaran gas antara
pada saat tanaman berumur 5-7 MSP tinggi
jaringan tanaman dan atmosfir disekitarnya,
tanaman mulai relatif sama, pada umur
karena gas (khususnya oksigen) berdifusi
tanamnan 8 MSP terjadi peningkatan yang
10.000 kali lebih lambat di dalam air
signifikan
pada
perlakuan
waktu
dibandingkan dengan di udara. Kondisi ini
penggenangan 6 MSP dan pada umur
menyebabkan terjadinya hipoksia atau
tanaman 9 MSP grafik menunjukkan tinggi
anoksia di sekitar perakaran. Oksigen sangat
tanam yang relatif sama antara masingberperan dalam proses metabolisme yang
masing perlakuan.
menghasilkan energi di dalam sel, sehingga
Tinggi tanaman tidak ditentukan oleh waktu
konsentrasi oksigen yang sangat rendah di
genangan yang mulai diberikan pada
perakaran
menyebabkan
terganggunya
tanaman padi. Nilai yang terlihat pada
aktivitas metabolik dan produksi energi
interval pengamatan mingguan umumnya
(Dennis et al., 2000).
tidak jauh bejrbeda antara perlakuan waktu
Jumlah Anakan Maksimum
genangan satu dengan yang lain baik pada
Data jumlah anakan maksimum
minggu ke 3 setelah pemangkasan ataupun
tanaman padi setelah dilakukan DMRT
pada umur 9 MSP. Pada sistem budidaya
dapat dilihat pada Tabel 2.
padi salibu didapatkan hasil tinggi tanaman
Tabel 2. Jumlah anakan maksimum tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan
waktu genangan .
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Rataan
Genangan (cm)
4
5
6
7
------------------------------- batang ------------------------------0
57,50
69,17
66,92
67,42
68,06 a
5
65,11
63,58
64,00
66,42
64,78 b
10
62,25
57,92
55,25
64,50
59,98 b
KK
11,56
Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Jumlah anakan (batang)

Dari Tabel 2 dapat dijelaskan


bahwa jumlah anakan maksimum tertinggi
diperoleh pada perlakuan tanpa genangan
sama sekali yaitu sebanyak 68,06 batang,
sedangkan jumlah anakan terendah diperoleh
pada perlakuan tinggi genangan 5 cm yang
tidak beda dengan genangan setinggi 10 cm.
Tingginya jumlah anakan pada saat tanpa
genangan karena tidak ada tekanan air pada
tanaman yang menghambat laju tumbuh
anakan tanaman, hal ini didukung oleh
pendapat Kasim (2007) bahwa genangan
dapat menekan pertumbuhan anakan pada
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

10.56
11.24
10.67

18.63
20.62
19.44

29.33
32.83
30.65

tanaman padi, hal ini dikarenakan kurangnya


ruang udara bagi anakan untuk muncul ke
permukaan ditekan oleh genangan air
tersebut, namun disisi lain genangan
menguntungkan bagi tanaman padi karena
penggunaan asimilat dapat lebih difokuskan
pada produktifitas gabah ketika anakan
tertekan dan tidak tumbuh dengan maksimal.
Hubungan antara tinggi genangan
terhadap perkembangan jumlah anakan
tanaman padi sistem salibu ditampilkan pada
Gambar 3.

51.98
55.10
49.71

40.71
45.39
40.31

60.69
61.88
56.71

68.06
64.78
59.98

0 Cm
5 Cm
10 Cm

Umur Tanaman (MSP)


Gambar 3. Jumlah anakan tanaman padi varietas hibrid Hipa 5 minggu ke 3-9 setelah
pemangkasan pada beberapa tinggi genangan.
relatif sama, namun pada akhir pengamatan
umur 9 MSP jumlah anakan tertinggi yang
didapatkan diperoleh pada tanaman padi
Gambar
3
terlihat
bahwa
tanpa genangan sama sekali, tinggi genangan
peningkatan jumlah anakan tanaman padi
5 cm menunjukkan hasil lebih tinggi dari
pada perlakuan tinggi genangan pada umur
genangan 10 cm namun hasil yang didapat
tanaman 3-4 MSP relatif sama. Pada saat
tersebut relatif sama sesuai dengan hasil
tanaman berumur 5-7 MSP tinggi genangan
DMRT.
5 cm menunjukkan jumlah anakan yang
Hubungan antara waktu genangan
lebih tinggi dari perlakuan yang laian, pada
terhadap perkembangan jumlah anakan
umur 8 MSP jumlah anakan pada tinggi
tanaman padi sistem salibu ditampilkan pada
penggenangan 0 cm dan 5 cm menjadi
Gambar 4.
Jumlah Anakan (batang)

70.00

51.44
53.06
51.31
53.25

60.00
50.00

29.85
31.75
31.06
31.08

40.00

30.00
20.00
10.00
0.00

Gambar 4.

9.77
11.36
11.17
11.00

41.74
43.03
41.83
41.94

57.87
59.97
58.89
62.31

61.62
63.56
62.06
66.11

18.32
20.31
19.78
19.83

4 MSP
5 MSP
6 MSP
7 MSP

Umur Tanaman (MSP)

3
4
5
6
7
8
9
Jumlah anakan tanaman padi varietas hibrid Hipa 5 minggu ke 3-9 setelah
pemangkasan pada beberapa waktu genangan.

7
Gambar 4 memperlihatkan grafik
genangan, hal ini berhubungan dengan
perkembangan jumlah anakan padi pada
ketersediaan ruang yang cukup bagi tanaman
waktu penggenangan, pada saat tanaman
dalam membentuk anak tanpa ada tekanan
berumur 3-6 MSP jumlah anakan yang
dari genangan air.
dihasilkan hampir sama antara satu
Dengan adanya batang padi yang
perlakuan dengan perlakuan yang lain,
tersisa
pada
padi
sistem
Salibu
memasuki
umur
7
MSP
waktu
menyebabkan pertumbuhan anakan menjadi
penggenangan 4 MSP dan 6 MSP
lebih cepat dikarenakan sistem perakaran
menunjukkan jumlah anakan yang lebih
masih berfungsi dengan baik dalam
rendah dari perlakuan yang lain, selanjutnya
menyuplai hasil asimilat, jadi pertumbuhan
pada saat tanaman padi berumur 8 MSP 9
anakan tidak terhambat walaupun tanaman
MSP jumlah anakan tertinggi diperoleh dari
digenangi setelah pemangkasan tanaman,
waktu penggenangan 7 MSP namun jumlah
waktu pertumbuhan ratun juga dapat
anakan tersebut berbeda tidak nyata dengan
dipengaruhi oleh tinggi pemotongan batang
waktu penggenangan yang lainnya.
utama.
Menurut Hardjowigeno dan Rayes
Jumlah Anakan Produktif
(2005), fase masa pertumbuhan anakan
Rata-rata hasil jumlah anakan
tanaman padi rata-rata mencapai umur 30-40
produktif disajikan pada Tabel 3.
hst, setelah fase tersebut pertumbuhan
anakan akan terhenti dan masuk pada
periode pemanjangan batang. Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan tanpa
genangan menunjukkan jumlah anakan yang
lebih baik daripada tanaman yang diberikan
Tabel 3. Jumlah anakan produktif tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan
waktu genangan
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
---------------------------------- hari --------------------------------0
37,17
33,08
29,08
33,92
5
30,25
40,50
34,58
32,75
10
34,67
30,89
32,00
36,33
KK
13,51
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak
terdapat perbedaan antara pemberian
perlakuan tinggi genangan dengan waktu
genangan pada jumlah anakan produktif
tanaman padi varietas hibrid Hipa 5.
Berdasarkan deskripsi varietas Hipa 5
(Lampiran 2) pada metode tanaman pindah,
anakan produktif hanya mencapai 7-15
batang saja, sedangkan hasil pengamatan
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa anakan
produktif mencapai 40,50 batang, hal ini
menunjukkan bahwa sistem Salibu dapat
memacu pertumbuhan anakan produktif
melibihi sistem pertanaman normal (pindah).

Menurut Soemartono et al., (1984),


jumlah anakan produktif ditentukan oleh
jumlah anakan maksimum. Jumlah anakan
produktif per rumpun tampak berkurang jika
dibandingkan jumlah anakan total per
rumpun, hal itu disebabkan karena umur
muncul anakan yang bervariasi dan tidak
serentak sehingga jumlah anakan yang
nantinya akan menghasilkan gabah juga
tidak sesuai dengan jumlah anakan
maksimal yang dihasilkan.

Persentase Anakan Produktif


Data persentase anakan produktif
tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase anakan produktif tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan dan
waktu genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
---------------------------------- % -----------------------------------0
59,57
47,44
40,43
50,40
5
46,86
63,71
54,72
50,00
10
55,94
54,27
58,21
56,51

KK
15,52
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Pada Tabel 4 terlihat bahwa secara
anakan 25-35 batang, namun dari hasil
keseluruhan semua perlakuan memberikan
penelitian dengan menggunakan metode
dampak yang bepengaruh tidak nyata bagi
budidaya Salibu didapatkan hasil anakan
tanaman padi. Persentase anakan produktif
produktif yang lebih banyak dari metode
merupakan perbandingan anakan produktif
tanaman pindah hingga mencapai 60% dari
dengan jumlah anakan maksimal tanaman
jumlah anakan maksimum.
padi, menurut deskripsi tanaman (lampiran
Umur berbunga
2) tanaman padi hibrid varietas HIPA 5
Data umur berbunga tanaman padi
dengan sistem tanaman pindah hanya
dapat dilihat pada Tabel 5.
mampu menghasilkan anakan produktif
sebanyak 35-55 % dengan rata-jumlah
Tabel 5. Umur berbunga tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan waktu
genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
---------------------------------- hari --------------------------------0
43,50
41,42
41,50
42,58
5
41,78
41,75
43,42
41,50
10
42,50
43,83
43,08
41,83
KK
3,17
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa
interval umur berbunga tanaman padi sistem
Salibu adalah pada saat tanaman berumur
41,42 sampai 43,83 hari, jika dirata-ratakan
umur berbunga tanaman padi hibrid varietas
HIPA 5 pada sistem Salibu adalah pada
umur tanaman 6 msp. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wibowo
(2010) padi hibrid virietas HIPA 5 mulai
berbunga rata-rata pada saat tanaman
berumur 71,25 hari (10 mst), selanjutnya
hasil penelitian Susilawati et al., (2012)
menunjukkan bahwa pertumbuhan ratun
padi hibrid varietas HIPA 5 dengan tinggi
pemotongan 10 cm-30 cm mulai berbunga
pada saat berumur 71 MSP 81 MSP.
Jika dibandingkan dengan data
yang didapatkan maka padi dengan sistem
salibu menunjukkan hasil umur berbunga
yang lebih cepat baik jika dibandingkan
dengan tanaman sistem pindah ataupun
sistem potong ratun, hal ini diduga karena
ketersediaan
asupan
makanan
serta
pemberian air pada sistem budidaya Salibu
yang masih tersedia bagi tanaman. Manurut
pengamatan penulis, yang membedakan
sistem salibu dengan sistem ratun biasa
adalah tinggi pemotongan, kelembapan
tanah serta penambahaan unsur hara
sehingga membantu tanaman untuk lebih
cepat dalam berproduksi.

Suwignyo (2007) manyatakan


tanaman yang biasa hidup di air pada
umumnya mempunyai kemampuan untuk
membentuk jaringan aerenchima, sehingga
oksigen di perakaran dapat disuplai dari
bagian atas tanaman. Namun demikian, bila
keseluruhan tanaman terendam maka tidak
ada bagian tanaman yang dapat mensuplai
oksigen. Dalam kondisi seperti ini ketahanan
tanaman akan sangat tergantung pada
kemampuan untuk tetap melangsungkan
metabolisme tanaman dengan oksigen yang
sangat rendah.
Secara keseluruhan pemberian
perlakuan waktu genangan dan tinggi
genangan pada saat tanaman padi berumur
lebih dari 4 msp tidak mengganggu proses
vegetatif tanaman padi, hal ini terjadi karena
vase vegetatif yang sangat menentukan
adalah ketika tanaman padi berumur 2-3
MSP yaitu saat tanaman padi membentuk
dan membangun tunas anakan yang baru
(Erdiman, 2012).
Panjang Malai
Data panjang malai tanaman padi
terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Panjang malai tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan waktu
genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
---------------------------------- cm ----------------------------------0
27,56
27,11
27,44
27,22
5
27,33
27,67
26,94
26,78
10
27,56
27,89
27,11
28,06
KK
2,23
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa
pendek 20 cm, malai sedang antara 20-30
rata-rata panjang malai tanaman padi sistem
cm, dan malai panjang lebih dari 30 cm.
Salibu adalah 26,94 cm sampai 28,06cm,
(AAK, 2006). Dari penjelasan tersebut maka
pada tanaman padi tanpa genangan rata-rata
dapat dikategorikan panjang malai yang
panjang malai yang dihasilkan adalah sama
dihasilkan adalah tipe sedang.
yaitu 27 cm. Panjang malai tergantung pada
varietes padi yang ditanam dan cara
Jumlah Gabah Permalai
bercocok tanam. Dari sumbu utama pada
. Data jumlah gabah permalai
ruas buku yang terakhir inilah biasanya
tanaman padi setelah setelah dilakukan uji
panjang malai diukur. Panjang malai dapat
DNMRT dapat dilihat pada Tabel 7.
dibedakan menjadi tiga macam yaitu malai
Tabel 7. Jumlah gabah permalai tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan
waktu genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Rataan
Genangan (cm)
4
5
6
7
--------------------------------- butir ---------------------------------0
211,25
219,83
209,75
208,58
212,35 b
5
237,25
227,50
232,08
222,33
229,79 a
10
239,00
213,08
240,17
233,50
231,44 a
KK
8,77
Angka selajur yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%
Dari Tabel 7 dapat dijalaskan
bahwa nilai rata-rata jumlah gabah yang
dihasilkan pada genangan 0 cm dari
permukaan tanah menghasilkan gabah
sebanyak 212,35 butir, pada genangan
setinggi 5 cm dan 10 cm menghasilkan
masing-masingnya 229,79 butir dan 231,44
butir. Perlakuan genangan 5 cm dan 10 cm
bepengaruh tidak nyata antara satu sama lain
namun berbeda nyata dengan tinggi
genangan 0 cm.
Tinggi genangan berhubungan
dengan ketersediaan air bagi tanaman
sehingga
dengan
tersedianya
air
menyebabkan hara lebih mudah terlarut dan
diserap oleh tanaman baik ketika waktu
pembentukan gabah ataupun pada vase
vegetatif, ketersediaan air yang terjamin
memungkinkan terjadinya perbedaan nilai
hasil jumlah gabah tanaman padi.
Jumlah
gabah
permalai
menggambarkan rata-rata total gabah yang
diperoleh dari satu malai padi. Berbeda dari
variabel pengamatan sebelumnya, jumlah

gabah permalai pada tanaman padi sistem


Salibu justru ditentukan oleh tinggi
genangan air pada tanaman tersebut. Hal ini
berkesinambungan dengan data pengamatan
jumlah anakan maksimum dimana perlakuan
tanpa genangan memiliki anakan terbanyak
dibandingkan dengan tanaman padi dengan
genangan, semakin banyak anakan maka
hasil fotosintesis akan semakin banyak
dibagikan pada anakan yang baru dan tidak
sepenuhnya disalurkan untuk pembentukan
gabah, sehingga jumlah gabah yang
dihasilkan juga berkurang, namun jika
perkembangan anakan dibatasi dengan
genangan maka secara otomatis hasil akan
penuh dipergunakan untuk pembentukan dan
pengisian gabah.
Banyaknya gabah per malai
menunjukkan bahwa terdapat banyaknya
gabah pada suatu malai tanaman padi.
Banyaknya
suatu
rumpun
sangat
menentukan hasil panen secara keseluruhan.
Manurung
dan
Ismunaji
(2001)
menerangkan bahwa adanya suatu stadia

10

tumbuh yang merupakan stadia akhir dari


deskripsi tanaman, sedangkan faktor
anakan efektif yakni stadia dimana jumlah
eksternal yaitu factor lingkungan yang
anakan sama denan jumlah malai pada stadia
terpenting adalah tanah dan iklim. Faktor
masak. Oleh karena itu, jumlah gabah
internal berasal dari tanaman tersebut contoh
permalai sangat tergantung pada banyaknya
nya ketahanan terhadap penyakit,
malai dalam rumpun tanaman padi itu
tekanan iklim, laju fotosintesis, respirasi,
sendiri.
aktivitas enzim dan pengaruh genetiknya.
Produksi suatu malai merupakan
Sedangkan faktof eksternalnya adalah iklim,
salah satu penambahan berat kering suatu
tanah dan keadaan biologis(Gardner et al,.
tanaman. Besar -kecilnya produksi malai
dalam Mursida 2005).
suatu tanaman sangat tergantung pada
Jumlah Gabah Bernas Permalai
faktor-faktor pertubuhan. Pertumbuhan
Data jumlah gabah bernas permalai
tanaman tergantung dari dua faktor yaitu
tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 8.
faktor internal yang berasal dari tanaman
tersebut contohnya kemampuan tumbuh dan
Tabel 8. Jumlah gabah bernas permalai tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air
dan waktu genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
-------------------------------- butir ----------------------------------0
172,17
175,50
171,12
156,85
5
162,63
179,33
168,41
164,33
10
195,27
151,58
175,52
185,53
KK
13,47
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Dari Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara pemberian
perlakuan tinggi genangan dengan waktu
pemberian air terhadap jumlah gabah bernas
permalai, hasil tertinggi yang didapatkan
adalah 195,27 butir dan menurut analisis
ragam nilai tersebut berbeda tidak nyata
dengan nilai jumlah gabah bernas yang lain.
Nilai gabah bernas diperoleh dari
pengurangan jumlah gabah permalai dengan
total jumlah gabah hampa permalai .
Rendahnya persentase gabah isi permalai
juga dapat disebabkan oleh gangguan hama
tanaman seperti belalang, dan walang sangit.
Dimana hama-hama belalang dan walang
sangit umumnya merusak buah padi yang
masih muda (masak susu) dengan jalan
mengisap buah atau memakan buah tersebut
(Suwarno, 2001).
Jumlah gabah bernas permalai
menentukan produktifitas akhir tanaman
padi, gabah pada satu malai dipilah antara
yang hampa dan yang tidak kemudian
dihitung untuk menentukan berapa banyak
gabah yang penuh terisi. Jumlah gabah isi
per malai akan menentukan produktifitas
tanaman tersebut apabila malai yang
terbentuk banyak menghasilkan padi yang

bernas, maka produktifitas tanaman padi


tinggi. Jumlah gabah ditentukan oleh
banyaknya jumlah anakan produktif dan
umur berbunga lebih awal, dimana
penyerbukan
akan
berhasil
dan
menghasilkan banyak padi yang bernas.
Pemasakan atau proses pengisian bernas
padi melalui zat pati dalam tanaman yang
berasal dari sumber fotosintesis dan dari
sumber asimilasi sebelum pembungaan yang
disimpan dalam jaringan batang dan daun
kemudian diubah menjadi gula dan diangkut
ke buahnya (Kasim, 2004).
Sesuai dengan deskripsi yang
diperoleh (Lampiran 2) bahwa jumlah gabah
isi permalai tanaman padi varietas Hipa 5 ini
berkisar antara 85-247 butir padi, pada hasil
yang didapatkan rata-rata gabah bernas
permalai yang dihasilkan berkisar antara 151
butir - 195 bitir per malai, sehingga dapat
dikatakan tanaman padi tumbuh dan
berproduksi secara normal.
Persentase Gabah Bernas Per Malai
data persentase gabah bernas
permalai dapat dilihat pada Tabel 9.

11

Tabel 9. Persentase gabah bernas permalai tanaman padi salibu dengan perlakuan tinggi genangan
air dan waktu genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
-------------------------------- % -----------------------------------0
80,88
79,77
81,97
75,44
5
68,74
78,97
72,51
73,90
10
81,81
70,23
72,96
79,59
KK
10,28
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Tabel 9 menunjukkan bahwa
persentase gabah bernas rata-rara tanaman
padi mencapai berkisar antara 68,74%
80,88 % per malai. Persentase gabah bernas
permalai akan mempengaruhi hasil gabah
per tanaman dan per hektar nantinya. Sistem
budidaya salibu dapat meningkatkan
persentase gabah bernas permalai, hal ini
disebabkan karena sistem pertanaman yang
sudah baik dari awal, seperti yang diketahui
dengan sistem salibu perakaran tanaman
padi tidak terganggu sama sekali sehingga
serapan makanan dari tanah ke tanaman juga
dapat berlangsung secara maksimal,
disamping itu dengan sistem salibu dapat
mengurangi stress tanaman yang sering
terjadi pada sistem tanam pindah.

Dari hasil penelitian Susilawati et


al., (2012) disebutkan bahwa budidaya padi
sistem ratun nyata menurunkan jumlah
gabah hampa pada semua genotipe yang
diuji seperti varietas hibrid HIPA 5.
Selanjutnya
ditambahkannya
kembali
pengamatan secara visual di lapangan
menunjukkan bahwa malai ratun tampak
mulai berisi padat dan bernas setelah adanya
genangan air akibat banjir dangkal yang
terjadi lebih dari dua hari. Diduga adanya
genangan mengoptimalkan penyerapan hara
dan translokasi asimilat ke bagian pengisisan
biji sehingga meningkatkan persentase
gabah bernas pada tanaman padi.

Pada Tabel 10 terlihat bahwa bobot 1000 biji


tanaman padi sistem Salibu berkisar antara
23,04 gram sampai 25,51 gram namun
menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
antara satu dengan yang lainnya, hal ini
sejalan dengan variabel pengamatan
pengamatan sebelumnya dimana terdapat
jarak nilai yang berbeda namun tidak
berbeda signifikan. Berdasarkan deskripsi
tanaman padi pada Lampiran 2 maka bobot
1000 biji tanaman padi sistem Salibu ini
sesuai dengan harapan dan tidak berada
dibawah deskripsi tersebut.
Rafaralahly (2002) menyatakan
bahwa berat 1.000 biji gabah biasanya
merupakan ciri yang stabil dari suatu
varietas, besarnya butir juga ditentukan oleh

ukuran kulit yang terdiri dari lemma dan


pallea, berat 1.000 biji gabah bernas
ditentukan oleh ukuran butir, namun ukuran
butir itu sendiri sudah ditentukan selama
malai keluar, sehingga perkembangan
karyopsis dalam mengisi butir sesuai dengan
ukuran butir yang telah ditentukan dan bobot
1.000
biji
gabah
bernas
juga
menggambarkan kualitas dan ukuran biji
tergantung pada hasil asimilat yang bisa
disimpan.
Dengan demikian Tabel 10 belum
menunjukkan pengaruh yang signifikan
dengan kata lain pengaruhnya sama saja
terhadap bobot 1000 biji gabah bernas,
karena ini merupakan salah satu komponen
hasil yang dapat mempengaruhi hasil secara

Bobot 1000 Biji


Data bobot 1000 biji tanaman padi
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bobot 1000 biji tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi genangan air dan waktu
genangan.
Tinggi
Waktu Genangan (msp)
Genangan (cm)
4
5
6
7
---------------------------------- gr -----------------------------------0
24,67
25,07
25,72
24,25
5
25,51
23,59
25,58
25,07
10
24,72
24,95
23,04
24,27
KK
4,97
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%

12

keseluruhan pada satuan luas tertentu,


karena jika bobot 1000 biji tinggi maka hasil
per satuan luas tertentu akan tinggi juga.
Sejalan dengan hal tersebut Bilman
(2008), menegaskan bahwa bobot 1000 biji
merupakan cerminan berat kering yang
diakumulasikan ke gabah. Selain itu, berat
1000 biji juga mencerminkan ukuran gabah
padi yang tergantung pada ukuran kulitnya
(lemma dan pallea).

Sidik ragam hasil gabah kering


giling perumpun tanaman padi sistem Salibu
menunjukkan bahwa perlakuan tinggi
penggenangan air dan waktu penggenangan
tidak berinteraksi nyata, begitu juga dengan
pemberian tinggi penggenangan air dan
waktu penggenangan air secara tunggal
menunjukkan tidak berpengaruh secara
nyata (Lampiran 5.i. Data hasil gabah kering
giling perumpun dan perhektar tanaman padi
dapat dilihat pada Tabel 11.

K. Hasil Gabah Kering Giling Perumpun


Tabel 11. Hasil gabah kering per rumpun tanaman padi Salibu dengan perlakuan tinggi
penggenangan air dan waktu penggenangan.
Tinggi
Waktu Penggenangan (msp)
Penggenangan (cm)
4
5
6
7
--------------------------------- gr/rumpun --------------------------0
38,96
41,87
40,42
47,65
5
43,33
49,78
46,67
47,90
10
47,92
29,17
32,92
42,29
KK
32,11
Angka pada lajur dan angka pada baris berpengaruh tidak nyata menurut uji F 5%
Hasil gabah kering yang terdapat pada Tabel
11 bahwa panen tanaman padi sistem Salibu
berkisar antara 38,98 gr/rumpun sampai
49,78 gr/rumpun, sistem tanam padi Salibu
cukup menguntungkan bila diterapkan
dengan skala lebih luas. Susilawati (2011)
melaporkan hasil penelitiannya bahwa hasil
tanaman padi dengan sistem ratun mencapai
35,2% - 52,7 dibanding dengan tanaman
awal. Dari hasil yang didapatkan dapat
perbandingan pengguaan sistem Salibu
dengan panen awal dapat mencapai hasil
90%.
Ketinggian
air
dan
waktu
penggenangan tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap hasil perhektar tanaman
padi sistem Salibu, hal ini berkemungkinan
disebabkan oleh ketersediaan hara yang
cukup bagi tanaman baik pada saat sebelum
penggenangan
ataupun
setelah
penggenangan,
ada
atau
tidaknya
penggenangan tidak mempengaruhi serapan
hara tanaman padi karena perakaran padi
Salibu yang sudah cukup kuat semenjak
awal sehingga penyerapan hara dapat
dilakukan secara maksimal dan pertumbuhan
tanaman menjadi optimum.
Sama
halnya
dengan
hasil
tanaman/plot, hasil tanaman/ha juga
dipengaruhi komponen hasil yaitu, panjang
malai , bobot 1000 biji, hasil tanaman/plot,
jumlah gabah bernas telah mengalami
pengaruh yang sama, maka hasil tanaman/ha
juga akan mengalami pengaruh yang sama
juga

Saat
kondisi
pertumbuhan
optimum, ada hubungan positif antara
jumlah batang pertanaman, jumlah batang
yang menghasilkan malai, dan jumlah biji
gabah per malai. Ketiga faktor itu adalah
maksimalisasi jumlah anakan, maksimilisasi
pertumbuhan akar dan maksimilisasi
pertumbuhan dengan pemberian suplai
makanan, air dan oksigen yang cukup pada
tanaman padi (Kasim, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
percobaan
disimpulkan bahwa tinggi dan waktu
penggenangan
tanaman
padi
baik
faktortunggal maupun interaksi perlakuan
tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan
hasil tanaman padi salibu, kecuali jumlah
anakan maksimum dan jumlah gabah
permalai tanaman padi yang dipengaruhi
oleh tinggi genangan.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan
disarankan menggunakan penggenangan
pada umur yang lebih cepat
serta
penggunaan varietas yang lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA
;.
Anonim,2008. Definisi Padi Hibrida.
http://bbigondo.blogspot.com/
diakses pada 12 Maret 2014

13

----------.2013. Laporan Sekolah Lapang


Teknologi Padi Salibu Kec. Matur
2013.
Badan
Penyuluhan
Kecamatan Matur. Agam
.
Dennis, ES, R. Dolferus, M. Ellis, M.
Rahman, Y. Wu, F.U. Hoeren, A.
Grover, K.P. Ismond, A.G. Good,
and W.J. Peacock. 2000. Molecular
strategies
for
improving
waterlogging tolerance in plants. J.
Exp. Bot. 51(342):89-97
.
Erdiman.
2012.
Teknologi
Salibu
Meningkatkan Produktivitas Lahan
(3-6
Ton/Ha/Tahun)
dan
Pendapatan
Petani
(Rp.15-25
Juta/Tahun) (Balai Pengkajian
Teknologi
Pertanian
Sumtera
Barat).
Hardjowigeno, H.S dan Rayes, M.L, 2005.
Tanah
Sawah
Karakteristik,
Kondisi, dan Permasalahan Tanah
Sawah di Indonesia. Penerbit
Bayumedia Publishing. Jatim.208
hal.
.
Kasim, M. 2004. Manajemen penggunaan
air:meminimalkan penggunaan air
untuk meningkatkan produksi padi
sawah melalui sistim intensifikasi
padi
(the
system
of
rice
intensification-SRI).
Pidato
Pengukuhan Sebagai Guru Besar
Tetap dalam Bidang Ilmu Fisiologi
Tumbuhan pada Fakultas Pertanian
Universitas Andalas Padang. 42 hal.
.
Mulyadi, P.S.; I.J. Sasa, dan S.
Partohardjono. 2001. Pengaruh
intermitten drainage dan cara
tanam padi terhadap emisi gas N2O
di lahan sawah. Prosiding Seminar
Nasional
Budidaya
Tanaman
Pangan Berwawasan Lingkungan.
Puslitbangtan. Bogor. 13 -25 Hal
.
Rafaralahy, S, 2002. An NGO Perspective
on SRI and Its Origins in
Madagascar. Assessments of The
System of Rice Intensification
(SRI)
:Proceeding
of
an
International Conference held in
Sanya, China, April 1-4 2002.
Ithaca NY : Cornell International
Institute for Food, Agriculture and
Development.

Susilawati, 2011. Agronomi Ratun Genotipe


Genotipe Padi Potensial Untuk
Lahan Pasang Surut. Disertasi
Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor,
94 Hal.
Susilawati, B.S. Purwoko, H. Aswidinnoor,
E. Santosa. 2012. Tingkat produksi
ratun
berdasarkan
tinggi
pemotongan batang padi sawah saat
panen. J. Agronomi. Indonesia
40:1-7
Suwignyo. Rujito Agus. 2007. Ketahanan
Tananam Padi Terhadap Kondisi
Terendam: Pemahaman Terhadap
Karakter
Fisiologis
Untuk
Mendapatkan Kultivar Padi Yang
Toleran Di Lahan Rawa Lebak.
Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah
Indonesia Bagian Barat Palembang.
Tatuh. J, Peter Rene Hosang, dan Johannes
E. X. Rogi. 2013. Analisis Dampak
Perubahan Iklim terhadap Produksi
Beras Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2013. Jurnal. Sulawesi
Utara. Volume 18-254 Hal.
Mursida.

2005. Pengaruh Pemberian


Beberapa Dosis Kompos Jerami
Padi Hasil Pelapukan Trichoderma
harzianum Terhadap Pertumbuhan
Dan
Hasil
Tanaman
Cabai
(Capsicum
annum).
[Skripsi].
Padang.
Fakultas
Pertanian
Universitas Andalas.

Suwarno. 2001. KemajuanPenelitian dan


Produktifitas Benih Padi Hibrida Di
Indonesia. Makalah Penelitian
Teknologi Benih Padi Hibrida : 2627:Sukamandi.

Вам также может понравиться