Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
AL-AMR AN-NAHYU
Oleh :
MUHAMMAD RAPLI (04164444)
SLAMET RIYADI (04164452)
Kelas:
D/Kp/1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gaya bahasa Al-Quran dan As-Sunnah sangat berlainan dengan gaya bahasa
modern yang ada pada masa kini karena Al-Quran dan As-Sunnah disampaikan
dalam bahasa Arab. Kandungan Al-Quran bukan saja kepada perintah, larangan dan
akibat hukumnya saja, tetapi juga dalam bentuk ajakan serta seruan moral untuk
kesadaran setiap individu. Seruan mungkin berbentuk bujukan, kelebihan, peringatan,
kebaikan dan keburukan membuat atau meninggalkan suatu perintah juga balasan atau
ancaman di akhirat kelak. Suruhan atau larangan dalam Al-Quran terdapat dalam
berbagai bentuk.
Dalam matematika kita mengenal theorema phytagoras, dalam fisika lebih banyak
lagi hukum yang kita kenal dan diakui sebagai kaidah umum yang berlaku dalam
suatu bidang tertentu dari cabang ilmu fisika. Dalam kimia pun demikian, kita
mengenal adanya hukum kekekalan massa dan masih banyak hukum atau teori lain
yang berlaku. Hukum atau teori tadi dikembangkan oleh para ilmuwan melalui
serangkaian percobaan dan pengujian sehinggan diperoleh kesimpulan umum yang
kemudian diakui sebagai kaidah dalam ilmu tersebut. Sampai adanya teori baru yang
lebih kuat, teori-teori tersebut akan tetap digunakan sebagai kaidah yang diakui dan
dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Dari situ kita bisa melihat betapa kaidah/teori/hukum dalam suatu bidang
keilmuan tertentu memiliki peran yang sangat penting bagi manusia, dalam hal
duniawi tentunya. Lalu, apakah Islam juga memiliki kaidah-kaidah seperti itu?
Kaidah-kaidah atau hukum-hukum yang menjadi dasar bagi pengalaman syariat
Islam? Nabi Muhammad SAW. Bersabda: Tinggalkanlah sesuatu yang aku tidak
anjurkan kepadamu. Kebinasaan umat terdahulu ialah karena mereka banyak
bertanya dan selalu menyelisihi Nabi mereka. Jadi, apabila aku melarangmu dari
sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan sesuatu kepadamu, lakukanlah
semampumu (HR. Bukhari No. 7288 dan Muslim No. 1337).
Oleh karena itu, agama Islam juga mempunyai kaidah-kaidah atau hukum-hukum
yang menjadi dasar bagi pengalaman syariat Islam, dan semua itu terkandung dalam
ilmu Ushul Fiqih. Ilmu Ushul Fiqih menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui pengertian Al-Amr dan An-Nahyu.
2. Mengetahui hukum Al-Amr dan An-Nahyu.
3. Mengetahui kategori Al-Amr.
4. Mengetahui ragam pemakaian An-Nahyu.
C. TUJUAN
Setelah melakukan perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mengetahui pengertian
Al-Amr dan An-Nahyu beserta makna dan kandungannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Amr
Pengertian Al-Amr secara bahasa berarti menuntut untuk mengerjakan sesuatu
atau membuatnya. Adapun menurut istilah berarti suatu lafal yang digunakan oleh
orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk menuntut kepada orang yang lebih
rendah derajatnya untuk melakukan suatu perbuatan.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Al-Amr bisa diartikan sebagai
perintah dari atas ke bawah untuk menuntut suatu perbuatan untuk dilaksanakan.
Lafal Al-Amr adalah lafal yang menunjukkan pengertian wajib selama Al-Amr itu
berada dalam kemutlakannya. Selama tidak ada dalil atau qarinah lain yang memberi
implikasi arti lain.
b. Bentuk-bentuk Al-Amr
1. Menggunakan kata kerja perintah (fiil al-amr), seperti pada QS. An-Nisa (4:4):
Dan berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan
ikhlas, tetapi jika dengan senang hati mereka memberikan sebagian darinya
kepadamu, terimalah dan nikmatilah pemberiannya dengan senang hati.
2. Menggunakan fiil al-mudhari dengan didahului lam al-amr, seperti dalam QS.
Ali-Imran (3:104): Hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang
mengajak kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat yang maruf dan melarang
perbuatan mungkar. Mereka inilah orang yang beruntung.
3. Bentuk isim fiil al-amr, seperti pada QS. Al-Maidah (5:105): Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah
kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.
4. Masdar pengganti fiil, seperti pada QS. Al-Baqarah (2:83): Dan ingatlah ketika
kami menerima ikrar dari Bani Israil: tidak akan menyembah selain Allah,
berbuat baik kepada orang tua dan kerabat, kepada anak yatim dan orang miskin
dan berbudi bahasa kepada semua orang; dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.
Tetapi kemudian kamu berbalik, kecuali sebagian kecil diantara kamu dan kamu
(masih juga) menentang.
5. Kalimat berita yang mengandung arti perintah atau permintaan, seperti pada QS.
Al-Baqarah (2:228): Perempuan-perempuan yang dicerai harus menunggu tiga
kali quru.
6. Kalimat yang mengandung kata amr, fardhu, kutiba,ala yang berarti perintah.
c. Kategori Al-Amr
1. Al-Amr menunjukkan wajib, seperti pada QS. An-Nisa (4:77): Dirikanlah shalat
dan keluarkanlah zakat. Ayat tersebut menunjukkan shalat adalah wajib bagi
setiap muslim dan yang meninggalkannya adalah dosa.
2. Al-Amr menunjukkan sunnah, seperti pada QS. An-Nur (24:33): Buatlah
perjanjian yang demikian, jika kamu ketahui mereka baik. Ayat ini menunjukkan
perintah tanpa kewajiban, tetapi baik sekali bila dikerjakan.
3. Al-Amr tidak menghendaki pengulangan pelaksanaan, seperti pada QS. AlBaqarah (2:196): Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa mengerjakan haji dan umrah itu
diwajibkan satu kali saja seumur hidup.
4. Al-Amr menghendaki pengulangan, seperti pada QS. Al-Maidah (5:6): Dan bila
kamu sedang dalam keadaan junub maka bersihkan dengan mandi penuh.
5. Al-Amr tidak menghendaki tidak menghendaki kesegeraan, seperti pada QS. AlBaqarah (2:184): Jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan,
maka (berpuasalah) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.
6. Al-Amr menghendaki kesegeraan, seperti pada QS. Al-Baqarah (2:148): Masingmasing mempunyai tujuan, kesanalah Ia mengarahkannya; maka berlombalah
kamu dalam mengejar kebaikan.
7. Perintah yang datang setelah larangan bermakna mubah, seperti pada QS. AlMaidah (5:2): Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu langgar
lambang-lambang Allah. Tetapi bila kamu selesai menunaikan ibadah haji,
berburulah.
B. Pengertian An-Nahyu
An-Nahyu berarti larangan atau cegahan dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya, yaitu dari Allah
kepada manusia.
b. Bentuk-bentuk An-Nahyu
1. Fiil an-nahyu, seperti pada QS. Al-Isra (17:31-34): Janganlah kamu bunuh
anak-anakmu karena takut kekurangan... Dan janganlah kamu mendekati
perbuatan zina; sungguh itu perbuatan keji dan jalan yang buruk. Dan janganlah
kamu menghilangkan nyawa yang diharamkan oleh Allah, kecuali demi
kebenaran... janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali untuk
memperbaikinya, sampai ia mencapai umur dewasa.
2. Menggunaka lafazh utruk (biarkanlah), seperti pada QS. Ad-Dukhan (44:24):
Dan
biarkanlah
ditenggelamkan.
laut
terbelah,
sebab
mereka
tentara
yang
akan
memberi
pelajaran,
Hai anakku!
Janganlah
menyekutukan
Allah;
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik simpulan bahwa:
1. Al-Amr adalah bentuk yang mengandung tuntutan dari atas kebawah untuk
melaksanakan suatu perbuatan. Al-Amr jika tidak ada qarinah lain yang
mengalihkan kandungan makna hukum maka ia bersifat yang wajib mutlak, tetapi
bila ada qarinah lain maka kandungan makna dan hukumnya bisa berubah.
2. An-Nahyu adalah tuntutan meninggalkan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi
kepada yang lebih rendah. Hakikatnya adalah larangan yang menunjukkan haram.
Dengan adanya qarinah-qarinah yang bermacam-macam didalamnya, maka AnNahyu dapat mengarah kepada beberapa pengertian.