Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
- dll
d. Komposisi dan Mineralogi
- Mineral Primer (Essensial, aksesori)
- Mineral Sekunder (Alterasi, oksidasi, pengisian, rekristalisasi, dll)
e. Kelimpahan mineral/komponen.
f. Kenampakan optik lainnya.
Dalam hal ini pengamatan mikroskopis dilakukan pada seluruh batuan untuk
dapat menginterpretasikan dan menerangkan asal-usul batuan.
I.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi
Tujuan dari studi petrografi adalah memerikan dan mengelompokkan batuan
secara optis sehingga dapat diketahui pertologinya, hal ini akan sangat terbatas
tanpa bantuan dari cabang ilmu geologi lain, seperti mineralogi, mineral optik,
petrologi, dan petrografi. Kepentingan Petrogafi dalam hal ini merupakan bagian
sangat berarti dalam petrologi ( ilmu tentang pembentukan batuan ).
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun
batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.
I.4 Peralatan Dan Bahan
Adapun Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum petrografi yaitu :
a. Mikroskop polarisasi
b. Sayatan tipis
c. Form Deskripsi
d. Tabel Interferensi warna
e. Tabel Penamaan batuan
f. Tabel dan grafik penentuan plagioklase
I.5 Teknik Pengambilan Contoh Batuan
Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya
prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan
sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan
sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi
batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan
atau ada tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si
pengambil, pemotong / penyayat dan pengamat.
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral,
komposisi dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar.
2.
3.
4.
5.
Batuan lepas dan rapuh yang digunakan sebagai sampel, maka diperlukan
cara khusus dengan merebus terlebih dahulu beberapa waktu, sehingga setelah
kering batuan akan seperti keadaan pada saat masif.Baik atau buruknya
pembuatan sayatan tipis tergantung pada ketelitian, ketekunan, kesabaran, serta
pengalaman pengasah.
Gambar. Holokristalin
b. Hipokristalin : apabila batuan tersusun oleh masa kristal dan gelas
Gambar. Hipokristalin
c. Holohyalin : apabila batuan seluruhnya tersusum oleh masa gelas
Gambar. holohyalin
2. Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat
sangat halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan
mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua
kelompok ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik.
a. Afanitik , dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal
sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang
b. Fanerik , kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat
dibedakan menjadi ukuran-ukuran :
- Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm
- Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm 5 mm
- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm 30 mm
- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm
3. Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu
batuan.
a. Bentuk kristal, ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga
macam :
Anhedral
Subhedral
Euhedral
Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai
bidang kristal yang sempurna, dibatasi oleh bidang kristal mineral
tersebut.
- Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh
sebagian bidang kristal yang sempurna (bidang kristal mineral
tersebut)
- Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh
sebagian bidang kristal yang tidak sempurna, dan dibatasi oleh
bidang kristal mineral lainnya.
Secara tiga dimensi dikenal :
- Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama
panjang.
- Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi lain.
- Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
b. Relasi merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam
suatu batuan dari ukuran dikenal :
- Granularitas atau Equiqranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir
yang relatif seragam, terdiri dari :
Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam
dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri mineral-mineral
yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan mengingat ruangan
yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-mineral tersebut
sampai membentuk kristal secara sempurna.
Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau
kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat mineral
terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak memadai
untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara sempurna.
-
a. Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan
adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran. Berkembang
pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill. Arah
orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur
trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris
plagioklas dan piroksen orto.
b. Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal
antar kristal plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam
massa dasar gelas interstitial.
c. Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar
(fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan
gelas. Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric. Jika
fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur
glomeroporphyritic.
d. Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang
tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin. Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar 5). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari
intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak
dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan
tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh
pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih
lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan
diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi,
maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas
membentuk tekstur intersertal.
Gambar. Kiri : Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris
olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam
massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui,
Hawaii). kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas
intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
Gambar. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino
Laporan Resmi Praktikum Petrografi 12
Gambar. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.
II.1.4 Struktur
Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan
struktur batuan vulkanik, struktur batuan plutonik, dan struktur dari hasil
inklusi. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan kenampakan skala
besar sehingga dapat dikenali dilapangan seperti :
a. Perlapisan
b.
Lineasi (laminasi, segregasi)
c.
Kekar (lembar, tiang)
d.
Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)
e.
Aliran
Masif : padat dan ketat, terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral
sangat kuat tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas, contoh
dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava, granit,
diorit, gabro dan inti andesit
II.1.6 Petrogenesa
Petrogenesa batuan beku cukup didasarkan atas lokasi terjadinya
pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku
intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan batuan beku intrusif
terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif
membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan
gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok),
sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith. Karena pembekuannya di dalam,
batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral
yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku
ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik),
seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan
pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok
gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki
tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.
II.2 Petrografi Batuan Piroklastika
Petrografi batuan piroklastik menggambarkan keadaan mineral (yang bisa
diamati) dan teksturnya, yang masing-masing sebagai fungsi komposisi kimia dan
sejarah pembekuannya. Pengamatan pada sayatan tipis batuan dilakukan dibawah
mikroskop. Yang diamati dalam pemeriaan petrograti bervariasi, tergantung
kepentingannya. Tetapi pada umumnya untuk batuan piroklastik (sebagai contoh
meliputi) :
a. Warna, struktur dan gambaran umum
b. Ukuran mineral
c. Kandungan kuarsa, bila tidak ada dicari mineral-mineral tidak jenuh
silica
d. Kandungan feldspar, perbandingan plagioklas alkali feldspar dan jenis
plagioklasnya
e. Kandungan mafik mineral (olivine, piroksen, amphibol, mika
f. Kandungan mineral opak dan indeks warna
g. Mineral assesori (mineral tambahan)
h. Tekstur
i. Alterasi (mineral ubahan)
j. Nama
II.2.1 Pengertian Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses
lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama
erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami
litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es.
Batuan Piroklastik merupakan batuan gunungapi bertekstur klastika
sebagai hasil letusan gunungapi dan langsung dari magma pijar. Piroklastik
merupakan fragmen yang dibentuk dalam letusan volkanik, dan secara
Laporan Resmi Praktikum Petrografi 15
media gas yang dihasilkan dari magma sendiri yang merupakan aliran abu
yang merupakan onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan
fragmental.
c. Tipe 3
Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh ada
suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya sangat
kecil, onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.
d. Tipe 4
Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh
pada suatu tubuh perairan yang arusnya aktif (bergerak). Sebelum
mengalami litifikasi mengalami rewarking dan dapat bercampur dengan
batuan lain yang dihasilkan akan mempunyai struktur sediment basa.
e. Tipe 5
Bahan piroklastik yang telah jatuh sebelum mengalami pelapukan
kemudian diangkut dan diendapkan ditempat lain dengan media air.
Hasilnya batuan sedimen dengan asal-usulnya adalah bahan-bahan
piroklastik,dengan struktur sediment biasa.
f. Tipe 6
Bahan piroklastik yang telah jatuh sudah mengalami proses-proses
litifikasi, kemudian diendapkan kembali ke tempat yang lain. Batuan yang
dihasilkan adalah batuan sediment dengan propenan piroklastik.
II.2.2 Komponen Penyusun Batuan Piroklastika
a. Kelompok material Esensial (Juvenil).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari
magma yang diteruskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan
serta buih magma. Masa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok
piroklastik, masa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan
cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi
batuan yang porous dan sangat ringan, dikenal dengan batuapung.
b. Kelompok material Asesori (Cognate).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal
dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh
vulkanik yang lebih tua.
c. Kelompok Asidental (bahan asing)
Yaitu material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah
gunungapi tersebut, terutama adalahbatuan dinding disekitar leher
vulkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku, endapan maupun batuan
ubahan.
Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau uap air
yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi
secara turbulen diatas permukaan. Umumnya memiliki struktur
pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang
hingga planar. Yang khas dari endapan ini adalah struktur silang siur,
melensa dan bersudut kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan
batuan dan kristal.
Piroklastik surge merupakan tipe aliran piroklastik tetapi sangat
dipengaruhi oleh dominasi kandungan air. Mekanismenya adalah
penyebaran material vulkanik pada permukaan yang disebabkan oleh
turbulensi dan konsentrasi gas rendah.
1. Endapan base surge : Berasosiasi dengan endapan jatuhan
2. Endapan ground surge : Berasosiasi dengan endapan aliran piroklastik
3. Endapan ash-clouds surge : Biasanya di bagian atas endapan aliran
piroklastik
Ciri- ciri endapan surge :
a. Menyelimuti topografi, tetapi juga dikontrol topografi sehingga
endapannya menumpuk di bagian topografi rendah.
b. Lapisannya tidak menerus, terbentuk struktur-struktur sedimentasi
lapisan silang-siur, bentuk dune, membaji, bergelombang,
pembebanan atau pengerukan,
c. Endapannya kaya akan litik padat dan kristal,
d. Perlapisan individunya baik, umumnya terpilah baik, tetapi bagian
dasar terpilah buruk.
e. Dapat terbentuk pelepasan saluran gas,
II.2.4 Tekstur
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur
halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan
chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk
butir batuan penyusunnya.
subangular,
Gambar.
Klasifikasi batuan
piroklastik(Fisher,1986)
fragmen batuapung, skoria, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipoabisik bertekstur porfiritik atau halus. Kadang terdapat fragmen batuan
plutonik, metamorfik maupun sedimen, Heinrich (1956). Bahan piroklastik
yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum terendapkan mengalami
berbagai proses, baik cars terangkuntnya dan media transportasi, maupun
material yang terendapkan.
II.2.6 Petrogenesa
Proses pembentukan batuan piroklastik diawali oleh meletusnya gunungapi,
mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang sangat besar yaitu
gaya endogen dari pusat bumi. Magma yang dikeluarkan oleh gunung itu terhempas ke
udara, sehingga magma tersebut membeku dan membentuk gumpalan yang mengeras
(yang kemudian disebut batuan). Gumpalan tersebut memiliki tekstur dan struktur yang
tertentu pula. Sedangkan materal-material tadi yang telah mengalami proses pengangkutan
(transportasi) oleh angin dan air, maka batuan tersebut disebut dengan batuan epiklastik.
Gambar Diagram proses sedimentasi utama dan golongan batuan sedimen yang
dihasilkan (Koesoemadinata, 1981)
II.3.2 Tekstur
Tekstur batuan sedimen merefleksikan sejarah pembentukannya. Tekstur
batuan sedimen terdiri dari Klastik (merupakan tekstur hasil transportasi) dan
Non klastik (tekstur yang dihasilkan tidak dari proses transportasi :
kalsitifikasi, evaporit, biokimia, dan proses alami lainnya). Tekstur sedimen
merupakan bagian penting dari properti batuan sedimen yang terdiri dari
ukuran butir (grain size), bentuk butir (grain shape), dan kemas (fabric).
1. Ukuran butir
Ukuran butir untuk batuan silisiklastik menggunakan skala UddenWentworth (Wentworth, 1922) yang umum digunakan oleh sedimentologis.
Keragaman ukuran butir atau sortasi dapat dihitung secara statistic, namun
dapat juga menggunakan parameter.
Nama butiran
Nama batuan
Boulder/ bongkah
Breksi ( bentuknya
(mm)
256
runcing)
Cobble/ kerakal
64 256
Konglomerat
( bentuknya
4 64
Pebble
relative membulat
Batupasir kasar
24
Granule ( kerikil )
Batupasir sedang
1/16 1/ 2
Sand ( pasir )
Batupasir halus
1/16 1/256
Silt ( lanau )
Batulanau
Clay ( lempung )
Empat
butir
kelas
Gambar:
bentuk
berdasarkan
perbandingan
diameter
panjang
(l),
menengah (i)
dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk
disk); B = equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk
rod).
Morfologi butiran atau partikel termasuk didalamnya bentuk,
roundness, dan tekstur permukaannya. Roundness adalah pengukuran dari
ketajaman sudut pada butiran, yang diukur dalam dua dimensi saja. Tekstur
permukaan mengacu pada kenampakan mikro-relief. Perubahan morfologi
butiran merupakan efek dari abrasi yang terjadi selama proses sedimentasi.
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan dari butir sedimen maka kategori
kebundaran ditunjukan dalam enam tingkat, yaitu :
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
4.
Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran butir penyusun batuan
sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya juga
seragam maka pemilahan semakin baik.
a. Pemilahan baik, bila ukuran butir dalam batuan sedimen tersebut
seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas
tertutup
b. Pemilahan sedang, bila ukuran butir didalan batuan sedimen ada yang
seragam dan ada yang tidak seragam.
c. Pemilahan buruk, bila ukuran butir didalam batuan sedimen sangat
seragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat dalam batuan
sedimen dengan kemas terbuka.
Mineral ini dimulai dari mineral yang paling tidak stabil yaitu olivine,
piroksen, plagioklas Ca (An 50 100), hornblende, andesine oligoklas,
sfene, epidot, andalusit, staurolit, kianit, megnetit, ilmenit, garnet, dan
spinel.
b. Mineral Autigenik
Mineral stabil dalam kondisi diagenesa dan tidak stabil dalam proses
pengendapan, yaitu : gypsum, karbonat, apatit, glaukonit, pirit, zeolit
(terutama yang kaya akan Ca), klorit, ortoklas, mikroklin.
Mineral stabil dalam siklus sedimentasi baik mineral alogenik maupun
produk autigenik seperti : mineral lempung, kuarsa, rijang, muskovit,
tourmaline, sirkon, rutil, brokit, anatase.
II.3.4 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan Dari perlapisan normal dari
batuan sedimen sebagai akibat dari proses pengendapan dan kondisi energi
pembentukannya. Pembentukannya dapat tejadi pada waktu pengendapan
ataupun segera setelah proses pengendapan.Pembelajaran struktur sedimen
akan sangat baik dilakukan di lapangan (Pettijohn, 1975). Pada batuan
sedimen, struktur dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu: struktur syngenetik
dan struktur epygenetik.
1. Struktur syngenetik
a. Karena proses fisik
Struktur ekstemal: kelihatan dari luar, misal:(contoh: bentuk lembaran,
lensa, lidah, delta,dan lain-lain).termasuk didalamnya berupa konkresi
menjari dan melidah.
Struktur intemal : tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:
a.Perlapisan dan laminasi: pelapisan normal, perlapisan silang siur,
perlapisan bersusun.b.Kenampakan permukaan lapisan: ripple mark, md
curk, rain drops print, swash and rill marks, flute cast dan load
cast.c.Struktur deformasi: terjadinya perubahan struktur batuan pada
saat sedimen terendapkan karena adanya tekanan).
b. Karena proses biologi
Struktur ekatenal: contoh: biostromes dan bioherm.
Struklur intemal: contoh: fosil dalam batuan.
2. Struktur epigenetic
a. Karena proses fisik
Struktur eksternal: kelihatan dari luar, (contoh: batas antara tiap
lapiaan seperti batas tegas atau gradual, batas selaras atau tidak
selaras: lipatan dan struktur).
Struktur intemal: tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:
"clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekan hidrostiatika yang kuat
sehingga materlal seperti diinjeksikan).
b. Karena proses kimia dan organisme
Sedimen
biokimia
volkaniklastika
& kimiawi
organik
Batugamping,
Sedimen
Ignimbrit,
aglomerat, tuf
breksi, batupasir
rijang, fosfat,
evaporit dan
dan mudrocks
batubara dan
ironstone
oil shale
1. Klasifikasi batuan Silisiklastik
Silisiklastik atau epiklastik terbentuk dari perombakan batuan
sebelumnya oleh pelapukan dan erosi, yang bersosiasi dengan mineral
silikat dan batuan (litik). Perbedaan dengan batuan vulkaniklastik adalah
kehadiran glas vulkaniknya. Dalam penamaan batuan sedimen, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah :
a. Ukuran : fragmen / butiran biasanya berupa feldspar, kuarsa, dan litik,
dan matriks adalah butiran halus berukuran <0.03 mm yang berada
diantara atau sebagai penghubung butiran/fragmen.
b. tipe material detrital (rombakannya), keberadaan mineral autigenik.
Jenis jenis partikel terdiri dari mineral feldspar, kuarsa, litik batuan
yang diikuti pembentukan semen.
Klasifikasi batuan sedimen, utamanya batupasir
Dunham (1962) dengan berbagai variasi dan modifikasi sampai saat ini.
Klasifikasi ini berdasarkan 3 hal mendasar yaitu : butiran (fragmen),
matriks atau lumpur karbonat, dan pori (terbuka atau terisi sparit).
Folks menggunakan parameter butiran dan matriks, sedangkan Dunham
(Embry & Klovan) menggunakan parameter kecenderungan fabrik antara
lumpur dan butiran.
Gambar.
Tekstur
batugamping menurut Dunham
(1962 dalam Tucker & Wright, 1990)
Gambar Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Folk 1959 dalam Tucker &
Wright, 1962 oleh (C.G.St.C Kendal 2005)
Gambar
Tekstur batuan metamorf
Spry (1969) dalam Graha 1987.
Tekstur Metamorfisme yang berkembang selama proses
metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang
mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang
berkomposisi
kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan
granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan
porphiroblast.
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak).
Gambar
Granulose
Sruktur
2. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran
kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur
kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).
Mineral indeks dan Zona mineral. Urutan mineral indeks untuk batuan
pelitik, (Barrow, 1912) adalah Klorit => Biotit => Almandin-Garnet
=>Staurolit => Kyanit => Sillimanit.
Fasies metamorfik. Dilihat dari kehadiran kumpulan mineral pada
batuan yang berasosiasi, yang terjadi pada kondisi metamorfisme yang sama
(P-T menurut Escola, 1915). Metamorfik fasies awalnya tidak dibuat
sebagai nama batuan, namun dalam perkembangannya menjadi nama
batuan. Fasies ini dibuat dengan konsep termodinamika mineral di batuan.
Namun terdapat beberapa kondisi batuan yang tidak menunjukan
mineralogi sesuai dengan fasiesnya, contoh metapelites yang berada pada
kondisi subgreenschist facies atau metacarbonates yang hadir pada kondisi
eclogite facies. Metamorfik fasies memiliki dua variable, yaitu : Tekanan
lithostatis dan suhu.
Gambar.
Tekanan dan suhu pembentukan fasies metamorfik
II.4.6 Petrogenesa
Proses metamorfik umumnya terjadi isokimia (isochemical), yang
terjadi pada batuan bebas volatile sperti batukalsit menjadi marmer. Pada
proses lainya terjadi allochemical metamorphism (metasomatism), yaiu
proses perubahan komposisi kation seperti penurunan alkali (Na,K) dari
gneiss menuju amfibolit.
Metamorfisme batuan selalu berasosiasi dengan proses dan perubahan,
dengan efek perubahan terhadap batuan adalah :
- Mineral dan kelompok mineral batuan sebelumnya sudah tidak hadir lagi (hilang)
tergantikan yang baru. Seperti Gneis metapeliik dengan komposisi awal
Sil+Grt+Bt berubah menjadi Crd+Grt+Bt dengan penambahan kuarsa dan
feldspar.
- Kehadiran relative suatu mineral terhadap lainnyam seperti Crd berlimpah
terhadap Grt + Bt.
- Berubah komposisi suatu mineral seperti Fe pada garnet
- Struktr batuan berubah, seperti sebaran Bioti yang acak (random) menjadi parallel
/ sejajar
- Komposisi keseluruhan batuan bisa berubah dengan penambahan dan
pengurangan komponen seperti pemindahan K2O, MgO dan FeO pada larutan
batuan Grt+Crd+Bt karena pembentukan Silimanit.
Metamorfisme terbentuk pada temperature dan tekanan minimal lebih
dari 2000 C dan lebih dari 300 Mpa.Metamorfisme adalah proses perubahan
struktur dan mineralogy batuan yang berlangsung pada fase padatan,
sebagai tanggapan atas kondisi kimia dan fisika yang berbeda dari kondisi
batuan tesebut sebelumnya. Metamorfosa tidak temasuk pada proses
pelapukan dan diagenesa. Wilayah proses berada antara suasana akhir proses
diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi empat yaitu :
1. Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan
2. Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh
P dominan
3. Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
4. Metamorfisme Regional Beban
Zona ini ditandai oleh kehadiran mineral alterasi kuarsa, serisit, pirofilit,
dan klorit. Berdasarkan perajahan temperatur (Morisson, 1995), zona alterasi
ini memiliki temperatur pembentukan 280 - 320 C .Mengacu pada model
porfiri dari Corbet dan Leach (1998) maka zona alterasi kuarsa - serisit piropilit
- klorit dapat disebandingkan dengan zona alterasi filik
3. Zona Klorit - Kalsit Serisit
Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral sekunder klorit, kalsit, serisit,
kuarsa, dan mineral opak. Mineral primer yang nampak berupa plagioklas dan
kuarsa. Berdasarkan perajahan temperatur (Morisson, 1995), zona alterasi ini
memiliki temperatur pembentukan 280 - 320C dan pH pembentukan berkisar
sedikit asam- netral. Zona alterasi klorit kalsit - serisit dapat disebandingkan
dengan zona alterasi propilitik (Corbett dan Leach (1998).
4. Zona Kuarsa Piropilit - Serisit Mineral Lempung
Zona ini dikenali dengan dengan kehadiran mineral sekunder kuarsa,
pirofilit, serisit, mineral lempung dan oksida besi. Berdasarkan perajahan
temperatur 280 - 340C. Zona alterasi kuarsa piropilit- serisit- mineral
lempung dapat disebandingkan dengan zona alterasi argilik lanjut (Corbett dan
Leach (1998).
II.5.3 Zonasi Dan Tipe Alterasi
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi
hidrotermalpada endapan tembaga porfiri menjadi empat tipe yaitu propilitik,
argilik, potasik, danhimpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970,
dalam Sutarto, 2004) membuatmodel alterasi - mineralisasi juga pada endapan
bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa,
serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Berdasarkan himpunan dan asosiasi mineral
alterasi, Corbett dan Leach (1998) membagi beberapa zona, yaitu :
1. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral
epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur
200-300C pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam,
umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empat kecenderungan
himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu : klorit-kalsitkaolinit,klorit-kalsit-talk, klorit-epidot-kalsit, klorit-epidot.
2. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral,
yaitu muskovit-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit.
Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100300C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004), fluida asam-netral, dan
salinitas rendah.
3. Potasik
II.5.4 Klasifikasi
Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak
dilakukan oleh para ahli, antara lain Creassey (1956,1966). Lowell dan
Guilbert (1970), Rose (1970), Meyer dan Hemley (1967) serta Thomson dan
Thomson (1996). Lowell dan Guilbert membagi tipe alterasi kedalam
Tabel Klasifikasi
tipe alterasi dan
himpunan
mineralnya pada endapan
sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral
klorit,tremolit aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Garnetpiroksen-karbonat adalah kumpulan yang paling umum dijumpai pada
batuan induk karbonat yang orisinil (Taylor, 1996, dalam Sutarto, 2004).
Amfibol umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir yang
menutupi mineral-mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit
(CaMg) adalah mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn. Jenis
piroksen yang sering hadir adalah diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe).
Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas
tinggi dengan temperatur tinggi (sekitar 300-700C). Proses
pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia metasomatisme
retrogradasi.
b. Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau
lipidolit) dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan
florit yang dibentuk oleh alterasi metasomatik post-magmatik granit (Best,
1982, Stempork, 1987, dalam Sutarto, 2004).
c. Silisifikasi
Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum
dijumpai dan merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari
silika adalah (E-quartz, atau -quartz, rendah quartz, temperatur tinggi,
atau tinggi kandungan kuarsanya (>573C), tridimit, kristobalit, opal,
kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah quartz rendah, kristobalit, dan
tridimit kebanyakan ditemukan di batuan volkanik. Tridimit terutama
umum sebagai produk devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama
alkali felspar.
d. Serpertinisasi
Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral
utamanya adalah Cripiolite disamping ada juga mineral mineral lain.
Batuan semuala biasanya batuan basa (andesitte) yang berubah karena
proses hidrotermal maka batuan basa ini berubah menjadi serpertisasi.
Misal : Geruilite di sulawesi dari kalimantan diubah menjadi
serpentinisasi. Serpentinisasi bisa pula akibat dari pada Weathering, tetapi
daerah yang teralterasi relatif terbatas kecil.
II.5.5 Petrogenesa
Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses kompleks yang
mengakibatkan perubahan mineralogi, tektur, maupun kandungan kimia dari
batuan. Proses tersebut merupakan hasil interaksi antara larutan hidrotermal
dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu
(Pirajno, 2008). Larutan hidrotermal dapat didefinisikan sebagai larutan
Laporan Resmi Praktikum Petrografi 68
BAB IV KESIMPULAN
Dari hasil analisa optic pada saat praktikum petrografi, kita dapat
mengklasifikasikan, memerikan dan mengelompokan batuan serta mineralmineralnya.
Batuan Beku memiliki beberapa jenis yaitu :
1.
Batuan Beku Asam
2.
Batuan Beku Intermediet
3.
Batuan Beku Basa
4.
Batuan Beku Ultrabasa
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sesuai dengan pemadatan dari
bahan endapan lepas atau penguapan kimia dari suatu larutan pada atau dekat
permukaan bumi, suatu batuan aorganik yang terdiri dari sisa sisa tetumbuhan
dan hewan yang sudah mati. Material pembentukan batuan sedimen terjadi karena
ketidakstabilan secara kimia maupun secara fisika dari pembentukan batuan beku
maupun batuan metamorf terhadap kondisi atmosfer. Keseimbangan yang baru ini
akan membentuk material baru ataupun material rombakan sebagai material
pembentuk batuan sedimen.
Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi,
sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok
batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada
proses erosi. Terdiri dari:
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Laporan Resmi Praktikum Petrografi 73