Вы находитесь на странице: 1из 4

Artikel

KB DAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN


Mardiya

Ada perubahan signifikan terkait visi misi program KB pasca pemberlakuan UU No 52


Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang disahkan
di Jakarta oleh Presiden RI, 29 Oktober 2009 lalu. Perubahan dimaksud adalah perubahan visi
dan misi program KB dari Seluruh Keluarga Ikut KB dan Mewujudkan Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera menjadi Penduduk Tumbuh Seimbang 2015 dan Mewujudkan
Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Terkait
dengan visi misi tersebut, tampak sekali bahwa ada upaya sinergitas pembangunan program KB
dengan pembangunan kependudukan yang belakangan ini tidak tertangani secara baik karena
tidak adanya lembaga yang menangani masalah penduduk.
Melalui visi Penduduk Tumbuh Seimbang 2015, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) yang keberadaannya dikuatkan dengan Perpres No 62 Tahun
2010, berkeinginan mengendalikan kuantitas penduduk yang saat ini dirasa sudah sangat
mengkhawatirkan. Dengan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa menurut Sensus Penduduk 2010,
Indonesia tidak hanya menduduki ranking empat dunia setelah China, India dan USA, tetapi juga
memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi yakni 1,49 persen per tahun atau dalam hitungan
absolut terdapat penambahan sekitar 4 juta jiwa per tahun yang kurang lebih setara dengan
jumlah penduduk Singapura pada saat ini. Keinginan ini ditandai dengan penetapan sasaran
strategis sebagaimana dituangkan dalam Renstra Pembangunan Kependudukan dan KB Tahun
2010-2014, yakni terkendalinya jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang ditandai
Total Fertility Rate (TFR) = 2,1 dan Net Reproduction Rate (NRR) = 1.
1

Sudah barang tentu perhatian BKKBN tidak hanya persoalan kuantitas penduduk saja,
tetapi juga menyangkut kualitas. Hal ini tercermin dari salah satu misi pembangunan KB saat ini
yakni mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dalam rangka mendongkrak
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs)
yang saat ini belum menunjukkan prestasi yang menggembirakan.
Pembangunan berwawasan kependudukan sendiri memiliki dua makna. Pertama,
pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang disesuaikan dengan potensi
dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus dijadikan titik sentral dalam pembangunan.
Penduduk harus dijadikan subyek dan obyek pembangunan. Artinya pembangunan adalah oleh
npenduduk dan untuk penduduk. Kedua, pembangunan berwawasan kependudukan adalah
pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur semata-mata. Dengan
demikian, dalam pembangunan berwawasan kependudukan akan menempatkan penduduk
sebagai fokus dari upaya pembangunan sekaligus mendorong partisipasi penduduk dalam
pembangunan yang berlandaskan asas kebersamaan dan gotong royong.
Itu artinya, pembangunan berwawasan kependudukan harus bisa mengarahkan semua
pihak untuk menjadikan penduduk sebagai pelaku pembangunan, produsen dan sekaligus pangsa
pasar yang potensial. Tidak dapat dibayangkan kalau pangsa pasar kita yang potensial itu justru
dimanfaatkan oleh negara lain yang melihat potensi itu dengan lebih tajam. Potensi pasar dengan
jumlah penduduk yang besar itu tidak saja untuk produk murah dengan pasaran luas, tetapi juga
untuk produk-produk mewah yang menguntungkan dan memiliki nilai tambah tinggi. Dapat
diasumsikan, bila 2 persen penduduk kita dalam kelas ekonomi menengah ke atas, maka
jumlahnya sudah melebihi 4 juta orang. Jumlah ini sama dengan seluruh penduduk Singapura.

Ini berarti Indonesia bisa juga menjadi pasar barang-barang relatif mewah dengan harga yang
tinggi atau nilai tambah yang sangat menguntungkan.
Sebenarnya pemerintah sudah cukup lama mendengungkan bahwa penduduk adalah
subyek

dan obyek

pembangunan, namun

dalam kenyataannya

hal tersebut belum

diimplementasikan dengan sungguh-sungguh. Terbukti, masih banyak penduduk negeri ini yang
belum berdaya dan masih harus bergelut dengan kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS)
memperkirakan saat ini masih terdapat 31,02 juta jiwa penduduk miskin. Angka ini mencakup
kurang lebih 13,3 persen dari total penduduk. Sementara angka pengangguran masih terbilang
cukup tinggi, karena besarannya mencapai 7,14 persen dari angkatan kerja 116,5 juta jiwa.
Selain itu, dilihat dari parameter kualitas penduduk lainnya juga belum begitu menggembirakan,
antara lain: Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi
(AKB) 34/1000 kelahiran hidup, 60 persen penduduk hanya tamat Sekolah Dasar (SD) atau lebih
rendah, IPM peringkat 108 dari 188 negara, Indeks Pembangunan Gender 66,38 persen dan
Indeks Pemberdayaan Gender 62,27 persen.
Dengan konsep pembangunan berwawasan kependudukan, penduduk akan dilihat secara
utuh dengan lima matranya, yaitu sebagai diri pribadi yang unik, sebagai anggota keluarga,
sebagai anggota masyarakat, sebagai warga Negara dan sebagai himpunan kuantitas. Sementara
itu program KB yang berbasis pemberdayaan keluarga akan memandang bahwa keluarga adalah
sebagai wahana strategis dalam pengembangan sumber daya manusia potensial yang akan
melahirkan manusia-manusia pembangunan yang handal di segala bidang.
Sesuai dengan matranya, maka penyerasian kebijakan kependudukan yang dikoordinir
oleh BKKBN ini dalam pelaksanaannya dilakukan secara fungsional oleh instansi/sektoral
seperti masalah penduduk dan pendidikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional, masalah

penduduk dan derajad kesehatan serta gizi oleh kementerian Kesehatan, masalah penduduk dan
moral, iman serta taqwa oleh Kementerian Agama, masalah penduduk dan orang cacat,
masyarakat rentan, miskin, dan tertinggal oleh Kementerian Sosial, masalah penduduk dan
ketersediaan pangan oleh Kementerian Pertanian dan Kehutanan, dan sebagainya Namun
semuanya secara pasti berupaya meningkatkan kualitas penduduk yang pada gilirannya akan
meningkatkan ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, kita menyadari sepenuhnya bahwa pembangunan penduduk harus
dimulai dari pemberdayaan individu, tanpa mengurangi peran keluarga sebagai wahana
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan pembangunan yang berwawasan kependudukan, ada suatu jaminan bahwa
perkembangan ekonomi yang dicapai akan lebih berkesinambungan, berdayaguna dan memberi
manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dipahami karena pembangunan
berwawasan kependudukan dalam implementasinya akan memprioritaskan aspek kesejahteraan
dari pada sekedar menaikkan Gross National Product (GNP) atau GNP perkapita yang justru
rawan terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan yang secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan hidup penduduk itu sendiri

Drs. Mardiya
Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan
Kelembagaan Keluarga Berencan dan Kesehatan
Reproduksi pada BPMPDP dan KB Kabupaten
Kulonprogo..

Вам также может понравиться