Вы находитесь на странице: 1из 7

UJIAN GASTRO DOKTER HERU

Patofisiologi Encefalopati hepatikum

Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien gangguan


hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh
(asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus
dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa
(hipona- tremia,
hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan
narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan
lain-lain, seperti pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang
mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi dan perdarahan
gastrointestinal berupa pecahnya varises esofagus.

Terjadinya Ensefalopati hepatikum (EH) didasari pada akumulasi berbagai


toksin dalam peredaran darah yang melewati sawar darah otak. Amonia
merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan penting dalam
terjadinya Ensefalopati hepatikum karena kadarnya meningkat pada pasien
sirosis hati. Beberapa studi lain juga mengemukakan faktor pencetus lain
penyebab EH seperti pada gambar 1 berikut.

Tata laksana farmakologis

Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan


dalam tatalaksana EH. Beberapa modalitas untuk menurunkan kadar amonia

dilakukan dengan penggunaan laktulosa, anti- biotik, L-Ornithine L-Aspartate,


probiotik, dan berbagai terapi potensial lainnya.

AMINOFUSIN
Aminofusin mengandung L-Ornithine L-Aspartate (LOLA), merupakan garam stabil
tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai substrat yang berperan dalam
perubahan amonia menjadi urea dan glutamin. LOL meningkatkan metabolisme
amonia di hati dan otot, sehingga menurunkan amonia di dalam darah.Selain itu,
LOLA juga mengurangi edema serebri pada pasien dengan EH. LOLA, yang
merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan kadar amonia dengan
merangsang ureagenesis. L-ornithine dan L-aspartate dapat ditransaminase dengan
-ketoglutarate menjadi glutamat, melalului ornithine aminotrasnferase(OAT) dan
aspartate aminotransferase (AAT), berurutan. Molekul glutamate yang dihasilkan
dapat digunakan untuk menstimulasi glutamine synthetase, sehingga membentuk
glutamine dan mengeluarkan amonia. Meskipun demikian, glutamindapat
dimetabolisme dengan phosphate-activated glutaminase PAG), dan menghasilkan
amonia kembali.
FUROSEMID
Pemberian furosemid untuk mengatasi edema kaki. Furosemid bekerja pada
glomerulus ginjal untuk menghambat penyerapan kembali zat natrium oleh sel
tubulus ginjal. Furosemid akan meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, dan
kalium tanpa mempengaruhi tekanan darah normal. Dosis 0,1mg/kgBB

VASCON (NOR EPINEPHRINE)


Pasien ini mengalami penurunan tensi, yang diduga terjadi karena factor sepsis.
Setelah dilakukan loading PZ, namun tensi systole tidak naik menjadi 100 mmHg.
Maka dilakukan pemberian vascon (norepinephrine) intravena, dengan drip
kontinyu, suatu non selective alfa-1 dan alfa-2 reseptor agonis, yang berefek
terhadap terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah, dan dapat meningkatkan
tekanan darah.
Namun, jika vascon yang telah diberikan sudah mencapai dosis maksimal
(1microgram/KgBB/menit), dan tensi belum naik. Norepinefrin dapat dikombinasikan
dengan dobutamine atau dopamine yang merupakan suatu non selective beta-1
dan beta-2 agonis. Dobutamine cenderung berefek meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung (inotropic positif), sedangkan dopamine, selain meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung, juga meningkatkan frekuensi denyut jantung (inotropic
dan chronotropic positif). Pemberian dilakukan secara intravena, dan juga melalui
drip kontinyu sampai target tekanan darah yang diharapkan tercapai. Tujuan
pemberian dopamine atau dobutamin ini adalah untuk meningkatkan cardiac
output.

CEFTRIAXONE
Pasien dengan selulitis,memerlukan terapi antibiotic. Pemilihan antibiotic
ceftriakson sebagai antibiotic golongan sefalosporin generasi ke tiga sudah sesuai.

LAKTULOSA
Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH. Sifatnya yang
laksatif menyebabkan penurunan sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan
pH kolon dan juga mengurangi uptake glutamin.12,18,20 Selain itu, laktulosa
diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang diguna- kan sebagai sumber
makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lain yang
menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan
ion hidrogen pada amonia sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3)
menjadi ion amonium (NH4+). Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah
menuju lumen

LANSOPRAZOLE
Pasien dengan melena (BAB hitam seperti petis), berarti terjadi perdarahan pada
saluran makan bagian atas. Sebaiknya pasien dipuasakan, dilakukan pemasangan
naso gastric tube, untuk kemudian dilakukan gastric lavage secara berkala. Pasien
seharusnya mendapatkan terapi proton pump inhibitor intravena, seperti
Lansoprazole dengan bolus 60 miligram, dilanjutkan drip kontinyu 6 miligram per
jam via syringe pump selama 3 hari, dilanjutkan dengan bolus 30 miligram tiap 12
jam hari ke 4 s/d ke 14 (dengan tetap mengevaluasi tanda melena pada pasien).
Selain itu dapat ditambahkan sediaan antasida oral (sebaiknya syrup) 15 ml setiap
8 jam dan sediaan mukoprotector, sucralfat oral (sebaiknya syrup) 15 ml setiap 8
jam. Kondisi saluran cerna bagian atas yang normal, berperan penting dalam proses
absorbsi obat yang diberikan secara oral.
Jika pasien mengalami kenaikan suhu > 37,5, sebaiknya diberikan antipiretik
oral (via nasogastric tube) yang dikombinasikan dengan kompres air biasa
atau cool blanket. Obat yang dipilih adalah obat-obatan yang tidak
dimetabolisme di hepar dan tidak membahayakan kondisi perdarahan saluran
cerna atas. Sebaiknya dipilih non steroid anti inflammatory drug yang selektif
terhadap cyclooxygenase II, seperti Celecoxib.
Jika pasien mengalami kenaikan suhu > 39,5, sebaiknya diberikan antipiretik
intravena yang dikombinasikan dengan kompres air biasa atau cool blanket.

Obat yang dipilih adalah obat-obatan yang tidak dimetabolisme di hepar,


seperti metamizol intravena.
VITAMIN K
Sebagai antikoagulan pada sirosis hepatik

KONSELING

Sebagai farmasi klinis, kami akan mengedukasi pasien untuk control


teratur di poli jantung dan poli diabetes. Pasien juga harus melakukan
modifikasi prilaku terkait aktivitas, pembatasan asupan cairan (tidak
boleh lebih dari 1000 ml per hari), dan konsumsi obat sesuai dengan
dosis yang telah ditentukan.

obat-obatan seperti, furosemide dan vitamin K sebaiknya dikonsumsi 2


jam setelah makan, hal ini terkait waktu minimal yang diperlukan
untuk pengosongan lambung dan usus, sehingga absorbsi obat dapat
optimal.

Sedangkan lansoperazole sebaiknya dikonsumsi 2 jam sebelum makan.


Hal ini terkait fungsi lansoperazole untuk menurunkan keasaman
lambung (lanoperazole merupakan suatu proton pump inhibitor, obat
dengan mekanisme utama yang mampu mengurangi keasaman
lambung). Sehingga perlukaan pada saluran makan bagian atas dapat
dicegah.

Apoteker diharapkan dapat memberikan konseling secara personal


dengan pasien penyakit sirosis hepatik. Konseling secara kepatuhan
pasien dalam menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker
memastikan bahwa pasien tahu tentang penyakit yang dideritanya,
pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan. Pasien juga
harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum, seperti
misalnya parasetamol apoteker harus mengingatkan pasien untuk
menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien
terserang demam.

FUROSEMID

L-ORNITHIN L-ASPARTASE

LAKTULOSA

CEFTRIAXON

Вам также может понравиться