Вы находитесь на странице: 1из 56

ONKOLOGI PEDIATRIK ORTHOPAEDI

OLEH:
M. Ibnu Khaldun

(110100275)

Pretty Laura Listiani

(110100131)

Meliani

(110100159)

PEMBIMBING:
dr. Husnul Fuad Albar, Sp. OT (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN

2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Onkologi
Pediatrik Orthopaedi. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi

tugas

kepaniteraan

klinik

Departemen Ilmu

Bedah

Orthopaedi Universitas Sumatera Utara, Medan.


Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Husnul Fuad Albar, Sp.OT (K) atas kesediaan beliau
sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui
makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai kelainan onkologi dan
pediatrik di bidang orthopaedi semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan.

Medan, Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
2.1 Anatomi dan Histologi Tulang...............................................................................
2.2 Fisiologi Tulang.....................................................................................................
2.3 Tumor Tulang.........................................................................................................
2.3.1. Definisi........................................................................................................
2.3.2. Etiologi dan Faktor Resiko.........................................................................
2.3.3. Klasifikasi.................................................................................................12
2.3.4. Diagnosis...................................................................................................17
2.3.5. Penatalaksanaan.........................................................................................18
2.3.6. Prognosis...................................................................................................19
2.4 Penyakit Muskuloskeletal Kongenuital pada Anak...............................................19
2.4.1. Sindaktili....................................................................................................19
2.4.2. Polidaktili..................................................................................................20
2.4.3. Eletrodaktili...............................................................................................21
2.4.4. Radial Clubhand........................................................................................21
2.4.5. Clubfoot.....................................................................................................22
2.4.6. Akondroplasia............................................................................................25
2.4.7. Muscular Torticolis....................................................................................26
2.4.8. Osteogenesis Imperfekta............................................................................28
2.4 Penyakit Muskuloskeletal Yang Didapat pada Anak.............................................31
2.5.1. Developmental Dysplasia of The Hip........................................................31
2.5.2. Juvenille Rheumatois Arthritis...................................................................38
2.5.3. Rakitis........................................................................................................43
2.5.4. Osteomielitis Hematogen Akut..................................................................47
DAFTAR PUSTAKA

54

BAB I
PENDAHULUAN

Tumor tulang merupakan pertumbuhan sel abnormal yang terjadi pada


tulang. Tumor ini dapat terjadi pada bagian tulang manapun yang bermula pada
sel normal yang berubah dan tumbuh tidak terkontrol sehingga membentuk massa.
Tumor tulang dapat bersifat jinak maupun ganas.1
Menurut American Society of Clinical Oncology (2014), di perkirakan
terdapat 3.020 orang dari berbagai usia dengan jumlah 1.680 laki-laki 1.340
perempuan di Amerika Serikat terdiagnosis menderita tumor tulang. Diperkirakan
1.460 diantara nya yang terdiri dari 830 laki-laki dan 630 perempuan meninggal
karena kasus ini.
Tumor tulang primer lebih jarang dijumpai daripada lesi metastatik,
menurut data ststistik yang ada hanya 0,2% dari semua kasus neoplasma yang
merupakan tumor tulang primer. Pada orang dewasa lebih dari 40 % tumor tulang
primer adalah chondrosarcoma, diikuti osteosarcoma 28%, chondroma 10%,
Ewings tumor 8%, dan fibrosarcoma 4%, dan sisanya adalah kasus tumor tulang
yang jarang di temukan. Pada anak-anak dan remaja yang umurnya kurang dari 20
tahun di dapati osteosarcoma 56% dan Ewings tumor 34% lebih banyak dari
chondrosarcoma 6%. Chondrosarcoma lebih sering dijumpai pada orang dewasa
dengan umur pada saat didiagnosis rata-rata 51 tahun, kurang dari 5% kasus
muncul pada pasien dengan usia kurang dari 20 tahun.2
Di Indonesia belum diketahui secara pasti berapa statistik kasus kanker
tulang yang terjadi. Belum ada pusat data mengenai kanker tulang secara
menyeluruh. Yang ada dijumpai sekarang, ada rumah sakit yang baru
mengumpulkan jumlah penderitanya, tetapi mereka berdiri sendiri-sendiri,
sehingga jumlah keseluruhan di Indonesia tidak diketahui pasti.
Dari penelitian Moesbar (2006) di RSUP H. Adam Malik Medan selama
kurun waktu 4,5 tahun dari Januari 2002 sampai dengan Juni 2006 data yang
terkumpul di dapat penderita laki-laki sebanyak 16 orang (59%) perempuan 11
kasus (41%), kelompok umur paling tinggi merpakan kelompok umur 11-20
tahun. Tumor tulang jinak dijumpai 10 kasus (37%) dengan yang terbanyak adalah
osteochondroma dan giant cell tumor 2 kasus dan osteoma 1 kasus, sedangkan

tumor tulang ganas di jumpai 17 kasus(63%) yang paling banyak jenis


osteosarkoma 13 kasus, Ewings tumor 3 kasus dan 1 kasus multiple mieloma.
Secara klinis tumor pada tulang sering memberikan bermacam variasi baik
pada penampilan klinis, gambaran radiologis dan terutama histopatologinya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi dan Histologi Tulang

Tulang terdiri dari beragam bentuk dan ukuran, ada yang panjang, ada
yang pipih, ada yang bentuknya seperti biji. Secara garis besar tulang dapat di
klasifikasikan berdasarkan bentuknya yang panjang, pendek, pipih dan tidak
beraturan.4
1. Tulang panjang, yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri dari
difisis dan epifisis yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan
berperan dalam pergerakan.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya
ditemukan berkelompok yang berfungsi memberikan kekuatan dan
kekompakkan pada area yang pergerakannya terbatas. Contoh tulang
pergelangan tangan dan kaki.
3. Tulang pipih, yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang berfungsi
untuk memberikan suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan
memberikan perlindungan. Contoh sternum, scapulae, iga, tulang
tengkorak.
4. Tulang irreguler, yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan
struktur tulang yang sama dengan tulang pendek. Contoh tulang vertebrae
dan tulang panggul.
5. Tulang sesamoid, yaitu tulang kecil bulat yang masuk dalam formasi
persendian yang bersambung dengan kartilago, ligamen atau tulang
lainnya. Contoh patella.

Gambar 2.1. Klasifikasi Tulang berdasarkan bentuk


(sumber: Marieb, E.N., Hoehn, K., 2007. Human Anatomy &
Physiology7thed.)

2.2. Fisiologi Tulang


Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel
berkapur yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel yaitu osteosit, osteoblas, dan
osteoklas.5

Matriks tulang
50% dari berat matriks tulang adalah bahan anorganik, yang teristimewa

dan banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat, sitrat,
magnesium, kalium, dan natrium juga ditemukan . Bahan organik dalam matriks
tulang adalah kolagen tipe I da substansi dasar, yang mengandung agregat
proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural spesifik. Glikoprotein tulang
bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain yang
mengandung kolagen tipe I biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung
glikoprotein tersebut. Karena kandungan kolagen tinggi, matriks tulang yang
terdekalsifikasi terikat kuat dengan pewarna serat kolagen.5
Gabungan mineral dan serat kolagen memberikan sifat keras dan
ketahanan pada jaringan tulang. Setelah tulang terdekalsifikasi, bentuknya tetap
terjaga, namun menjadi fleksibel mirip tendon. Walaupun bahan organik dari
matriks tulang sudah menghilang, bentuk tulang masih tetap terjaga, namun
menjadi rapuh, mudah patah dan hancur bila dipegang.5

Osteoblas
Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks

tulang (kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen


anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas
hanya terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya berseblahan, mirip epitel
selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk
kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas sintesisnya
menurun seltersebut dapat menjadi gepeng dan sifat basofilik pada sitoplasmanya
akan berkurang.5
Osteosit
Osteosit berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak di
antara lamela-lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna. Bila
dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk kenari
tersebut memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks Golgi serta
kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat untuk
mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks
tersebut.5

Osteoklas
Sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel mengandung

sampai 50 inti atau bahkan lebih. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklas
terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks, yang
dikenal dengan lakuna Howsip. Osteoklas berasal dari penggabungan sel-sel
sumsum tulang belakang. Osteoklas mengeluarkan kolagenase dan enzim
proteolitik lain yang menyebabkan matriks tulang melepaskan substansi dasar
yang mengapur.5

Gambar 2.2. Gambar Skematik Komponen Tulang


Sumber Junqueira,L., 2007. Histologi Dasar: Teks & Atlas, Ed. 10. Jakarta: EGC

Tulang bagian dalam dan luar di lapisi oleh pembentuk tulang dan jaringan
ikat yang disebut periosteum dan endosteum.

Periosteum

Terdiri atas lapisan luar serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat
kolagen periosteum memasuki matriks tulang dan mengikat periosteum pada
tulang. Lapisan periosteum yang lebih banyak mengandung sel berpotensi
membelah melalui mitosis dan berkembang menjadi osteoblas. Sel ini disebut sel
osteoprogenitor dan sel ini berperan penting pada pertumbuhan dan perbaikan
tulang.5

Endosteum
Melapisi semua rongga dalam di dalam tulang dan terdiri atas selapis sel

osteoprogenitorgepeng dan sejumlah kecil jaringan ikat. Karenanya, endosteum


lebih tipis daripada periosteum.
Fungsi utama periosteum dan endosteum adalah memberi nutrisi kepada
jaringan tulang dan menyediakan osteoklas beru secara kontinu untuk perbaikan
atau pertumbuhan tulang.5

2.2. 2.3.Gambar Skematik Periosteum dan Endosteum


Gambar
Sumber Junqueira,L., 2007. Histologi Dasar: Teks & Atlas, Ed. 10. Jakarta: EGC

Fisiologi
Tulang berasal dari kata osteo sehingga sel tulang disebut osteosit. Matriks
tulang yang tersusun atas garam kalsium dan kolagen, yang membuatnya kuat,
keras dan tidak fleksibel. Pada bedan tulang panjang misalnya femur, osteosit
matriks dan pembuluh darah terangkai amat rapi yang disebut sistem havers.

Tulang memiliki suplai darah yang bagus sehingga berperan sebagai tempat
penimbunan kalsium, dan ketika terjadi faktur ringan, tulang dapat memperbaiki
dirinya sendiri relatif cepat. Beberapa tulang , misalnya sternum dan tulang pelvis,
mengandung sumsum tulang merah, yang berperan sebagai jaringan hemopoietik
yang menghasilkan darah.6
Fungsi tulang antara lain adalah sebagai berikut6:
1. Sebagai formasi kerangka yang menopang tubuh, membentuk tubuh dan
ukuran tubuh, dan sebagai tempat perlekatan otot sebagai alat gerak aktif.
2. Melindungi beberapa organ dalam dari kerusakan mekanis, misalnya, rangka
dada melindungi jantung dan paru-paru.
3. Mengandung dan melindungi sumsum tulang belakang yang berperan dalam
proses hematopoiesis (pembentukan sel-sel darah merah)
4. Menjadi tempat penyimpanan minelar teutama kalsium. Kalsium dapat
dipindahkan dari tulang untuk mempertahan kan kadar kalsium darah, yang
penting bagi pembekuan darah serta fungsi otot dan syaraf.

2.3.

Tumor Tulang

2.3.1. Definisi
Tumor tulang merupakan pertumbuhan sel abnormal pada tulang. Tumor
tulang bisa jinak ataupun ganas. Tumor tulang yang bersifat ganas dapat merusak
jaringan tulang. Pada kenyataannya tumor tulang jinak lebih sering dibanding
dengan yang ganas, tumor tulang jinak tidak bermetastasis, tidak menghancurkan
jaringan tulang dan jarang mengancam nyawa.7
Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari
tulang disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang
yang berasal dari bagian tubuh atau jaringan lain disebut tumor tulang sekunder
atau metastatic cancer.7
2.3.2. Etiologi dan Faktor Resiko

10

Tumor tulang sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa
penyebabnya. Peneliti-peneliti tengah meneliti beberapa faktor yang dapat
meningkatkan insidensi terjadinya tumor ini. Faktor-faktor yang dianggap sebagai
faktor resiko terjadinya kasus tumor tulang ini adalah sering terpapar dengan
terapi radiasi atau pengobatan anti kanker, karena faktor keturunan, riwayat
pemasangan besi pada tulang.7
Akan tetapi tidak semua faktor resiko yang di sebutkan meningkatkan
angka resiko terjadinya tumor tulang. Berikut beberapa faktor yang dianggap
sebagai faktor resiko dari tumor tulang.

Usia
Pada kasus tumor tulang memang sedikit berbeda dengan kasus kanker

pada organ lainnya, insidensi tumor tulang lebih sering di jumpai pada remaja.
Seperti osteosarkoma yang secara umum dijumpai pada remaja dan dewasa muda.
Sangat jarang dijumpai pada saat sebelum usia remaja dan kelihatannya
berhubungan dengan pertumbuhan tulang pada saat remaja.8

Trauma
Orang sering berfikir bahwa trauma pada tulang dapat menyebabkan

kanker. Tapi penelitian tidak mendukung pernyataan ini. Menurut penelitian yang
di sampaikan oleh Cancer Research UK tumor terjadi karena pembangkakan atau
swelling pada jaringan, yang mana menunjukkan bahwa tumor sudah ada
sebelumnya. Atau jaringan neoplasma yang ada di tulang terbangun karena
nya.8
.

Riwayat kanker sebelumnya


Riwayat kanker sebelumnya dapat menjadi faktor

resiko yang pasti

terjadinya kanker tulang karena dikhawatirkan sudah terjadi metastase ke tulang.

11

Dan apabila ini didapati tumor tulang dengan riwayat kanker maka disebut
sebagai tumor tulang yang sekunder.7

Riwayat pengobatan kanker


Terpapar radiasi dapat menyebabkan tumor pada tulang. Di sebutkan

bahwa apabila didapati riwayat radioterapi pada area tubuh yang terdapat tulang,
maka ini meningkatkan resiko untuk terjadinya osteosarcoma pada area tersebut.
Resiko ini kecil kemungkinan pada kebanyakan orang, tetapi beresiko tinggi pada
remaja yang terpapar radioterapi dengan dosis tinggi. Hanya 1 dari 100 orang
yang diobati dengan radioterapi akan menjadi tumor tulang.8

Penyakit tulang lainnya


Pagets disease di tulang meningkatkan resiko terjadinya osteosarcoma,

ini terjadi pada pasien dengan usia diatas 60 tahun. Kondisi langka yang disebut
Olliers

disease

(disebut

juga

enchondromatosis)

meningkatkan

resiko

berkembangnya chondrosarcoma. Orang dengan Olliers disease mengalami


tumor jinak pada tulang nya, dan 3 dari 10 orang yang terkena Olliers disease
akan menjadi chondrosarcoma.8

Genetik
Sebuah sindrom yang disebut sebagai Li-Fraumeni syndrome yang mana

terjadi karena kesalahan gen yang turunkan dari orang tua, meningkatkan resiko
terjadinya beberapa kanker, termasuk kanker tulang.8

Suku dan ras


Sebuah penelitian tentang Ewing tumor selama lebih dari 30 tahun di

Amerika menunjukkan bahwa orang Amerika dengan kulit putih lebih beresiko
sembilan kali lebih besar dari pada orang Amerika dengan kulit hitam menderita
tumor tulang. Akan tetapi masih belum diketahui penyebabnya.8

Pekerjaan

12

Beberapa penelitian menemukan bahwa jika salah satu orang tua bekerja
sebagai petani ketika ibu sedang hamil atau ketika ibu sedang menunggu
kelahiran, dapat meningkatkan resiko mendapatkan Ewings sarcoma pada
anaknya. Tetapi tidak semua sependapat dengan penelitian ini. Satu lagi penelitian
menunjukkan peningkatan resiko terjadinya osteosarkoma dan ckondrosarkoma
pada dewasa yang terpapar dengan pestisida pada saat bekerja. Tetapi ini di
temukan hanya satu penelitian dan kita memerlukan bukti lebih lagi untuk dapat
mengatakan terpapar atau penggunaan pestisida merupakan faktor resiko
terjadinya tumor tulang.8

2.3.3. Klasifikasi
Klasifikasi tumor tulang menurut Schajowicz (1994):

13

Tumor tulang dapat dikelompokkan sebagai tumor tulang primer dan


tumor tulang sekunder. Tumor tulang primer ini lebih jarang dijumpai daripada
yang sekunder.
Tumor tulang primer dapat jinak atau ganas. Tumor tulang yang yang
jinak lebih sering terjadi daripada tumor primer yang ganas, dan tumor-tumor
ganas seringkali berakibat fatal. Tumor ganas cenderung tumbuh cepat, menyebar
dan menginvasi secara tidak beraturan. Tumor-tumor semacam ini paling sering
terlihat pada anak-anak remaja dan dewasa muda.9
Tumor tulang sekunder merupakan tumor pada tulang akibat dari
metaplasia yang beasal dari jaringan lain, dapat menyebar melalui aliran darah.
Tumor yang sering bermetaplasia ke tulang antara lain prostat, payudara, paru,
tiroid, ginjal, dan kandung kemih. Dan tulang yang paling sering adalah
vertebrae, femur proksimal, pelvis, sternum, humerus proksimal, dan iga.9
Sama halnya dengan tumor lainnya, tumor tulang juga ada yang jinak dan
ada yang ganas. Berikut beberapa tumor jinak dan ganas.

Gambar 2.4. Gambar Klasifikasi Tumor Tulang


Sumber World Heatlh Organization Classification of Tumours(2002)

14

Tumor Jinak10

Osteoma
Merupakan tumor jinak yang sering ditemukan, terutama usia 20-40 tahun.

Bentuknyta kecil namun dapat menjadi besar tanpa menimbulkan gejala-gejala


spesifik. Lokasi tumor ditemukan pada tulang tengkorak seperti maksila,
mandibula, palatum, sinus paranasalis, dan dapat pula pada tulang-tulang panjang
seperti tibia femur, dan falangs. Pada pemeriksaan radiografi, osteoma perifer
tampak sebagai lesi radioopak yang meluas dari permukaan tulang: osteoma
sentral tampak sebagai suatu massa sklerotik berbatas jelas di dalam tulang. Kalau
lesi menimbulkan gejala-gejala, membesar atau menyebabkan ketidakmampuan,
maka perawatan yang dipilih adalah eksisi osteoma dengan pembedahan. Operasi
pembuangan bagian tulang yang membesar juga dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada lesi-lesi yang besar. Eksisi biasanya memberikan penyembuhan
pada tulang.

Osteokondroma
Merupakan tumor jinak yang cukup sering ditemukan terutama ditemukan

pada remaja yang pertumbuhannya aktif dan pada dewasa muda. Gejala nyeri
muncul apabila terdapat penekanan pada bursa atau jaringan lunak sekitarnya.
Benjolan yang keras dapat ditemukan pada daerah sekitar lesi. Lokasi
osteokondroma biasanya pada daerah metafisis tulang panjang, khususnya femur
distal, tibia proksimal, dan humerus proksimal. Osteokondroma juga dapat
ditemukan pada tulang skapula dan ilium. Tumor bersifat soliter dengan dasar
lebar atau kecil seperti tangkai dan bila multipel dikenal sebagaii diafisial aklasia
(eksostosis herediter multipel) yang bersifat herediter dan diturunkan secara
dominan gen mutan.
Pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya penonjolan tulang yang
berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari metafisis tetapi yang terlihat
lebih kecil dibanding dengan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh karena
sebagian besar tumor ini diliputi oleh tulang rawan. Tumor bisa bersifat soliter
atau multipel tergantung jenisnya. Pengobatan dipertimbangkan apabila terdapat

15

gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya pada pembuluh darah atau saraf
sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar yang disertai rasa nyeri maka perlu
dilakukan tindakan operasi secepatnya.

Enkondroma
Adalah tumor jinak sel-sel tulang rawan displastik yang timbul pada

metafisis tulang tubular, terutama pada bagian tangan dan kaki. Pada pemeriksaan
radiografi di dapati titik-titik perkapuran yang berbatas tegas, membesar dan
menipis. Tanda ini merupakan ciri khas dari tumor. Berkembang selama masa
pertumbuhan pada anak-anak atau remaja. Keadaan ini meningkatkan
kemungkinan kejadian fraktur patologis. Perawatan untuk tumor ini adalah
pembedahan dengan kuretase dan pencangkokan tulang.

Osteoid osteoma
Salah satu neoplasma yang bersifat jinak pada tulang, paling sering

muncul pada tulang femur proksimal dan tibia selama dekade kedua dan ketiga
kehidupan.lebih sering muncul pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 2:1. Nyeri lokal merupakan keluhan yang hampir ada pada pasien
dengan osteoid osteoma, dan nyeri dapat diatasi dengan pemberian aspirin. Salah
satu terapi pilihan bagi penyakit ini adalah eksisi lokal, lesi yang tidak direseksi
secara tuntas dapat menimbulkan kekambuhan.

Osteoblastoma
Osteoblastoma juga merupakan salah satu jenis neolasma jinak pada

tulang, mempunyai morfologi yang mirip dengan osteoid oesteoma, yaitu adanya
anyaman trabekular yang saling jalin. Osteoblastoma berukuran lebih besar
daripada osteoid osteoma. Tempat yang paling sering timbulnya osteoblastoma
adalah kolumna vertebra meskiun dapat juga tumbuh pada daerah yang lain.
Keluhan nyeri juga merupakan keluhan dari osteoidblastoma tetapi lokasi nyeri
sulit untuk diketahui dan tidak respon dengan pemberian obat aspirin.

Tumor Sel Raksasa

16

Sifat khas dari tumor ini adalah adanya stroma vaskular dan selular yang
terdiri dari sel-sel berbentuk oval yang mengandung sejumlah nukleus lonjong,
kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini merupakan sel besar dengan sitoplasma
yang berwarna merah muda, sel ini menganduk sejumlah nukleus yang vesikular
dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun tumor ini biasanya dianggap jinak tetapi
tumor ini memiliki derajat keganasan bergantung pada sifat sarkomatosa dari
stromanya. Pada keadaan ganas tumor ini menjadi anaplastik dengan daerah
daerah nekrosis dan perdarahan.
Tumor ini lebih banyak di jumpai pada orang dewasa muda dan lebih
banyak terjadi pada perempuan. Tempat yang biasa diserangnya adalah ujungujung tulang panjang, terutama lutut dan ujung bawah radius. Gejala yang sering
adalah nyeri, serta ada keterbatasan gerakan sendi dan kelemahan. Setelah biopsi
untuk memastikan adanya tumor ini , biasanya di perlukan eksisi lokal yang
cukup luas, termasuk pengangkatan jaringan normal disisi tumor. Tumor ini
cendrung kambuh secara lokal sekitar 60% atau bahkan lebih, dan tumor yang
kambuh setelah suatu eksisi yang tidak bersih biasanya bersifat lebih ganas.
Dengan melakukan biopsi maka diagnosis bisa ditegakkan dan operasi lokal yang
disertai tindakan rekonstruksi segera dapat dilakukan.

Tumor Ganas10

Multiple Mieloma
Tumor ganas yang paling sering ditemukan akibat proliferasi dari sel-sel

plasma. Tumor ini sangat jarang terlihat pada orang-orang yang berusia dibawah
40 tahun. Laki-laki lebih sering terkena dan orang Afrika Amerika memiliki
insidensi dua kali lipat dibanding dengan orang-orang Kaukasia.
Gejala yang paling sering timbul adalah nyeri tulang, dan lokasi nyeri
seringkali pada tulang iga dan tulang belakang. Dapat teraba lesi tulang terutama
pada tulang tengkorak dan klavikula. Lesi-lesi tulang punggung menyebabkan
vertebra kolaps dan kadang kadang menjepit syaraf spinal. Pengobatanya

17

memerlukan berbagai usaha sebab multiple mieloma menyerang banyak organ.


Harapan untuk dapat hidup dalam waktu yang sama bergantung pada stadium
penyakit pada saat diagnosa ditegakkan.

Osteosarkoma
Merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh

pada bagian metafisis dari pada tulang. Tempat yang peling sering diserang adalah
ujung tulang panjang, terutama lutut. Kasus sarkoma osteogenik ini paling banyak
menyerang anak remaja dan mereka yang baru menginjak massa dewasa, tetapi
dapat juga menyerang pasien dengan usia diatas 50 tahun disertai penyakit Paget.
Nyeri yang paling menyertai destruksi tulang dan erosi adalah gejala umum dari
penyakit ini.

Kondrosarkoma
Tumor tulang ganas yang terdiri dari kondrosit anaplastik yang dapat

tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral. Paling sering menyerang lakilaki usia 35 tahun. Gejala yang sering adalah dijumpainya massa tanpa nyeri yang
berlangsung lama. Tempat yang sering ditumbuhi tumor ini adalah pelvis, femur,
tulang iga, gelang bahu, dan tulang-tulang kraniofasial.
Pada pemeriksaan radiogram, kondrosarkoma akan tampak sebagai suatu
daerah

radiolusen

dengan

bercak-bercak

perkapuran

yang

tidak

jelas.

Penatalaksanaan terbaik yang dilakukan pada saat ini adalah dengan eksisi radikal,
tetapi bisa juga dilakukan bedah beku, radioterapi, dan kemoterapi. Untuk lesi-lesi
besar yang agresif dan kambuh berulang-ulang, penatalaksanaan yang paling tepat
mungkin adalah dengan melakukan amputasi.

Sarkoma Ewing
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan tahun

dan tempat yang paling sering adalah korpus tulang-tulang panjang. Penampakan

18

kasarnya adalah berupa tumor abu-abu lunak yang tumbuh ke retikulum sumsum
tulang dan merusak korteks tulang dari dalam. Dibawah periosteum terbentuk
lapisan-lapisan tulang yang baru diendapkan paralel dengan batang tulang
sehingga membentuk gambaran berupa kulit bawang. Tanda dan gejala yang khas
adalah nyeri, benjolan nyeri tekan, demam(38-40C), dan leukositosis (20.000
sampai 40.000/mm3).
2.3.4. Diagnosis
Sel-sel tumor tulang mengasilkan faktor-faktor yang dapat merangsang
fungsi osteoklas, sehingga menimbulkan resorpsi tulang yang dapat terlihat pada
radiogram. Juga ada beberapa tumor yang menyebabkan peningkatan aktivitas
osteoblas dengan peningkatan densitas tulang yang juga dapat terlihat pada
radiogram. Gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan keganasan
relatif dari tumor tumor tulang. Pada umum nya tumor ini dapat dengan mudah
dikenali dari adanya massa pada jaringan lunak di sekitar tulang, deformitas
tulang, nyeri dan nyeri tekan, atau fraktur patologis. 9 Menurut WHO (2002)
Kombinasi pemeriksaan secara radiografi dan histologi merupakan yang paling
tepat digunakan untuk melakukan penegakkan diagnosa.

Gambar 2.4. Grafik diagnosis


10
2.3.5. Penatalaksanaan
Sumber World Heatlh Organization Classification of Tumours(2002)
A. Operasi
Eksisi tumor dengan cara operasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik.
Intralesional atau intrakapsuler

19

Teknik ini dilakukan dengan cara eksisi atau kuretase tumor, tidak
dianjurkan pada tumor ganas dan biasanya dilakukan pada kelompok

tumor low grade tumour, misalnya giant cell tumour.


Eksisi marginal
Eksisi marginal adalah pengeluaran tumor di luar dari kapsulnya. Teknik
ini terutama dilakukan pada tumor jinak atau tumor ganas jenis low grade

malignancy.
Eksisi luas
Pada eksisi luas, tumor dikeluarkan secara utuh disertai jaringan di sekitar
tumor yang berupa pseudo-kapsul atau jaringan yang bereaksi di luar
tumor. Tindakan eksisi luas dilakukan pada tumor ganas dan biasanya
dikombinasikan dengan pemberian kemoterapi atau radioterapi pada

preoperasi atau pasca operasi.


Operasi radikal
Dilakukan seperti eksisi luas dan ditambah dengan pengeluaran seluruh
tulang serta sendi dan jaringan sebagai satu bagian yang utuh. Cara ini
biasanya berupa amputasi anggota gerak di atasnya dan disertai
pengeluaran sendi di atasnya
Dengan staging yang tepat serta pemberian kemoterapi untuk mengontrol

penyebaran tumor, tindakan amputasi dapat dihindarkan dengan suatu teknik yang
disebut limb-sparing surgery yaitu berupa eksisi yangluas disertai dengan
penggantian anggota gerak dengan menggunakan bone graft atau protesis yang
disesuaikan dengan anggota gerak tersebut yang dibuat khusus secara individu.

B. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan suatu pengobatan tambahan pada tumor ganas
tulang dan jaringan lunak. Obat-obatan yang digunakan adalah metroteksat,
adriamisin, siklofosfamid, vinkristin, sisplatinum.
C. Radioterapi

20

Radiasi dengan energi tinggi merupakan suatu cara untuk eradikasi tumortumor ganas yang radiosensitifdan dapat juga sebagai pengobatan awal sebelum
tindakan operasi dilakukan. Kombinasi radioterapi dapat pula diberikan bersamasama dengan kemoterapi. Radioterapi dilakukan keadaan-keadaan yang
inoperable misalnya adanya metastasis atau keadaan lokal yang tidak
memungkinkan untuk tindakan operasi.
2.3.6. Prognosis
Pengobatan dari tumor tulang biasanya berhasil dengan sukses,
secara garis besar bila kanker belum menyebar atau bermetastase ke bagian tubuh
yang lain, lebih dari 40 % laki-laki dan 50% perempuan yang menderita tumor
tulang mempunyai angka harapan hidup selama 5 tahun kedepan setelah
didiagnosis dengan tumor tulang primer dan di tangani. Akan tetapi prognosis
untuk tumor tulang yang sudah bermetastase ke jaringan atau organ yang lain
tidak dapat di pastikan karena bergantung pada banyak faktor salah satunya adalah
stadium kanker utama dan kanker tulangnya sendiri.8
2.4.

Penyakit Muskuloskeletal Kongenital (bawaan) Pada Anak


2.4.1. Sindaktili
Sindaktili merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan pada
jari-jari tangan, dimana jari-jari tidak terpisah dan bersatu dengan yang lain.
Dapat terjadi satu, dua atau lebih hubungan pada jari-jari. Hubungan pada jari-jari
dapat terjadi hanya pada kulit dan jaringan lunak saja, tapi dapat pula terjadi
hubungan tulang dengan tulang10.

Gambar 2.5. Gambaran klinis dan radiologis sindaktili

21

Pengobatan : dilakukan tindakan operasi dengan memisahkan jari-jari


yang kemungkinan diperlukan skin graft10.
2.4.2. Polidaktili
Polidaktili adalah terjadinya duplikasi jari-jari tangan melebihi dari
biasanya. Kelainan dapat terjadi mulai dari duplikasi berupa jaringan lunak
sampai duplikasi yang disertai dengan metacarpal dan falang sendiri. Selain itu
hubungan pada jari tangan yaitu pada metacarpal dapat mempunyai sendi atau
tanpa sendi. Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan10.

Gambar 2.6. Gambaran klinis dan radiologis polidaktili


Pengobatan : dilakukan eksisi, kadangkala diperlukan transfer tendo dari
jari yang berlebih. Operasi dilakukan setelah anak berumur beberapa tahun dan
sebaiknya sebelum sekolah.

2.4.3. Ektrodaktili
Hilangnya satu atau lebih jari tangan. Apabila fungsi tangan cukup, maka
tidak perlu tindakan apa-apa. Dapat dipertimbangkan polisasi dari salah satu jarijari dengan bedah mikro10.

22

Gambar 2.7. Gambaran klinis dan radiologis ektrodaktili


2.4.4. Radial Clubhand
1. Definisi
Radial clubhand adalah kelainan berupa hipoplasia atau aplasia dari radius,
skafoid, trapezium, metacarpal, dan tidak terbentuknya ibu jari serta strukturstruktur yang melekat padanya yaitu otot, saraf dan pembuluh darah10.
2. Gambaran klinis
Terlihat deviasi ke arah radial, ulna juga lebih pendek dari biasanya dan
melengkung10.

Gambar 2.8. Gambaran klinis dan radiologis radial clubhand


3. Pemeriksaan radiologis

23

Ditemukan aplasia atau hipoplasia dari radius disertai dengan hilangnya


komponen jari pertama10.
4. Pengobatan
Pada tingkat awal (bayi) dilakukan manipulasi serta pemasangan bidai.
Pada tingkat lanjut dilakukan koreksi jaringan lunak serta sentralisasi dan
stabilisasi dari tulang karpal (sebelum umur 3 tahun). Koreksi permanen dapat
dilakukan dengan polisasi dari jari kedua untuk memberikan fungsi maksimal
pada tangan10.
2.4.5. Talipes Eekuinovarus Kongenital (Congenital Clubfoot)
Merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir, mudah didiagnosis, tapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Sering
ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi
terbengkalai.10
1. Etiologi
Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan pasti. Pada beberapa
kelainan

adanya

kelainan

perkembangan

defek

fetal

dimana

terjadi

ketidakseimbangan otot invertor dan evertor.10

2. Insidens
Insidens talipes ekuinovarus congenital adalah dua dari setiap 1000
kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan
(2:1). Tiga puluh persen bersifat bilateral11.
3. Patologi
Kelainan yang dijumpai pada kaki yaitu adanya CAVE yang terdiri dari :
Cavus (peninggian lengkung kaki), Adductus (deviasi medial dari kaki depan),

24

Varus (posisi kalkaneus yang adduksi dan inversi), Equinus (plantar fleksi dari
kaki)14.
4. Gambaran klinis
Kelainan ini bisa bersifat bilateral atau unilateral. Kelainan yang
ditemukan berupa :10
a.
b.
c.
d.
e.

Inverse pada kaki depan


Adduksi atau deviasi interna dari kaki depan terhadap kaki belakang
Ekuinus atau plantar fleksi
Pengecilan dari otot-otot btis dan peroneal
Kaki tidak dapat digerakkan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi
normal.

Gambar 2.9. Gambaran klinis club foot

5. Pemeriksaan radiologis
Pada gambaran radiologis anteroposterior dalam keadaan normal proyeksi
garis yang melalui pertengahan talus akan melewati metatarsal I. sedangkan pada
talipes ekuinovarus akan bergeser ke lateral (metatarsal III)10.

25

Gambar 2.10. Gambaran radiologis club foot


6. Pengobatan
a. Pengobatan konservatif (Metode Ponseti)
Kelainan ini apabila dilakukan tindakan sedini mungkin, maka hasil yang
dicapai cukup memuaskan. Pengobatan harus dimulai pada hari-hari pertama
kelahiran bayi dan oleh karenanya diagnosis dini sangat diperlukan. Dengan
pengobatan dini 70% penderita tidak memerlukan tindakan operasi di kemudian
hari.14
Semua penderita yang datang dalam 6 minggu pertama sebaiknya dicoba
dengan pemasangan gips secara bertahap selama 3-4 bulan yang diganti setiap 1-2
minggu agar tidak mengganggu pertumbuhan kaki.14
Apabila setelah 6 minggu deformitas masih ada, maka dilakukan operasi
pada struktur-struktur medial dan belakang kaki. 14
Pada pemeriksaan awal penderita, sudah dapat dinilai apakah kelainan ini
bersifat mobil atau rigid sehingga sudah dapat diperkirakan bahwa tindakan
koreksi dengan gips bertahap tidak akan berhasil sehingga diperlukan tindakan
operasi yang lebih awal. 14
b. Pengobatan operatif
Apabila penderita datang terlambat atau ditemukan adanya talipes ekuinovarus
congenital yang bersifat rigid, maka perlu dilakukan operasi sedini mungkin.

26

Operasi yang dilakukan pada bayi-bayi adalah dengan melakukan pemanjangan


tendo Achilles, pembebasan kapsul posterior dan komponen medial yaitu
pemanjangan tendo tibialis posterior, fleksor digitorum komunis serta fleksor
halusis longus serta komponen-komponen medial kaki lainnya yang kaku. Setelah
operasi tetap dipasang gips selama 3-4 bulan dan dilanjutkan dengan pemasangan
bidai dari Denis Browne.10

Gambar 2.11. Denis browne splint


Pada penderita umur 5-10 tahun apabila terdapat deformitas oleh karena
kelainan terbengkalai, maka dipertimbangkan operasi dengan mengeluarkan
bagian-bagian tulang pada bagian lateral, yaitu operasi menurut Evans dengan
melakukan artrodesis sendi kalkaneo-kuboid. Pada umur 12-15 tahun diperlukan
tindakan operasi yang lebih radikal berupa fusi dari tiga sendi yaitu kalkaneokuboid, subtalar, talo-navikular yang disebut sebagai artrodesis tripel.10
2.4.6. Akondroplasia (Kondrodistrofi)
1. Definisi
Akondroplasia adalah kelainan bawaan yang diturunkan secara autosomal
(mutasi genetic) dimana anggota gerak penderita lebih pendek dari normal dan
tulang belakang biasanya tidak terkena sehingga terlihat gambaran cebol yang
khas pada penderita.10

27

Gambar 2.12. Gambaran klinis achondroplasia


2. Patologi
Patologi yang terjadi berupa kegagalan osifikasi normal pada tulang panjang
dimana osifikasi pada tulang dapat hanya mencapai separuhnya. Tinggi badan
penderita biasanya tidak lebih dari 1,3 meter dan intelegensia penderita tidak
terganggu.10
2.4.7. Muscular Torticollis (Wry Neck)
Penyebab dari kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti, walaupun
paling sedikit 40% dari bayi dengan kelainan ini menjalani proses kelahiran yang
sulit. Anak-anak yang terkena berumur 6 bulan sampai 3 tahun. Deformitas sangat
minimal saat lahir, namun dalam beberapa minggu pertama kehidupan, timbul
benjolan yang besar dan padat pada otot sternokleidomastoid. Benjolan ini,
dikenal sebagai tumor sternokleidomastoid, yang mungkin disebabkan oleh
hipertrofi jaringan fibrous dalam otot, perlahan menghilang namun menyisakan

28

kontraktur (pemendekan) otot yang terlibat. Akibatnya, kepala menjadi miring,


atau fleksi lateral, ke arah sisi yang terkena dan berputar ke arah sisi yang
berlawanan. Kontraktur otot menghambat pertumbuhan panjangnya yang normal
dan seiring pertumbuhan servikal, otot gagal untuk mengimbanginya sehingga
menjadi relatif lebih pendek. Otot yang relatif pendek pada satu sisi tidak hanya
mengakibatkan miringnya dan berputarnya kepala tetapi juga wajah yang
asimetris.11
Pemeriksaan radiologi membantu dalam membedakan congenital muscular
torticollis dari torticolli tipe tulang yang tidak dapat dikoreksi seperti sinostosis
servikal (Klippel-Feil syndrome).11
Penting untuk diingat bahwa 20% dari seluruh bayi dengan congenital
muscular torticollis juga memiliki developmental dysplasia of hips (DDH) pada
satu atau kedua panggulnya. Deteksi dini dan pengobatan torticolli penting karena
pada beberapa bulan pertama kehidupan, otot yang memendek tampaknya masih
respon terhadap penarikan harian. Apabila dilakukan dalam bulan pertama dan
dilanjutkan hingga paling tidak satu tahun, memberikan hasil koreksi yang
sempurna dan permanen pada 90% anak. Pada anak-anak yang tidak diobati
selama bulan-bulan awal kehidupan, torticollis mungkin menjadi resisten terhadap
penarikan. Muscular torticollis yang resisten dan rekuren membutuhkan tindakan
operatif. 11

29

Gambar 2.13. Torticolli

2.4.8. Osteogenesis Imperfekta ( Fragilitas osseum, Brittle bone)


1. Definisi
Osteogenesis imperfekta (OI) adalah penyakit heterogen dengan berbagai
tingkat keparahan yang disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe 1. Merupakan
kelainan jaringan ikat dan tulang yang besifat herediter dengan manifestasi klinis
berupa kerapuhan tulang,kelemahan persendian, kerapuhan pembuluh darah,sklera
biru, serta gangguan kulit. Kelainan bentuk yang paling ringan biasanya ditandai
osteoporosis matur. Sedangkan kelainan yang berat dapat ditandai dengan adanya
fraktur multipel dengan trauma ringan atau tanpa riwayat trauma sejak dalam
kandungan. Insidensinya antara 1 dari 20.000-60.000 kelahiran.10,11,12
2.

Etiologi
Hampir 90% kelainan struktural atau pruduksi prokolagen pada tipe 1

(COL1A dan COL1A2) sebagai komponen utama matriks ekstraselular tulang dan
kulit. Pada 10% angka kejadian tidak jelas etiologinya. 12

30

3. Klasifikasi
Berdasrkan klinis, genetik dan biokimia, osteogenesis imperfekta dapat dibagi
dalam 4 tipe, yaitu: 11
a. Tipe I (Autosomal dominant)
Merupakan tipe tersering dan memiliki gejala ringan. Fraktur patologis
terjai pada saat anak mulai berjalan. Sklera berwarna biru dapat disertai
lebam dan hematom pada kulit karena kulit yanng tipis. Kepala dapat
besar disertai deformitas pada ekstremitas. Pada pemeriksaan radiologis
didapati gambaran tulang yang tipis,deformitas rusak dan osteoporotik.
Kekuatan tulang bertambah setelah pubertas dan angka kejadian fraktur
akan berkurang saat dewasa. Pada subtipe I-A didapati gigi yang normal
sedangkan subtipe I-B disertai dentinogenesis Imperfecta.
b. Tipe II (new dominant mutation)
Dijumpai fraktur multipel intrauterin yang parah. Tipe ini menimbulkan
kematian pada periode perinatal.
c. Tipe III (some gene mutations, some recessive)
Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang berat denga fraktur pada saat
lahir dan fraktur saat sebelum berjalan. Anggota gerak dapat membengkok
walaupun tanpa fraktur yang nyata tetapi disebabkan mikrofraktur yang
multipel. Lempeng epifisis akan rusak menghasikan penutupan lempeng
epifisis yang prematur dan dapat dijumpai kifosis ataupun skoliosis. Bila
tanda pengobatan, anak OI tipe III tidak dapat berjalan. Sklera berwarna
biru pucat pada awalnya dan akan berubah menjadi putih.
d. Tipe IV(Autosomal Recessive)
Sama seperti gejala klinis tipe IB dengan gambaran sklera yang normal.
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis osteogenesis imperfekta sangat bervariasi mulai dari
gangguan ringan yang ditemukan pada orang dewasa, fraktur ganda pada beberapa
tulang, atau penderita meninggal ketika masih didalam kandungan. Adanya
kerapuhan tulang menyebabkan fraktur dapat terjsdi meskipun hanya denga
trauma ringan, tetapi penyembuhan fraktur rata-rata normal. Pada kelainan ini
terdapat hipermobilitas sendi oleh karena adanya kelenturan ligamen dan kapsul
yang berlebihan. Pada gigi-geligi terjadi defisiensi dentin. Terdapat pula kelainan

31

pada otot berupa hipotonus dan atrofi otot-otot, kulit dan pembuluh darah serta
pendarahan subkutan dan adanya sklera biru. 11,12
f. Pemeriksaan Radiologis
Kelaianan dasar osteogenesis imperfekta terletak pada gangguan maturitas
kolagen berupa ketidakmampuan osteoblas untuk berdiferensiasi disebabkan oleh
kerusakan-kerusakan sel-sel osteoblas dengan akibatnya terjadi gangguan skeletal.
Pada foto rontgen terlihat penipisan korteks tulang, diafisis tulang mengecil tetapi
ujung-ujung epifisis melebar. 11,12

Gambar 2.14. Gambaran Radiologis Osteogenesis Imperfecta


(tulang menipis dan osteoporotik) 12
g. Manajemen

32

Tidak ada pengobatan yang efektif pada penyakit ini. Pencegahan fraktur sulit
dilakukan tetapi dapat dilakukan perlindungan pada daerah kaki dengan
menggunakan bidai atau tongkat saat berjalan. Pada osteogenesis imperfekta tipe
III, dapat dilakukan operasi osteotomi untuk memperbaiki deformitas dan
mencegah fraktur yang berulang.Penatalaksanaan pada osteogenesis imperfekta
memiliki tujuan yaitu: 10,12
a. Merawat bayi secara seksama sehingga komplikasi fraktur yang lebih
lanjut dapat dicegah
b. Mencegah deformitas yang tidak perlu terjadi melalui penggunaan bidai
yan baik
c. Mobilisasi untuk mencegah osteoporosis
d. Koreksi deformitas jika perlu dilakukan osteotomi dan fiksasi interna.

2.5. Penyakit Muskuloskeletal Yang Didapat (Acquired) Pada Anak


2.5.1. Developmental Dysplasia Of The Hip
1. Definisi
Developmental dysplasia of the hip (DDH) adalah dislokasi dan subluksasi
dan berhubungan dengan dysplasia sekunder (kegagalan perkembangan tulang
asetabulum dan femur proksimal). Dislokasi (luxation) pada panggul terjadi pada
kaput femoral yang secara komplit diluar socket atau asetabulum tetapi tetap
didilam kapsul (intracapsular). Subluksasi pada panggul adalah kaput femoral
bergeser secara lateral dan proksimal tetapi tetap tehubung dengan asetabulum.
Subluksasi

terjadi

saat

panggul

ekstensi

dan

adduksi.

Jika

panggul

dislokasi/subluksasi maka pertumbuhan tulang asetabulum dan femur proksimal


(normal pada saat lahir) berkembang secara progresif menjadi abnormal
(acetabular and femoral dysplasia). 12
DDH merupakan abnormalitas yang sering terjadi sama seperti clubfoot.
Penegakan diagnosis DDH memerlukan pemeriksaan yang spesifik untuk deteksi
dini pada kelahiran ( banyak diagnosis ditegakan setelah anak mulai berjalan).
Perkembangan

panggul

yang

normal

dipengaruhi

perbandingan

pertumbuhan acetabular triade cartilage dan lokasi kapur femoral. Kejadian


instabilitas dimulai dari gangguan pertumbuhan asetabulum tidak sempurna

33

tempatnya pada kaput femoral atau hasil dari displasia asetabulum. Kedua
mekanisme ini mungkin terjadi. 12
2. Epidemiologi
DDH merupakan penyakit yang sering dengan angka insidensi 1,5 per
1000 kelahiran (instability). Atau menurut Barlow(1962) insidensi terjadi 1:60
dengan 60% akan menjadi stabil persendiannya pada beberapa minggu setelah
lahir dan 88% pada 8 minggu setelah kelahiran. Kelainan ini terjadi bilateral pada
lebih dari setengah anak yang menderita DDH dan pinggul kiri lebih sering
daripada pinggul kanan.DDH pada anak perempuan 8 kali lebih sering daripada
anak laki-laki. Kelainan ini terjadi lebih sering pada anak yang memiliki riwayat
keluarga breech presentation of the infant. Berdasarkan data penelitian, angka
kejadian tinggi pada negara yang melakukan pembedongan pada bayi baru lahir.
Bayi baru lahir yang menderita congenital muscular torticollis dan metatarsus
adductus memiliki angka insidensi DDH lebih tinggi dibandingkan bayi baru
lahir yang normal.11,12
3. Etiologi
DDH merupakat penyakit multifaktorial yang merupakan gabungan antara
faktor genetik dan lingkungan. Sendi panggul berkembang normal pada
kehamilan yang secara konstan dipertahankan pada posisi fleksi akut. Saat
kelahiran bayi dalam posisi 80 derajat terhadap jalan lahir terjadi pada persendian
panggul yang lemah,hal ini merupakan penyebab yang terjadi secara genetik. Pada
kelahiran atau dalam beberapa minggu setelah kelahiran, pinggul yang
sebelumnya fleksi akan menjadi ekstensi secara pasif menunjukkan kelemahan
sendi, kaput femoral terjadi dislokasi. Walaupun pada kelahiran panggul yang
abnormal terjadi dislokasi tetapi tidak terjadi secara menetap. Panggul dapat
secara spontan menjadi stabil kembali dalam 2 bulan. Tetapi bila terjadi dislokasi
dan subluksasi yang menetap menyebabkan perubahan sekunder pada struktur
persendian pinggul yang progresif. Hal ini penting pada angka kejadia penyakit
displasia pada asetabulum, kotraktur dan pemendekan otot panggul(terutama otot
adduktor dan iliopsoas). Hal yang penting saat kelahiran bayi adalah jangan
melakukan manuver ekstensi secara pasif saat membantu proses kelahiran atau

34

ekstensi yang dilakukan terus menerus pada usia beberapa bulan. Faktor yang
mempengaruhi DDH adalah : 11,12
a. Faktor Genetik
Genetik dapt mempengaruhi stabiltas sendi panggul pada 2 keadaan yaitu
kelemahan persendian yang menyeluruh (a dominant trait) dan Sallow
acetabular( polygenic trait terutama pada anak perempuan dan ibunya).
b. Faktor Hormonal
Tingginya estrogen,prgesteron dan relaxin pada beberapa minggu sebelum
kelahiran dapat menigkatkan kelemahan persendian pada bayi. Hal ini
jarang angka kejadiannya pada bayi prematur.
c. Faktor Intrauterine malposition
Terutama breech position dengan kaki ekstensi (packaging disorder).
Angka kejadian ini meningkat terutama pada bayi dengan kelahiran
spontan. Dislokasi yang terjadi unilateral terutama pada panggul kiri
karena panggul kiri bayi berdekatan dengan sakrum ibu (vertex
presentation)sehingga memberikan posisi adduksi.
d. Faktor Postnatal
Instabilitas neonatal yang menetap dan gangguan perkembangan
asetabulum. Dislokasi sering terjadi pada Lapps dan North American
Indians yang membedong anaknya dan menggendong bayi dengan kaki,
panggul dan lutut dengan posisi ekstensi maksimal.
4.

Patologi
Panggul saat lahir yang tidak stabil dipengaruhi oleh kapsul femur yang

longgar dan berlebihan. Selama masa infant terjadi perkembangan yang dapat
menyebabkan DDH yaitu displasia primer pada asetabulum dan atau femur
proksimal. Dislokasi kaput femoral pada posterior dan mempengaruhi
posterolateral kemudian superolateral terhadap asetabulum. Kartilago pada tulang
femoral ukuran awal nya normal akan tetapi nukleus tulangnya muncul terlambat
dan osifikasi terhambat pada infant. Kapsul longgar dan ligamentum teres menjadi
memanjang dan hipertropi. Acetabular labrum secara superior.Kapsulnya tertekan
antara asetabulun dan otot psoas, dan berkembang menjadi an hourglass
appearance. Secara bersamaan otot sekelilingnya menjadi memendek12
5. Diagnosis

35

Diagnosis sulit ditegakkan pada bayi baru lahir, sehingga setiap bayi baru
lahir harus dilakukan pemeriksaan tanda-tanda instabilitas panggul. Riwayat
keluarga pada instabilitas panggul kongenital, dan breech presentation atau tanda
kelainan kongenital lainnya. 11,12
6. Gambaran klinis
Manifestasi klinis pada DDH dibagi berdasarkan usia yaitu: 11,12
a. Bayi baru lahir 3 bulan
Tes Ortolani dan Barlow dilakukan untuk mengevaluasi stabilitas sendi
panggul. Pada test Ortolani bayi berbaring telentang pada alas yang keras.
Untuk memeriksa panggul kiri bayi, tangan kanan pemeriksa menggenggam
tungkai atas kiri bayi, dengan jari tengah atau jari manis pemeriksa pada
trochanter mayor, sedangkan ibu jari pemeriksa pada trochanter minor. Tangan
kiri pemeriksa digunakan untuk memfiksasi pelvis bayi dengan panggul kanan
bayi dalam abduksi. Tangan kanan pemeriksa mulai melakukan abduksi
panggul bayi sekaligus melakukan tekanan pada trochanter mayor ke atas
sehingga panggul bayi terangkat. Sensasi klik menandakan panggul yang
terdislokasi tereposisi ke dalam asetabulum. Pada tes Barlow, bayi diletakan
dalam posisi yang sama. Ibu jari pemeriksa berada pada bagian distal yang
sama. Ibu jari pemeriksa berada pada bagian distal sisi medial tungkai atas dan
digunakan untuk menekan tungkai atas ke bawah dan ke lateral. Apabila kaput
femur keluar dari mangkuk asetabulum, dikatakan panggul dislocatable.
Apabila kaput femur bergeser tetapi tidak keluar dari mangkuk asetabulum
dikatakan panggul subluxatable.
Pada panggul yang tidak stabil (keterbatasan abduksi saat posisi pinggul
fleksi karena kontraktur otot adduktor) harus dilakukan pemeriksaan
ultrasongrafi. Terdapat gambaran soket kartilago dan posisi dari kaput
femoral. Jika didapati abnormalitas maka dilakukan pemeriksaan ulang pada
2-6 minggu setelahnya setelah dilakukan pembidaian.
Gambaran klinis lanjut adalah asimetris, clicking hip,

atau kesulitan

pemasangan diaper karena keterbatasan abduksi. Kaput femoral yang

36

mengalami dislokasi unilateral menyebabkan lekukan kulit asimetris dan kaki


bayi memendek (Galeazzis sign) dan terjadi rotasi eksternal pada kaki.
Palpasi pada dislokasi bilateral teraba celah pada perineum yang lebar.
Gambar 2.15. Manifestasi Klinis DDH

b. Bayi 3-18 Bulan


Terjadinya kontraktur aduksi terlihat pada pemeriksaan klinis yaitu
keterbatasan abduksi pasif dan pemendekan ukuran kaki (leg length
discrepancy). Pada dilokasi unilateral adanya Galeazzis sign, saat palpasi
teraba panggul go in and out. Pada dislokasi komplit ditemukan
telescoping(femur moves to and fro) saat melakukan push-pull maneuvre
femur.
c. Anak 2-5 tahun
Ditemukan cara berjalan yang pincang (trendelenburg) bila satu sisi
panggul menderita DDH, atau bahkan berjalan seperti bebek (waddling gait)
bila kedua sisi panggul terkena. Juga akan ditemukan lipatan kulit sekitar
panggul yang multipel, perineumnya melebar dan trochanter terlihat menonjol.
d. Anak diatas 5 tahun
Terjadi perubahan sekunder pada dislokasi yang komplit ditandai dengan
kontraktur otot dan pemendekan kaki
e. Dewasa

37

Dapat terjadi pada usia 30-40 tahun dengan perasaan tidak nyaman pada
lokasi dislokasi. Cara berjalan akan semakin sulit dan menyakitkan, dapat
disertai nyeri pada punggung. Bila dislokasi bilateral, hilang fungsi abduksi
pada kaki dan gangguan hubungan seksual pada wanita
7.

Imaging11,12
1. Ultrasonografi
Terjadi penurunan panggul dengan kartilago yang normal
2. Plain X-rays
Pada bayi sulit untuk diintepretasikan. Bayi baru lahir dapat menyebakan
kesalahan interpretasi foto polos karena asetabulum dan kaput femoral
merupakan kartilago yang tidak terlihat. Pemeriksaan ini dilakukan pada
usia 6 bulan. Gambaran radiologis pada DDH:
a. Terdapatnya kuadran femur medial proksimal menjadi medial lower
dibandingkan sisi yang normal
b. Indeks asetabulum <200
c. Gangguan garis shenton (seharusnya smooth)
d. Von rosens line: dengan aduksi panggul 45 o , kaput femoral harus
berhubungan sejajar dengan sudut asetabulum

Gambar 2.16. Gambaran Radiologis DDH

38

8. Manajemen
Manajamen pada kasus DDH dibagi berdasarkan tingkatan usia yaitu: 11,12
a. Pada bayi baru lahir-6 bulan
Pada ultrasonografi dengan penurunan panggul, kartilago dalam batas
normal sehingga hanya dilakukan observasi selama 3-6 bulan. Bila terjadi
displasia pada asetabulum dan ketidakstabilan panggul maka dilakukan
pembidaian panggul pada posisi fleksi dan abduksi.Jika tidak terdapat
ultrasonografi maka diagnosis berdasarkan tes

Ortolani dan Barlow ,

kemudian dilakukan pemasangan double napkins atau abduction pillow pada


6minggu awal. Setelah melakukam hal tersebut

kemudian dilakukan

pemeriksaan ulang dan observasi selama 6 bulan bila hasil pemeriksaan


panggul stabil atau dilakukan pembidaian abduksi selama 3-6 bulan bila hasil
pemeriksaan panggul tidak stabil. Pembidaian dengan cara Von Rosens Splint
(bidai lunak yang berbetuk H yang mudah dipasang) atau Pavlik Harness .

b. Bayi 6-18bulan
Reduksi pada panggul dengan posisi fleksi dan abduksi menggunakan
Frejka pillow splint atau Pavlik harness (dimulai pada usia 3-4 bulan). Setelah
3 minggu pengobatan tetap didapati ketidakstabilan sendi maka dilakukan
reduksi tertutup dengan menggunakan plaster (plaster hip spica cast) selama 6
minggu dan berhasil bila panggul stabil lebih dari 6bulan. Operasi osteotomi
dilakukan bila kedua hal tersebut gagal.
c. Anak 18 bulan- 5 tahun
Reduksi tertutup tidak terlalu memberikan perbaikan pada usia ini. Traksi
dilakukan untuk menarik turun femoral head berlawanan dengan asetabulum.
Operasi yang dilakukan pada usia ini dapat berupa acetabuloplasty,rekontruksi
kapsul(Pembertons operation),
pemasangan plester dalam 3 bulan.
d. Anak diatas 5 tahun

osteotomi.

Setelah

operasi

dilakukan

39

Reduksi dan stabilisasi sangat sulit pada rentang usia ini. Tindakan
operatif pada usia ini tidak dapat menunjukkan keberhasilan. Pada usia ini
tidak lagi dilakukan reduksi. Subluksasi dapat dilakukan osteotomi.
Tatalaksana yang dilakukan meliputi paliatif, salvages typer of operatif
procedures silakukan untuk mengurangi nyeri.
e. Dewasa
Penggantian sendi secara total dilakukan bila terdapat disabilitas berat.
Operasi ini sulit dan membutuhkan pengalaman khusus pada operasi
rekonstruktif

panggul

dengan

melakukan

osteotomi

dan

dilakukan

pemasangan bone graft atau implan.


2.5.2. Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA)
1. Definisi
Juvenile rheumatoid Arthritis (JRA) adalah penyakit inflamasi non
infeksius di persendian yang terjadi lebih dari 3 bulan pada usia anak dibawah 16
tahun.
Proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak sampai remaja pada satu atau
lebih sendi, selain itu juga dapat melibatkan sistem organ. JRA banyak pada sendi
yang besar daripada sendi yang kecil pada tangan dan kaki, dan sebagai bentuk
kronik pada dewasa. 11
2. Epidemiologi
Insidensi JRA adalah 3-5 kasus per 100.000 anak dibawah usia 15 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman dengan insidensi 6,6 dan
prevalensi 4,8 per 100.000 individu dibawah usia 16 tahun.

11,12

3. Etiologi
Imunologi, genetik, iklim, infeksi dan faktor psikologis merupakan faktor
etiologi pada JRA. 11,12
a. Imunologi
Beberapa
imunnya

anak dengan JRA yang berat menunjukkan kelainan sistem

(misalnya

antibodi

antinuclear,

atau

hipogamaglobulinemia).

40

Autoantibodi, kompleks antigen-antibodi dan kelaianan dijumpai juga pada hasil


laboratorium juga dijumpai.
b. Genetik
c. Iklim
d. Infeksi
Mikroorganisme seperti chlamydia trachomatis, Yersinia Enterocolistis,
dan Mycoplasma Fermentans. Bakteri akan menghasilkan respon imun selular
sinovial.
e. Faktor psikologis
Meningkat pada anak yang memiliki faktor stress. Anak sulit
mengekspresikan masalahnya
4. Patogenesis
Penyakit diawali dari sinovotis yang disebabkan adanya respon imun yang
abnormal pada antigen yang dipengaruhi juga faktor genetik. Mukosa persendian
menjadi oedem dan hipervaskularisasi, dan terjadinya efusi yang kaya akan
leukosit (limfosit). Semakin lama sel sinovial berproliferasi menyebabkan
penebalan membran sinovial, pembentuk nodul dan penonjolan serta kista pada
beberapa kasus. Selanjutnya terjadi degenerasi fibrinoid. Sendi menjadi kaku
(paling banyak deformitas fleksi). Pada inflamasi kronis terjadi gangguan aliran
darah pada lempeng epifisial yang meyebakan deformitas pada tulang dan
terhambatnya pertumbuhan. 11,12
5.

Klasifikasi
JRA dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Juvenile chronic arthritis.
1. Bentuk Sistemik (Stills disease)
2. Bentuk Polyarticular : mengenai lebih dari 4 sendi, faktor antinuclear
pada 40 %, asimptomatik iridocyclitis
3. Bentuk Oligopauci articular
Type I: bentuk yang tersering, often antinuclear factors, iridocyclitis
Type II:berhubungan dengan HLA B 27, sering pada anak laki-laki, pada
tahap akhir memungkinkan ankylosing spondylitis (Bechterew disease )

41

b. Rheumatoid factor -positive juvenile rheumatoid arthritis: manifestasi


klinis awal setelah usia 10 tahun, mengenai persendian yang kecil pada
rheumatoid artritis yang kronik.
c. Juvenile psoriasis-associated arthritis
6. Gambaran Klinis11,12
JRA menyebabkan gangguan secara sitemik pada 30% kasus yang diawali
dengan demam, kemerahan dan atritis poliartikular. Dapat menyebakan
organomegali pada jantung, hati,limpa, dan KGB. Pada tahap akhir dapat
menyebakan iridosiklitis.
Pada bentuk sinovitis poliartikular mengenai lebih dari persendian.
Penyakit ini dimulai secara akut dengan atritis yang simetris pada anggota gerak
atas dan bawah. Pasien mengeluhkan nyeri derajat sedang.dan dapat disertai
kekakuan sendi pada pagi hari ataupun stiffnes after inactivity. Pada tahap akhir
terjadi efusi sendi yang kronik. Pada JRA keluhan utamanya adalah kekakuan
sendi. Manifestasi klinis berdasarkan klasifikasinya adalah:
a. Manifetasi klinik Sistemik (Stills Desease)
Terjadi pada 15% kasus JRA. Banyak terdapat pada usia < 3 tahun.
Disertai gejala sistemik yaitu anak mendadak demam yang hilang-timbul dan
memuncak pada sore hari, dapat disertai bercak kemerahan pada ekstremitas
dan badan yang sifatnya berkelompok. Penderita merasa lemas dan disertai
nyeri pada persendian. Ditemui oedema dan infiltrasi periartikular.
Pembengkakan sendi terjadi beberapa minggu sampai bulan setelah onset
penyakit. Sendi yang tersering adalah sendi lutut dan pergelangan kaki. JRA
dapat disertai gambaran hepatosplenomegali dan limfadenopati(3/4 kasus yang
merupakan hiperplasia). Gejala akan membaik setelah 1 tahun atau
menyebabkan komplikasi lain seperti karditis, hepatitis, infeksi dan sepsis.
Perkembangan selanjutnya adalah deformitas yang permanen pada sendi yang
besar dan penyatuan pada persendian servikal. Setelah pubertas dapat
menyebabkan pertumbuhan yang terhambat akibat penggunaan steroid pada
pengobatan.
b.

Oligoartritis/pausiartikular

42

Terjadi paling sering yaitu 70% kasus JRA.Terjadi pada usia sekitar 6
tahun terutama ada anak perempuan. Artritis pada 1-4 sendi tanpa disertai
gejala sistemik. Sendi bengkak dengan ukuran sedang. Pada pemeriksaan
Laboratorium dapat dijumpai ANA test (+) dengan RF(-). Komplikasi yang
sering terjadi adalah iridosiklitis. Atritis dapat menyembuh setelah beberapa
tahun dapat disertai deformitas yang asimetris dan pertumbuhan yang
terhambat.
c. Poliartritis
Terjadi pada 10% kasus. Melibatkan sendi temporomandibular dan tulang
belakang servikal. Biasanya didapati pada anak dengan usia lebih tua. Gejala
mirip artritis pada dewasa yang disertai gejala sistemik yang ringan. Penderita
merasa lemah, demam, penurunan berat badan dan anemia. Artritis bersifat
simetris baik pada persendian kecil atau pada beberapa sendi servikal. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai faktor rheumatoid (+)
d. Entesitas yang terkait artritis
Terjadi pada 15-20 angka kejadian AJR. Artritis bersifat asimetris pada
persendian yang besar. Dapat disertai nyeri pinggang terutama pada pagi hari.
Pergerakan menjadi terbatas, nyeri pada saat duduk maupun berdiri lama
sehingga terjadi gangguan pola tidur.
7. Pemeriksaan Radiografi
Pada tahap awal didapati pembengkakan pada jaringan lunak dilanjutkan
dengan penyempitan pada celah sendi hasil dari destruksi kartilago hialin. Sendi
dapat menunjukkan erosi (poliartikular) serta deformitas. 11,12
8.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap dijumpai peningkatan angka leukosit

dapat disetai Rheumatoid Factor(+). Aspirasi pada sendi dan cairan sinovial
digunakan untuk mengeksklusi penyakit infeksi dan hamarthrosis. 11,12
9. Manajemen

43

Tujuan manajemen dari JRA adalah untuk mengatasi nyeri, mencegah


erosi lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang permanen, mencegah kecacatan
sendi permanen. Manajemen yang diberikan pada JRA adalah: 11,12
a. Mengontrol nyeri
Golongan NSAID merupakan analgetik pada JRA. Pemberian Aspirin 60100mg/KgBB/hari diberikan pada beberapa bulan (3 bulan) ketika terjadi
remisi setelah periode ini, analgetik dapat diberhentikan.
b. DMARD (Disease Modifying AntiRheumatic Drugs)
Bertujuan

menekan inflamasi dan erosi lebih lanjut contohnya

sulfazalazine.
c. Kortikosteroid
Untuk

mengontrol

gejala

sistemik

seperti

artritis,

perikarditis,

demam.Hanya diberika dengan gejala sistemik yang berat dan iridosiklitis


kronik yang idak respon dengan pengobatan topikal. Dapat diberikan melalui
injeksi intraartikular. Peyakit inflamasi yang parah dapat mebggunakan
inhibitor sitokin seperti terapianti-TNF.
d. Fisioterapi
Secara primer mencegah kekauan dan kontraktur sendi. Pembidaian pada
malam hari dapat dilakukan pada pergelangan tangan, kaki, dan lutut atau
prone-lying (mencegah kontraktur panggul). Bersaaan dengan olahraga aktif
pada pasien. Pembidaian dapat digunakan menangani kontraktur sendi.
Deformitas

dapatdikoreksi dengan plester atau menggunakan mesin

continuous passive motion (CPM).


e. Operasi
Pilihan

operasi

yang

dapat

dilakukan

adalah Artroskopi

sendi,

sinovektomi, pemanjangan otot yang kontraktur serta tendon,ekstensi


persendian dengan Ilizarov apparatus, Artrodesis ,prostesis sendi .
2.5.3. Rakitis
1. Definisi

44

Rakitis adalah kelainan dengan gangguan pertumbuhan tulang akibat kegagalan


deposisi garam kalsium pada matriks tulang (osteoid) dan pada tulang rawan praosseus dari epifisis.10
Deposisi normal kalsium pada osteoid dan tulang rawan pre-osseus
dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfor plasma yang merupakan hasil interaksi
dari absorbsi pada usus, ekskresi pada ginjal, dan mobilisasi kalsium dari/ke
dalam tulang. Keseimbangan ini diatur oleh vitamin D, hormone paratiroid serta
tirokalsitonin. 10
2. Etiologi
Gangguan deposisi kalsium dalam tulang dapat dijumpai pada keadaan-keadaan :
10

a. Defisiensi vitamin D
b. Insufisiensi ginjal kronik
c. Insufisiensi tubulus renalis
3.

Klasifikasi

Berdasarkan gambaran klinisnya, rakitis dapat dibaagi tiga tipe, yaitu : 10


a. Tipe I
Rakitis tipe I (simple rachitis) terjadi akibat defisiensi vitamin D dan
terutama ditemukan pada anak-anak berumur 1 tahun. Tipe ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan dengan pemberian vitamin D dosis
biasa serta makanan yang mengandung banyak vitamin D dapat memberikan
hasil terapi yang baik. Pada stadium dini terjadi hipokalsemi yang ditandai
dengan konvulsi dan tetani. Defisiensi vitamin D dapat pula disebabkan oleh
gangguan absorbs pada usus akibat steatore dan gangguan yang disebut
celiac ricket. 10
b. Tipe II
Pada rakitis tipe II terjadi osteodistrofi akibat insufisiensi renal yang kronik
(osteodistrofi azotemik). Tipe ini jarang ditemukan, di samping menyebabkan
lesi pada tulang juga terjadi hiperparatiroid sekunder yang pada akhirnya
menyebabkan gangguan berupa metafisis yang ireguler, erosi korteks tulang
dan osteoporosis. Pengobatan yang dilakukan adalah pemberian vitamin D

45

dosis tinggi (500.000 IU/hari). Pada kasus yang resisten dapat diberikan
preparat 1,25-DHCC/vit D3 (metabolit vitamin D yang aktif). 10
c. Tipe III
Pada tipe ini terjadi gangguan resorpsi fosfat pada tubulus ginjal, ekskresi
fosfat pada urin meningkat sehingga timbul hipofosfatemia. Rakitis tipe III
diturunkan secara sex-linked atau dominan autosomal. 10
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah pertumbuhan fisik
penderita lambat, wajah pucat, deformitas tulang dan dapat terjadi miopati. 10
Pada pemeriksaan radiologis, lempeng epifisis terlihat melebar dan
ireguler. Dapat pula ditemukan osteosklerosis tpada tulang rangka dan
gambaran rugger jersey pada bagian lateral tulang belakang dimana gambaran
ini terjadi akibat berkurangnya densitas tulang. Pada anak-anak dengan rakitis
yang lama dapat terlihat gambaran epifisiolisis. 10
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan penurunan kadar kalsium
plasma, peningkatan kadar fosfat dan alkali fosfatase plasma, penurunan
ekskresi kalsium dan fosfat pada urin serta peningkatan kadar hormone
pituitary-tiroid. 10
Pengobatan tipe ini adalah pemberian vitamin D dosis tinggi (harus
berhati-hati terhadap intoksikasi vitamin D) serta koreksi terhadap deformitas
yang ada, misalnya bila terjadi epifisiolisis maka dilakukan fiksasi interna. 10
Gagal ginjal yang terjadi biasanya bersifat ireversibel dan
penanganannya melalui hemodialisis atau transplantasi ginjal. 10
4. Patologi
Perubahan yang terjadi adalah berkurangnya matriks kalsifikasi pada
tulang dan bertambahnya matriks non-kalsifikasi, yang pada foto rontgen terlihat
hipodensitas disertai penipisan tulang. Selain itu pada tulang rawan pra-osseus di
bagian epifisis tidak terjadi kalsifikasi yang biasanya terdapat pada penulangan
normal tulang rawan. Kalsium berfungsi dalam pengerasan tulang sehingga
daerah yang tidak mengalami kalsifikasi menjadi rapuh serta terjadi deformitas
yang progresif pada tulang dan lempeng epifisis. 10
5. Diagnosis
Pada bayi, harus dipikirkan kemungkinan adanya penyakit rakitis bila
ditemukan konvulsi, tetani, iritabilitas atau gangguan perkembangan fisik dan

46

mental pada bayi. Pada anak yang sudah berjalan, penyakit rakitis dipikirkan bila
terdapat deformitas pada anggota gerak bawah (seperti genu valgum, genu varus,
deformitas torsional) dan ukuran tubuh yang kecil (cebol). 10
Diagnosis penyakit ditegakkan berdasarkan : 10
a. Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan pada lokasi lempeng epifisis khususnya bagian
distal radius dan sendi kostokondral yang dikenal sebagai rosary rachitis.

Gambar 2.17. Pembengkakan pada distal radius dan sendi kostokondral


pada rakitis
b. Pemeriksaan radiologi
Gambaran yang spesifik pada foto rontgen adalah adanya gambaran
radiolusen yang luas pada lempeng epifisis (karena tidak terjadi kalsifikasi
pada tulang rawan pra-oseus) dan juga terlihat rarefaksi tulang yang
bersifat umum. 10

47

Gambar 2.18. Gambaran radiologis rakitis


c. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan : 10
Peningkatan kadar alkali fosfatase darah
Peningkatan kadar ureum dan fosfat inorganik darah menunjukkan

adanya lesi pada glomerulus renalis


Hipofosfatemia dengan kadar ureum yang normal dan tanpa
disertai defisiensi vitamin D yang menunjukkan adanya gangguan
pada tubulus renalis

6. Pengobatan10
Pemberian obat-obatan untuk mengontrol penyakit, sehingga tidak terjadi

deformitas tambahan akibat rekurensi penyakit


Pemasangan bidai pada deformitas torsional, genu varum dan genu valgum

Osteotomi pada deformitas yang menetap, yang tidak efektif dengan pengobatan
lokal dan obat-obatan.10
2.5.4. Osteomielitis Hematogen Akut
1. Definisi
Osteomielitis hematogen akut (OHA) berawal dari infeksi pada metafisis
tulang panjang yang meluas secara lokal dan dapat ruptur ke sendi terdekat atau
ruang subperiosteal,, terutama jika tidak mendapat penanganan yang tepat. OHA
terutama dijumpai pada anak-anak.13
2. Etiologi
Osteomielitis hematogen akut dapat disebabkan oleh : 13

48

Stafilokokus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan

jarang oleh streptokokus hemolitikus


Haemofilus influenza (55%) pada anak umur di bawah 4 tahun
Organisme lain seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokus,
Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella
dan bakteri anaerob yaitu bakteroides fragilis.

3. Patologi dan pathogenesis


Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada
umur, daya tahan tubuh penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi
terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain ke dalam tubuh pada fase
bakteremia dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk
ke dalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya
terjadi hiperemi dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus.
Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi
akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam
tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul thrombosis pada
pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping
proses yang disebutkan di atas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi
pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak)
sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut
involukrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada
akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus
(discharge) dari involucrum keluar melalui lobang yang disebut kloaka atau
melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit. 13

49

Gambar 2.19. Patogenesis osteomielitis akut


4. Gambaran klinis
Osteomielitis hematogen akut memiliki dua tampilan klinis. Yang pertama
anak tampak sakit, demam, dengan tanda dan gejala inflamasi sistemik yang
tipikal untuk septikemia, dengan gejala tambahan infeksi skeletal. Yang kedua,
anak tidak demam atau hanya demam ringan dan menunjukkan progresi dari
tanda dan gejala lokal infeksi tulang yang bermanifestasi sebagai rasa nyeri
pada daerah infeksi yang memburuk dengan pergerakan. 13
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah10
o Leukosit meningkat sampai 30.000, disertai peningkatan laju endap
darah
o Pemeriksaan titer antibodi anti-stafilokokus
o Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50%
positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya

50

penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang

jarang.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan biopsy

6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan
kelainan radiologis yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan
jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2
minggu) berupa rarefaksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan
pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang terangkat. 10
Pemeriksaan radioisotop dengan 99mtechnetium akan memperlihatkan
penangkapan isotop pada daerah lesi. Dengan menggunakan teknik label leukosit
dilakukan scanning dengan 87mgallium yang mempunyai afinitas terhadap
leukosit dimana 111mindium menjadi positif. 10
Pemeriksaan ultrasonografi dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. 10

51

Gambar 2.20. Gambaran radiologi pada osteomielitis

52

Gambar 2.21. Perbedaan struktur tulang normal dan osteomielitis


7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah : 10

Septicemia
Infeksi yang bersifat metastatic
Arthritis supuratif
Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis kronis

8.

Diagnosis banding
Selulitis
Arthritis supuratif akut
Demam reumatik
Krisis sel sabit
Penyakit Gaucher
Tumor Ewing

9. Pengobatan10, 13
Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah
Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
Pemberian antibiotik secepatnya sesuai penyebab utama yaitu S. aureus sambil
menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan

53

melihat keadaan umum dan laju endap darah penderita. Antibiotik tetap diberikan

hingga 2 minggu setelah laju endap darah normal.


Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik
gagal maka dapat dipertimbangkan drainase bedah (chirurgis). Pada drainase
bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intra-oseus
kemudian dilakukan pemeriksaan biakan kuman. Drainase dilakukan selama
beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
1. National Institutes of Health, 2012. Bone tumor: MedlinePlus Medical
Encyclopedia. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001230.htm.

54

2. American Cancer Society,2014. What are the key statistics about bone
cancer? Available from :
http://www.cancer.org/cancer/bonecancer/detailedguide/bone-cancer-keystatistics.
3. Moesbar,N., 2006. Profil Tumor Tulang di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Majalah Kedokteran Nusantara ,39 ( 3): 217-220
4. Setiadi, 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu; 297298
5. Junqueira, L. C., Carneiro, J., 2004. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10.
Jakarta: EGC, 134-148
6. Scanlon, V.C., Tina S., 2007. Buku Ajar Anatomi &Fisiologi, Edisi 3. Jakarta:
EGC; 90-93
7. National Cancer Institute, 2008. Bone Cancer - National Cancer Institute.
Available from : http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/SitesTypes/bone
8. Cancer Research UK, 2014. Risks Statistics and outlook for bone cancer.
Available from : http://www.cancerresearchuk.org/cancer-help/type/bonecancer/treatment/statistics-and-outlook-for-bone-cancer
9. Price, S.A., Lorraine MC. W., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Vol.2 . Jakarta: EGC; 1374-1379.
10. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi ketiga. Jakarta:
Yasrif Watampore.
11. Solomon M., Warwick D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and
Fractures. 10 th edition. UK: Hodder Arnold; 2010.
12. Salter, R.B., Textbook of Disorder and Injuries of Musculoskeletal System. 3rd
edition. United States of America: William& Wilkins; 1999.
13. Conrad, D.A., 2010. Acute Hematogenous Osteomyelitis. Pediatrics in
Review. 31 (11) : p464-471

Вам также может понравиться