Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan
terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa
beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh
yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh
terhadap penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem
kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa sistem
kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya tahan tubuh bayi. Semakin
dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada orang lanjut
usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul
penyakit degeneratif atau penyakit penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan
instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan,
makan siang serba tergesa, dan malam karena kelelahan tidak ada nafsu makan.
Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga,
dan stres. Apabila terus berlanjut, daya tahan tubuh akan menurun, lesu, cepat
lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, banyak orang yang masih muda
mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan
kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan
antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga
timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia produktif.
Sejak dasawarsa 1960

perhatian terhadap teknik imunisasi makin

meningkat. Dewasa ini, imunisasi telah menjadi amat terkenal sebagai metoda
pilihan untuk penentuan analit secara kuantitatif. Imunisasi telah masuk ke dalam
banyak cabang dan disiplin dari penelitian ilmiah terutama yang berkaitan dengan
subyek biologis.

Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respon


organisme terhadap penolakan antigen, pengenalan diri sendiri dan bukan
dirinya,serta semua efek biologis, serologis dan kimia, fisika fenomena imun.
1.2 Rumusan masalah

Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana sejarah imunologi


Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi sistem imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana respon imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja jenis-jenis imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan antigen dan

antibody
Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja sel-sel sistem imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip umum terapi imunologi
Mahasiswa dapat menjelaskan obat imunologi

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana sejarah imunologi


Untuk mengetahui pengertian imunologi
Untuk mengetahui fungsi sistem imunologi
Untuk mengetahui bagaimana respon imunologi
Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis imunologi
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody
Untuk mengetahui apa saja sel-sel sistem imunologi
Untuk mengetahui apa prinsip umum terapi imunologi
Untuk mengetahui obat imunologi

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Imunologi
Pada

mulanya

imunologi

merupakan

cabang

mikrobiologi

yang

mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan, terhadap penyakit


infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro mengajukan teori kontagion yang
menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat
memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu lain, tetapi zat
tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu itu
belum dapat diidentifikasi.
EDWAR JENNER
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat
terhindar dari infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terpajan sebelumnya
dengan cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar
walaupun pada waktu itu belum diketahui bagaimana mekanisme yang sebenarnya
terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila tidak diiringi dengan kemajuan
dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran. Dengan ditemukannya
mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan mulai
dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi
baru dimulai setelah Louis Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab
penyakit infeksi dan dapat membiak mikroorganisme serta menetapkan teori
kuman (germ theory) penyakit. Penemuan ini kemudian dilanjutkan dengan
diperolehnya vaksin rabies pada manusia tahun 1885. Hasil karya Pasteur ini
kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang merupakan
pencapaian gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif pada
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak.
ROBERT KOCH
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit
tuberkulosis. Dalam rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia
mengamati adanya reaksi tuberkulin (1891) yang merupakan reaksi
hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman tuberkulosis. Reaksi
tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk mendiagnosis
3

penyakit tuberkulosis pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan


diagnosis penyakit pada anak. Vaksin terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun
1921 oleh Calmette dan Guerin yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin). Kemudian diketahui bahwa tidak hanya mikroorganisme hidup
yang dapat menimbulkan kekebalan, bahan yang tidak hidup pun dapat
menginduksi kekebalan.
ALEXANDER YERSIN DAN ROUX
Setelah Roux dan Yersin menemukan toksin difteri pada tahun 1885, Von
Behring dan Kitasato menemukan antitoksin difteri pada binatang (1890). Sejak
itu dimulailah pengobatan dengan serum kebal yang diperoleh dari kuda dan
imunologi diterapkan dalam pengobatan penyakit infeksi pada anak. Pengobatan
dengan serum kebal ini di kemudian hari berkembang menjadi pengobatan dengan
imunoglobulin spesifik atau globulin gama yang diperoleh dari manusia.
2.2 Pengertian Imunologi
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam
pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi,
bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan
memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
2.3 Fungsi Sistem Imun
1. PERTAHANAN : Mempertahankan diri terhadap antigen dari luar
tubuh (mikroorganisme dan parasit)
2. HOMEOSTATIS : semua organisme multi seluler menghendaki selalu
terjadi bentuk uniform dari setiap jenis sel tubuh terjadi proses
degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsur seluler
yang rusak dapat diganti dan dibersihkan dari tubuh
3. PERONDAAN (SURVEILLANCE) : yaitu perondaan diseluruh
tubuh terutama ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap selsel yang berubah menjadi abnormal melalui mutasi. Perubahan terjadi
spontan atau dapat diinduksi oleh zat kimia, radiasi dan infeksi virus.
Fungsi perondaan bertugas selalu waspada dan mengenal adanya
perubahan membuang konfigurasi yang timbul pada permukaan sel
yang abnormalk
2.4 Respon Imun
Tahap :

Deteksi dan mengenali benda asing, Komunikasi dengan sel lain untuk
berespons, Rekruitmen bantuan dan koordinasi respons dan estruksi atau supresi
penginvasi
2.5 Jenis-Jenis Sistem Imun
1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh
(pembawaan )
Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
adalah pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Terdiri dari:
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan
mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak
misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan
meninggikan resiko infeksi.
b. Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel
kulit, telinga, spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim
dalam keringat, ludah , air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap
berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu
juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat
antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram
negatif dan hal tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin
dalam serum dapat mengikat zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman
pseudomonas.
c. Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara
humoral. Bahan-bahan tersebut adalah:
Komplemen

Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit


karena:

Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri


Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat

bakteri
Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri
memudahkan

makrofag

untuk

mengenal

dan

memfagositosis

(opsonisasi).
Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang
mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus.
Interveron mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel
yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu,
interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Sel yang
diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.
CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang
kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca ++ dapat
mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.

d. Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik
seluller.
Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel
utama yang berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
6

Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan


sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai
berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan
mencerna. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon
terhadap berbagai factor sperti produk bakteri dan factor biokimiawi yang dilepas
pada aktivasi komplemen. Antibody seperti pada halnya dengan komplemen C 3b
dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang diikat antibody akan
lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut
dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari immunoglobulin pada
permukaan fagosit.
Natural Killer cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak
mempunyai cirri sel limfoid dari siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut
sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan
interveron meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan
efeksitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang
pertama kali muncul dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitiasi
sel-sel imun tersebut. Bila sel imun tersebut berpapasan kembali dengan benda
asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat,
kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya
mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu
disebut spesifik.sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin kerjasama yang baik antara
antibodi, komplemen , fagosit dan antara sel T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu;
a. Sistem imun spesifik humoral

Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B.
sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda
asing maka sel tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma
yang dapat menbentuk zat anti atau antibody. Antibody yang dilepas dapat
ditemukan didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah untuk pertahanan
tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.
b. Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau
sel T. sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang
disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan
dapat memberikan pengaruhnya terhadap diferensiasi sel T diperifer. Berbeda
dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset yang mempunyai fungsi
berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan terhadap
bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
1. Alamiah
a. Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih
yang disensitisasi dari badan seorang yang imun ke orang lain yang imun,
misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke anak.
b. Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara
alamiah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody atau sel
yang tersensitisasi.
2. Buatan
a. Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody,
antitoksin misalnya pada tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi
imun atau pemberian sel yang sudah disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
b. Aktif

Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui


pemberian toksoid tetanus, antigen mikro organism baik yang mati maupun yang
hidup.
2.6 Antigen dan Antibodi
Antigen
a. Pengertian
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari
limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus,
bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan
pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang
dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan
dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi
(Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
b. Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan
normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi
tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau
polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri
mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga
antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan
racun.
c. Karakteristik
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun
adalah sebagai berikut:

Asing (berbeda dari self )


Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat

imunogenik, jadi untuk menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai
nonself.

Ukuran molekul

Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran


besar. Molekul dengan berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat
imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti asam amino tidak bersifat
imunogenik.

Kompleksitas kimiawi dan struktural


Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya

homopolimer asam amino kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan


heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang berbeda.

Determinan antigenic (epitop)


Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut

dengan determinan antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau
lebih determinan. Suatu determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau
gula.

Tatanan genetic penjamu


Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda

terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.

Dosis, cara dan waktu pemberian antigen


Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka

respon imun tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen
dengan cermat (termasuk jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian
(termasuk interval diantara dosis yang diberikan)
d. Pembagian Antigen
Secara fungsional

Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).


Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.

Pembagian antigen menurut epitope

Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop


pada satu molekul

10

Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau

lebih determian tersebut ditemukan pada satu molekul.


Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam

tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).


Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan
banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat
molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi). (Baratawidjaja 1991:
14)

Pembagian antigen menurut spesifisitas

Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang

berbeda.
Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam

satu spesies.
Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama

dari spesies yang berbeda.


Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri
(Baratawidjaja 1991: 14-15; Sell

: 910).

Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T

T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel
B untuk dapat menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah

antigen protein.
T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan
sel Tuntuk membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar
polimerik yang dipecah di dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.
(Baratawidjaja 1991: 15).

Pembagian antigen menurut sifat kimiawi

Hidrat arang (polisakarida)


Hidrat

arang

pada

umumnya

imunogenik.

Glikoprotein

dapat

menimbulkan respon imun terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang

11

ditimbulkan golongan darah ABO, mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun
yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.

Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat

oleh protein carrier. Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah
sphingolipid.

Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh

protein carrier. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik.


Respon imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan SLE.

Protein
Kebanyakan

protein

adalah

imunogenik

dan

pada

umunya

multideterminan univalent.(Baratawidjaja 1991: 15)


e. Reaksi Antigen dan Antibodi
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil
yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen
bila dia melekat pada protein tubuh kita yang dikenal dengan istilah hapten.
Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal
maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel
limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B
menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada
membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah antigen
merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul
immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu.
Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen
yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon
imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar
sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang
memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan
molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.

12

Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara


lain:
1. Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen
dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
2. Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di
antaranya:

Netralisasi

Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen


menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin
bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

Aglutinasi

Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang
tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan

Presipitasi

Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,


sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya
mengendap.

Fagositosis

Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat
reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang
mengandung antigen tersebut.

Sitotoksis

Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel


pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell
kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum
dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
3. Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari
interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
Antibodi
13

a. Pengertian
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang
teraktifasi oleh antigen. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein
dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata
ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem
kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu.
b.

c.

Fungsi
Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.
Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat

antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa,
dan pantas dicermati. Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal
struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen).
Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan. Sulit bagi seseorang untuk
mengingat pola kunci, walau cuma satu, Akan tetapi, satu sel B yang sedemikian
kecil untuk dapat dilihat oleh mata, menyimpan jutaan bit informasi dalam
memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang tepat.
d. Proses Pembentukan Antibodi
Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi
tersebut diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody
yang dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan

nanti antibody tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang.


Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang
menghasilkan reaksi imunitas, dimana prosesnya adalah:

Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke


dalam tubuh, maka tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda
asing. karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia tidak sanggup untuk di
hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga memproduksi toksinsebagai
pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga memproduksi APC yang
berfungsi mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar respon imun
berlangsung dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T.
e. Klasifikasi Antibodi
IgG (Imuno globulin G)

14

IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam


waktu beberapa hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu
sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah,
sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah, langsung menuju
musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka mempunyai efek kuat antibakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan
virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan
bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena
kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam
plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika antibodi
tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk
ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan
mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi
sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.

IgA (Imuno globulin A)


Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen

seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah
lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung
dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media lembap
seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian
tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam
pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi
daerah kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam
kandungan. Setelah kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi,
melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan
pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru
lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem
pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang
setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur
beberapa minggu.

15

IgM (Imuno globulin M)


Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B.

Pada saat organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan
antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan musuh. Janin dalam rahim
mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika musuh
menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan
meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat
diketahui dari kadar IgM dalam darah.

IgD (Imuno globulin D)


IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B.

Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan


dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen.

IgE (Imuno globulin E)


IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini

bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya
untuk berperang. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh.
Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang mengalami alergi.

2.7 Sel-Sel Sistem Imun


1. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen
pencetus pernah atau belum pernah dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi
terlebih dahulu seperti pada sistem imun spesifik. Lebih jauh lagi respon imun
non spesifik merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang
mengancam. Sel-sel yang berperan dalamnsistem imun nonspesifik adalah sel
fagosit, sel nol, dan sel mediator.
a)

Sel Fagosit

16

Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu fagosit mononuclear dan fagosit
polimorfonuklear. Fagosit mononuclear terdiri dari sel monosit dan sel makrofag,
sedangkan fagosit polimorfonuclear terdiri dari neutrofil dan eusinofil.
Sel Monosit dan Sel Makrofag
Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %. Monosit
bersirkulasi dalam darah hanya selama beberapa jam, kemudian bermigrasi ke
dalam jaringan, dan berkembang menjadi makrofaga (macrophage) besar
(pemangsa besar). Makrofaga jaringan, yang merupakan sel-sel fagositik terbesar,
adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur panjang. Sel-sel ini menjulurkan
kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke polisakarida pada
permukaan mikroba dan menelan mikroba itu, sebelum kemudian dirusak oleh
enzim-enzim di dalam lisosom makrofaga itu.
Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain
tetap tinggal secara permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru
(makrofaga alveoli), hati (sel-sel Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel
mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada limpa, nodus limfa, serta jaringan
limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul asing yang memasuki
darah menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat dalam bangun limpa yang
mirip dengan jarring, sementara yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke
dalam limfa dan disaring melalui nodus limfa.
Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk
menghindari perusakan oleh sel fagositik. Beberapa bakteri mempunyai kapsul
bagian luar yang tidak dapat ditempeli makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah
Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat resisten terhadap perusakan oleh
lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam makrofaga.

Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam
sumsum tulang. Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit).

17

Neutrofil adalah fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang
berkembang menjadi makrofaga besar dan aktif. Sel-sel yang dirusak oleh
mikroba yang menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil
dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan yang terinfeksi,
lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana. (Migrasi menuju sumber zat
kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di dalam neutrofil terdapat
enzim lisozim dan laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing
lainnya yang telah difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil
mati dengan melepaskan zat-zat limfokin yang mengaktifasi makrofag. Biasanya,
neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam karena neutrofil
cenderung merusak diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.
Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal
myeloid. Ukuran sel ini sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga
sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah 2-5% dari sel darah putih. Peningkatan
eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi
parasit internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni). Walaupun
kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat difagositosis oleh eosinofil atau oleh
sel fagositik lain, namun eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit melalui
molekul permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh
banyak parasit. Selain itu, eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk
berkumpul dalam jaringan yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini
disebabkan oleh faktor kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang
menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang meradang. Sel fagosit
terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam proses peradangan.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga berinteraksi dengan
komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.
b)

Sel Nol
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak

mengandung petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu

18

disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar yang
khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan
membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel
NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler. Sel
jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di dalam sumsum tulang ini juga
tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan merupakan 10 % 20 % bagian dari
limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan limfosit T.

c)

Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan trombosit.

Sel tersebut disebut sebagai mediator dikarenakan melepaskan berbagai mediator


yang berperan dalam sistem imun.
Sel basofil dan sel mast
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan diduga
juga dapat berfungsi sebagai fagosit. Sel basofil secara struktural dan fungsional
mirip dengan sel mast, yang tidak pernah beredar dalam darah tapi tersebar di
jaringan ikat di seluruh tubuh. Awalnya sel basofil dianggap berubah menjadi sel
mast dengan bermigrasi dari sistem sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan
bahwa basofil berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel
prekursor yang terletak di jaringan ikat. Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak
sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan di sekitar
pembuluh darah dan mengandung sejumlah heparin dan histamine. Sel mast yang
kedua ditemukan di slauran cerna dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4
dan ditingkatkan pada infeksi parasit. Baik sel basofil maupun sel mast memiliki
reseptor untuk IgE dan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang
berkaitan dengan antibodi IgE. Kemudian bila terdapat alergen spesifik berikutnya
yang bereaksi dengan antibodi, maka perlekatan keduanya menyebabkan sel mast
atau basofil rupture dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin, serotonin,
heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, dan sejumlah enzim

19

lisosomal. Bahan-bahan inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu


keduanya pun dapat membentuk dan menyimpan heparin dan histamin.
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di
sumsum tulang belakang. Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang
meradang, dimana apabila terpajan ke tromboplastin jaringan di jaringan yang
cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan melalui proses berjenjang yang
melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan, diubah menjadi fibrin.
Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi ruang-ruang di sekitar
bakteri dan sel yang rusak.
2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik
a) Sel T
Karakteristik Sel T

Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel sel ini harus berkontak langsung

dengan sasaran suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai
oleh sel (cell-mediated immunity, imunitas seluler).

Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap

Sel T memiliki protein-protein reseptor unik.

Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di

permukaan suatu sel yang juga membawa penanda identitas individu yang
bersangkutan, yaitu, baik antigen asing maupun antigen diri harus terdapat di
permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti keduanya.

Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian

kecil tetap dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap
merespon secara lebih cepat dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul
kembali di sel tubuh.

Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam

kombinasi dengan antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang
diwariskan ke semua turunan sel T berikutnya

20

Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum

sel T teraktivasi besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.


Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon
sel T komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari,
menghasilkan sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai
respons imunitas seluler. Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran
mereka setelah diaktifkan oleh antigen.

Sel Tc (cytotocic)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing,

misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

Sel Th (helper)
Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat

aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan
mengaktifkan makrofag.

Sel Ts (supperssor)
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik

dan penolong. Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam
subpopulasi penolong dan penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam
destruksi patogen secara imunologik. Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T
regulatorik, karena mereka memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta
aktivitas mereka sendiri dan aktivitas makrofag.

Sel Tdh (delayed hypersensitivity)


Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi

lainnya ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya,


sel Tdh sebenarnya menyerupai sel Th.

Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang

mempunyai efek biologic. Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel
21

T yang disensitisasi. Beberapa jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor


supresor, factor penolong , dan sebagainya.
b) Sel B
Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi.
Fungsi utamanya ialah memproduksi antibodi. Sel B ditandai dengan adanya
immunoglobulin yang dibentuk didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian
menempel pada permukaan sel yang selanjutnya berfungsi sebagai reseptor
antigen. Kebanyakan sel perifer mengandung IgM dan IgD dan hanya beberapa
sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE, pada permukaannya. Sel B dengan IgA
banyak ditemukan dalam usus. Antibody permukaan tersebut dapat ditemukan
dengan teknik imunofluoresen.
2.8 Prinsip Umum Terapi Imunologi
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang
optimal adalah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan
dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup:
pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi
sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat
imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat
imunosupresan akan jauh berkurang.
2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang
berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu
antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan
sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit
autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif
sulit diatasi.

2.9 Obat Imunologi


22

1. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan siklosporin dalam
mencegah penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga berguna untuk penyakit
autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini disetujui untuk digunakan dalam
pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan berat pada orang dewasa dan pada
psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat lain.

Nama : 4-amino-4-deoxy10-methylpteoryl-L-glutamic acid.

Struktur kimia : C20H22N8O5

Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye,


higroskopis. Praktis tidak larut dalam air, alkohol, diklorometan,
terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan karbonat.

Golongan/Kelas Terapi: Antineoplastik, Imunosupresan dan obat


utnuk terapi.

INDIKASI
Pengobatan untuk neoplasma trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis,
termasuk terapi poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma
payudara, karsinoma leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma,
sarcoma jaringan lunak, karsinoma saluran gastrointestinal, karsinoma esofagus,
karsinoma testes, karsinoma limfoma.
FARMAKOKINETIK
Onset kerja : Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih
lama dari 12 minggu.
Absorpsi : Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak
lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi lambat sampai cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites),
eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta,
23

jumlah sedikit masuk kelenjar susu, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di


ginjal dan hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora intestinal pada DAMPA dengan
karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat
di hati; poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan
metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel.
T eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.
Ekskresi : Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu kamar (15-25C), hindari cahaya matahari
langsung.
FARMAKODINAMIK
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan
hebat ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan
psoriasis

atau

reumatoid

artritits,penyakit

alkoholik

hati,AIDS,darah

diskariasis,kehamilan,menyusui.
EFEK SAMPING
Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis.
Hematologi dan/atau toksisitas gastrointestinal : sering terjadi pada
penggunaan umum dari dosis umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit
terjadi ketika digunakan pada dosis topikal untuk reumatoid artritis.
SSP : (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis tinggi): Arachnoides:
Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan
demam, dapat alleviated dengan pengurangan dosis.

24

KEDOKTERAN GIGI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual,


muntah, diare, anoreksia, perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis;
terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti setelah 2 minggu).
Hematologi:

Leukopenia,

trombositopenia.Ginjal:

Gagal

ginjal,

azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis. 1%-10%.

DOSIS
Dosis 100 500 mg/m membutuhkan leucovorin rescue, > 500 mg/m harus
menggunakan leucovorin rescue baik secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10
mg/m setiap 6 jam untuk 6-8 dosis dimulai 24 jam setelah pemberian
metotreksat. Pemberian leucovorin dilanjutkan sampai kadar metotreksat dalam
darah sebesar < 0.1 micromolar. Jika kadar metotreksat setelah 48 jam > 1
mikromolar atau setelah 72 jam > 0.2 micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m
setiap 6 jam sampai kadar metotreksat sebesar < 0.1 micromolar.

NAMA DAGANG
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,Methotrexate Kalbe.

2. KORTIKOSTEROID

Yang digunakan sebagai imunosupresan adalah golongan glukokortikoid yaitu


prednison dan prednisolon. Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakan sebagai
obatTunggal atau dalam kombinasi dengan imunosupresanLain untuk mencegah
reaksi penolakan transplantasi danUntuk mengatasi penyakit aoutoimun.

FARMAKOKINETIK

25

Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secaraCepat, terutama bila


diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru menunjukkan bahwa kortikosteroid
menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas seluler.
FARMAKODINAMIK
Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspor
menembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik
glukokortikoid heat-shock protein kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan
kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor ke dalam inti, dimana akan
berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada berbagai gen dan
protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya. Pada
keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya dengan
DNA; jadi hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA. Perbedaan
kerja glukokortikoid pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh protein
spesifik jaringan lain yang juga harus terikat pada gen untuk menimbulkan
ekspresi unsur respons glukokortikoid utama. Selain itu, glukokortikoid
mempunyai beberapa efek penghambatan umpan balik yang terjadi terlalu cepat
untuk dijelaskan oleh ekspresi gen. Efek ini mungkin diperantarai oleh
mekanisme nontranskripsi

PENGGUNAAN KLINIK
Kortikosteroid biasanya digunakan bersama imunosupresanLain dalam mencegah
penolakan transplantasi.Untuk ini diperlukan dosis besar untuk beberapa
hari.Kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi reaksi Alergi yang bisa
timbul pada pemberian antibodi monoklonal Atau antibodi antilimfosit.juga
digunakan untuk berbagai Penyakit autoimun

TOKSISITAS

26

Penggunaan steroid dalam jangka panjang sering menimbulkan berbagai efek


samping,seperti meningkatnya Risiko infeksi.

3. AZATIOPRIN
Digunakan untuk menekan penolakan cangkok ginjal, pengobatan
artritis rematoid berat
Dalam tubuh Azatioprin dipecah oleh Glutation Merkaptopurin
mempengaruhi sintesa dan penggunaan prekursor RNA dan
DNA
Pemberian Allopurinol bersama Azotiprin menurunkan kadar
Azatioprin diplasma
ESO : leukopenia dan trombositopenia, mual,
muntah
Sediaan dan Dosis
Sediaan :
Oral : 50 mg/table
Injeksi IV 100 mg/vial
Dosis :
Profilaksis : 3-10 mg/kg BB/hari diberikan 1-2 hari sebelum
cangkok ginjal atau pada hari operasi
Dodis penunajang : 1-3 mg/kg BB/hari
Pengobatan Artritis rematoid : dimulai dengan dosis 1 mg/kg
BB/hari. Diberikan selama 6-9 minggu dosis diturunakan
pelahan-lahan samapai maksimum 0.25 mg/kk BB/hari.

4. SIKLOFOSFAMID

Secara umum Siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan


meningkatkan respon imun selular
Dalam tubuh Siklofosfamid harus diaktifkan oleh enzim mikrosom
dihepar penggunaan bersama obat lain yang mempengaruhi
sistem
enzim
(fenobarbital,
glukokotikoid
memerlukan
penyesuaian dosis)
Indikasi dan Dosis
INDIKASI :
Bedah cangkok
Artritis rematoid

27

Sindrom nefrotik (terutama pada anak)


Granulomatosis

DOSIS :
Dosis 1,5-3 mg/kg BB/hari.

Mekanisme kerja :
Siklofosfamid merupakan pro drug yang dalam tubuh mengalami konversi oleh
enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan aldofosfamid yang
merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami perubahan non
enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid dipengaruhi oleh
penghambat atau perangsang enzim metabolismenya. Sebaliknya, siklofosfamid
sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi
aktivitas obat lain.
Efek samping
Seiring dengan efek yang diperlukan, obat dapat menyebabkan beberapa efek
yang tidak diinginkan. Beberapa efek samping yang akan memiliki beberapa tanda
dan gejala. Efek samping mungkin dapat muncul setelah berbulan-bulan atau
bertahun-tahun setelah mengonsumsi obat ini. Efek samping yang baru terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun mungkin termasuk jenis kanker tertentu, seperti
leukemia, limfoma, atau kanker kulit.
Segera hubungi dokter jika terjadi salah satu efek samping berikut ini:
1. Batuk atau suara serak
2. Demam atau kedinginan
3. Punggung bawah atau samping nyeri
4. Nyeri atau sulit buang air kecil
5. Kelelahan atau kelemahan

28

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri
dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan
flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

29

DAFTAR PUSTAKA

Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar


edisi VIII. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Ernets, Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa
Aksara.

30

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. ACTH dan Kortikosteroida dalam
Obat- obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya :
halaman723-731 ; Edisi keenam. Jakarta, 2007

31

Вам также может понравиться

  • Evaluasi Daffa
    Evaluasi Daffa
    Документ13 страниц
    Evaluasi Daffa
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Lesi Lokal Geografic Tounge
    Lesi Lokal Geografic Tounge
    Документ13 страниц
    Lesi Lokal Geografic Tounge
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Pulpek Anak
    Pulpek Anak
    Документ13 страниц
    Pulpek Anak
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Sindrom Heerfordt
    Sindrom Heerfordt
    Документ4 страницы
    Sindrom Heerfordt
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Panduan SL Blok Edentulous Crown Anterior
    Panduan SL Blok Edentulous Crown Anterior
    Документ14 страниц
    Panduan SL Blok Edentulous Crown Anterior
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Ilovepdf Merged
    Ilovepdf Merged
    Документ93 страницы
    Ilovepdf Merged
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Modul 8
    Modul 8
    Документ1 страница
    Modul 8
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • CBD GTJ
    CBD GTJ
    Документ15 страниц
    CBD GTJ
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Cover Laporan Puskesmas Fix
    Cover Laporan Puskesmas Fix
    Документ10 страниц
    Cover Laporan Puskesmas Fix
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Puskes Lubeg
    Puskes Lubeg
    Документ2 страницы
    Puskes Lubeg
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • OM
    OM
    Документ18 страниц
    OM
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • Poster
    Poster
    Документ3 страницы
    Poster
    heni tarida
    Оценок пока нет
  • MAKALAH
    MAKALAH
    Документ14 страниц
    MAKALAH
    heni tarida
    Оценок пока нет