Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah sebuah penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Estimasi terakhir
IDF diperkirakan sebanyak 382 juta orang di dunia menderita DM pada tahun 2013. Pada tahun
2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang, 175 diantaranya
belom terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari
dan tanpa pencegahan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
DM tipe 2 yaitu 5,7%, di mana 4,2% di antaranya baru diketahui atau baru didiagnosis.
Prevalensi DM di daerah perkotaan di Indonesia sebesar 4,6%, dengan 3,5% di antaranya belum
terdiagnosis.
International Diabetes Federation (IDF) menempatkan Indonesia di urutan ke-7 dengan
8,5 juta penderita DM dan diperkirakan menjadi 14,1 juta penderita diabetes di tahun 2035.
Prevalensi DM meningkat seiring peningkatan obesitas, gaya hidup sedentary, dan peningkatan
populasi usia tua.4,6 Peningkatan kadar gula darah pada DM dapat mengakibatkan kerusakan
organ tubuh. Glukosa darah yang tidak terkontrol akan meningkatkan risiko komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Kontrol gula darah yang baik dapat menurunkan risiko
komplikasi.7-9 Penurunan 1% HbA1c akan menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler,
seperti retinopati diabetes, neuropati, dan nefropati sebesar 40% dan risiko kematian terkait
diabetes sebesar 21%.6,10 Walaupun penelitian menunjukkan kontrol gula darah yang baik dapat
menurunkan risiko terjadinya komplikasi, hampir setengah pasien DM belum men capai target
gula darah yang direkomendasikan oleh American Diabetic Association, yaitu HbA1c <7%.6,11.

Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, gangguan pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang
diabetes mellitus mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penyakit jantung koroner
dan penyakit pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat
kerusakan retina daripada pasien non diabetes. Usaha untuk menyembuhkan kembali menjadi
normal sangat sulit jika sudah terjadi penyulit, karena kerusakan yang terjadi umumnya akan
menetap.
Terdapat dua kategori utama diabetes mellitus yaitu diabetes tipe satu dan tipe 2. Diabetes
tipe 1, dulu disebut Insulin-dependent atau juvenile/childhood-onset diabetes, ditandai dengan
kurangnya produksi insulin. Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-onset
diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes tipe 2
merupakan 90% dari seluruh diabetes. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang
didapatkan saat kehamilan. Tolaransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired Glukosa
Tilerance (IGT) dan Glukosa Darah Puasa terganggu (GDP terganggu) atau Impaired Fasting
Glycaemia (IFG) merupakan kondisi transisi antara normal dan diabetes. Orang dengan IGT atau
IFG beresiko tinggi berkembang menjadi diabetes tipe 2. Dengan penurunan berat badan dan
perubahan gaya hidup, perkembangan menjadi diabetes dapat dicegah dan ditunda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan Menurut WHO 1999 Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.

2.2 ETIOLOGI PENYAKIT


Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah terganggu ,
insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah
tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem energi dan
tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan
didalam air kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan
kadar gula dalam darah sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi jika ini
terjadi maka terjadilah diabetes mellitus.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai berikut :

a. Genetik atau Faktor Keturunan


Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan
juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya
kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai
pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana, 2008).
b. Virus dan Bakteri
Virus yang menyebabkan DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli
kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM (Maulana, 2008).
c. Bahan Toksin atau Beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung, yakni
allixan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis jamur) (Maulana,
2008).
d. Asupan Makanan
Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan asupan
makanan, baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Asupan makanan yang
berlebihan merupakan factor risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Salah
satu asupan makanan tersebut yaitu asupan karbohidrat. Semakin berlebihan asupan
makanan semakin besar kemungkinan terjangkitnya DM (Maulana, 2008).

e. Obesitas
Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan kegemukan atau obesitas. Pada
kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan sel seperti ini akan
menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya
lebih banyak dari keadaan pada waktu tidak gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan
resistensi terhadap insulin (Hartini, 2009)

Menurut ADA Diabetes mellitus dibagi menjadi beberapa yaitu:


N
O
1

TIPE DIABETES
Diabetes Mellitus Tipe 1:
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik

Diabetes Mellitus Tipe 2


Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resistensi insulin
Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel :
kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),
kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)
DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
5

Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
Chorea, Prader Willi

Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara,

tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2


Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

2.3 TANDA DAN GEJALA DIABETES MELLITUS


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala
yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang
sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),

polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
1. Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
2. Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah
terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf.
Kriteria diagnosis DM yaitu:
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.

2.4 PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini
berkembang pada anak-anak atau ada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan
sel pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Reaksi
autoimun umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13 tahun) yang ditandai oleh
adanya parameter-parameter sistem imun ketika terjadi kerusakn sel . Hiperglikemia
terjadi bila 80-90% dari sel rusak. Penyakit DM dapat menjadi penyakit menahun
dengan resiko komplikasi dan kematian. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
autoimun tidak diketahui, tetapi proses itu diperantarai oleh makrofag dan limfosit T
dengan autoantibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen .
DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin ditandai dengan
peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa
hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel
mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan
karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya olahraga, dan
obesitas) dibandingkan pengaruh genetik. Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain (12% dari semua kasus diabetes) termasuk gangguan endokrin (misalnya akromegali,
8

sindrom Cushing), diabetes melitus gestational (DMG), penyakit pankreas eksokrin


(pankreatitis), dan karena obat (glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan -interferon).

2.5 PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS


Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes
yaitu:

Parameter
Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa Plasma Puasa
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur
(Bedtime blood glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur
(Bedtime plasma glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1c

Kadar Ideal yang Diharapkan


80120mg/dl
90130mg/dl
100140mg/dl
110150mg/dl
<7 %
<7mg/dl
>45mg/dl (pria)

Kadar Kolesterol HDL


>55mg/dl (wanita)
<200mg/dl
<130/80mmHg

Kadar Trigliserida
Tekanan Darah
A. Terapi non farmakologi
1. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan
partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif
danberupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami
penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri,dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,ketaatan pengunaan
obat-obatan, berhenti merokok,meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan
diet tinggi lemak.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang,

sesuai

dengan

kebutuhan

kalori

masing-masing

individu,dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi


makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein
10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar25g/hari.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu,masing-masing selama kurang
lebih 30 menit.Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti berjalan santai,
jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjag akebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
B.Terapi Farmakologi

10

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1) Antidiabetes Oral
GOLONGAN

CONTOH

MEKANISME KERJA

OBAT
Sulfonilurea

Glibenklamide
Glimepirida
Glipizid
Gliklazida

Biguanida

Merangsang sekresi
insulin di kelenjar

EFEK

PENURUNAN

SAMPING

HbA1c

BB naik
hipoglikemia

1,0- 2,0 %

Dispepsia,
diare,

1,0-2,0%

pankreas, sehingga hanya


efektif pada penderita
diabetes yang sel-sel
pankreasnya masih

Klorpropamid

berfungsi dengan baik

Metformin

Bekerja langsung pada


hati (hepar), menurunkan
produksi glukosa hati.

asidosis laktat

Tidak merangsang sekresi


insulin
oleh kelenjar pankreas.
Meglitinid

Repaglinide

Merangsang sekresi
insulin di kelenjar

Tiazolidindion

Nateglinide

pankreas

Rosiglitazone

Meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin.
11

BB naik
hipoglikemia

0,5-1,5%

Edema

0,5-1,4%

Troglitazone

Berikatan dengan PPAR


(peroxisome proliferator

Pioglitazone

activated receptorgamma) di otot, jaringan


lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi
insulin

Inhibitor -

Acarbose

glukosidase

Miglitol

Menghambat kerja enzim-

Flatulen, tinja

enzim pencenaan yang

lembek

0,5-0,8%

mencerna karbohidrat,
sehingga memperlambat
absorpsi glukosa ke dalam
darah

I.

GOLONGAN SULFONILUREA
1. Glibenklamid (IONI 2008)
Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ibu menyusui,


ketoasidosis.

Efek samping

: umumnya

ringan

dan

jarang

terjadi,

diantaranya

gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan konstipasi.


Dosis

: dosis awal 5 mg 1 kali sehari; segera setelah selasai makan pagi (dosis
lanjut usia 2,5 mg).

2. Gliklazid (IONI 2008)


12

Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ibu menyusui,


ketoasidosis, hipersensitif terhadap gliklazid, diabetes tipe 1.

Efek samping

: umumnya

ringan

dan

jarang

terjadi,

diantaranya

gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan konstipasi. Efek


samping laiinya lebih jarang dilaporkan yaitu : reaksi pada kulit dan
jaringan subkutan, gangguan hematologi, gangguan sistem hepatobiliari, peningkatan kadar enzim hati, dan gangguan visual.
Dosis

: dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari; ditentukan beradasarkan respon :


hingga 160 mg diberikan bersama sarapan, dosis lebih tinggi diberika
terbagi, maksimal 240 mg/hari dalam 1-2 kali.

3. Glimepirid (IONI 2008)


Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ibu menyusui,


ketoasidosis.

Efek samping

: umumnya

ringan

dan

jarang

terjadi,

diantaranya

gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, konstipasi, hiponatremia.


Dosis

: dosis awal 1 mg sehari; disesuaikan dengan respon pada tahap


pemberian interval 1 mg pada minggu 1-2 : dosis maksimum harian 4
mg (kejadian luar biasa, sampai 6 mg sehari dapat digunakan ),
diminum secepatnya sebelum atau suapan pertama makan.

13

4. Glipizid (IONI 2008)


Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ibu menyusui,


ketoasidosis.

Efek samping

: umumnya

ringan

dan

jarang

terjadi,

diantaranya

gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, konstipasi, pusing,


mengantuk, hiponatremia.
Dosis

: dosis awal 2,5-5 mg sehari; diminum secepatnya sebelum makan pagi


atau makan siang, disesuaikan dengan respon, dosis maksimum harian
20 mg 50 mg dapat diberikan sebagai dosis tunggal, lebih tinggi
dalam dosis terbagi.

5. Klorpropamid (IONI 2008)


Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ibu menyusui,


ketoasidosis.

Efek samping

: umumnya

ringan

dan

jarang

terjadi,

diantaranya

gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, konstipasi, muka


kemerahan setelah minum alkohol,hiponatremia.
Dosis

: dosis awal 250 mg sehari pada saat makan pagi (dosis lanjut usia 100125 mg), dosis maksimum 500 mg sehari.

II.

GOLONGAN MEGLITINID
1. Repaglinid (IONI 2008)
Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

14

Kontra indikasi

: ketoasidosis, gangguan fungsi ahti berat, ibu hamil dan menyusui.

Efek samping

: nyeri perut, diare, konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia (jarang


terjadi), reaksi hipersensitifitas termasuk pruritus, kemerahan,
vaskulitis, urtikaria dan gangguan penglihatan.

Dosis

: awal 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum makan ( 1 mg jika


mendapat obat hipoglikemia oral lain) disesuaikan dengan respon
pada interval 1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal, dosis
maksimum 16 mg sehari, anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut
usia diatas 75 tahun tidak dianjurkan.

2. Nateglinid (IONI 2008)


Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: ketoasidosis, ibu hamil dan menyusui.

Efek samping

: hipoglikemia, reaksi hipersensitif termasuk pruritus, kemerahan dan


urtikaria.

Dosis

: awal, 60 mg tiga kali sehari diberikan 30 menit sebelum makan,


disesuikan dengan respon, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari,
anak, remaja dibawah 18 tahun tidak dianjurkan.

III.

GOLONGAN BIGUANIDA
1. Metformin (IONI 2008)
Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis, hentikan bila terjadi kondisi


seperti hipoksia jaringan (sepsis, kegagalan pernapasan, infark
miokard, gangguan hati), wanita hamil dan menyusui.

15

Efek samping

: anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara), nyeri perut,


rasa logam, asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi),
penurunan penyerapan vitamin B12, eritemia, pruritus, urtikaria dan
hepatis.

Dosis

: dewasa dan anak > 10 tahun : dosis awal 500 mg setelah sarapan
untuk sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah
sarapan dan makan malam untuk sekurang-kurangnya 1 minggu,
kemudian 500 mg setelah sarapan, setelah makan siang dan setelah
makan malam. Dosis maksimum 2 g sehari dalam dosis terbagi.

IV.

GOLONGAN TIAZOLIDINDION
1. Rosiglitazon (IONI 2008)
Indikasi

: Diabetes melitus tipe 2

Kontra indikasi

: gangguan hati, riwayat gagal jantung, kombinasi dengan insulin


(resiko gagal jantung), ibu hamil dan menyusui.

Efek samping

: gangguan saluran cerna, sakit kepala, anemia, perubahan kadar lemak


darah, bertambahnya berat badan, udema, hipoglikemia, peningkatan
nafsu makan (jarang terjadi), gagal jantung, kelelahan, alopesia,
dispnoe, udem paru (jarang), angioedema (sangat jarang) urtikaria.

Dosis

: awal 4 mg sehari, jika digunakan tunggal atau kombinasi dengan


metformin dapat ditingkatkan menjdi 8 mg sehari (dalam 1 atau 2
dosis terbagi) setelah 8 minggu disesuaikan dengan respon; anak dan
remaja dibawah 18 tahun tidak dianjurkan

16

V.

GOLONGAN INHIBITOR -GLUKOSIDASE


1. Akarbosa (IONI 2008)
Indikasi

: Diabetes melitus yang tidak dapat diatur hanya dengan diet atau diet
dengan obat antidiabetik oral.

Kontra indikasi

: wanita hamil dan menyusui, anak, obstruksi usus halus sebagian,


gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.

Efek samping

: tinja lunak, diare, perut kembung dan nyeri, mual (jarang), reaksi pada
kulit dan fungsi hati yang tidak normal.

Dosis

: dosis ditentukan secara individu karena efikasi dan tolerabilitas


bervariasi antara individu. Dosis rekomendasi adalah awal 3 x 50
mg/hari, dilanjutkan dengan 3 x 100 mg/hari, maksimal 3 x 200
mg/hari. Tidak dianjurkan untuk anak dan remaja dibawah 18 tahun.

2) Obat Antidiabetes suntikan


1.

Insulin diperlukan pada keadaan :

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

17

2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya
terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain
rasa sebah dan muntah.
3) Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun
fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar
glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia

oral

dari

kelompok

yang

berbeda

atau

kombinasi

obat

antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis

18

dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah.
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka
perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan.

F. PENCEGAHAN
1.

Pencegahan primer
Pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan

untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa.Materi
penyuluhan meliputi antara lain program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani, dan
menghentikan merokok.
2.

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada

pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan
tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan
19

sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan
sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama
dan perlu selau diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM
yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian
pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah,
pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplateled
dapat menurunkan resiko timbulnya timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang
diabetes.
2. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyakit dalam upaya mencegah terjadinya kecatatan lebih lanjut. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecatatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah 980-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyuit makroangiopati. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kulaitas
hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama dirumah sakit rujukan. Kolaborasi yang
baik antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, raiologi, rehabilitasi medis, gizi, pedoatris, dll), sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

20

BAB III
KASUS DAN PENYELESAIAN

3.1 KASUS
Ny TS 67 th BB 60 kg TB 155 cm . MRS dengan keluhan sering buang air kecil,
penglihatan kabur, mual, muntah dan pusing. Mengaku memiliki riwayat DM
dengan terapi Glibenklamid 1 x 2.5 mg, Metformin 2 x 500 mg dari puskesmas.
Pasien juga mengaku 1 minggu terakhir tidak minum obat secara rutin, karena diet
sudah ketat. pada pemeriksaan awal gula darah sewaktu 450 mg/dl, tekanan darah
tinggi 180/120 mmHG. Di RS pasien mendapatkan terapi metoclorpamide injeksi 3

21

x 1 ampul, paracetamol 3 x 1 tablet, amlodipine 10 mg 1x1 dan novorapid 3 x 15


unit sc.
3.2 PENYELESAIAN
1. Terapi Farmakologi
Menggunakan metoda SOAP

Subjektive
Data pasien
Nama
Usia
BB
TB
Keluhan

: Ny TS
: 67 th
: 60 kg
: 155 cm
: sering buang air kecil, penglihatan kabur, mual, muntah, nyeri

dada, sesak nafas, dan pusing.


History of present illness : Diabetes Melitus

No
1

Nama obat

Indikasi

Mekanisme

Dosis

Metocloprami

Anti emetik

Meringankan

3x10 mg

3x10 mg

3x500 mg

3x500 mg

Hepatotoksik

3x15 IU

0.5 1

Hipoglikemia,

IU/kg/hari
0.5-1 IU x 60

Ruam kulit

Rekomendasi Efek Samping

ambang
rangsang
CPZ

2
3

Paracetamol
Novorapid

Antipiretik

Menghambat

analgesik

prostaglandin

Insulin

Menurunkan

aspartate

gula darah

(rapid acting)

kg. jadi 30-60


IU/ hari sehari
4

Amlodipin

Anti

Sebagai

10 mg

hipertensi

vasodilator

1x1

22

10 mg 1x1

Edema, sakit

arteri perifer

tab/hari

tab/hari

kepala

yang dapat
menyebabkan
penurunan
resistensi
vascular serta
penurunan
tekanan darah
Analisis Obat

Objective
Gula darah sewaktu (GDS) : 450 mg/dl
Diagnosis
: Diabetes mellitus
Tekanan darah
: 170/110 mmHG
IMB
: 60kg/(1,552m) = 24,97

Assesment
a) Ketidakpatuhan pasien terhadap terapi anti diabetik
b) Terdapat kelebihan dosis (dosis terlalu tinggi) pada pemakaian
novorapid sehingga dapat berpotensi hipoglikemia.
c) Terdapat terapi yang kurang tepat yaitu pemberian amlodipin untuk
terapi hipertensi maligna

Planning
23

Tujuan
Meningkatkan kepatuhan

Strategi
Pemberian konseling dan pemantauan terapi

Rasionalitas dosis Novorapid

obat
Dilakukan penyesuaian dosis lazim
berdasarkan berat badan yaitu menjadi 3 x

Penyesuaian Terapi hipertensi maligna

10 IU
Penggunaan first line terapi untuk hipertensi
maligna yaitu Sodium Nitroprusside dengan
dosis 0,25-10 mcg/kg/min infus iv 0,25-10
mcgx 60 kg= 15 mcg- 600 mcg

2. Terapi Nonfarmakologi

Life style modification


1. Diet garam dan gula
2. Tambahan asupan makanan yang mengadung serat, sayuran hijau dan yg
banyak mengandung K+, mg++ , ca++
3. Olahraga rutin
Edukasi terkait kepatuhan terapi

3. Monitoring dan Evaluasi

Tekanan darah harus dibawah 160/100 mmHg segera 1-2 jam


Memantau gula darah sampai mencapai target
Efek samping obat

24

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Pemberian amlodipin pada pasien penderita diabetes militus dengan komplikasi
hipertensi maligna kurang tepat karena hipertensi maligna termasuk hipertensi darurat
medis yang dapat menyebabkan kerusakan organ sehingga perlu obat antihipertensi
kerja cepat untuk mencegah kerusakan organ yaitu sodium nitroprusside.
Penatalaksannan terapi obat menggunakan metoclorpramid, parasetamol, novorapid
insulin, dan sodium nitroprusside.
4.2 Saran
1. Hendaknya kita menjaga kesehatan dalam tubuh kita sejak dini, mulai mengontrol
makanan yang tidak baik untuk kesehatan dalam tubuh kita.
2. Sebagai seorang farmasis sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
dan penatalaksanaanya agar dapat memberikan terapi pada pasien secara optimal.
3. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan sehingga
kami membutuhkan partisipasinya dalam bentuk kritik maupun saran.

25

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association.2011.Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.


Amerika : Diabetes Care
Arya, S.N., 2003, Hypertention in Diabetic Patients Emerging Trends, JIACM 4 (2) : 96
102
BPOM RI.2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : BPOM RI.KOPERPOM,
dan Sagung Seto.
Dr. dr. Fatimah Eliana, SpPD, KEMD.2015.Penatalaksanaan DM Sesuai Konsesnsus
Perkeni
Perkumpulan

Endokrinologi

Indonesia.2011.Konsensus

pengelolaan

danpencegahan

diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.


Direktorat bina farmasi komunitas dan klinik direktorat jendral bina Kefarmasia; n dan Alat
kesehatan.2005.Pharmaceutical care untuk penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta :
DepKes RI
Sukandar E.Y., dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta : PT. ISFI
Vaidya, Chirag K & Ouellete, Jason R., Hypertensive Urgency and Emergency

26

Вам также может понравиться