Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah sebuah penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Estimasi terakhir
IDF diperkirakan sebanyak 382 juta orang di dunia menderita DM pada tahun 2013. Pada tahun
2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang, 175 diantaranya
belom terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari
dan tanpa pencegahan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
DM tipe 2 yaitu 5,7%, di mana 4,2% di antaranya baru diketahui atau baru didiagnosis.
Prevalensi DM di daerah perkotaan di Indonesia sebesar 4,6%, dengan 3,5% di antaranya belum
terdiagnosis.
International Diabetes Federation (IDF) menempatkan Indonesia di urutan ke-7 dengan
8,5 juta penderita DM dan diperkirakan menjadi 14,1 juta penderita diabetes di tahun 2035.
Prevalensi DM meningkat seiring peningkatan obesitas, gaya hidup sedentary, dan peningkatan
populasi usia tua.4,6 Peningkatan kadar gula darah pada DM dapat mengakibatkan kerusakan
organ tubuh. Glukosa darah yang tidak terkontrol akan meningkatkan risiko komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Kontrol gula darah yang baik dapat menurunkan risiko
komplikasi.7-9 Penurunan 1% HbA1c akan menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler,
seperti retinopati diabetes, neuropati, dan nefropati sebesar 40% dan risiko kematian terkait
diabetes sebesar 21%.6,10 Walaupun penelitian menunjukkan kontrol gula darah yang baik dapat
menurunkan risiko terjadinya komplikasi, hampir setengah pasien DM belum men capai target
gula darah yang direkomendasikan oleh American Diabetic Association, yaitu HbA1c <7%.6,11.
Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, gangguan pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang
diabetes mellitus mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penyakit jantung koroner
dan penyakit pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat
kerusakan retina daripada pasien non diabetes. Usaha untuk menyembuhkan kembali menjadi
normal sangat sulit jika sudah terjadi penyulit, karena kerusakan yang terjadi umumnya akan
menetap.
Terdapat dua kategori utama diabetes mellitus yaitu diabetes tipe satu dan tipe 2. Diabetes
tipe 1, dulu disebut Insulin-dependent atau juvenile/childhood-onset diabetes, ditandai dengan
kurangnya produksi insulin. Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-onset
diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes tipe 2
merupakan 90% dari seluruh diabetes. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang
didapatkan saat kehamilan. Tolaransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired Glukosa
Tilerance (IGT) dan Glukosa Darah Puasa terganggu (GDP terganggu) atau Impaired Fasting
Glycaemia (IFG) merupakan kondisi transisi antara normal dan diabetes. Orang dengan IGT atau
IFG beresiko tinggi berkembang menjadi diabetes tipe 2. Dengan penurunan berat badan dan
perubahan gaya hidup, perkembangan menjadi diabetes dapat dicegah dan ditunda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan Menurut WHO 1999 Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.
e. Obesitas
Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan kegemukan atau obesitas. Pada
kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan sel seperti ini akan
menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya
lebih banyak dari keadaan pada waktu tidak gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan
resistensi terhadap insulin (Hartini, 2009)
TIPE DIABETES
Diabetes Mellitus Tipe 1:
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
resistensi insulin
Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel :
kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),
kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)
DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
5
Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
Chorea, Prader Willi
polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
1. Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
2. Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah
terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf.
Kriteria diagnosis DM yaitu:
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
2.4 PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini
berkembang pada anak-anak atau ada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan
sel pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Reaksi
autoimun umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13 tahun) yang ditandai oleh
adanya parameter-parameter sistem imun ketika terjadi kerusakn sel . Hiperglikemia
terjadi bila 80-90% dari sel rusak. Penyakit DM dapat menjadi penyakit menahun
dengan resiko komplikasi dan kematian. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
autoimun tidak diketahui, tetapi proses itu diperantarai oleh makrofag dan limfosit T
dengan autoantibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen .
DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin ditandai dengan
peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa
hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel
mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan
karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya olahraga, dan
obesitas) dibandingkan pengaruh genetik. Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain (12% dari semua kasus diabetes) termasuk gangguan endokrin (misalnya akromegali,
8
Parameter
Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa Plasma Puasa
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur
(Bedtime blood glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur
(Bedtime plasma glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1c
Kadar Trigliserida
Tekanan Darah
A. Terapi non farmakologi
1. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan
partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif
danberupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami
penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri,dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,ketaatan pengunaan
obat-obatan, berhenti merokok,meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan
diet tinggi lemak.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang,
sesuai
dengan
kebutuhan
kalori
masing-masing
individu,dengan
10
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1) Antidiabetes Oral
GOLONGAN
CONTOH
MEKANISME KERJA
OBAT
Sulfonilurea
Glibenklamide
Glimepirida
Glipizid
Gliklazida
Biguanida
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar
EFEK
PENURUNAN
SAMPING
HbA1c
BB naik
hipoglikemia
1,0- 2,0 %
Dispepsia,
diare,
1,0-2,0%
Klorpropamid
Metformin
asidosis laktat
Repaglinide
Merangsang sekresi
insulin di kelenjar
Tiazolidindion
Nateglinide
pankreas
Rosiglitazone
Meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin.
11
BB naik
hipoglikemia
0,5-1,5%
Edema
0,5-1,4%
Troglitazone
Pioglitazone
Inhibitor -
Acarbose
glukosidase
Miglitol
Flatulen, tinja
lembek
0,5-0,8%
mencerna karbohidrat,
sehingga memperlambat
absorpsi glukosa ke dalam
darah
I.
GOLONGAN SULFONILUREA
1. Glibenklamid (IONI 2008)
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
: umumnya
ringan
dan
jarang
terjadi,
diantaranya
gangguan
: dosis awal 5 mg 1 kali sehari; segera setelah selasai makan pagi (dosis
lanjut usia 2,5 mg).
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
: umumnya
ringan
dan
jarang
terjadi,
diantaranya
gangguan
Kontra indikasi
Efek samping
: umumnya
ringan
dan
jarang
terjadi,
diantaranya
gangguan
13
Kontra indikasi
Efek samping
: umumnya
ringan
dan
jarang
terjadi,
diantaranya
gangguan
Kontra indikasi
Efek samping
: umumnya
ringan
dan
jarang
terjadi,
diantaranya
gangguan
: dosis awal 250 mg sehari pada saat makan pagi (dosis lanjut usia 100125 mg), dosis maksimum 500 mg sehari.
II.
GOLONGAN MEGLITINID
1. Repaglinid (IONI 2008)
Indikasi
14
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
III.
GOLONGAN BIGUANIDA
1. Metformin (IONI 2008)
Indikasi
Kontra indikasi
15
Efek samping
Dosis
: dewasa dan anak > 10 tahun : dosis awal 500 mg setelah sarapan
untuk sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah
sarapan dan makan malam untuk sekurang-kurangnya 1 minggu,
kemudian 500 mg setelah sarapan, setelah makan siang dan setelah
makan malam. Dosis maksimum 2 g sehari dalam dosis terbagi.
IV.
GOLONGAN TIAZOLIDINDION
1. Rosiglitazon (IONI 2008)
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
Dosis
16
V.
: Diabetes melitus yang tidak dapat diatur hanya dengan diet atau diet
dengan obat antidiabetik oral.
Kontra indikasi
Efek samping
: tinja lunak, diare, perut kembung dan nyeri, mual (jarang), reaksi pada
kulit dan fungsi hati yang tidak normal.
Dosis
17
oral
dari
kelompok
yang
berbeda
atau
kombinasi
obat
antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
18
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah.
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka
perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan.
F. PENCEGAHAN
1.
Pencegahan primer
Pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan
untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa.Materi
penyuluhan meliputi antara lain program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani, dan
menghentikan merokok.
2.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan
tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan
19
sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan
sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama
dan perlu selau diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM
yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian
pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah,
pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplateled
dapat menurunkan resiko timbulnya timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang
diabetes.
2. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyakit dalam upaya mencegah terjadinya kecatatan lebih lanjut. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecatatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah 980-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyuit makroangiopati. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kulaitas
hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama dirumah sakit rujukan. Kolaborasi yang
baik antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, raiologi, rehabilitasi medis, gizi, pedoatris, dll), sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
20
BAB III
KASUS DAN PENYELESAIAN
3.1 KASUS
Ny TS 67 th BB 60 kg TB 155 cm . MRS dengan keluhan sering buang air kecil,
penglihatan kabur, mual, muntah dan pusing. Mengaku memiliki riwayat DM
dengan terapi Glibenklamid 1 x 2.5 mg, Metformin 2 x 500 mg dari puskesmas.
Pasien juga mengaku 1 minggu terakhir tidak minum obat secara rutin, karena diet
sudah ketat. pada pemeriksaan awal gula darah sewaktu 450 mg/dl, tekanan darah
tinggi 180/120 mmHG. Di RS pasien mendapatkan terapi metoclorpamide injeksi 3
21
Subjektive
Data pasien
Nama
Usia
BB
TB
Keluhan
: Ny TS
: 67 th
: 60 kg
: 155 cm
: sering buang air kecil, penglihatan kabur, mual, muntah, nyeri
No
1
Nama obat
Indikasi
Mekanisme
Dosis
Metocloprami
Anti emetik
Meringankan
3x10 mg
3x10 mg
3x500 mg
3x500 mg
Hepatotoksik
3x15 IU
0.5 1
Hipoglikemia,
IU/kg/hari
0.5-1 IU x 60
Ruam kulit
ambang
rangsang
CPZ
2
3
Paracetamol
Novorapid
Antipiretik
Menghambat
analgesik
prostaglandin
Insulin
Menurunkan
aspartate
gula darah
(rapid acting)
Amlodipin
Anti
Sebagai
10 mg
hipertensi
vasodilator
1x1
22
10 mg 1x1
Edema, sakit
arteri perifer
tab/hari
tab/hari
kepala
yang dapat
menyebabkan
penurunan
resistensi
vascular serta
penurunan
tekanan darah
Analisis Obat
Objective
Gula darah sewaktu (GDS) : 450 mg/dl
Diagnosis
: Diabetes mellitus
Tekanan darah
: 170/110 mmHG
IMB
: 60kg/(1,552m) = 24,97
Assesment
a) Ketidakpatuhan pasien terhadap terapi anti diabetik
b) Terdapat kelebihan dosis (dosis terlalu tinggi) pada pemakaian
novorapid sehingga dapat berpotensi hipoglikemia.
c) Terdapat terapi yang kurang tepat yaitu pemberian amlodipin untuk
terapi hipertensi maligna
Planning
23
Tujuan
Meningkatkan kepatuhan
Strategi
Pemberian konseling dan pemantauan terapi
obat
Dilakukan penyesuaian dosis lazim
berdasarkan berat badan yaitu menjadi 3 x
10 IU
Penggunaan first line terapi untuk hipertensi
maligna yaitu Sodium Nitroprusside dengan
dosis 0,25-10 mcg/kg/min infus iv 0,25-10
mcgx 60 kg= 15 mcg- 600 mcg
2. Terapi Nonfarmakologi
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pemberian amlodipin pada pasien penderita diabetes militus dengan komplikasi
hipertensi maligna kurang tepat karena hipertensi maligna termasuk hipertensi darurat
medis yang dapat menyebabkan kerusakan organ sehingga perlu obat antihipertensi
kerja cepat untuk mencegah kerusakan organ yaitu sodium nitroprusside.
Penatalaksannan terapi obat menggunakan metoclorpramid, parasetamol, novorapid
insulin, dan sodium nitroprusside.
4.2 Saran
1. Hendaknya kita menjaga kesehatan dalam tubuh kita sejak dini, mulai mengontrol
makanan yang tidak baik untuk kesehatan dalam tubuh kita.
2. Sebagai seorang farmasis sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
dan penatalaksanaanya agar dapat memberikan terapi pada pasien secara optimal.
3. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan sehingga
kami membutuhkan partisipasinya dalam bentuk kritik maupun saran.
25
DAFTAR PUSTAKA
Endokrinologi
Indonesia.2011.Konsensus
pengelolaan
danpencegahan
26