Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sirosis Hepatis
Perseptor :
dr. Cecep Sulaiman Iskandar, Sp.PD
Oleh
Arum Nurzeza
Septyne Rahayuni Putri
Sheba Denisica Nasution
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit hati kronis, dimana terjadi kerusakan sel
hepar secara terus-menerus, dan terjadi regeherasi noduler serta proliferasi
jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrosis parenkim atau
timbulnya inflamasi. Sedangkan sirosis hepatis secara anatomis merupakan suatu
fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul nodul pada semua
bagian hepar, yang tidak hanya terjadi pada satu lobus saja.
ALT, alkaline fosfatase dan -glutamyl transferase: serum bilirubin total, bilirubin
direk, bilirubin serum indirek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sirosis menurut Laennec tahun 1819, berasal dari kata kirrhos yang berarti
kuning oranye (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodulnodul hepar yang terbentuk. Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif
ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoseluler.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hepar (Nurdjanah,
2009).
2.2. Epidemiologi
2.3. Klasifikasi
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang
ditandai dengan belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis
dekompensata yang ditandai dengan adanya gejala klinis yang jelas.
Berdasarkan klasisikasi secara konvensional atau morfologi sirosis hepatis
diklasifikasikan menjadi :
2.4. Etiologi
Tabel 1. Sebab-sebabsirosisdan/ ataupenyakithatikronik
Penyakitinfeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus ( hepatitis B ,
hepatitis C, hepatitis D,
sitomegalovirus)
Penyakitketurunandan metabolic
Difisiensi alfa1- antitrypsin
Sindromfanconi
Galaktosemia
Penyakitgaucher
Penyakitsimpananglikogen
Hemokromatosis
Intoleransifluktosaglikogen
Tirosinemiaherediter
Penyakit Wilson
ObatdanToksin
-
Alkoholik
Amiodaron
Arsenic
Obstruksibilier
Penyakitperlemakanhati
non alkoholik
Sirosisbilier primer
Penyebab lain
atautidakterbukti
-
Penyakitususinflamasikroni
k
Fibrosis kistik
Pintasjuejunoileal
Sarkoidosis
Sirosis terbagi menjadi tiga pola khas yaitu sirosis laennec (alkoholik),
postnekrotik dan billiaris. Sirosis laennec (alkoholik) ditandai dengan
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform
dan sedikit nodul regenaratif. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol
yaitu perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.
induksi
apoptosis
menyebabkan
kehilangan
jaringan
dan
mengecilkan ukuran hati pada sirosis. TNF- berperan dalam fibrosis dalam
bentuk aktifasi dari sel stelata dan sintesis matriks ekstraselular. Asetaldehid
kemungkinan mengaktivasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik. Sirosis hati pasca nekrosis memiliki
gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat
dan lebar.
10
Gambar 2.PatofisiologiAsites
2.6. Gambaran Klinis
Stadium kompensata
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering
ditemukan kebetulan. Gejala awal sirosis kompensata yaitu perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium dekompensata
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata
melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare
11
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena
menurunnya daya perfusi
12
Pada sistem neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel
hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor),
gangguan kesadaran dan emosi.Sistem imun pada sirosis dapat terjadi
penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap
berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan
peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemu-kan sering berupa
penurunan aktifitas fagosit sistem retikuloendotelial, opsonisasi, kadar
komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadangkadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama
pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering
juga didapatkan spider angiomata.spider angiomata merupakan suatu lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Biasanya ditemukan di
bahu, muka, lengan atas. Mekanisme dikaitkan dengan peningkatan rasio
13
2.7. Diagnosa
14
a. Anamnesis
Sirosis merupakan silient disease, biasanya asimptomatik sampai terjadi
dekompensasi. Pada anamnesis perlu ditanyakan faktor risiko yang
menjadi predisposisi terhadap sirosis. Kuantitas dan durasi dari
komsumsi alkohol adalah faktor terpenting dalam diagnosis awal sirosis.
Tanyakan juga faktor risiko lainnya seperti transmisi hepatitis B dan C
(lahir pada area endemik, riwayat terpapar risiko seksual, obat intravena
atau intranasal, tato, kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh),
riwayat transfusi dan riwayat keluarga dengan penyakit autoimun atau
penyakit hepatik.
b. Pemeriksaan Fisik
15
asterixis,
osteoartopati
hipertrofi
dan
clubbing,
gejala
ertitema
teleangiektasis,
palmar,
ikterus
sklera,
spider
angiomata),
spider
vascular
splenomegali,
atrofi
(spider
testis.
dengan
spider
nevi
dengan
jumlah
yang
banyak
ditemukan
juga
pada
kehamilan,
artritis
reumatoid,
16
alkohol.
Ginekomastia
secara
histologi
berupa
Caput Medusa
- Ascites
Asterixis
- Eritema Palmaris
- Sklera ikterik
- Spider Angioma
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan standar fungsi hati berupa AST, ALT, alkaline fosfatase dan
-glutamyltransferase: serum bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin
serum indirek. ALT digunakan sebagai tes skreening untuk identifikasi
metabolik, drug-induced hepatitis. Pada pemeriksaan laboratorium darah
tepi sering didapatkan anemia normositik normokrom, leukepenia dan
trombositopenia. Waktu protrombin sering memanjang. Tes fungsi hati
17
dapat
normal
terutama
pada
penderita
yang
masih
tergolong
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat sirosis lanjut. Globulin kadarnya meningkat pada sirosis.
Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke
jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Albumin- sintesisnya terjadi di jaringan hati, kadarnya menurun sesuai
dengan
perburukan
sirosis.
Waktu
protrombin
memanjang
18
ketidakmampuan eksresi air bebeas.Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi.
19
2.8. Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein lg/Kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
20
Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat
herbal bisa menghambat kolagenik.
Hepatitis autoimun
Bisa diberikan steroid atau imunosupresif.Hemokromatosis; flebotomi
setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan diulang sesuai
kebutuhan.
Hepatits virus B
Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan
menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun temyata juga banyak yang kambuh.
Pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan
tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi
utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen,
namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.
Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu,
juga obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.
22
Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol /hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 46 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
23
Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang.
24
Varises esofagus
Ssebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
antibiotika
seperti
sefotaksim
intravena,
amoksilin,
atau
aminoglikosida.
25
Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.
3
26
Ensefalofati
None
Ascites
Bilirubin
(mg/dl)
(mmol/ L)
Albumin (g/dl)
Prohthrombin time
Kategori
A
B
C
Nihil
Minimal
(Derajat 1-2)
Ringan
Berat/
Koma
(Derajat 3-4)
Sedang
atau
berat
<2
<34
>3.5
<4 detik
2-3
34-50
2.8-3.5
4-6 detik
>3
>50
<2.8
>6 detik
Skor
5-6
7-9
10-15
1 tahun
100%
81%
45%
2 tahun
85%
57%
35%
Derajat ensefalopati
I.
II.
III.
IV.
Koma
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi
hati.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
gastroesophageal,
hematemesis
serta
hematokezia,
dengan
hasil
sirosis
hepatis
dekompensata
diberikan
tatalaksana
nonfarmakologis seperti tirah baring, diet rendah lemak, diet rendah protein, dan
diet rendah garam. Tatalaksana farmakologis sirosis hepatis diberikan furosemid,
propanolol, dan sefotaksim.
DAFTAR PUSTAKA
29
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson Jl, et
al.2012. Harrisons principles of internal medicine 19th edition. New
York: MC Graw Hill
Heidelbaugh JJ, DAN, Bruderly M. 2006. Cirrhosis and Chronic Liver Failure:
Part I. Diagnosis and Evaluation. Am Fam Physician. 74(5):756-762
Garcia G, Lim J. 2009. Management and Treatment of Patients With Cirrhosis and
Portal Hypertension: Recommendations From the Departement of Veterans
Affairs Hepatitis C Resource Center Program and the National Hepatitis C
Program. The American Journal of Gantroenterology. 104: 1082-1028
Jurnalis YD, Sayoeti Y dan Hernofialdi. 2007. Sirosis Hepatis dengan Hipertensi
porta dan Pecahnya varises esofagus. Majalah Kedokteran Andalas.
2(31):1-8
Nurdjanah S. 2009. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V
Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UI. Hal. 668.
Sujono Hadi. Gastroenterologi. 2013. Bandung : Penerbit Alumni. Hal. 613.
Starr SP, MD,,Raines D. 2011. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and
Prevention. American Family Physician. 84(12)
Wolf
DC.
2015.
Cirrhosis.
[Internet]
Tersedia
dari:http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#a1.Diakses
tanggal: 29 Mei 2016
Zhou Wc, Zhang Qb dan Qiao L. 2014. Pathogenesis of liver cirrhosis. World J
Gastroenterol. 20(23)7312-7324
30
31