Вы находитесь на странице: 1из 62

MAKALAH

CASE 5 RHEUMATOID ARTTRITIS


BLOK HIS
oleh:
TUTORIAL C1
DISUSUN OLEH

1. Andika Achmad P

(131 0211 071)

2. Tania Agustini M

(131 0211 124)

3. Niswati Handayani

(131 0211 159)

4. Namiroh Dima AS

(131 0211 054)

5. Anisa Faqih

(131 0211 147)

6. Tiara Ayu Pratiwi

(131 0211 201)

7. Ariestia Puspita H

(131 0211 078)

8. Bella Cindy Delila

(131 0211 091)

9. Ceasar Abdilla R

(131 0211 092)

10. Chotijah Auliana G

(131 0211 178)

11. Titik Fadilah

(13102110095)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2014-2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Salam sejahtera bagi umatnya.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah case HIS.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Marlina, selaku tutor kami, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Makalah ini adalah sebuah intisari dari hal-hal yang telah kita pelajari selama tutorial
berlangsung. Makalah ini dibuat agar kita dapat mengerti lebih dalam tentang bahasan kita
dalam tutorial dan sebagai acuan pembelajaran bagi kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
diambil hikmahnya. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 28 May 2014

Penyusun

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing Tutorial

dr. Erna Harfiani

Ketua

Tiara Ayu Pratiwi


NRP 131.0211.201

Sekretaris

Niswati Handayani
NRP 131.0211.159

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR2
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................................... 3
CASE ........................................................................................................................................................ 6
LEARNING PROGRESS REPORT .............................................................................................................. 10
PROBLEM .......................................................................................................................................... 10
HIPOTESIS .......................................................................................................................................... 10
I DONT KNOW ................................................................................................................................... 10
BASIC SCIENSE ....................................................................................................................................... 11
REAKSI Hipersensitifitas 1.. ............................................................................................................... 11
REAKSI Hipersensitifitas 2 ................................................................................................................. 11
Reaksi Hipersensitifitas3 ................................................................................................................... 12
reaksi hipersensitifitas 4.13
Rhematoid Artritis14
anatomi..14
Histologi..15
Definisi .............................................................................................................................................. 16
Etiologi .............................................................................................................................................. 16
Gejala..16
faktor resiko ...................................................................................................................................... 16
Diagnosis ........................................................................................................................................... 18
Terapi21
DD23
Prognosis24
patogenesis dan patofisiologi25
SLE ......................................................................................................................................................... 27
Etiologi27
Epidemiologi ..................................................................................................................................... 28

Manifestasi........................................................................................................................................ 28
derajat keparahan..28
patogenesis.29
Diagnosis ........................................................................................................................................... 30
Diagnosis Banding31
Talak.31
PROGNOSIS- KOMPLIKASI ..................................................................................................................... 38
Eritema Multiforma .............................................................................................................................. 39
DEFINISI ............................................................................................................................................. 39
epidemiologi..39
Etiologi .................................................................................................................................................. 39
gambar klinis ..................................................................................................................................... 40
patogenesis42
Klasifikasi.42
DD43
Patofisiologi44
Juvinille Rhematoid Artritis..45
Polyartritis Nodosa.....49
Polimialgia Reumatik51
Henoch Schoenlein..58
Vakulitis52

CASE
Halaman 1
Ny. Riri 40 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di sendi-sendi tangan ,
pergelangan tangan, lengan, serta lutut di bagian kanan dan kiri. Nyeri tersebut disertai dengan
bengkak dan rasa kekakuan pada sendi ,terutama di pagi hari saat bangun tidur. Keluhan
sendinya sebenernya sudah dirasakan sejak setahun yang lalu, namun Ny. Riri mengabaikan rasa
sakit tersebut dan hana minum obat yang dibeli di warung saja untuk mengatasi nyeri tersebut.
Kekakuan pada sendi terjadi di pagi hari, berlangsung lebih dari satu jam dan kemudian akan
berangsur-angsur mereda di siang hari. Nyeri yang dirasakan pada sendi-sendi tangan dan
kakinya membuat aktifitas Ny. Riri menjadi terhambat.Saat ini Ny Riri mengeluhkan bentuk
sendi tangannya yang mengalami perubahan setelah setahun belakangan sering mengalami nyeri
dan kaku.
Ny. Riri juga mengeluhkan sejak 4 bulan belakangan dirinya cepat merasa lelah.Sejak 3 bulan
terakhir mengeluhkan berat badannya turun dan kadang merasa tidak enak makan. Dari riwayat
kesehatannya, Ny. Riri tidak memiliki riwayat kelainan lipid darah, memiliki ibu yang juga
memiliki riwayat nyeri dan kaku di sendi, dan sebelumnya tidak mengalami demam yang disertai
kulit kemerahan.

Halaman 2
Pada pemeriksaan Fisik, ditemukan:
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan dan pucat
Tinggi badan : 160 cm

Berat Badan : 60 kg

Suhu

: 36.50C

Nadi

: 90x/menit

Mata

: tampak konjungtivitas pucat, sclera tidak ikterik

TD
Respirasi

: 110/60 mmHg
: 15x/menit

Jantung-paru : dalam batas normal


Abdomen

: dalam batas normal

Kelenjar getah bening : teraba pembesaran kelenjar getahbenin daerah aksila, diameter 3 cm,
konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan
Pemeriksaan ekstremitas: tamak daerah sendi PIP dextra sinistra (proximal interphalangeal)
mengalami hiperekstensi dan DIP dekstra-sinistra (distal interphalangeal) mengalami fleksi
(swanneck deformity), sendi pergelangan tangan dan sendi lutut kanan-kiri tampak bengkak,
ditemukan hiperektifitas interfalang I dan fleksi pada MCP I (metacarpophalangeal)
Tampak nodul subkutan pada daerah lengan bawah dan siku

Halaman 3
Berikut adalah hasil pemeriksaan tes laboraturium hematologi
Variable
Eritrosit (x1012L
Hematokrit (%)
Hemoglobin (g/dl)
Mean corpuscular volume
(m3)
Mean corpuscular hemoglobin
(pg/cell)
Mean
Corpuscular
hemoglobin
concentration
(g/dl)
White cell count (per mm3)
Diff count (%)
basofil
eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Platelet count
RF
ESR
ANA

Reference
4,0-5,2
37-43
12.0-16.0
80-100

On Admission
4,0
37
10
90

25,4-34,6

26

31-37

31

4500-11,00

12.000

0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
150,000-450,000

0
3
2
65
27
3
450,000
+>1:180
110mm/h
Positive 1:640

<20 mm/h
Negative at 1:40 and 1:160

Halaman 4
Ny. Riri didiagnosis mengalami Rheumatoid Arthris dan segera ditatalaksana untuk
menghilangkan rasa nyeri, mengurangi inflamasi dengan AINS dan disaran untuk mengurangi
kegiatan (articular test) untuk melindungi struktur artikular dan menjaga fungsinya. Selanjutnya
dikontrol dan di supervise apakah membutuhkan pembeahan atau tidak, serta, serta mengontrol
kelainan sistemik yang mungkin terjadi.

LEARNING PROGRESS REPORT

10

REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Definisi
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadihipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnyanonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang
menyebabkanhipersensitivitas tersebut disebut allergen.Hipersensitivitas adalah keadaan
perubahan reaktivitas,tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap
suatu benda asing.Reaksi hipersensitivitas biasanya disubklasifikasikan menjadi tipe I-IV.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau reaksi alergi, yang timbul kurang dari 1 jam
sesudahtubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang
berperanadalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang cendrung
terkenaalergi (atopi). Prosesnya adalah sebagai berikut:

Ketika suatu alergen masuk ke dalam tubuh, pertama kali ia akan terpajan oleh
makrofag.Makrofag akan mempresentasikan epitop alergen tersebut ke permukaannya,
sehinggamakrofag bertindak sebagai antigen presenting cells (APC). APC akan
mempresentasikanmolekul MHC-II pada Sel limfosit Th2, dan sel Th2 mengeluarkan
mediator IL-4(interleukin-4) untuk menstimulasi sel B untuk berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi selPlasma. Sel Plasma akan menghasilkan antibodi IgE dan IgE
ini akan berikatan di reseptor FC-R di sel Mast/ basofil di jaringan. Ikatan ini mampu
bertahan dalam beberapa minggukarena sifat khas IgE yang memiliki afinitas yang tinggi
terhadap sel mast dan basofil. Inimerupakan mekanisme respon imun yang masih normal.
Namun, ketika alergen yang sama kembali muncul, ia akan berikatan dengan IgE
yangmelekat di reseptor FC-R sel Mast/basofil tadi. Perlekatan ini tersusun sedimikian
rupa sehingga membuat semacam jembatan silang (crosslinking) antar dua IgE di
permukaan(yaitu antar dua IgE yang bivalen atau multivalen, tidak bekerja jika igE ini
univalen). Halinilah yang akan menginduksi serangkaian mekanisme biokimiawi
intraseluler secarakaskade, sehingga terjadi granulasi sel Mast/basofil. Degranulasi ini
mengakibatkan pelepasan mediator-mediator alergik yang terkandung di dalam granulnya
seperti histamin,heparnin, faktor kemotaktik eosinofil, dan platelet activating factor
(PAF). Selain itu, peristiwa crosslinking tersebut ternyata juga merangsang sel Mast
untuk membentuk substansi baru lainnya, seperti LTB4, LTC4, LTD4, prostaglandin dan
tromboksan.Mediator utama yang dilepaskan oleh sel Mast ini diperkirakan adalah
histamin, yangmenyebabkan kontraksi otot polos, bronkokonstriksi, vasodilatasi
pembuluh darah, peningkatan permeabilitas vaskular, edema pada mukosa dan
hipersekresi.Gejala yang ditimbulkan: bisa berupa urtikaria, asma, reaksi anafilaksis,
angioedema dan alergiatopik.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II


Reaksi hipersensitivitas II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis.
Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di
permukaan sel atau jaringan tertentu. Antigen yang berikatan di sel tertentu bisa berupa

11

mikroba atau molekul-molekul kecil lain (hapten). Ketika pertama kali datang, antigen
tersebut akan mensensitisasi sel B untuk menghasilkan antibodi IgG dan IgM.
Ketika terjadi pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama di permukaan sel
sasaran, IgG dan IgM ini akan berikatan dengan antigen tersebut. Ketika sel efektor
(seperti makrofag, netrofil, monosit, sel T cytotoxic ataupun sel NK) mendekat, kompeks
antigen-antibodi di permukaan sel sasaran tersebut akan dihancurkan olehnya. Hal ini
mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada sel sasaran itu sendiri, sehingga itulah
kenapa reaksi ini disebut reaksi sitotoksik/sitolisis (sito=sel, toksik=merusak,
lisis=menghancurkan).
Prosesnya ada 3 jenis mekanisme yang mungkin, yaitu :
1. Proses sitolisis oleh sel efektor. Antibodi IgG/IgM yang melekat dengan antigen sasaran,
jika dihinggapi sel efektor, ia (antibodi) akan berinteraksi dengan reseptor Fc yang
terdapat di permukaan sel efektor itu. Akibatnya, sel efektor melepaskan semacam zat
toksik yang akan menginduksi kematian sel sasaran. Mekanisme ini disebut ADCC
(Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity).
2. Proses sitolisis oleh komplemen. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran
didatangi oleh komplemen C1qrs, berikatan dan merangsang terjadinya aktivasi
komplemen jalur klasik yang akan berujung kepada kehancuran sel.
3. Proses sitolisis oleh sel efektor dengan bantuan komplemen. Komplemen C3b yang
berikatan dengan antibodi akan berikatan di reseptor C3 pada permukaan sel efektor. Hal
ini akan meningkatkan proses sitolisis oleh sel efektor.
Keseluruhan reaksi di atas terjadi dalam waktu 5-8 jam setelah terpajan antigen yang sama untuk
kedua kalinya.
Contoh penyakit yang ditimbulkan : reaksi transfusi, rhesus Incompatibility, Mycoplasma
pneumoniae related cold agglutinins, Tiroiditis Hashimoto, Sindroma Goodpastures, Delayed
transplant graft rejection.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS III
Reaksi hipersensitivitas tipe III ini mirip dengan tipe II, yang melibatkan antibodi IgG dan IgM,
akan tetapi bekerja pada antigen yang terlarut dalam serum.
Prosesnya adalah sebagai berikut :
Seperti tipe lainnya, ketika antigen pertama kali masuuk, ia akan mensensitisasi
pembentukan antibodi IgG dan IgM yang spesifik. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen
yang sama, IgG dan IgM spesifik ini akan berikatan dengan antigen tersebut di dalam serum
membentuk ikatan antigen antibodi kompleks. Kompleks ini akan mengendap di salah satu
tempat dalam jaringan tubuh (misalnya di endotel pembuluh darah dan ekstraseluler) sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi. Aktivitas komplemen pun akan aktif sehingga dihasilkanlah
mediator-mediator inflamasi seperti anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherens imun dan kinin
yang memungkinkan makrofag/sel efektor datang dan melisisnya. Akan tetapi, karena kompleks
antigen antibodi ini mengendap di jaringan, aktivitas sel efektor terhadapnya juga akan merusak
jaringan di sekitarnya tersebut. Inilah yang akan membuat kerusakan dan menimbulkan gejala
klinis, dimana keseluruhannya terjadi dalam jangka waktu 2-8 jam setelah pemaparan antigen

12

yang sama kedua kalinya. Contoh penyakit yang ditimbulkan : Systemic Lupus Erythematosus,
Erythema Nodosum, Polyarteritis nodosa, Arthus Reaction, Rheumatoid Arthritis, Elephantiasis,
serum sickness.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV


Reaksi hipersensitivitas tipe IV berbeda dengan reaksi sebelumnya, karena reaksi ini
tidak melibatkan antibodi akan tetapi melibatkan sel-sel limfosit. Umumnya reaksi ini timbul
lebih dari 12 jam setelah pemaparan pada antigen, sehingga reaksi tipe ini disebut reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Antigen untuk reaksi ini bisa berupa jaringan asing,
mikroorganisme intraseluler (virus, bakteri), protein, bahan kimia yang dapat menembus kulit,
dan lain-lain.
Prosesnya secara umum adalah sebgaai berikut :
Ketika tubuh terpajan alergen pertama kali, ia akan dipresentasikan oleh sel dendritik ke
limfonodus regional. Di sana ia akan mensensitisasi sel Th untuk berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel DTH (Delayed Type Hypersensitivity). Bila sel DTH yang
disensitisasi terpajan ulang dengan antigen yang sama, ia akan melepas sitokin (berupa IFN-,
TNF-, IL-2, IL-3) dan kemokin (berupa IL-8, MCAF, MIF) yang akan menarik dan
mengaktifkan makrofag yang berfungsi sebagai sel efektor dalam reaksi hipersensitivitas.
Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu :
a. Reaksi Jones Mote
Reaksi ini ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Reaksi biasanya
terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa durasi, yang merupakan ciri dari
CMI
b. Hipersensitivitas Kontak dan Dermatitis kontak
Dermatitis kontak timbul pada kulit tempat kontak dengan alergen. Sel langerhans
sebagai APC memegang peranan pada reaksi ini.
c. Reaksi tuberkulin
Terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel
mononuklear. Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar
pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit.
d. Reaksi granuloma
Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas yang paing penting karena menimbulkan
banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi karena adanya antigen yang persisten di dalam
makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau
kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik. Reaksi ini terjadi sebagai
usaha badan untuk membatasi antigen yang persisten, sedang reaksi tuberkulin
merupakan respon imun seluler oleh antigen mikroorganisme yang sama misalnya
M.tuberculosis dan M.Leprae.

13

ARTRITIS REUMATOID
ANATOMI

Tulang adalah jaringan yang terdiri dari matriks dan beberapa jenis sel: osteosit,
osteoblas, sel osteoprogenitor, dan osteoklas

Sendi adalah tempat untuk menghubungkan dua atau lebih tulang.

cartilago adalah bentuk khusus dari jaringan ikat yang berasal dari mesenkim dan terdiri
dari sel-sel (kondrosit dan kondroblas yang mensintesis) dan matriks ekstraseluler.

14

Cartilago adalah avascular sehingga dibutuhkan nutrisi dari matriks ekstraseluler melalui
proses difusi

HISTOLOGI

Terdapat banyak limfosit

15

DEFINISI

Suatu penyakit peradangan kronis yaitu peradangan sinovia (sinovitis) yang menetap ,
biasanya mengenai sendi perifer dengan distribusi simetrik

Potensi peradangan sinovium menyebabkan destruksi tulang rawan dan erosi tulang
dan terjadi derformitas sendi

EPIDEMIOLOGI

Pravelensi sekitar 1% populasi (berkisar 0,3 2,1%)

Perempuan : laki-laki = 3:1

- Insiden Pr berusia 60-64 tahun : Pr usia 18-29 tahun = 6:1

80% pasien menderita pada usia 35 dan 50 tahun

ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui jelas penyebab rhematoid arthritis, diduga penyebab
utamanya adalah autoimun

Faktor genetik

Ada gen HLA-DR -> penting dalam pengaturan resorpsi tulang pada penyakit RA

Faktor Infeksi

Oleh EBV, sitomegalovirus, paravovirus, dan virus rubela

Faktor hormonal

FAKTOR RESIKO

Merokok

GEJALA KLINIS
sendi sering menjadi
merah, bengkak, nyeri, dan lembut.
pola simetris pada sendi yang terkena
peradangan sendi sering mempengaruhi pergelangan tangan dan sendi jari, leher, bahu,
siku, pinggul, lutut, pergelangan kaki, dan kaki
Kelelahan, demam sesekali, BB menurun

16

Nyeri dan kekakuan yang berlangsung selama lebih dari 30 menit di pagi hari atau
setelah istirahat panjang

Kerusakan fungsi pada sendi yang mengalami rheumatoid arthritis diklasifikasikan


berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi berdasarkan klasifikasi Steinbroker yaitu;
Stadium I ; hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kerusakan pada sendi.
Stadium II ; terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang ringan disertai
penyempitan pada ruang sendi.
Stadium III ; terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan penyempitan ruang
sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk sendi.
Stadium IV ;imobilisasi menyeluruh pada sendi karena menyatunya tulang-tulang dengan
sendi

17

DIAGNOSIS

Anamnesis

Physical exemination pemeriksaan sendi, kulit, refleks, dan kekuatan otot

Klasifikasi

18

Criteria ad must be present for at least 6 weeks. Criteria be mustbe observed by a physician.

19

Radiologi
- Pembengkakan jaringan lunak, erosi, dan osteoporosis artikular

Pemeriksaan Peunjang
1. Pemeriksaan cairan sinovial
2. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan
leukosit
3. Leukosit 5000-50.000/mm3, menggambarkan adanya proses infalamasi yang di dominasi
oleh sel neutrofil (65%)
4. Px darah tepi
- Leukosit: normal atau meningkat. Menurun jika terdapat splenomegali -> keadaan ini
dikenal sbg Feltys Syndrome
- Anemia normokromik normositik
5. RF +
6. Px kadar sero-imunologi
- Anti CCP antibodi +

Pemeriksaan yang dapat membantu diagnosis:


1. C-Reactive Protein (CRP)
2. Reumatoid Factor
3. Antinuclear Antibody (ANA)
4. Eritrosit Sedimentation Rate (ESR)

20

TERAPI

Tujuan

1. Menghilangkan nyeri
2. Mengurangi peradangan
3. Mempertahankan kapasitas fungsional
4. Resolusi proses etiopatogenik
5. Mempercepat penyembuhan
1. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)Co/ ibuprofen, ketoprofen,
memiliki efek cepat suppresive melalui blokade enzim siklooksigenase (Cox) dan penghambatan
prostaglandin, sehingga mengurangi rasa sakit,kekakuan dan peradangan.
2. Obat antireumatik yang memodifikasi penyakit (disease antirheumatic drugs,
DMARDs)
penghambatan sitokin pro-inflamasi -> mengurangi peradangan sitokin-driven, -> aktivitas
penyakit menurun, -> menghasilkan penurunan sekunder dalam kerusakan sendi, >mempertahankan kapasitas fungsional

21

3. Terapi glukokortikoid
-

Prednisone < dr 10 mg/hari u/ meredakan gejala dan dapat memperlambat


kerusakan sendi

Diberikan dalam dosis min, ES: osteoporosis, katarak,..

Dianjurkan harus diseratai denganpemberian kalsium 1500 mg dan vit D 400-800 IU


perhari

Tappering off

4. Terapi Imunosupresif
Co/ azatioprin dan siklofosfamid
-

Efek sama dgn DMARD, tapi lebih banyak menimbuklan ES co/ siklofosfamid
menimbulkan efek neoplasma maligna

Metrotreksat :
-

dosis: 7,5 15 mg sekli seminggu

22

Awitan kerja lebih cepat , toksisitas yang rendah

5. Pembedahan
Indikasi:
-

untuk pasien yang mengalami kecacatan sendi berat

Baik dilakukan di sendi lutut dan panggul

Tujuan:
- menghilangkan nyeri, memperbaiki kecacatan, dan memperbaiki fungsi
NONFARMAKO

Istirahat

Olahraga

Diet

SLE: nyeri sendi di pagi hari hanya terjadi beberapa menit dan tidak menimbulkan
deformitas

Osteoartritis

Artritis Gout:Dilakukan px Cairan sendi (ditemukan Kristal urat)

DD

23

PROGNOSIS

buruk karena dapat terjadi kompikasi

24

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

25

26

Lupus Eritematosus Sistemik

Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun menahun yang menimbulkan
peradangan dan bisa melibatkan berbagai oragan dengan manifestasi klinik yang bervariasi dari
ringan sampai dengan berat.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh
dalam melawan infeks.Namun, pada penyakit autoimun seperti lupus, sistem kekebalan tubuh
berbalik melawan tubuh, dimana antibody yang dihasilkan menyerang sel tubuh sendiri. Hal
tersebut diduga dipicu oleh beberapa factor berikut
1. Genetik
Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan lupus memiliki resiko hingga 20% untuk
menderita lupus.Pada kembara monozigot resiko SLE lebih tinggi hingga lebih dari 20%
disbanding kembar dizigot.Adanya alel spesifik lokus HLA-DQ berkaitan dengan pembentuan
anti DNA untai-ganda, anti Sm, dan antibody antifosfolipid. Sebagian pasien lupus juga
mewarisi defisiensi komplemen C2, C4, dan C1q yang mengganggu pembersihan kompleks
imun sehingga terjadi pengendapan komplemen
2. Lingkungan
Selain genetik, factor lingkungan juga berperan dalam menyebabkan timbulnya SLE seperti
obat-obata hidralazin, prokainamid, D-penisilamin memicu respon yang mirip SLE pada
manusia. Sinar UV merupakan factor linhgkungan lain yang dapat memicu timbulnya SLE. Sinar
UV dapat menginduksi keratinosit yang menghasilkan IL-1 yang dapat mempengaruhi respon
imun, selain itu sinar UV juga dapat memicu apoptotic dan mengubah DNA sehingga bersifat
imunogenik.Infeksi EBV juga diduga mempengaruhi timbulnya SLE.
3. Faktor Hormonal
Pada kelompok usia subur, frekuensi SLE 10x lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan
dengan pria, kekambuhan dapat terjadi pada saat haid atau saat kehamilan, diduga ada peran
hormone esterogen yang mempengaruhi hal tersebut.
4. Faktor Imunologi
Adanya hiperaktivitas intrinsic sel b dan terbentuknya berbagai autoantibodiyang ditujukan pada
nucleus, sitoplasma, permukaan sel, molekul terlarut IgG, dan factor koagulasi angbberperan
dalam menimbulkan penyakit SLE

27

Epidemiologi
SLE merupakan penyakit yang sering terjadi dengan prevalensi 1 dari 2500 penduduk pada
populasi tertentu. Sle lebih sering mengenai wanita disbanding pria dengan rasio 9:1 dimana
biasanya terjadi pada wanita usia subur. Penyakit ini sering terjadi pada Wanita Amerika
keturunan Afrika disbanding wanita Amerika asli.

Manifestasi Klinik

Gejala konstitusional : demam, kelelahan dan penurunan BB


Musculoskeletal : myalgia, arthralgia, artritis, miositosis
Kulit : malar rash, urtikaria, fotosensitifitas, fenomena reynaud, vaskulitis, purpura dan
alopecia
Paru : lesi parenkim paru, emboli paru, hipertensi, perdarahan, sesak, batuk kering, dan
ronkhi basal
Jantung : pericarditis, miokarditis, dan endocarditis
Renal : hematuria, proteinuria, silinderuria, dan sindrom nefrotik
Gastrointerstinal : mual, muntah, dan nyeri abdomen
Neuropsikiatri : psikiosis, kejang
Hematologi : anemia, leukopeni, trombositopenia
Limfatik : kerusakan lien atau rupture arteri lienalis
Retikulo endotel : organomegali (splenomegaly, hepatomegaly dan limfadenopati)

Derajat Keparahan
1. Ringan
Secara klinis tenang
Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan
saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

2. Sedang
Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
Serositis mayor

28

3. Berat
Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade
jantung, hipertensi maligna.
Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru,
ibrosis interstisial, shrinking lung.
Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,
mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia <
20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia, thrombosis vena atau arteri

Patogenesis

29

Diagnosis
Apabila terdapat 4 dari 11 gejala berikut

30

Pemeriksaan Penunjang
1. Test ANA : positif pada 95% penderita SLE, tes ana digunakan untuk mendeteksi
adanya antibody yang dapat menyerang tubuh sendiri
2. Test dsDNA : positif, dsDNA merupakan antibody terhadap DNA. Uji merupakan uji
spesifik pada SLE
3. LED : biasanya meningkat
4. Urinalisa : untuk mengetahui adanya protein, leukosit, eritrosit, dan silinder pada urin
sehingga dapat menentukan ada tidaknya komplikasi pada ginjal
5. Uji factor lupus eritematosus : hasilnya terdapat sel LE
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan diagnosis
akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang serupa,
yaitu
a. Undifferentiated connective tissue disease
b. Sindroma Sjgren
c. Sindroma antibodi antifosfolipid (APS)
d. Fibromialgia (ANA positif)
e. Purpura trombositopenik idiopatik
f. Lupus imbas obat9
g. Artritis reumatoid dini
h. Vaskulitis

Penatalaksanaan
Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan strategi pengobatanatau
disebut pilar pengobatan.Pilar pengobatan SLE ini seyogyanya dilakukan secara bersamaan dan
berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai.Perlu dilakukan upaya pemantauan penyakit
mulai dari dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter konsultan, terutama ahli reumatologi.
Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik

31

I. Edukasi dan konseling


II. Program rehabilitasi
III. Pengobatan medikamentosa
a. OAINS
b. Anti malaria
c. Steroid
d. Imunosupresan / Sitotoksik
e. Terapi lain

I. Edukasi / Konseling
Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan
dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan
perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan

lain melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai
tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harusmemperhatikan bila
mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau
terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akanpengawasan berbagai fungsi organ, baik
berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan. Butir-butir edukasi
pada pasien SLE

bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya.

Terkait dengan pendekatan biopsikososial dalam penatalaksanaan SLE, maka

32

setiap pasien SLE perlu dianalisis adanya masalah neuro-psikologik maupun

sosial. Berdasarkan data penelitian di RSCM (2010) ditemukan adanya gangguan

fungsi kognitif sebesar 86,49%.21 Pembuktian dilakukan menggunakan alat

pemeriksaan yang lebih teliti seperti TRAIL A, TRAIL B maupun Pegboard. Hal

II. Program Rehabilitasi


Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE
tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalahpemahaman akan
turunnya masa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE
dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disampingitu penurunan
kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisiimobilitas. Berbagai latihan
rian panas
atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan atau spasme
otot.Demikian pula modalitaslainnya seperti transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
memberikan manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot. Secara
garis besar, maka tujuan, indikasi dan tekhnis pelaksanaan programrehabilitasi yang melibatkan
beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
e. Lain-lain.

III. Terapi Medikamentosa


Berikut ini adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada SLE serta pemantauannya,

33

selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.

34

35

Kortikosteroid
Kortikosteroid (KS) digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien denga
SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, KS tetap merupakan
juga bervariasi.Untuk meminimalkan masalah interpretasi dari pembagian ini maka dilakukanlah
standarisasi
Tabel 4. Terminologi Pembagian Kortikosteroid

Indikasi Pemberian Kortikosteroid


Pembagian dosis KS membantu kita dalam menatalaksana kasus rematik.Dosisrendah sampai
sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang.Dosis sedang sampaitinggi berguna untuk SLE
yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti
pada vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus cerebral.

Efek Samping Kortikosteroid


Efek samping kortikosteroid tergantung kepada dosis dan waktu, dengan meminimalkan jumlah
KS, akan meminimalkan juga risiko efek samping. 15 Efek samping yang sering ditemui pada
pemakaian kortikosteroid dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
Tabel 6 Efek Samping Yang Sering Ditemui Pada Pemakaian Kortikosteroid

36

Cara pengurangan dosis kortikosteroid


Karena berpotensial mempunyai efek samping, maka dosis KS mulai dikurangi segera setelah
penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kembalinya
aktivitas penyakit, dan de isiensi kortisol yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamuspituitari-adrenal (HPA) kronis. Tapering secara bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi
adrenal. Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi, serta
respon klinis. Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison lebih dari 40 mg sehari maka
dapat dilakukan penurunan 5-10 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 12 minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/ hari setiap 2-3
minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah untuk
mengontrol aktivitas penyakit.

Sparing agen kortikosteroid


Istilah ini digunakan untuk obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis KS dan
berfungsi juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agent
ini adalah azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan16 metotrexate.Pemberian terapi
kombinasi ini adalah untuk mengurangi efek samping KS.

37

Prognosis
Bervariasi tergantung keparahan gejala, organ organ yang terlibat dan lama waktu remisi dapat
dipertahankan.SLE tidak dapat disembuhkan, penatalaksanaan hanya untuk mengatasi gejala.
Prognosis berkaitan dengan sejauh mana gejala dapat diatasi

38

Eritema Multiforme
1. Definisi
Merupakan sindroma mukokutaneus yang akut, self-limited, biasanya ringan,
Biasanya berhubungan dengan infeksi akut, terutama infeksi herpes simpleks virus.
2. Epidemiologi
Lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Laki-laki : perempuan = 3: 2
Rekurensi terjadi pada sekitar 30% pasien.
Infeksi HIV dan kelainan autoimun tidak meningkatkan resiko EM (berbeda dengan SJS).
3. Etiologi
Virus Herpes merupakan penyebab tersering, pada kasus rekurens.
Obat merupakan penyebab yang jarang.

39

4. GAMBARAN KLINIS
plak berbentuk target (iris)
Lesi biasanya simetris, disrtibusi sering pada permukaan ekstensor ekstremitas, wajah,
leher; jarang pada paha, bokong dan tubuh
Biasanya lesi asimptomatik, terkadang pasien mengeluh gatal dan rasa terbakar.
Lesi EM biasanya terdapat pada <10% luas permukaan tubuh.
-

Tipe Makula-eritema
Erupsi timbul mendadak, Simetrik
Tempat predileksi di punggung tangan,
telapak tangan, bagian ekstensor ekstremitas,
selaput lendir.

dan

40

Pada keadaan berat dapat juga mengenai badan.


Lesi tidak terjadi serentak, tetapi berturut-turut dalam 2-3 minggu.
Gejala khas ialah bentuk iris (Target lesion) yang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian
tengah berupa vesikel atau eritema yang keungu-unguan, dikelilingi lingkaran konsentris
yang pucat kemudian lingkaran yang merah.
Target lession
Eritema multiforme pada paha
-

Tipe vesikobulosa
Lesi mula-mula berupa makula, papul,dan urtika yang kemudian timbul lesi vesikobulosa
ditengahnya
Bentuk ini juga dapat mengenai selaput lendir
Lesi pada membran mukosa terjadi pada 70% pasien dan seringkali terbatas dirongga
mulut.
Ada pula beberapa gejala yang mungkin menyertai lesi kulit maupun selaput lendir
tersebut :
nyeri sendi
mata kering
demam
gatal
malaise

5. Klasifikasi
EM minor : lesi kulit tanpa keterlibatan membran mukosa. tanpa ggg sistemik
EM mayor : (Sindrom Stevens-Johnson) lesi kulit dengan keterlibatan membran
mukosa. ) dg ggg sistemik
ERITEMA MULTIFORMIS

41

PATOGENESIS
Belum diketahui dg pasti
Dianggap : faktor imunologi humoral & selular ikut berperan
KLASIFIKASI
Terbagi 2 golongan :
1. EM minor : kelainan hny berupa kelainan klt & mukosa, tanpa ggg sistemik
2. EM mayor : (Sindrom Stevens-Johnson) dg ggg sistemik
6. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
Pada kasus berat dapat terjadi peningkatan nilai eritrosit, leukositosis moderat,
peningkatan level protein fase akut
Tipe Dermal-epidermal
Pada tipe campuran dari eritema multiforme terlihat campuran antara papular, lesi
mirip plak dan dan lesi target.
Mononuklear infiltrat terdapat pada bagian superfisial pembuluh darah dan disepanjang
pinggiran epidermal, dengan sel basal menunjukkan degenerasi hidrofik
Pada epidermis terdapat keratinosit yang rusak dengan gambaran eosinofilik yang lebih
jelas

42

7. Diagnosis banding
- Sindrom Stevens Johnson
Selalu terdapat lesi pada membran mukosa. Secara klinis tersebar luas, target atipik serta
tanda-tanda pokok. Pada pemeriksaan patologi ditemukan dermatitis pada permukaan
serta nekrosis epidermal. Perjalanan penyakit bersifat akut.
-

Urtikaria
Pada urtikaria tidak terdapat lesi pada membrane mukosa. Secara klinis lesi bersifat
sirsinar dan sementara. Terdapat edema dan perlangsungannya lebih akut dari pada
eritema multiforme.

8. Pengobatan
Tujuan pengobatan dari eritema multiforme ialah untuk mengurangi lamanya waktu demam,
erupsi maupun perawatan di rumah sakit.
Pada kasus ringan diberi pengobatan simtomatik, meskipun sedapat-dapatnya perlu dicari
penyebabnya.
Pada kasus-kasus berat, dapat diberikan kortikosteroid (prednisolon) dengan dosis awal 3060 mg/hari, kemudian dosis diturunkan dalam 1-4 minggu.
9. Prognosis

43

Eritema multiforme berjalan sebagai penyakit yang ringan pada banyak kasus dan pada
masing-masing individu serangan mereda dalam 1-4 minggu. Dan biasanya tidak terjadi
sekuel. Kecuali untuk hipopigmentasi transien atau hiperpigmentasi pada beberapa kasus.
10. PATOFISIOLOGI
EM terjadi karena adanya peningkatan kadar kompleks antigen-antibodi (imun) yang
menyebabkan vaskulitis. Faktor-faktor spesifik penyebab vaskulitis kompleks imun adalah alergi
makanan, reaksi terhadap mikroorganisme, radioterapi, penyakit sistemik, dan keganasan
Beberapa penelitian melaporkan keterlibatan beberapa mikroorganisme sebagai pencetus EM
termasuk virus dan terutama herpes simplex virus (HSV) pada kasus-kasus yang rekuren. HSV
yang mencetuskan terjadinya Erythema Multiforme disebut herpes associated EM (HAEM).
Fragmen DNA HSV pada kulit dan mukosa merupakan pencetusnya, sel CD4+ mentransport
fragmen HSV ke epitelium dan terjadi akumulasi sel-T yang merespon antigen HSV sehingga
terjadilah kerusakan sel-sel (Scully, 2007).
Pemakaian obat-obatan juga dapat memicu terjadinya EM. Peningkatan yang tajam terjadi
karena penggunaan cephalosporin. Hal ini dipicu oleh metabolit obat-obatan reaktif dan adanya
peningkatan apoptosis keratinosit oleh karena peningkatan TNF- yang dirilis oleh keratinosit,
makrofag dan monosit menyebabkan kerusakan jaringan. Penyebab EM lainnya adalah
penggunaan phenytoin dan pemberian terapi radiasi kranial (Scully, 2007).
Selain itu pada erythema multifore tipe mayor terjadi adanya reaksi hipersensitivitas tipe III yang
diperantarai oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi (imun). Diikuti dengan aktivasi
komplemen, dan akumulasi limfosit polimorfonuklear. Dimanapun kompleks imun mengendap
akan timbul kerusakan jaringan yang membentuk lesi patologis (Kumar, 2008). EM merupakan
hasil dari T-cell mediated immune reactions sebagai agen pencetus terjadinya cytotoxic
immunological attack pada keratinosit yang mengekpresikan non-self antigen yang kemudian
akan terjadi vesikulasi subepitelial dan intraepitelial dan akhirnya terjadilah blister dan erosi
yang meluas (Scully,2007).

44

JUVENILE RHEUMATOID ARTHRITIS


DEFINISI :

Adalah suatu penyakit rheumatologi kronis yang paling umum pada anak anak yang
merusak dan akhirnya menghancurkan sendi tubuh

EPIDEMIOLOGI :

Sekitar 300.000 anak di USA diperkiraan menderita JRA

Sebelum umur 16 y.o, yang tersering 1-3 y.o

Frekuensi untuk JRA :

Oligoarticular 30%
Sistemik onset 5%
Undifferentiated 10%
Polyarticular RF + 20%
Polyarticular RF 5%
ETIOLOGI :

Idiopatik

Autoimune disease

KLASIFIKASI :

ACR ( the America Collage of Rheumatologi)

1. Pauciarticular
2. Polyarticular
3. Systemic

ILAR (the International League of Association for Rheumatology)

1. systemic-onset JIA
2. Psoriatic JIA
3. Undifferentiated

45

4. Persistent or extended oligoarthritis

The EULAR (the European League Againts Rheumatism)

1. Pauciarticular
2. Polyarticular
3. Systemic onset with characteristic features
MANIFESTASI KLINIS :

Kekauan pada pagi hari / gelling phenomenom

Gangguan pertumbuhan

Ruam

Kehilangan BB

Myalgia

Demam

Iritasi pada mata

Uveitis

DIAGNOSIS :

Physical examination

A. systemic-onset JIA
Hepatosplenomegali
Macular rush
Arthralgia
Chest pain
Serositis
Pembesaran KGB di aksila
. Oligoarticular JIA
Kurang dari 4 atau 4 sendi

46

Atrofi otot, sering pada extensor


Kontraktur flexy pada lutut
C. Polyarticular JIA
5/lbh sendi
Nodules pd pasien dgn RF +
Psoriatic arthritis
Monoarticular arthritis (50% anak-anak)
Tenosynovitis (30%)
Sacroilitis (28%)
Dip joint involvement (50%)

Pemeriksaan lab

1. inflamatory marker
o ESR/CRP meningkat pada sistemik-onset JLA
o Trombositosis, leukositosis, komplemen
2. CBC
o Mengukur jumlah setiap jenis sel darah dlm sample darah
o Menunjukan tingkat Hb, protein dlm darah yg bawa O2 ke seluruh tubuh
o Jumlah trombosit dan WBC biasanya normal
3. Antinuclear Antibodi Test
o Total protein dan albumin menurun
o Urinalisasi pengecualian untuk infeksi
o Indikasi MAS : penurunan trombosit, penurunan fibrinogen, peningkatan feritin
Radiotherapy
o Soft tissue swelling
o Bone erosions

47

o Penyempitan ruang sendi


o Osteopenia &/ osteoporosis
PROGNOSIS :

Kebanyakan sembuh dan menunjukan respon yang tinggi terhadap pengobatan

Systemic-onset berisiko untuk kerusakan sendi lebih lanjut

KOMPLIKASI :
1. Systemic JIA : pericarditis, anemia, inflamasi hepar
2. Pauciarticular JIA : uveitis, kontraktur lutut
3. Polyarticular JIA : skeletal abnormal
PENATALAKSANAAN :
A. Treatment MAS :
Cyclosporin A
B. Diet
Konsumsi makanan tinggi calcium setiap hari
C. Treatment uveitis
Topical kortikosteroid medication
D. NSAIDs
Meloxicam (0,125 mg/kg/d)
Ibuprofen ( dewasa , 400 mg PO, anak2, 30-50 mg/kg/d PO)
E. Disease modifying antirheumatic drugs
Sulfasalazine (30-50 mg/kg/d)
Methotrexate (10-25 mg/m2/wk PO/IM/SC)
F. Kortikosteroid
Methylprednisolone
Prednisone

48

POLYARTERITIS NODOSA
1. DEFINISI
Polyarteritis Nodosa adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada pembuluhpembuluh darah, menyebabkan pembuluh-pembuluh darah tersebut membengkak dan
menurunkan aliran darah ke organ-organ utama.Hal ini menyebabkan penurunan suplai oksigen
ke organ-organ tersebut dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan. Pembuluh darah pada
ginjal, persendian, hati, jantung, lambung dan usus adalah yang paling sering terkena. Tanda dan
gejala polyarteritisnodosa bervariasi tergantung dari daerah yang disuplai darahnya oleh arteriarteri tersebut. Hal ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa karena dapat meneybabkan
komplikasi yang fatal, seperti stroke, gagal ginjal dan infark miokardium apabila dibiarkan tidak
ditangani. Untungnya, penanganan dini dengan kortikosteroid atau obat-obatan yang menekan
sistem kekebalan tubuh dapat memperbaiki gejala dan mencegah komplikasi-komplikasi yang
berbahaya tersebut
2. EPIDEMIOLOGI
a. penyakit ini jarang terjadi
b. lebih sering terjadi pada laki-laki
c. insidennya sekitar 1 orang/1 juta populasi penduduk
d. biasanya terdapat pada orang yang punya penyakit hepatitis B dan C
3. ETIOLOGI
a. idiopatik autoimun
b. virus dan bakteri
c obat-obatan
4. MANIFESTASI KLINIK

Pada awalnya penyakit ini bersifat ringan, tetapi bisa menjadi fatal dalam beberapa bulan
atau menyebabkan penyakit menahun.
Berbagai organ atau sekumpulan organ bisa terkena, dan gejalanya tergantung dari organ
yang terkena.
Poliarteritis nodosa sering menyerupai penyakit lain, dimana terjadi peradangan arteri
(vaskulitis). Salah satu contohnya adalah sindroma Churg-Strauss, yang membedakannya
dengan poliarteritis nodosa adalah bahwa pada sindroma ini terjadi asma.
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah demam.
Nyeri perut, mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki, kelemahan dan penurunan
berat badan juga bisa terjadi.

49

75% penderita mengalami kerusakan ginjal, yang menyebabkan tekanan darah tinggi,
pembengkakan karena penimbunan cairan (edema) dan berkurangnya atau tidak
terbentuknya air kemih.
Jika pembuluh darah pada saluran pencernaan terkena, daerah usus bisa
mengalamiperforasi, menyebabkan infeksi perut (peritonitis), nyeri hebat, diare berdarah
dan demam tinggi.
Jika pembuluh darah jantung terkena, bisa timbul nyeri dada dan serangan jantung.
Kerusakan pada pembuluh darah otak bisa menyebabkan sakit kepala, kejang dan
halusinasi.
Hati juga bisa mengalami kerusakan hebat.
Sering terjadi nyeri otot dan sendi, dan persendian bisa mengalami peradangan.
Pembuluh darah di dekat kulit bisa teraba menonjol dan tidak teratur, dan kadangkadangulkus terbentuk pada kulit diatas pembuluh darah yang terkena.

6. PENGOBATAN

Tanpa pengobatan, hanya 33% yang bertahan hidup selama 1 tahun, 88% meninggal dalam
waktu 5 tahun.
Pengobatan yang agresif bisa mencegah kematian.
Obat-obat yang memicu terjadinya penyakit ini, pemakaiannya dihentikan.
Kortikosteroid dosis tinggi (misalnya prednison , Dexamethasone , Methylprednisolone ),
dapat mencegah memburuknya penyakit dan menyebabkan periode bebas gejala pada
sekitar 30% penderita.
Karena biasanya diperlukan pengobatan kortikosteroid jangka panjang, maka pada saat
gejalanya mereda dosisnya dikurangi.
Jika kortikosteroid tidak mampu mengurangi peradangan, bisa diganti atau digabung
dengan obat imunosupresan, seperti siklofosfamid , Azathiopine , Metotrexate
Pengobatan lainnya, seperti pengendalian tekanan darah tinggi, sering diperlukan untuk
mencegah kerusakan organ-organ dalam.
Meskipun diobati, beberapa organ vital bisa mengalami kegagalan atau pembuluh darah
yang melemah bisa pecah.
Kegagalan ginjal merupakan penyebab kematian paling sering.
Infeksi yang berakibat fatal bisa terjadi karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang
dan obat imunosupresan, yang mengurangi kemampuan tubuh dalam melawan infeksi.

50

Polimialgia Reumatik

Definisi
Keadaan yang menyebabkan nyeri hebat dan kekakuan pd otot leher, bahu, dan panggul.
Terasa nyeri, tetapi tidak menyebabkan kelemahan/kerusakan otot.

Epidemiologi
Usia > 50 tahun
Wanita 2x lebih sering terkena
Insiden tahunan : 52,5/100.000 orang
Sering di Eropa Utara
Sekitar 15% pasien PMR berkembang mjd arteritis temporal.

Etiologi
Autoimun
Gejala Klinis
Nyeri hebat dan kaku pd leher, bahu, dan panggul. Nyerinya simetris
Memburuk pd pagi hari lbh dr 1 jam
Gejala otot disertai dengan demam, BB menurun, depresi, anorexia
Mendadak/perlahan

Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan Px.fisik dan Px. lainnya
Pemeriksaan Lab
adanya peningkatan LED dan CRP
Pemeriksaan radiologi
sendi umumnya normal, demikian pula dengan elektromiografi

Penatalaksanaan
Farmako :
Diberikan prednison dosis rendah
Jika disertai dengan Giant Cells Artritis, diperlukan prednison dosis lebih tinggi
Aspirin dan obat anti peradangan non-steroid bisa membantu meredakan gejala.
Non Farmako :
Makanan yg hrs dihindari :
kangkung, jeroan, kacang2an
Olahraga teratur, hindari rokok, dan minuman beralkohol.

51

VASKULITIS
(vasculitis lupus)
DEFINISI
Vaskulitis merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang ditandai adanya proses
inflamasi dan nekrosis dinding pembuluh darah. (IPD)
Vasculitis adalah Inflamasi yang menimbulkan perubahan dinding vaskular (penebalan
,melemah,menyempit, menutup, melebar dan pecah yang menimbulkan perdarahan internal,parut
dan kerusakan organ interna).(Imunologi dasar FKUI)
Inflamasi atau peradangan adalah suatu kondisi di mana jaringan yang rusak oleh sel darah
memasuki jaringan. Leukosit /Sel darah putih beredar dan berfungsi sebagai pertahanan utama
kita terhadap infeksi. Biasanya, sel-sel darah putih menghancurkan patogen. Namun, mereka
juga dapat merusak jaringan normal jika mereka menyerang. Adanya respon imun di dalam
tubuh antibody dan antigen.

Vaskulitis dapat mempengaruhi:


pembuluh darah yang sangat kecil (kapiler),
Pembuluh darah ukuran sedang (arteriol atau venula)
Pembuluh darah besar (arteri atau vena).

Vaskulitis dapat disebabkan oleh Infeksi pada dinding pembuluh darah ini memang jarang
terjadi.namun Ketika terjadi, bakteri, virus, atau jamur menginfeksi pembuluh darah. Sel darah
putih bergerak untuk menghancurkan agen infeksi dan merusak pembuluh darah dalam proses
inflamasi. Antibodi yang bereaksi melawan sel-sel di dinding pembuluh. Dalam beberapa kasus
vaskulitis, antibodi terhadap sitoplasma neutrofil (antibodi sitoplasma anti-neutrofil, atau
ANCA) adalah kemungkinan penyebab peradangan dan kerusakan. Keadaan imunolgi inilah
yang dapat menerangkan timbulnya aktivasi imunologi ditentukan juga oleh beberapa keadaan
yaitu; jumlah antigen ,kemampuan tubuh mengenai antigen ,kemampuan respon imun untuk
mengeliminasi antigen dan route (target organ) yang rusak. Beberapa mediator vaskulitis ini
misalnya Sitokin IL 1, IL2,IL 6,IL4, TNF dan INF ,Histamin, serotin dan endotelin.
Sebuah kekebalan atau "alergi" reaksi dalam dinding pembuluh. Hal ini menyebabkan vaskulitis
lebih umum. Zat yang menyebabkan reaksi alergi disebut antigen. Antigen menyebabkan tubuh
untuk membuat protein yang disebut antibodi yang mengikat antigen.pada respon alergi ini
antigen-antibodi mengikat membentuk komplek imun. Kemudian kompleks imunyang terlalu
lama di dalam tubuh dan beredar dalam darah dan deposit dalam jaringan. Mereka umumnya
menumpuk di dinding pembuluh darah, di mana mereka menyebabkan peradangan.

52

penyakit yang terkait pada Vaskulitis dapat terjadi dalam banyak penyakit yang berbeda.
Vaskulitis juga bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada infeksi terkait jelas atau penyakit
lainnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan vaskulitis adalah: lupus ,rheumatoid
arthritis, polymyalgia rheumatica, scleroderma,Granulomatosis dengan
polyangiitis(granulomatosis Wegener),micropolyangiitis (terjadi terutama pada ginjal) ,arteritis
temporalis,cryoglobulinemia,eritema nodosum dan tumor,leukemia, limfoma .
klasifikasi (Menurut consesus chapel Hill 1994)
Vaskulitis Primer
Vaskulitis pembuluh darah besar
1. arteritris takayasu
2. arteritis temporal
Vaskulitis pembuluh darah sedang
1. Poiarteritris nodosa
2. penyakit kawasaki
Vaskulitis pembuluh darah kecil :
granullomatosis wagener
sindrom churg stranuss
poliarteritris mikroskopik
purpura henoch schonlein
vaskulitis krioglobulinemia esensial.
angitis kutaneus leukositoklastik.

Vaskulitis Sekunder
1.Vaskulitis yang berhubungan dengan
infeksi(endokarditis bakterial,viral, riketsia)
2.Vaskulitis yang berhubungan dngn penyakit
kolagen (lupus eritematosus sistemik, atritis,
reumatoid ,sindrom sjogren,dermatomitositis)
3.Drug innduced vasculitis
4.Vaskulitis yang berhubungan dengan
keganasan
5.Vaskulitis yang berhubungan dengan
sistemik
(hepatitis kronik aktif, sirosis biliaris primer)

53

Vasculitis lupus adalah vasculitis yang timbul akibat manifestasi dari kelainan infeksi
kronis autoimun atau lupus.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Vasculitis primer

(Idiopatik ,50%)

Vasculitis sekunder

(penyakit Autoimun kronis)

Yang dapat disebabkan infeksi


penyakit keganasan
Obat-obatan (amfetamin, kokain ,heroin)
MANIFESTASI KLINIS

Keunguan pada kulit tanpa disertai rasa sakit

Perdarahannya dapat mempersempit dinding pembuluh darah

Berkurangnya aliran darah

Nekrosis jaringan

Gangren

Dapat menyerang berbagai organ seperti retina, pulmo (manifestasinya bergantung organ)

Pathogenesis+patof
Bagaimana vaskulitis akibat lupus?
Antigen menyebabkan kompleks imun pada lupus sering disebabkan karna idiopatik. Dalam
beberapa kasus, kompleks mengandung DNA dan anti-DNA antigen. Vaskulitis dapat
menyebabkan banyak gejala yang berbeda, tergantung pada apa jaringan yang terlibat dan
keparahan kerusakan jaringan. Beberapa individu tidak akan menjadi sakit tetapi terlihat gejala
klinis bintik-bintik pada kulit akhirnya akan timbul gejala sistemik dan kerusakan organ utama.
Gejala sistemik vaskulitis: demam,umumnya merasa tidak enak (malaise),otot dan nyeri
sendi,kurang nafsu makan,penurunan berat badan,kelelahan.
Pada kulit
: timbul titik-titik merah atau ungu (petechiae), biasanya paling banyak pada kaki
tempat yang lebih besar, seukuran ujung jari (purpura), beberapa di antaranya terlihat seperti
memar besar, gatal-gatal, ruam kental gatal dan benjolan yang menyakitkan atau tender.
Area kulit mati dapat muncul sebagai: ulkus (terutama di sekitar pergelangan kaki) ,bintik-bintik

54

hitam kecil di ujung jari atau sekitar kuku dan jari kaki (infark lipatan kuku),gangren dari jari
tangan atau kaki.sendi Sakit, bengkak, dan panas pada sendi, arthritis dan nyeri.
otak
: Vaskulitis di otak dapat menyebabkan banyak komplikasi, dari ringan sampai
parah, termasuk sakit kepala,gangguan perilaku, kebingungan,kejang, dan kemudian dapat
menyebabkan stroke.
Saraf peripheral Gejala nya saraf perifer vaskulitis mungkin termasuk: mati rasa dan kesemutan
(biasanya dalam tangan atau kaki, atau di jari tangan atau kaki),hilangnya sensasi dan kehilangan
kekuatan (terutama di kaki atau tangan).
usus
: Aliran darah yang tidak memadai dalam usus dapat menyebabkan kram, nyeri
perut, dan kembung.Jika area di dinding usus mengembangkan gangren, darah akan muncul
dalam tinja.Jika lubang (perforasi) berkembang di dinding usus, peritonitis dengan nyeri perut
difus dapat terjadi pada hal ini dapat dilakukan pembedahan jika mungkin diperlukan.
hati
: Vaskulitis pada arteri koroner tidak biasa dalam lupus. Jika itu terjadi, dapat
menyebabkan perasaan berat di dada saat aktivitas (angina), yang hilang dengan istirahat.

Serangan jantung jarang terjadi sebagai akibat vaskulitis.


Pulmo
: Vaskulitis dalam jaringan ini dapat menyebabkan pneumonia-seperti serangan,
dengan dada perubahan X-ray yang terlihat seperti pneumonia dan gejala demam dan batuk.
Kadang, peradangan dapat menyebabkan jaringan parut dari jaringan paru-paru dan sesak napas
kronis.
ginjal
: Vaskulitis tidak umum di ginjal dari orang dengan lupus, bahkan mereka yang
memiliki lupus nephritis.Vaskulitis pada ginjal mungkin tidak menimbulkan gejala apapun,
meskipun kebanyakan orang dengan vaskulitis ginjal memiliki tekanan darah tinggi.
mata
: Vaskulitis pada penderita lupus pembuluh darah kecil retina (di belakang mata)
dapat mempengaruhi kemampuan retina sehingga Pandangan kabur.

Penegak Diagnosis

55

Pemeriksaan Lab
Anemia normositik normokrom
Leukositosis, trombositosis
LED dan CRP meningkat

56

Treatment
Prinsip pengobatan vaskulitis : pemberian steroid dalam dosis terbagi dapat dimulai bila
menemukan vaskulitis.
*karena efek anti inflamasi steroid dapat segera terlihat lebih cepat dibandingkan pemberian
siklofosfamid.
Prednison .dosis dimulai 1mg/kg/BB/hr tiap 6-8 jam. Dosis pemulaan diberikan
antara 7-10 hr setelah itu dapat diberikan pagi hari sampai 2 minggu (pemberian
sesuai indikasi).

Setelah dosis induksi pemberian steroid diturunkan bertahap dosis 60 mg


diberikan scara selang sehari untuk waktu 1-2 bulan.

Setelah itu dosis diturunkan scara perlahan sampai dosis pemeliharaaan yg


bergantung pada gambaran klinis.

*pada penyakit vaskulitis yang resisten steroid diberikan kombinasi siklofosfamid oral tiap hari
lama 18-24 bulan .
Obat-obat baruyang dirancanguntuk mengobatipenyakit
autoimundaninflamasilainnyajugadapat membantuvaskulitis.Para penelitimenemukan bahwa
salah satunya obat rituximab, efektif menanganikasusvaskulitis yang parah. Ini
termasukgranulomatosisdenganpolyangiitis, polyangiitismikroskopis
danvaskulitiscryoglobulinemic. pasiendengankasus ini dapat diberikan (plasmapheresis)
atauimunoglobulin intravena(IVIg).

57

Henoch-schonlein Purpura
Henoch-schonlein Purpura merupakan sindrom klinis akibat vaskulitis generalisata ditandai
dengan lesi kulit spesifik, paling sering ditemui pada anak-anak.

EPIDEMIOLOGI

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11
tahun (75%);

27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi.

Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 :1)

ETIOLOGI

Sampai saat ini masih belum diketahui pasti

IgA diduga berperan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun, dan deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal

58

GEJALA KLINIS

Rash (96%)

Arthralgias (61%)

GI problems (48%)

Kidney disease (37%)

PATOGENESIS

59

DIAGNOSIS
A. Kriteria American College of Rheumatology 1990:

Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:

1. Palpable purpura non trombositopenia


2. Onset gejala pertama < 20 tahun
3. Bowel angina
4. Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula
B. Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR)
Rheumatology Society (PreS) 2006

2006 dan Pediatric

1. Palpable purpura harus ada


2. Diikuti minimal satu gejala berikut:
1. Nyeri
2. perut difus
3. deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit)
4. artritis akut
5. kelainan ginjal (hematuria dan atau pro- teinuria)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis Purpura Henoch-Sch nlein berdasarkan ge ala klinis, tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang spesifik.

darah tepi lengkap

leukositosis dengan eosinofilia

jumlah trombosit normal atau meningkat.hal ini yang membedakan HSP dengan
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura).

Laju endap darah dapat meningkat.

Kadar ureum dan kreatinin kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20%
penderita ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah pada feses.

60

ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi.

Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan aliran darah normal atau
meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsi testis.

biopsi lesi kulit vaskulitis leukositoklastik

Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen di dinding pembuluh


darah

TATALAKSANA

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP.

Nyeri: golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB.

Edema: dilakukan elevasi tungkai.

Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan nyeri perut.

Penderita dengan nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau penurunan fungsi
ginjal, memerlukan perawatan di rumah sakit.

kondisi sangat berat (sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan sal. cerna, nyeri
abdomen berat, keterlibatan susunan saraf pusat dan paru): kortikosteroid

Lama pemberian berbeda-beda, Faedda menggunakan metilprednisolon 250-750


mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk
fase akut HSP yang berat

dilanjutkan dengan prednison oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200
mg/hari selama 30-75 hari sebelum siklofosfamid dihentikan langsung dan taper- ing off
steroid hingga 6 bulan.

PROGNOSIS

Baik: sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus
memerlukan terapi tambahan).

Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar dan
dewasa

< 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri perut pada sebagian
besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.

61

REFERENSI
-

PATOFISIOLOGI SYLVIA
ROBIN KHUMAR
HORRISON
MEDSCEP
ILMU PENYAKIT DALAM INTENA

62

Вам также может понравиться