Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian
Latar Belakang Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjung Karang
Kementerian Kesehatan menempuh upaya meningkatkan mutu pendidikan
kesehatan dengan meningkatkan kualitas Institusi Pendidikan Tinggi yang
dimilikinya

melalui pendekatan manajemen pendidikan terpadu dengan

mengembangkan kelembagaan institusi Pendidikan (Poltekkes Depkes, 2010).


Pada tahun 2000 di Propinsi Lampung terdapat 6 Akademi milik
Departemen Kesehatan yaitu Akademi Keperawatan Tanjung Karang, Akademi
Kebidanan Tanjung Karang, Akademi Kebidanan Metro, Akademi Kesehatan
Lingkungan Tanjung Karang, Akademi Kesehatan Gigi Tanjung Karang dan
Akademi Analis Kesehatan Tanjung Karang (Poltekkes Depkes, 2010).
Berdasarkan Surat Keputusan Menkes dan Kessos RI Nomor 298/Menkes
Kessos/SK/IV/2001 tanggal 16 April 2001 Akademi-Akademi tersebut digabung
menjadi satu Institusi perdosenan Tinggi Milik Departemen Kesehatan yaitu
sesuai dengan Permenkes Nomor: 890 Tahun 2007 nama Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang berganti nama menjadi Politeknik Kesehatan Departemen
Kesehatan Tanjung Karang (Poltekkes Depkes, 2010).
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor: OT.01.01.1.4.2.02751.1
Tanggal 11 Juli 2007, SK Menteri Kesehatan RI Nomor: OT.01.01.1.4.2.03430.1
tanggal

23

Juli

2007

dan

SK

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor:

OT.01.01.1.4.2.002057 tanggal 16 April 2008 Politeknik Kesehatan Departemen


Kesehatan Tanjung Karang menyelenggarakan program D IV Kebidanan,
Program D IV Kesehatan Lingkungan, Program Studi D III Gizi dan Program D
IV Keperawatan Medikal Bedah (Poltekkes Depkes, 2010).
2. Pelayanan Kesehatan Pada Poltekes Tanjungkarang
Pelayanan kesehatan yang ada di Poltekes Tanjungkarang adalah klinik
bunderan terpadu yang melayani seluruh karyawan yang berada di lingkungan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. Pelayanan kesehatan yang diberikan adalah

pengobatan bagi karyawan yang sakit, dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dan pemeriksaan laboratorium.
Pelayanan kesehatan yang ada di Poltekes Tanjungkarang hanya berupa
pelayanan kuratif dimana pelayanan tersebut diberikan kepada karyawan yang
sudah jatuh sakit atau yang sudah mengalami sakit.
Pelayanan preventif yang seharusnya dilakukan oleh karyawan Poltekes
Tanjungkarang yang merupakan ujung tombak penyedia sumberdaya manusia
dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak di lakukan seperti olah raga,
penyuluhan kesehatan untuk meningkat kesehatan dalam pencegahan atau
meminimalkan resiko terkena penyakit terutama penyakit kardiovaskuler yang
berhubungan dengan pencegahan atau menghindarkan rokok.
3. Karakteristik responden
Karakteristik responden di Poltekes Tanjungkarang ditampilkan dalam tabel
sebagai berikut:

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, IMT,
Tekanan Darah dan Jumlah Rokok Pada karyawan yang Merokok di Poltekes
Tanjungkarang
NO .
1.
Umur
2.
< 40 th
3.
> 40 th

Kategori

JUMLAH

PERSENTASE

8
26

23,5
76,5

4.
5.
6.

Tekanan Darah
Normal
Hipertensi

24
10

70,6
29,4

7.
8.
9.
10.

IMT
Underweight
Normal
Overweight

8
14
12

23,5
41,2
35,3

11.
12.
13.

Jumlah Rokok
< 20 batang
> 20 batang

28
6

82,4
17,6

Karakteristik responden berdasarkan umur, IMT, tekanan darah dan jumlah


rokok didapatkan bahwa usia yang

4. Analisa Univariat
Setelah dilakukan pemeriksaan EKG pada responden yang merokok
dan tidak perokok

maka dilakukan analisis sehingga didapatkan hasil nilai

standar deviasi mean, minimum dan maksimum. Hasil tabulasi dari analisis
tersebut disajikan dalam tabel berikut
Tabel 3
Distribusi Hasil pemeriksaan EKG pada responden yang merokok pada karyawan
Poltekes Tanjungkarang Bandar Lampung
Variabel
EKG

Std.Deviasi
2,293

Mean
14,88

Min
13

Max
20

N
34

Diketahui hasil EKG pada responden yang merokok rata- rata 14,88
sedangkan nilai minimum 13 dan nilai maximum 20 dengan standar
deviasi 2,293
Tabel 4
Distribusi Hasil pemeriksaan EKG pada responden yang tidak merokok pada
karyawan
Poltekes Tanjungkarang Bandar Lampung
Variabel
EKG

Std.Deviasi
0,424

Mean
13,11

Diketahui hasil EKG pada responden

Min
13

Max
15

N
27

tidak merokok rata rata 13,11,

denagn nilai minimum 13 dan nilai maximum 15 dan standa deviasi 0,424
5. Analisa Bivariat

Tabel 5
Perbandingan Hasil Pemeriksaan EKG pada responden yang merokok dengan
yang tidak merokok pada karyawan Poltekes Tanjungkarang
Variabel

Mean

Std. Deviation

EKG Merokok
EKG tidak merokok

1.771
1.771

0,424
2,293

Std. Error

p-value

0,000

61

mean
.448
402

Diketahui nilai f 65,562 dengan probabilitas (sig.) 0,000. Hal ini berarti H0
ditolak yang berarti ada perbedaan gambaran EKG pada kelompok perokok

dan bukan perokok. Hasil ini membuktikan ada perbedaan gambaran EKG
pada kelompok bukan perokok lebih normal dibandingkan perokok.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Juni sampai


dengan Oktober 2016 dengan jumlah responden sebanyak 61 orang.
Didapatkan hasil jumlah reponden yang merokok sebanyak 34 orang
sedangkan yang tidak merokok sebanyak 27 responden . Diperoleh data
elektrokardografi pada responden yang merokok didapatkan rata- rata
gambaran EKG, pada responden yang merokok rata- rata 14,88 sedangkan
nilai minimum 13 dan nilai maximum 20 dengan standar deviasi 2,293.
Sedangkan pada responden yang tidak merokok didapatkan merokok rata
rata 13,11, denagn nilai minimum 13 dan nilai maximum 15 dan standar
deviasi 0,424. Uji statistik didapatkan hasil nilai f 65,562 dengan
probabilitas (sig.) 0,000. Hal ini berarti H0 ditolak yang berarti ada
perbedaan gambaran EKG pada kelompok perokok dan bukan perokok.
Hasil ini membuktikan ada perbedaan gambaran EKG pada kelompok
bukan perokok lebih normal dibandingkan perokok.
Merokok dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko PJK
dan serangan jantung, merokok memicu pembentukan plak pada arteri,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan
risiko PJK dengan cara menurunkan level kolesterol HDL (Hight density
lifid). Semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan
jantung. Studi menunjukkan jika berhenti merokok selama setahun maka
akan menurunkan setengah dari risiko serangan jantung (Aula, 2010).
Menurut Depkes (2012), Penggunaan rokok merupakan salah satu faktor
risiko terbesar pada penyakit tidak menular. Menurut data Susenas tahun
2001, jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8%. Jumlah ini meningkat
menjadi 32% pada tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35% pada
tahun 2004. Pada tahun 2006, The Global Youth Survey (GYTS)
melaporkan 64,2% atau 6 dari 10 anak sekolah yang disurvei terpapar asap

rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) pelajar biasa
merokok dan yang lebih mengejutkan lagi adalah 30,9% atau 3 diantara 10
pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun.
Data Riskesdas tahun 2013 juga memperlihatkan tingginya prevalensi
penduduk yang perokok aktif umur > 15 tahun adalah 35,4% (65,3% lakilaki dan 5,6% perempuan), berarti 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok
aktif. Lebih bahaya lagi 85,4 % perokok aktif merokok dalam rumah
bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan
lingkungan. Merokok dapat merubah metabolisme khususnya dengan
meningkatnya kadar kolersterol darah, di samping itu dapat menurunkan
HDL. Tingginya kadar kolesterol darah mempunyai pengaruh yang besar
terhadap terjadinya PJK (Setyani, 2009).
Menurut laporan WHO (2006), tingkat merokok di Asia pada laki-laki
(sekitar > 40%) jauh lebih tinggi dari pada laki-laki di Barat (30-40%).
Sebaliknya, tingkat merokok di Asia pada perempuan (< 20%) jauh lebih
rendah dibandingkan pada wanita Barat (20-40 %).
Alim dkk,2008 melaporkan pada studinya bahwa terdapat kenaikan denyut
jantung yang signifikan pada perokok dan pengunyah tembankau. Selain itu juga
terdapat pemendekan durasi kompleks QRS, dan pemendekan interval TP yang
signifikan pada perokok dan pengunyah tembakau dibanding dengan kelompok
kontrol. Hal ini dikarenakan adanya nikotin yang terkandung dalam rokok dan
tembakau yang bersifat simpatomimetik dengan menyebabkan dilepaskannya
katekolamin dan neurotransmitter lain yang bekerja di pusat dan perifer.
Stelli dkk, 2014 dalam strudinya yang membandingkan perubahan EKG pada
perokok dan bukan perokok, mendapatkan adanya pemendekan interval QTc dan
kompleks QRS melebar pada kelompok perokok, meskipun nilainya tidak
bermakna secara statistik. Namun peningkatan denyut jantung, pemendekan
interval RR, interval QT dan segmen ST yang ditemukan pada kelompok perokok
signifikan secara statistik. Hasil tersebut ditemukan sebagai efek akut maupun
kronik merokok.
tudi belah lintang yang dilakukan oleh Rahman dan Amir terhadap 105 subyek
penelitian (30 subyek bukan perokok dan 75 subyek perokok yang telah
merokok selama lebih dari 5 tahun) tidak mendapati adanya perubahan
gelombang EKG kecuali interval PR.

Hal ini mungkin juga di sebabkan oleh jika dilihat dari karakteristik
responden yang merokok didapatkan rata rata umur responden adalah
lebih dari 47 dimana umur pada resiko PJK

PJK berkembang semakin

bertambahnya umur seseorang, Semakin bertambah usia semakin besar


kemungkinan untuk menderita PJK dan menderita serangan jantung fatal.
Setelah umur 40 tahun .Hal lain yang mungkin mempengaruhi adalah r
IMT pada responden yang merokok didapatka hasil 31,7 dengan kata lain
dapat

diartikan

bahwa

IMT

responden

merupakan

IMT

yang

mengambarkan over weight. Berat badan yang lebih Obesitas memiliki


hubungan yang erat dengan tingginya kejadian PJPD. Obesitas dapat
meningkatkan kadar trigliserida yang buruk untuk kesehatan jantung dan
menurunkan kadar HDL yang bersifat kardioprotektif. Selain itu, seiring
meningkatnya obesitas, maka hipertensi juga meningkat. Obesitas juga
dapat menyebabkan disfungsi diastolik dan berhubungan dengan
memburuknya fungsi sistolik. Berdasarkan data WHO (2006), prevalensi
obesitas pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian
pada laki-laki mencapai 2,5% dan pada perempuan 6,9%. Survey
sebelumnya pada tahun 2000, persentase penduduk Indonesia yang
obesitas hanya 4,7% (9,8 juta jiwa).Ternyata hanya dalam 8 tahun,
prevalensi obesitas di Indonesia telah meningkat dua kali lipat, Sehingga
kita perlu mewaspadai peningkatan yang lebih pesat dikarenakan gaya
hidup sekarang yang semakin sedentary (santai dan bermalas-malasan)
sebagai akibat dari kemudahan teknologi.
Obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian PJPD. Kelebihan berat
badan mempengaruhi faktor resiko penyakit kardiovaskular seperti
peningkatan level LDL, trigliserida, tekanan darah, kadar gula darah dan
menurunkan kadar HDL serta meningkatkan resiko perkembangan PJK,
gagal jantung, stroke dan aritmia.
Hal lain yang mungkin memepengaruhi hasil penelitian ini adalah jenis kelamin
responden yang seluruhnya adalah laki laki . Perbedaan jenis kelamin dalam
parameter elektrofisiologi kemungkinan dikarenakan olah pengaruh banyaknya
sex steroid dan steroid gonad, perbedaan autonomic tone dan variabel
hemodinamik spesifik jenis kelamin..Interval

QTc

lebih

panjang

pada

wanita.

Laki-laki

memiliki

denyut jantung intrinsik yang lebih rendah.

Selain itu fibrilasi atrium lebih sering terjadi pada laki-laki, namun perbedaan
prevalensi ini akan menghilang terutama setelah wanita berusia lebih dari 75
tahun Alim (2008).
Besarnya pengaruh rokok terhadap kesehatan tubuh manusia merupakan hal yang
harus di waspadai oleh setiap individu sehingga terhindar dari penyakit penyakit
yang berhubungan dengan rokok . Hal ini bisa di lakukan sendiri oleh individu
dengan cara katakan tidak atau tananmkan kebiasaan bahwa tangan anda telah
terkunci untuk menyentuh rokok.

Вам также может понравиться