Вы находитесь на странице: 1из 20

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

KASUS PERIOPERATIF BEDAH ORTHOPEDI

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
ANGGI IRAWAN
G. SATRIA PRAMANTARA
MUTIA ANWAR
NOVEN ILHAM YOWANDA
RATNA ANGGITA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PRODI D IV KEPERAWATAN
2016
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Osteomyelitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah,
respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas
(Brunner dan suddarth, 2001)
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang
dapat

disebabkan

oleh

bakteri,

virus,

atau

proses

spesifik

(m.tuberkulosa,jamur) (Arif mansjoer, 2002)


Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut
maupun kronis. (Price and wilson, 2005).

B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer dkk (2002) pembagian osteomyelitis yang lazim
dipakai adalah :
1. Osteomyelitis

primer yang disebabkan penyebaran kuman-kuman

mencapai tulang secara langsung melalui luka Osteomyelitis primer dapat


dibagi menjadi Osteomyelitis akut dan kronik
2. Osteomyelitis sekunder atau Osteomyelitis yang disebabkan penyebaran
kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.

C. ETIOLOGI
-

Staphylococcus aureus hemolyticus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan

jarang oleh Streptococcus hemolyticus


Haemophilus influenzae (5-50%) pada usia di bawah 4 tahun
Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa capsulata, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerob yaitu Bacterioides fragilis.

Menurut Efendi (2007):


Osteomyelitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan
mikro organisme lain. Golongan atau jenis patogen yang sering adalah
Staphylococcus

aureus

menyebabkan

70%-80%

infeksi

tulang,

Pneumococcus, Typhus bacil, Proteus, Psedomonas, Echerchia coli,


Tuberculose bacil dan Spirochaeta.

D. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organism patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis
meliputi proteus, pseudomonas, dan escerechia coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic
(Smletzher, 2002)
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama( akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi supervisial. Infeksi

awitan lambat

(stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.


Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan
nekrosis tulang sehubungan dengan peingkatan tekanan jaringan dan medulla.
Inveksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan kebawah poriesteum

dan dapat menyeber ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses inveksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses pada
tulang.
Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun
yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses
yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun
seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum)
tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan
menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan
tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum.jadi meskipun tampak
terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap
ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien.
Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer (2002)


1. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada
awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah
dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

G. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Arif muttaqin (2008)
1. Usia ( terutama mengenai bayi dan anak-anak)
2. Jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 1:4)
3. Trauma( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomilitis)
4. Lokasi ( osteomilitis sering terjadi pada daerah metafisis)

5. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arif mansjoer dkk (2002):
1. Pemeriksaan laboratarium: pada fase akut ditemukan CRP yang meninggi,
laju endap darah (LED ) yang meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik: pada fase akut gambaran radiologik tidak
menunjukkan kelainan, pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan
sekuester.

I. PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer (2002):
1. Perawatan di rumah sakit
2. Pengobatan suportif dengan pemberian infuse
3. Pemeriksaan biakan darah
4. Antibiotic spectrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram
negative diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara
parenteral selama 3-6 minggu
5. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
6. Tindakan pembedahan indikasi untuk melakukan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
epedermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
infolukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur peasca
pembedahan.
J. KOMPLIKASI
Menurut Arif muttaqin (2008) :

1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang


memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastasis ke tulang
sendi lainnya ,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan
biasanya terjadi pada klien dengan gizi buruk
3. Artitis supuratif. Dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi
belum berfungsi dengan baik
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomilitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek

BAB II
PEMBAHASAN

KASUS:
Seorang lelaki, Didit (20 tahun), diduga menderita infeksi bakteri patogenik
dengan keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah. 2 tahun yang
lalu, ada riwayat kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu
dibawa ke dukun tulang. Pada plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone
resorption, sklerosis sekitar tulang, involucrum.
Pasien didiagnosa osteomyelitis, didapatkan deformitas, scar tissue, sinus
dengan discharge, seropurulent, dan ekskoriasi sekitar sinus. Klien mengeluh
nyeri pada tungkai bawah yang mengalami fraktur, nyeri dirasakan apabila
dipegang atau diraba, skala nyeri 7, terasa senut-senut, panas, sifatnya sering dan
terus menerus, wajah menahan sakit, akral hangat, bibir kering.
Pemeriksaan TTV didapatkan: TD: 130/90 mmHg, S: 39 0C, N : 100 x/mnt, RR :
22 x/mnt

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Riwayat Keperawatan
a. Identifikasi klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi
lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan
infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat
pembedahan tulang.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
4) Psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
5) Kebiasaan sehari-hari
6) Pola nutrisi
: anoreksia, mual, muntah.
7) Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi
8) Pola aktivitas : pola kebiasaan
2. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
a. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam
dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
b. Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi
sebelumnya.
c. Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
(pada osteomielitis akut)
d. Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya
cairan purulen.
e. Identisikasi peningkatan suhu tubuh
f. Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek
bila di palpasi.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. B1 (Breathing) :
Inspeksi
: didapat bahwa klien osteomielitis tidak mengalami
kelainan pernapasan
Palpasi toraks : ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Auskultasi
: tidak didapat suara napas tambahan
2. B2 (Blood) :
Inspeksi
: tidak tampak iktus jantung
Palpasi
: menunjukan nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi
: didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak ada mundur
3. B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
- Kepala
: Tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan).
- Leher
: Tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan, reflex
menelan ada).
- Wajah
: Terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk.
- Mata
: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan).
- Klien osteomielitis yang disertai adanya malnutrisi lama biasanya
-

mengalami konjungtiva anemis.


Telinga
: Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.
Hidung
: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut pucat.
Status mental
: Observasi penampilan dan tingkah laku klien.
Biasanya status mental tidak mengalami
perubahan.
Pemeriksaan saraf cranial :
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
c. Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
d. Saraf V. Klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot
wajah dan reflex kornea tidak ada kelainan.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak da deviasi pada satu sisi dan tidak

ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.


4. B4 (Bladder) :
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik dan berat
jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pada system
ini.
5. B5 (Bowel) :

Inspeksi abdomen
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
-

: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.


: Turgor baik, hepar tidak teraba.
: Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
: Peristaltik usus normal (20 kali/menit).

Inguinal-genitalia-anus :
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
defekasi.

Pola nutrisi dan metabolisme :


Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat, terauma kalsium atau protein. Masalah nyeri pada
osteomielitis menebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga
pemenuhan nutrisi berkurang.

Pola eliminasi :
Tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces. Pada pola berkemih,
dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine.

6. B6 (Bone) :
Adanya oteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan
osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik
klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai
dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
A. ANALISA DATA
1. Pre Operatif
DATA

ETIOLOGI

MASALAH

DO:

Inflamasi

Wajah

pasien pembengkakan

dan Gangguan

nyaman: nyeri

tampak meringis, menahan


sakit, dan sering mengeluh
tentang sakitnya.
-

Suhu

tubuh

Terdapat

bekas

pasien 390C.
-

fraktur pada tungkai bawah,


scar

tissue,

sinus

dengan

discharge, seropurulen, dan


ekskoriasi.
DS:
Pasien mengatakan bahwa :
P: nyeri apabila dipegang atau
diraba
Q: nyeri terasa panas, senutsenut
R: nyeri terasa pada bagian
tungkai

bawah

yang

mengalami fraktur
S: skala nyeri pasien 7
T: nyeri sifatnya sering dan

terus menerus
DO:
Proses
infeksi, Hipertermia
0
Suhu tubuh pasien 39 C.
peningkatan kecepatan
Akral hangat
Terdapat rubor
metabolik.
Frekuensi napas meningkat:
22x/mnt
DS:
Pasien
panas.

mengeluh

badannya

rasa

2. Intra operatif
DATA

ETIOLOGI

MASALAH

DO:

Proses pembedahan

Resiko

Adanya luka insisi sepanjang

tinggi

perdarahan

10 cm di
DS: -

3. Post Operatif
DATA

ETIOLOGI

DO:

Inflamasi

Wajah

pasien insisi

dan

MASALAH
luka Gangguan

rasa

nyaman: nyeri

tampak meringis, menahan


sakit
-

Terdapat

luka

insisi pada
DS:
Pasien sering mengeluh nyeri
pada luka operasi
DO:
-

Terdapat

Luka insisi
luka

insisi pada
-

Pasien

tampak

meringis
DS:
Pasien mengeluh nyeri pada
luka operasi
B. DIAGNOSA
Pre Operatif

Resiko infeksi

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan


pembengkakan
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan
metabolik
Intra operatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
Post Operatif
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan
luka insisi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi
C. INTERVENSI
Pre Operatif
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri yang berhubungan dengan inflamasi
dan pembengkakan
Tujuan : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil : secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi
Mandiri :

Rasional
Mandiri :
a. Nyeri merupakan respon subyaktif yang

a. Kaji nyeri dengan skala 0-4

dapat dikaji dengan menggunakan skala


nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cidera.
b. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
b. Atur

posisi

imobilisasi

pada

nyeri pada daerah nyeri sendi atau nyeri di

tulang yang mengalami infeksi.


daerah nyeri sendi atau nyeri di c. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan
tulang yang mengalami infeksi.
pergerakan sendi
c. Bantu
klien
dalam

mengidentifikasi factor pencetus.


d. Jelaskan dan bantu klien terkait d. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dengan tindakan peredaran nyeri

nonfarmakologi dan noninvasi.


e. Ajarkan
relaksasi:
teknik
mengurangi

ketegangan

otot

dan

tindakan

menunjukkan

nonfarmakologi
keefektifan

lain
dalam

mengurangi nyeri.

rangka yang dapat mengurangi


intensitas

nyeri

dan

meningkatkan relaksasi masase.


f. Ajarkan metode distraksi selama

e. Teknik ini melancarkan peredaran darah


sehingga kebutuhan O2 pada jaringan
terpenuhi dan nyeri berkurang.

nyeri akut.
g. Beri kesempatan waktu istirahat
bila terasa nyeri dan beri posisi

f. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri

yang nyaman (misal: ketika tidur,

ke hal-hal yang menyenangkan.


punggung klien diberi bantal g. Istirahat merelaksasi semua
kecil).
h. Tingkatkan pengetahuan tentang

jaringan

sehingga meningkatkan kenyamanan.

penyebab nyeri dan hubungan


dengan beberapa lama nyeri akan
berlangsung.
Kolaborasi
a. Pemberian analgesik

h. Pengetahuan

tersebut

membantu

mengurangi nyeri dan dapat membantu


meningkatkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Kolaborasi :
a. Analgesik memblok lintasan nyeri
sehingga akan berkurang.

2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan


kecepatan metabolik.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan
keseimbangan di antara produksi panas, peningkatan panas, dan
kehilangan panas.
Kriteria Hasil : suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh
dalam batas normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan,
perubahan warna kulit tidak ada, keletihan tidak tampak.

Intervensi
Mandiri :

Rasional
Mandiri :

a. Pantau terhadap tanda hipertermia a. kewaspadaan terhadap hipertermia malignan


maligna

(misalnya

takipnea,

aritmia,

demam,
perubahan

dapat mencegah atau menurunkan respon


hipermetabolik

tekanan darah, bercak pada kulit,

farmakologis

kekakuan,

pembedahan.

dan

berkeringat

terhadap
yang

obat-obatan

digunakan

selama

banyak).
b. Pantau suhu minimal setiap dua
jam, sesuai dengan kebutuhan. b. Regulasi suhu dapat mencapai atau
mempertahankan suhu tubuh yang diinginkan
Pantau warna kulit dan suhu
selama intraoperasi.

secara kontinu.
c. Pantau tanda vital

c. Pemantauan tanda vital seperti pengumpulan


dan analisis data kardiovaskuler, respirasi,
suhu

tubuh

untuk

menentukan

serta

mencegah komplikasi.
Kolaborasi :

Kolaborasi :

a. Berikan obat antipiretik sesuaia. Obat antipiretik digunakan untuk menurunkan


suhu tubuh.
dengan kebutuhan.
b. Gunakan

matras

dingin

mandi air hangat

danb. Matras dingin dan mandi air hangat digunakan


untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, sesuai
dengan kebutuhan.

Intra Operatif
1.

Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan


proses pembedahan
Tujuan: Terjadi perdarahan
Kriteria Hasil: Terjadi perdarahan, TTV dalam batas normal

Intervensi
Rasional
a. Monitor perdarahan pada daerah a. Mengetahui jumlah perdarahan
pembedahan setelah dilakukan
insisi.

b. Ingatkan operator dan asisten


bila terjadi perdarahan hebat.
c. Monitor vital sign.

b. Mencegah perdarahan yang lebih banyak


c. Mengatahui kondisi pasien secara umum
d. Mengatahui balance cairan.

d. Monitor cairan.
Post Operatif
1.

Gangguan

rasa

nyaman:

nyeri

yang

berhubungan dengan inflamasi dan luka insisi


Tujuan : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil : secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi
Mandiri

Rasional

a. Kaji nyeri dengan skala 0-4

a. Nyeri merupakan respon subyaktif yang


dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cidera.
b. Nyeri dipengaruhi

b. Bantu

klien

dalam

oleh

kecemasan

pergerakan sendi

mengidentifikasi factor pencetus.


c. Jelaskan dan bantu klien terkait c. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dengan tindakan peredaran nyeri

dan

nonfarmakologi dan noninvasi.

menunjukkan

d. Ajarkan
mengurangi

relaksasi:
ketegangan

teknik

nyeri

nonfarmakologi
keefektifan

lain
dalam

mengurangi nyeri.

otot

rangka yang dapat mengurangi


intensitas

tindakan

dan

meningkatkan relaksasi masase.


e. Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut.
f. Tingkatkan pengetahuan tentang
penyebab nyeri dan hubungan

d. Teknik ini melancarkan peredaran darah


sehingga kebutuhan O2 pada jaringan
terpenuhi dan nyeri berkurang.

e. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri


ke hal-hal yang menyenangkan.

dengan beberapa lama nyeri akan f. Pengetahuan


berlangsung.

tersebut

membantu

mengurangi nyeri dan dapat membantu


meningkatkan kepatuhan klien terhadap

Kolaborasi

rencana terapeutik.

g. Pemberian analgesik
g. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
akan berkurang.

2.

Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi


Tujuan: Peningkatan penyembuhan luka tepat waktu
Kriteria Hasil: Tanda-tanda infeksi tidak terjadi

Intervensi
Mandiri
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Observasi TTV

Rasional
c.

Deteksi dini terjadinya infeksi

d.

Mengatahui keadaan umum klien


dan merupakan tanda adanya infeksi apabila

Kolaborasi

terjadi peradangan

c. Pemberian antibiotik
e.

Antibiotik

dapat

mencegah

sekaligus membunuh kuman penyekit untuk


berkembang biak
D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
-

Melaporkan berkurangnya nyeri


Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak

2. Peningkatan mobilitas fisik


-

Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri


Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan
aman

3. Tidak adanya infeksi


-

Memakai antibiotika sesuai ketentuan


Suhu badan normal
Tidak ada pembengkakan
Tidak ada pus
Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal

4. Mematuhi rencana terapeutik


-

Memakai antibiotika sesuai ketentuan


Melindungi tulang yang lemah
Memperlihatkan perawatan luka yang benar
Melaporkan bila ada masalah segera
Makan diet seimbang dengan tinggi protein, vitamin C dan D
Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
Melaporkan peningkatan kekuatan
Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri,
pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).

PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis.
Osteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri. Namun jamur dan virus yang
bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang
panjang, vertebra, tulang tengkorak dan mandibula.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 3, EGC : Jakarta.
Donges Marilynn, E. 20000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit
buku kedokteran EGC: Jakarta
Price Sylvia, A 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2 . Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Smeltzer Suzanne, C 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Edisi 8. Vol 3. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7.
Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Вам также может понравиться