Вы находитесь на странице: 1из 20

REFERAT BEDAH PLASTIK

CLEFT LIP AND PALATE

Oleh :
Antonius Setyo Wibowo

G99142003

Satrio Sarwo Trengginas

G99142124

Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp.B, Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA

2016
BAB I
PENDAHULUAN
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan celah pada bibir atas yang didapatkan
seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit mulut (palate),
maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan
langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Apabila celah terdapat pada bibir
atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft/labiopalatoschisis.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester
pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor
yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obatobatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.
Cleft lip dapat dikoreksi dengan tindakan labioplasti, yaitu tindakan
pembedahan untuk menutup celah pada bibir. Rekonstruksi celah bibir bertujuan
untuk mengembalikan bentuk anatomi yang senormal mungkin.
Deformitas celah didapatkan pada kurang lebih 1 dari setiap 680 kelainan.
Dari jumlah tersebut, 10% hingga 30% hanya mengenai bibir, 35-55% mengenai bibir
dan palatum, dan 30-45% terbatas pada palatum saja. Celah bibir dengan atau tanpa
celah palatum lebih banyak didapatkan pada pria dengan rasio 2:1. Namun demikian,
celah palatum saja lebih banyak didapatkan pada wanita dengan rasio serupa 2:1.
Insidens celah ini lebih tinggi pada bangsa timur dan Kaukasia dan lebih rendah pada
bangsa kulit hitam. Pada kebanyakan kasus, celah bibir dan sumbing langit-langit
terjadi bersamaan. Gejala utama dari celah bibir dan/atau langit-langit sumbing
adalah pembukaan terlihat di bibir atau langit-langit. Gejala lain dapat terjadi sebagai
akibat dari sumbing meliputi masalah feeding (terutama dengan sumbing), masalah
bicara, gigi yang hilang terutama ketika bibir sumbing meluas ke daerah gusi bagian
atas, infeksi berulang telinga bagian tengah, dan masalah pendengaran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu
cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Kelainan
ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obat-obatan,
infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.
Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di
wajah. Semua struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya,
dapat terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat
jarang. Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk
menjelaskan dan mengelompokkan semua jenis celah. Pada sumbing wajah
terjadi tumpang tindih dari sumbing yang berdekatan.

Gambar 1. Cleft lip and palate


B. Epidemiologi.
Craniofacial cleft merupakan kelainan congenital yang jarang ditemukan
dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100000 kelahiran. Kelainan
ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa Oblique facial

cleft. Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum,
kira-kira terdapat 1:600 kelahiran; insidensi celah palatum saja sekitar 1:1000
kelahiran. Bibir sumbing lebih lazim terjadi pada laki-laki. Kemungkinan
penyebabnya meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom-malformasi,
murni-tak diketahui, atau genetik. Faktor genetik pada bibir sumbing, dengan atau
tanpa celah palatum, lebih penting daripada celah palatum saja. Namun keduanya
dapat terjadi secara sporadis; insidensi tertinggi kelaianan ini terdapat pada orang
Asia dan terendah pada orang kulit hitam
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada tahun 1575 seorang ahli bedah Perancis, Ambroise Pare menerbitkan
sebuah buku yang mengulas mengenai berbagai penyebab kelainan kongenital,
meliputi faktor lingkungan, herediter, psikologis, dan religius. Beberapa tahun
kemudian William Havey (1578-1657) mengenalkan konsep keterhambatan
perkembangan selama proses embrionik sebagai penyebabnya. Pada awal abad
ke-19, Meckel dan Geoffry St. Hilaire mendirikan badan penelitian tentang
teratologi, sehingga pada tahun 1832 dimulailah berbagai penelitian tentang
penyebab kelainan kongenital. Sampai saat itu, penyebab facial cleft masih belum
jelas. Namun, Geoffry mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini,
yaitu teori pita amnion/ amniotic band.
Teori lain yang disuguhkan oleh Meckel menjelaskan adanya gangguan
proses perkembangan yang melibatkan berbagai tahap, antara lain informasi
genetik, deposisi, diferensiasi, dan proliferasi sel serta remodeling jaringan lunak.
Mekanisme nongenetik juga bisa menjadi penyebab, seperti radiasi,
infeksi (toxoplasmosis, human influenza), abnormalitas metabolisme, seperti
metabolisme fenilalanin maternal yang abnormal, obat-obatan (antikonvulsan,
tretinoin, talidomid). Selain itu, hematoma, oligohidramnion, dan sindrom ruptur
amnion juga dapat menjadi penyebabnya.

Faktor yang menjadi penyebab atau etiologi terjadinya cleft lip and palate
antara lain:
1. Faktor herediter:
Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara bersamaan
maupun tidak bersamaan. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan dengan
kelainan bawaan lainnya.

Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik.

Kelainan ini juga menyebabkan anak mengalami kesulitan ketika makan,


gangguan perkembangan berbicara dan infeksi telinga.
Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah bibir atau celah
langit-langit pada keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya. Pendapat
saat ini terhadap etiologi dari celah bibir dan langit-langit adalah bahwa celah
bibir dan celah langit-langit tersendiri memiliki predisposisi genetik dan
kontribusi komponen lingkungan. Sejarah keluarga dengan celah bibir dan
langit-langit dimana hubungan keluarga derajat pertama berpengaruh pada
peningkatan resiko menjadi 1 dalam 25 kelahiran hidup. Pengaruh genetik
lebih penting pada celah bibir/langit-langit dibandingkan celah langit-langit
sendiri, dimana faktor lingkungan menggunakan pengaruh lebih besar.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan terlibat dalam clefting (proses terbentuknya
celah) termasuk epilepsi ibu hamil dan obat-obatan teratogen (zat yang dapat
menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia), sebagai
contoh steroid, diazepam dan fenitoin. Walaupun keuntungan suplemen asam
folat antenatal adalah untuk mencegah celah bibir dan langit-langit tetap
samar. Walaupun kebanyakan celah bibir dan langit-langit muncul sebagai
deformitas tersendiri, rangkaian Pierre-Robin tetap merupakan sindroma yang
paling sering.
Sindroma ini terdiri dari celah langit-langit tersendiri, retrognathia
dan glosoptosis (lidah displasia posterior), yang dihubungkan dengan
kesulitan pernapasan dan pemberian makanan.

Celah langit-langit lebih sering dihubungkan dengan sindroma


dibandingkan celah bibir. Lebih dari 150 sindroma dihubungkan dengan
celah bibir dan langit-langit, walaupun Stickler, Shprintzen (anomali
jantung), Down, Apert dan Treacher Collins adalah yang paling sering
dijumpai.
Ibu hamil yang merokok telah dihubungkan dengan celah bibir dan
langit-langit pada keturunannya. Studi berbeda mengindikasikan bahwa
merokok selama kehamilan merupakan faktor resiko minor dalam
pembentukan celah oral, dan tergantung dosis. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa mungkin saja ada interaksi kuat antara variasi gen tertentu
antara maternal dan/atau janin dengan merokok yang dapat menyebabkan
celah oral pada janin. Bagaimanapun peneliti lainnya tidak menemukan
adanya hubungan ini.
Faktor risiko terjadinya cleft lip and palate ini, dapat berasal dari bayi
sendiri maupun dari ibunya. Faktor risiko tersebut antara lain:
a. Bayi yang memiliki cacat lahir lainnya
b. Memiliki saudara kandung, orang tua, atau saudara dekat lain yang lahir
dengan sumbing wajah.
c. Ibu mengkonsumsi alkohol selama kehamilan
d. Memiliki penyakit atau infeksi saat hamil
e. Kekurangan asam folat pada pembuahan atau selama kehamilan awal
D. Embriologi
Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada wajah (kecuali kulit
dan otot), termasuk palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel
inilah yang memberikan pola pada pertumbuhan dan perkembangan wajah.
Pertumbuhan fasial sendiri dimulai sejak penutupan neuropore (neural tube) pada
minggu ke-4 masa kehamilan; yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian
proses kompleks berupa migrasi, kematian sel terprogram, adhesi dan proliferasi

sel-sel neural crest. Penutupan defek maksila dan nasal lateralis menyebabkan
cleft (uni- atau bilateral) melalui bibir atas kearah lubang hidung sehingga
terbentuk cleft lip. Palatum terbentuk dari buku-buku palatin saat pembentukan
maksila di usia kehamilan 8-9 minggu. Buku-buku palatin ini akan menyatu pada
garis tengah di usia kehamilan 9 minggu. Apabila telah terjadi cleft lip diikuti
gagalnya fusi/penyatuan buku-buku palatin ini maka dapat berlanjut dengan cleft
palate.
Ada 3 pusat pertumbuban fasial, yaitu:
1.
Sentra prosensefalik
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal
otak, tulang frontal. dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila
2.

dan septum nasal (regio fronto-nasal).


Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka
bagian bawah (regio latero posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami
tumpang tindih akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut

3.

diacephalic borders.
Diasefalik
Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi,
selanjutnya ke arah filtrum; dan filtrum merupakan penanada (landmark)
satu-satunya dari diacephalic borders yang bertahan seumur hidup.
Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.

Gambar 2. Embrio berusia 2 minggu dengan sentra pertumbuhan


Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses
kompleks sel-sel neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi

dengan atau tanpa displasi, normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi.
Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral
bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum)
dibentuk oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini
kemudian mengalami kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan
yang terjadi pada rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas akan
menyebabkan adanya celah baik pada bibir (jaringan lunak) maupun gnatum,
palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka tulang). Berdasarkan
teori ini, dikatakan bahwa bibir sumbing dan langit-langit, merupakan suatu
bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan facial cleft, yang
mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefaIik, rombensefalik
dan diasefalik.

Gambar 3. Embriologi struktur midline facial


Gambar diatas menjelasakan proses embriologi pembentukan struktur
midfacial. Gambar (a,b) menunjukkan proses nasal lateralis membentuk alae dan
sisi dari hidung, sedangkan proses nasal medialis membentuk segmen
intermaksilaris, terdiri dari philtrum bibir atas, palatum primer dan empat gigi
insisivus. Proses maksilaris membentuk sisa-sisa bibir atas lainnya serta palatum
sekunder: palatum durum, gigi-gigi anterior dan posterior, serta palatum mole.

E. Tanda dan Gejala

Gejala utama facial cleft adalah kelainan pada tulang, otot atau kulit. Salah
satu masalah utama yang terkait dengan celah cacat adalah bahwa cacat terjadi di
dalam rahim. Pada tahun-tahun awal kehidupan, ketika sutura belum mentup
dapat timbul peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
ini dapat menyebabkan kerusakan otak, dan kebutaan yang parah. Kemudian
penampilan wajah terganggu, mengganggu jalan napas dan kemampuan
mengunyah akibat kelainan pada rahang atas serta adanya maloklusi gigi dengan
mandibula yang menonjol. Kelainan maxila juga dapat menyebabkan proptosis
parah.

Selain

itu,

kelainan

juga

dapat

sampai

di

telinga,

yaitu

infeksi telinga tengah yang berulang, dan penurunan pendengaran


F. Klasifikasi
Malformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah
mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian,
muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua
tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen
infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami
beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American
Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai,
klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen.
Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan van
de Meulen.
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem
klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30
menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomoran ini memudahkan
nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan
faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier,
klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal
embriogenesisnya. Klasifikasi Tessier merupakan cara paling mudah untuk

mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga menjadi klasifikasi yang


paling sering digunakan hingga sekarang.

Gambar 4. Klasifikasi tessier pada tulang tengkorak dan wajah


Klasifikasi Van der Meulen
Van de Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan
pada tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah
celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm
panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat
kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan
maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral.
a. Displasia Internasal
Displasia

internasal

disebabkan

oleh

penghentian

perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini


ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau
duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism
dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi
bagian perkembangan premaxilla.

Gambar 5. Internasal Displasia


b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu
bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini
jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya
hypertelorism.

Gambar 6. Nasal Displasia


c. Displasia Nasomaxillary
Displasia

nasomaxillary

disebabkan

oleh

terhentinya

perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan


rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang
lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing
nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital
(sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah
normal.

Gambar 7. Nasomaxillary Displasia


d. Displasia rahang atas
Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang
berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas.
i. Displasia

rahang

pengembangan

dari

penulangan maxila. Hal

medial,

disebabkan

bagian
ini

medial

menyebabkan

oleh

kegagalan

rahang

atas pusat

celah

sekunder,

oleh

kegagalan

bibir philtrum dan langit-langit

Gambar 8. Maksila Displasia


ii. Displasia

rahang lateral,

disebabkan

pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang


juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langitlangit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah
merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.

Selain itu pada kasus labioschisis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi/


jumlah kelainan:
a. Unilateral
b. Bilateral

Gambar 9. Klasifikasi labioschisis berdasarkan lokasi


G. Terapi
Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi
dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan
bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah
plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk
rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan
telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan
ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki
keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular.
Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk cleft lip and
palate, karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan
tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi
awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan

intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk
memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional.
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya
jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi
tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan
agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika
terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik
perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung
pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini
mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan
pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap cleft lip and
palate dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit
dan mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut.
1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata
Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak
dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal.
a. Coloboma
Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat
pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin,
untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut
b. Distopia Orbit Vertikal
Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital
dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak
terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah
dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital,
dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital
menggunakan graft tulang.

c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomi dan bipartition
wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy
adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan
menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua
orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke
tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa
orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih
banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan
rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga
dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersamasama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan
tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga,
ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas.
2. Terapi pada Anomali Hidung
Anomali

hidung

yang

ditemukan

pada

kelainan

sumbing

bervariasi. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi


hidung untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan
estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi
penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa
setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang
pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi dilakukan
pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang terbatas di daerah
celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset cangkok
tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga
dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak
ada dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal.
3. Terapi pada Anomali Midface

Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering


merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan
untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan
lagi. Pada pengobatan anomali midface umumnya operasi lebih banyak
dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah
dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti dijelaskan
oleh Ren Le Fort . Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan
bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang
lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar).
4. Terapi pada Anomali Mulut
Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti
sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti
sindrom Treacher Collins dan microsomia hemifacial, yang membuat
perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomali mulut
merupakan bagian dari pengobatan sindrom.
H. Pencegahan
Karena penyebab sumbing masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang
mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor
genetik dan lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
U.S. National Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam
folat pada masa kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan
cleft lip and palate secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi
untuk risiko yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan cleft lip and palate.
Diagnosis prenatal terhadap cleft lip and palate dapat dilakukan melalui
pemeriksaan ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal,
terutama dalam masa mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi,
perlu dilakukan konseling prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas
hidup anak

DAFTAR PUSTAKA
Abramowicz A, Cooper M, Bardi K, Weynet R, Marazita M. 2003. Demographic and
prenatal factor of patients with cleft and lip anfd cleft palete. American
dental association. p. 134
Allori AC, Mulliken JB, Meara JG, Shusterman S, Marcus JF. 2015. Classification of
cleft lip/palate: then and now. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 2015
0(0)
American Cleft Palate-Craniofacial Association. 2009. Parameters For Evaluation and
Treatment of Patients with Cleft Lip/Palate or Other Craniofacial
Anomalies. Diunduh dari www.acpa-cpf.org, 14 November 2016
Antonarakis GS, Tompson BD, Paedo D, Otho D, Fisher DM. 2016. Preoperative
cleft lip measurements and maxillary growth in patients with unilateral
cleft lip and palate. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 53(6), p. 198-207
Arorasena OA. 2007. Cleft lip and palate. Otolaryngol Clin N Am 40(2007), p. 27-60
Artono MA, Prihartiningsih. 2008. Labioplasti metode barsky dengan pemetongan
tulang vomer pada penderita bibir sumbing dua sisi komplit di bawah
anastesi umum. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Negeri
Universitas Gajah Mada; 15(2): 149-152

Bell William. 1985. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia.


W.B . Saunders Company, p. 526
Bishara SE. 2001. Textbook of orthodontics. WB Saunders Company. p 53
Cascone P, Arangio P, Ramieri V, Foresta E. 2009. Cleft lip and palate: Technical
strategies for the primary palatoplasty. The Journal of Craniofacial Surgery
19(5); 1343-7
Chang, C.K, 1994. Feeding Plates for Cleft Lip and Palate Babies. Diajukan pada
Seminar Penanganan Terpadu Celah Bibir dan Langit-Langit. PDGI Jateng.
SMF gigi dan Mulut FK Undip/RSDK
Cobourne MT. 2004. The complex genetics of cleft lip and palate. European Journal
of Orthodontics 26(2004), p. 7-16
Hayward JR. 1968. Cleft lip and cleft palate. in: Kruger GO, eds. Textbook of oral
surgery. 3rd Ed. Saint Louis: The CV Mosby Company. p: 386-91
Huth J, Petersen D, Lehman J. 2013. The use of postoperative restraints in children
after cleft lip or cleft palate repair: a preliminary report. ISRN Plastic
Surgery 2013, p. 1-3
Irawan H, Kartika. 2014. Teknik operasi labiopalatoskizis. Cermin Dunia Kedokteran
41(4), p. 304-8
Jones CM et al. 2016. Do pharyngeal flaps restrict early midface growth in patients
with clefts?. The Cleft PalateCraniofacial Journal 00(00), pp. 000000
Kallen B. 2014. Orofacial clefts. Epidemiology of Human Congenital Malformation.
Springer International Publishing, p: 73-7

Kula K et al. 2015. Cone-beam computed tomography analysis of mucosal thickening


in unilateral cleft lip and palate maxillary sinuses. The Cleft Palate
Craniofacial Journal 00(00) pp. 000000
Leslie EJ et al. 2015. Identification of functional variants for cleft lip with or without
cleft palate in or near pax7, fgfr2, and nog by targeted sequencing of gwas
loci. The American Journal of Human Genetics 96, p. 397-411
Nickel RE, Desch LW. 2000. Guidelines for the care of children and adolescents with
cleft lip and palate. The Physicians Guide to Caring for Children with
Disabilities and Chronic Conditions. Paul H Brookes Publishing Co.
Raulio J et al. 2010. Guidelines for the treatment of cleft lip and palate. Duodecim
2010(126), p. 1286-94
Reilly S, Reid J, Skeat J, Cahir P, Mei C, Bunik M. 2013. ABM clinical protocol #18:
guidelines for breastfeeding infants with cleft lip, cleft palate, or cleft lip and
palate, revised 2013. Breastfeeding Medicine 8(4),p. 349-353
Riden K. 1998 Oral and maxillofacial surgery. Bristol UK: Southmead Department of
Maxillofacial Surgery, Southmead Hospital, p. 78-80
Ruegg TA et al. 2015. Ear Infection in Isolated Cleft Lip: Etiological Implications.
The Cleft PalateCraniofacial Journal 00(00) pp. 000000
Saman M, Gross J, Ovchinsky A, Wood-Smith D. 2010. Cleft lip and palate in the
arts: a critical reflection. Cleft Palate-Craniofacial Journal 49(2), p. 129-136
Shaye D, Liu CC, Tollefson TT. 2015. Cleft lip and palate: an evidence-based review.
Facial Plast Surg Clin N Am 2015

Stock JM, Stoneman K, Cuniffe C, Rumsey N. 2015. The psychosocial impact of cleft
lip and/or palate on unaffected siblings. The Cleft PalateCraniofacial Journal
00(00) pp. 000000
Suryo. 2005. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p.61
Sutrisno EH, Wahyuni LK, Lilisantosa K. 2012. Speech outcome in cleft palate
patients after soft palatoplasty (stage 1) in two-stage palatoplasty technique:
a review of two cases. Jurnal Plastik Rekonstruksi 1(4), p.409-16
Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Tecco S et al. 2014. The retrieval of unerupted teeth in pedodontics: two case reports.
Journal of Medical Case Reports 2014(8), p. 1-13
Tjiptono TR dkk. 1989. Ilmu bedah mulut. Medan. Percetakan Cahaya Sukma.
Medan. P. 320
Wright EJ et al. 2015. Cleft lip standardized patient examinations: the role in plastic
surgery resident education. The Cleft PalateCraniofacial Journal 00(00) pp.
000000
Zajac DJ, Preisser J. 2016. Age and phonetic influences on velar flutter as a
component of nasal turbulence in children with repaired cleft palate. The
Cleft PalateCraniofacial Journal 00(00) pp. 000000

Вам также может понравиться