Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TUMOR
KANKER NASOFARING
Dosen Pengampu:
Sunarti, M.Sc., Apt
Disusun Oleh : Kelompok H/4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Silviana Indriyani
Hesti Widya Triana D
Aprilya Dewi K
Brigita Maria
Irsyad Rizky A
Setianingsih
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
19133980 A
19133982 A
19133984 A
19133986 A
19133990 A
19133992 A
I.
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah
nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan bukti adanya
diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur.
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara,
kanker leher rahim, dan kanker paru. Berdasarkan GLOBOCAN 2012.
o 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru
terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan)
o
51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada
perempuan)
KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita
adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun. Angka kejadian tertinggi di
dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus kanker nasofaring
diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di daerah Eropa dan
Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh WHO sebelum tahun
1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma
sel
skuamosa
berkeratinisasi
(Keratinizing
Squamous
Cell
Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan
buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai
adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan
intersel.Pada umumnya batas sel cukup jelas.
(Keratinizing
Squamous
Cell
Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi
lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
D. FAKTOR RESIKO
Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor yang tampaknya meningkatkan
resiko terkena karsinoma nasofaring, termasuk.
1. Jenis Kelamin. Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita.
2. Ras. Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang- orang di Asia dan Afrika
Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari jenis
kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
3. Umur. Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun
4. Makanan yang diawetkan. Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak
makanan, seperti ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada usia
dini, lebih dapat meningkatkan risiko
5. Virus Epstein-Barr. Virus umumnya ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan
gejala
ringan,
seperti
pilek.
Kadang-
kadang
dapat
menyebabkan
II.
PATOFIOLOGI
Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang terbanyak ditemukan
untuk daerah kepala dan leher (60%). Tumor ini sulit dideteksi dini dan tidak mudah
diperiksa oleh tenaga kesehatan yang bukan ahli sehingga seringkali tumor ini baru terdeteksi
ketika sudah berada pada tahap yang lebih lanjut. Oleh karena itu, mempelajari patogenesis,
patofisiologi, dan manifestasi klinis kanker nasofaring penting untuk lebih mengenal
karakteristik tumor ini. Pada LTM ini akan dibahas patogenesis, patofisiologi, dan
manifestasi klinis kanker nasofaring.
A. Patogenesis
Patogenesis Molekuler Kanker
Pengetahuan mengenai patogenesis
molekuler kanker
secara umum
o Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator
normal: proto-onkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen supresor
tumor yang menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur apoptosis, dan gen
yang terlibat dalam reparasi DNA.
o Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik maupun
fenotipe akibat banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat berprogresi
menjadi
ganas,
dengan
karakteristik
neoplasma
ganas
seperti
Patogenesis NPC
Kanker nasofaring (NPC) merupakan tumor ganas yang diasosiasikan dengan
virus EBV (Epstein-Barr virus). Telah ditemukan bahwa perkembangan NPC
salah satunya dipengaruhi faktor risiko yang sudah sering dikemukakan yaitu
kenaikan titer antibody anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi, mekanisme
molekuler dan hubungan patofisiologis dari karsinogenesis terkait EBV masih
belum sepenuhnya jelas.[3] Selain itu, meski NPC seringkali diasosiasikan
dengan EBV, EBV tidak mengubah sel-sel epitel nasofaring menjadi sel-sel klon
yang proliferative, meski ia dapat mentransformasi sel B primer. Agar terbentuk
NPC, mula-mula dibutuhkan infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong
oleh perubahan genetik yang dapat diidentifikasi pada epitel nasofaring
premalignan. Setelah itu infeksi laten dan litik terjadi dan menghasilkan produkproduk tertentu, barulah ekspansi klonal dan transformasi sel epitel nasofaring
premalignan menjadi sel kanker. Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa
konsumsi karsinogen dalam diet pada masa kanak-kanak juga dapat
mengakibatkan akumulasi dari lesi genetik dan peningkatan risiko NPC. Selain
diet, faktor-faktor lainnya adalah pajanan zat-zat kimia pada pekerjaan, misalnya
formaldehida dan debu kayu yang mengakibatkan inflamasi kronis di nasofaring.
Seperti yang telah dijelaskan, setelah faktor genetik dan lingkungan
merangsang perubahan pada epitel nasofaring, virus EBV memperparah keadaan
epitel tersebut. Virus EBV menginfeksi sel NPC secara laten. Virus ini kemudian
memasuki
fase
infeksi
litik
yang
produktif.
Tumor
NPC
diketahui
mengekspresikan tiga protein yang dikode EBV, RNA kecil dan mikroRNA.
Protein-protein yang diekspresikan di antaranya adalah EBNA1, LMP1, dan
LMP2. Dalam perkembangan NPC, diduga LMP1 memiliki peran sentral. LMP1
disekresi melalui eksosom dan masuk ke dalam sel-sel yang tidak terinfeksi EBV
melalui endositosis. LMP1 juga mempengaruhi lingkungan di sekeliling tumor.
LMP1 merupakan onkogen primer yang dapat meniru fungsi salah satu reseptor
TNF, yakni CD40. Akibatnya, ia dapat menginisasi beberapa pathway persinyalan
yang merangsang perubahan fenotip dan morfologi sel epitel. LMP 1 juga
mengakibatkan peningkatan EMT (epithelial-mesenchymal transition). Pada
proses EMT, sel-sel karsinoma akan menurunkan penanda epitel tertentu dan
meningkatkan penanda mesenkim tertentu sehingga menimbulkan perkembangan
fenotip promigratori yang penting dalam metastasis. Oleh karena itu, LMP1 juga
berperan dalam menimbulkan sifat metastasis dari NPC. Peningkatan EMT oleh
LMP1 ini diikuti dengan ekspresi penanda sel punca kanker/sel progenitor kanker
serta pemberian sifat-sifat mirip sel punca/sel progenitor kepada sel.
Protein-protein lainnya serta ekspresi RNA virus juga memiliki peranan dalam
karsinogenesis NPC, contohnya LMP2 yang mempertahankan latensi virus.
B. Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya
mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma
nasofaring adalah:
a. Kerentanan genetic
Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap
kanker nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol ras yang
banyak sekali menderitanya adalah bangsa China dan memiliki fenomena
agregasi familial ( Desen, 2008), Anggota keluarga yang menderita karsinoma
nasofaring cendrung juga menderita karsinoma nasofaring. Penyebab karsinoma
nasofaring ini belum diketahui apakah karsinoma nasofaring dikarenakan oleh
gen yang diwariskan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi ( seperti diet
makanan yang sama atau tinggal di lingkungan yang sama), atau beberapa
kombinasi diantarnya juga ikut mendukung timbulnya karsinoma nasofaring
(American cancer society, 2011). Analisis korelasi menunjukkan gen (Human
Leukocyte Antigen) HLA dan gen pengode enzime sitokorm p4502E (CYP2EI)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring, Mereka
berkaitan dengan timbulnya sebagian besar kanker nasofaring. Tahun 2002, RS
Kanker Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit
polimorfisme 22 helai autosom genom manusia. Dengan melakukan pemeriksaan
genom total terhadap keluarga insiden tinggi kanker nasofaring berdialek
Guangzhou di propinsi Guangdong, gen kerentanan nasofaring ditetapkan
berlokasi di 4p1511-q12 (Desen, 2008).
b. Epstein-Barr Virus
EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya
karsinoma
nasofaring.
memengaruhi
Virus
DNA
ini
sel
memiliki
sehingga
protein,
yang
mengalami
diperkirakan
mutasi,
bahwa diet tinggi buah dan sayur mungkin menurunkan resiko karsinoma
nasofaring (American Cancer Society, 2011).
d. Faktor pekerjaan
Faktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak
berhubungan dengan debu nikel, debu kayu (pada industri mebel atau
penggergajian kayu), atau pekerjaan pembuat sepatu. Atau zat yang sering kontak
dengan
zat
yang
dianggap
disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan
hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga
dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya.
Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang ( Roezin,
Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).
2. Gejala lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5
sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke
bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan
sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah
rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak
dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah
wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran
serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat
penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot
rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi
tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua
sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009).
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran
limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini
yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini
terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi, 1983 dan
Arima, 2006).
D. Manifestasi Klinik
Sekitar 3 dari 4 pasien mengeluh benjolan atau massa di leher ketika pertama kali
datang ke dokter. Hal ini di sebabkan oleh karena kanker telah menyebar ke kelenjar
getah bening di leher, menyebabkan mereka menjadi lebih besar dari normal (kelenjar
getah bening yang seukuran kacang mengumpuli sel sistem imun di seluruh tubuh).
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi atas 4 kelompok (Roezin, 2010, American
Cancer Society, 2011, Mansjoer, 2003, Herawati, 2002, dan Soetjipto, 1989) yaitu :
1. Gejala nasofaring: berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, dan
pilek.
2. Gejala telinga: gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat
dengan muara tuba eustachius ( fossa roodden muller). Gangguan
dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga (otalgia) hingga
nyeri dan infeksi telinga yang berulang.
3. Gejala mata dan saraf: gangguan saraf otak dapat terjadi sebagai gejala
lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan
mengenai saraf otak ke III, 1V,VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak
jarang diplopialah yang membawa pasien dahulu ke dokter mata.
Neuralgia merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika
belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut
dapat mengenai saraf ke IX, X, XI, dan XII manifestasi kerusakannya
ialah:
o N IX: gangguan pengecapan yang terjadi pada sepertiga
belakang
lidah
dan
terjadi
kesulitan
menelan
karena
direk,
dokter
menggunakan
sebuah fibreoptic
ronsen.
Setelah
dilakukan bone-scan,
lesi
umumnya
o Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinu atau terus meningkat.
III.
IV.
SASARAN TERAPI
o Benjolan pada kanker nasofaring, pengurangan nyeri.
TUJUAN TERAPI
o Pengontrolan nyeri
o Pengembalian dan pemeliharaan gerak leher,
o
o
o
o
o
o
o
o
bahu,
dan
sendi
temporomandibular
Pemeliharaan kebersihan mulut
Optimalisasi produksi saliva
Pengembalian fungsi menelan
Pengembalian fungsi komunikasi
Meningkatkan dan memelihara kebugaran kardiorespirasi
Mengembalikan kemampuan mobilisasi
Minimalisasi limfedema wajah
Mengembalikan, memelihara dan atau meningkatkan fungsi psiko-sosial
spiritual
o Proteksi fraktur yang mengancam (impending fracture) dan cedera medula
spinalis
o Memperbaiki fungsi pemrosesan sensoris
o Memaksimalkan pengembalian fungsi otak pada hendaya otak (sesuaikondisi).
o Meningkatkan kualitas hidup dengan memperbaiki kemampuan aktivitas
V.
fungsional.
STRATEGI TERAPI
Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung
dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.
Radioterapi (II)
Radioterapi sebagai pengobatan terpilih yang berdiri sendiri pada karsinoma nasofaring
telah diakui sejak lama dan banyak dilakukan di berbagai sentra dunia. Radiasi diberikan
dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula kepada seluruh
stadium (I, II, III, IV lokal) tanpa metastasis jauh (M1) Radiasi dapat diberikan dalam
bentuk:
a. Radiasi eksterna yang mencakup tumor bed (nasofaring) beserta kelenjar getah
bening leher, dengan dosis 66 Gy pada T1-2 atau 70 Gy pada T3-4; disertai
penyinaran kelenjar supraklavikula dengan dosis 50 Gy.
b. Radiasi intrakaviter sebagai radiasi booster pada tumor primer diberikan dengan
c.
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Combination therapy
Cisplatin or carboplatin + docetaxel or paclitaxel
Cisplatin/5-FU
Carboplatin/cetuximab
Cisplatin/gemcitabine
Gemcitabine/vinorelbine
Single agents
Cisplatin
Carboplatin
Paclitaxel
Docetaxel
5-FU
Methotrexate
Gemcitabine
Capecitabine
1. Cisplatin :
-
Indikasi
Efek samping
Mekanisme obat
Dosis
: 50-120 mg/m2.
Gambar
2. 5-FU :
-
Indikasi : Terapi paliatif beberapa penyakit kanker sebagai monoterapi atau kombinasi
pada kanker kolorektal dan payudara. Juga pada tumor ganas esofagus, lambung,
kelenjar pankreas, hati, metastasis pada hati dan kanker anal. Kanker ovarium, serviks,
neutropenia,
anemia,
immunosupresi, gangguan GI, kelaina pada kulit, infark miokard, kelainan pada EKG,
precordialgia, iskemia, somnolen, ataksia, fotofobia, nistagmus, neuritis retrobulber,
-
Dosis : Terapi harian : Infus intra vena : 15 mg/kg BB atau 600 mg/m2 2-4 jam/hari
sampai dengan timbul efek samping. Injeksi intra vena : 12 mg/kg BB atau 480 mg/m2
IV perlahan (2-3 menit) pada hari ke-1,2,3; Jika tidak timbul gejala toksik dapat
diberikan 6mg/kg BB atau 240 mg/m2 pada hari ke-5,7,9. Terapi Mingguan : 12 mg/kg
BB atau 1 kali seminggu 600 mg/m2 secara intra vena perlahan. Terapi Pemeliharaan :
5-10 mg/kg BB atau 1 kali seminggu 200-400 mg/m2 secara intra vena. Maksimal : 1
g/hari.
Gambar :
3. Albothyl :
-
Indikasi : Sariawan, Obat Kumur, Bau Mulut, Sakit Gigi, Luka di Kulit (Luka Jatuh/
Luka Bedah/ Luka Terpotong/ Luka Bakar), Antiseptik Organ Intim Wanita (Pembersih
Vagina, Infeksi Vagina & Keputihan) dan Antiseptik Organ Intim Pria.
Kontraindikasi : Efek samping : Kecuali pada orang mempunyai kecenderungan hipersensitif atau alergi,
belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Selama pengobatan dengan Albothyl
4. Itrakonazol :
-
Indikasi : mengatasi infeksi jamur, agen anti kanker untuk pasien dengan karsinoma sel
Efek samping : Mual, Sakit kepala, Diare, Gangguan menstruasi, Konstipasi, Perut
terasa nyeri, Gangguan pencernaan, Hilang nafsu makan, Nyeri perut yang
berkepanjangan, urine berwarna lebih gelap dari biasanya, merasa lelah yang tidak biasa
mendadak.
Mekanisme obat
demethylase yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab
-
5. Na Diklorfenak :
-
VI.
PENYELESAIAN KASUS
A. Kasus
Nama Tn A, umur 54 dengan BB 57 KG/176 cm. Pasien mengeluh telinga
berdenging, benjolan di leher sebelah kiri, 2 bulan ini benjolan tambah besar, mata kiri
jika terbuka mengeluh berbayang dan nyeri
Pasien Tn. A rujukan dari RSUD Dr. Soedarso didiagnosa kanker nasofaring metastase
undiferrentiated Ke kelenjar leher T1,N2,MO.
Biopsi KNF 31 Mei 2012: Benjolan dileher kiri kecil , diagnosa : ca. nasofaring
Pasien dianjurkan Radiasi tapi pasien menolak, pasien berobat alternatif (herbal) tapi
tidak ada perubahan
Pemeriksaan
T
D
12
0/
70
11
0/
70
11
0/
70
11
0/
70
H
R
11
2
84
11
0
10
0
R
R
20
20
20
20
Su
hu
38
,9
37
,7
38
37
,7
N
ye
ri
Hasil laboratorium
H
as
il
La
b
N
i
l
a
i
r
u
j
u
k
a
n
H
b
1
3
1
8
1
2
,
1
g
/
d
I
I
I
I
I
9
,
3
l
Le
uk
os
it
5
1
0
3
0
,
3
5
1
3
,
3
9
5
3
1
6
2
1
4
,
1
3
,
1
9
1
0
3
L
Tr
o
m
bo
sit
1
5
0
4
4
0
1
0
3
L
Er
itr
os
it
4
,
6
6
,
2
1
0
6
L
Ht
4
0
5
4
%
3
6
,
5
S
G
O
T
0
3
8
2
8
U
/
L
S
G
P
T
0
4
1
6
4
U
/
L
E
nz
im
L
D
H
2
4
0
4
8
0
U
/
L
1
4
9
9
Ur
eu
m
da
1
8
5
2
0
2
7
,
3
ra
h
5
m
g
/
d
l
Kr
ea
tin
in
da
ra
h
<
1
,
1
7
G
D
S
<
1
8
0
0
,
9
2
m
g
/
d
l
m
g
/
D
L
1
0
3
0
,
8
1
H
Bs
A
G
N
o
n
N
o
n
r
e
a
k
t
i
f
r
e
a
k
t
i
f
B. Analisis Kasus
Penyelesaian :
Metode SOAP
Subyektif :
Nama
Umur
Berat badan
Tinggi badan
Keluhan
: Tn. A
: 54 thn
: 57 kg
: 126 cm
: Pasien mengeluh telinga berdenging, benjolan di leher sebelah kiri, 2
bulan ini benjolan tambah besar, mata kiri jika terbuka mengeluh berbayang dan nyeri
Riwayat Penyakit: Riwayat Pengobatan : Obyektif :
Diagnosa
T1,N2,MO.
kelenjar leher
Pemeriksaan
T
D
H
R
R
R
S
u
h
u
1
2
0
/
7
0
1
1
2
2
0
3
8
,
9
N
y
e
r
i
4
Catatan :
110
/ 70
110
/ 70
110
/ 70
(No
rma
l)
(No
rma
l)
(No
rma
l)
84
110
100
(No
rma
l)
(No
rma
l)
(No
rma
l)
20
20
20
(No
rma
l)
(No
rma
l)
(No
rma
l)
37,
7
38
37,
7
(No
rma
l)
(No
rma
l)
(No
rma
l)
(Ny
eri
bera
t)
(Ny
eri
bera
t)
(Ny
eri
bera
t)
7 (Nyeri berat) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat bahwa rasa sakit benar-benar
mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu
melakukan perawatan diri.
Hasil Lab
Nilai rujukan
Hb
13-18 g/dl
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
5-10 103/L
150-440
103/L
4,6-6,2
106/L
II
III
12,1
9,3
(Normal)
(Rendah)
30,35
13,39
(Tinggi)
(Tinggi)
531
621
(Tinggi)
(Tinggi)
4,1
3,19
(Rendah)
(Rendah)
27,3 (Rendah)
Ht
40-54%
36,5 (Rendah)
SGOT
0-38 U/L
28 (Normal)
SGPT
0-41 U/L
64 (Tinggi)
1499 (Tinggi)
20 (Normal)
Kreatinin
darah
<1,17 mg/dl
0,92 (Normal)
GDS
<180 mg/DL
103 (Normal)
HBsAG
Non reaktif
0,81 (Normal)
Non reaktif
Catatan :
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan.
Problem medik
Kanker Nasofaring
S, O
S = Pasien mengeluh
Terapi
Pengobatan
Tidak
telinga
Tradisional
menyembuhkan.
berdenging,
benjolan
di
leher
Analisa
mengeluh
O = Biopsi KNF 31
Mei 2012: Benjolan
dileher
kiri
diagnos
Nasofaring.
kecil,
ca.
Hasil
laboratorium.
Nyeri berat
S = Pasien mengeluh
nyeri
O = Pemeriksaan nyeri
nilai 7
berefek
Plan :
Pasien A di diagnosa kanker nasofaring metastase undiferrentiated Ke kelenjar leher
dengan T1,N2,MO yang artinya :
T1 = Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau
rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
N2 = Metastasis bilateral di KGB (Kelenjar Getah Bening), 6 cm atau kurang dalam
dimensi terbesar di atas fosa suprakla vikula
M0 = Tidak terdapat metastasis jauh
Kanker nasofaring yang diderita pasien sudah masuk dalam stadium III menurut
TNM (AJCC, 7th ed, 2010).
Terapi yang direkomenadasikan kepada pasien adalah Kemoradiasi kuratif +
Kemoterapi adjuvan atau kemoterapi saja.
Kemoradiasi yang direkomendasikan kepada pasien adalah kemoradiasi kuratif, pada
saat menjalani kemoradiasi biasanya pasien merasakan nyeri untuk mengunyah dan
menelan. Keluhan ini dapat ditangani dengan obat kumur yang mengandung
antiseptik dan adstringent (3-4x sehari) seperti Albothyl. Bila ada tanda-tanda
moniliasis, dapat diberikan antimikotik seperti Itrakonazol. Pemberian obat-obat
yang mengandung anestesi lokal dapat mengurangi keluhan nyeri menelan seperti Na
Diklorfenac. Sedangkan untuk keluhan umum, misalnya nausea, anoreksia dan
sebagainya dapat diberikan terapi simptomatik seperti Kortikosteroid.
Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan
dengan kemoterapi adjuvant, yaitu Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU atau
Guideline
Obat
Indikasi
Dosis
Efek samping
Cisplatin
Kanker testis,
kanker
ovarium,
kanker
kandung
kemih.
5-FU
Terapi paliatif
beberapa
penyakit
kanker sebagai
monoterapi
atau kombinasi
pada kanker
kolorektal dan
payudara. Juga
pada tumor
ganas
esofagus,
lambung,
kelenjar
pankreas, hati,
metastasis
pada hati dan
kanker anal.
Kanker
ovarium,
serviks,
kandung
kemih dan
prostat. Tumor
kepala dan
Lihat
pada Mielosupresi
sub
terapi dengan
rasional
lekopenia dan
neutropenia,
anemia,
immunosupresi,
gangguan GI,
kelaina pada
kulit, infark
miokard,
kelainan pada
EKG,
precordialgia,
iskemia,
somnolen,
ataksia,
fotofobia,
nistagmus,
neuritis
retrobulber,
peningkatan
ringan hormon
tiroid.
IO
Alasan
pemilihan
obat
Efek
Sesuai
peningkatan/toks rekomendas
isitas: Cisplatin
i dari guide
dan asam
line
etekrinat. Efek
penurunan:
Natrium tiosulfat
dan amifostin
secara teori
dapat
menginaktivasi
obat secara
sistemik.
Asam
folinat, Sesuai
obat
sitotatik rekomendas
lain,
obat i dari guide
mielosupresan
line
lain, antrasiklik,
asam
folat.
Aminofenason,
fenilbutason,
sulfonamid.
Allopurinol,
klordiazepoksid,
disulfiram,
griseofulvin,
isoniazid,
mitomycin.
Vaksinasi
dengan vaksin
hidup
Albothyle
Itraconazol
e
Na
Diklofenak
leher.
Asam folinat,
obat sitotatik
lain,
obat
mielosupresan
lain,
antrasiklik,
asam
folat.
Aminofenason,
fenilbutason,
sulfonamid.
Allopurinol,
klordiazepoksi
d, disulfiram,
griseofulvin,
isoniazid,
mitomycin.
Vaksinasi
dengan vaksin
hidup
Mengatasi
infeksi jamur,
agen anti
kanker untuk
pasien dengan
karsinoma sel
basal, kanker
paru-paru,
kanker prostat.
artritis
reumatoid,
spondilitis
Untuk kumurkumur
:
diencerkan
1:5.
100-400
per hari
Kecuali
pada
orang
mempunyai
kecenderungan
hipersensitif
atau
alergi,
belum
pernah
dilaporkan
adanya
efek
samping.
Selama
pengobatan
dengan Albothyl
Concentrate
tidak diperlukan
pengobatan
topikal lainnya
mg
Dosis harian
yang
direkomendas
Mual, Sakit
kepala, Diare,
Gangguan
menstruasi,
Konstipasi,
Perut terasa
nyeri, Gangguan
pencernaan,
Hilang nafsu
makan, Nyeri
perut yang
berkepanjangan,
urine berwarna
lebih gelap dari
biasanya,
merasa lelah
yang tidak biasa
Efek samping
yang memiliki
angka kejadian
Digunakan
untuk
membersihk
an rongga
mulut
penggunaan
bersamaan
dengan obatobat yang
dimetabolisme
melalui enzim
CYP3A4
berpotensi
meningkatkan
resiko
cardiotoxicity
dan kematian
jantung
mendadak.
Sebagai anti
infeksi
Efek samping
yang memiliki
angka kejadian 1
Mengatasi
peradangan
ankilosis,
osteoartritis,
serangan gout
(kadar
asam
urat
yang
tinggi)
akut,
sindrom nyeri
pada
tulang
belakang, antinyeri setelah
operasi,
mengurangi
radang
dan
bengkak
setelah
pembedahan,
anti-nyeri pada
kasus seperti
dismenorrhea,
dan obat antinyeri
tambahan pada
infeksi berat
yang
sangat
sakit
seperti
pada
infeksi
telinga,
hidung,
dan
tenggorokan..
ikan berkisar
antara 100
150 mg. Pada
kasus yang
lebih ringan
dan juga pada
kasus yang
membutuhkan
terapi jangka
panjang, dosis
75 100 mg
per hari
biasanya
cukup.
1 10%
meliputi : mual,
muntah, diare,
kembung,
penurunan nafsu
makan,
peningkatan
kadar enzim
hati, nyeri
kepala, vertigo,
kemerahan pada
kulit, ulkus
peptik,
berdenging pada
telinga. Efek
samping yang
jarang (< 1%)
meliputi :
hepatitis akut,
asma, reaksi
hipersensitivitas,
bengkak,
perdarahan
saluran cerna,
kelainan pada
darah.
10% meliputi :
mual, muntah,
diare, kembung,
penurunan nafsu
makan,
peningkatan
kadar enzim
hati, nyeri
kepala, vertigo,
kemerahan pada
kulit, ulkus
peptik,
berdenging pada
telinga. Efek
samping yang
jarang (< 1%)
meliputi :
hepatitis akut,
asma, reaksi
hipersensitivitas,
bengkak,
perdarahan
saluran cerna,
kelainan pada
darah.
DAFTAR PUSTAKA
Desen,
W.,
Kedokteran
2008. Buku
ajar
onkologi
klinis
edisi
kedua.
Fakultas
A., Nurbaiti
I., Jenny
Hidung-Tenggorok
B.,dkk.
Kepala
2010. Buku
Leher
edisi
Ajar
Ilmu
keenam.
Fakultas
Kesehatan
Fakultas
Indonesia; 2012.
Kemkes. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker nasofaring.