Вы находитесь на странице: 1из 16

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peraturan

perundang-undangan

perpajakan

senantiasa

memengaruhi

perkembangan dunia bisnis dalam setiap negara. Pengaruh tersebut tentunya


sangat signifikan, sehingga para eksekutif perusahaan berpendapat bahwa
komponen pajak merupakan komponen yang harus mendapatkan perhatian khusus
dan merupakan faktor yang menentukan lancarnya bisnis perusahaan. Bagi
negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan yang paling penting yang akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan. Di lain pihak, bagi Wajib Pajak (WP), pajak
merupakan beban yang akan mengurangi laba setelah pajak, atau nilai imbal hasil
dari investasi, ataupun arus kas perusahaan. Sehingga risiko pajak merupakan
salah satu yang harus menjadi perhatian penting.
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemilik perusahaan dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan dengan
memeroleh laba setinggi-tingginya. Meminimalkan beban pajak merupakan salah
satu cara manajemen untuk dapat memaksimalkan laba. Manajemen pajak (tax
management) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi WP pajak
supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam
bingkai/zona peraturan perpajakan. Namun demikian, manajemen pajak juga
dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan
secara lengkap, benar/akurat dan tepat waktu sehingga dapat menghindari
pemborosan sumber daya WP secara optimal.
Memahami

dengan

baik

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan serta perkembangan dan perubahannya adalah hal yang harus


dilakukan oleh setiap Wajib Pajak. Banyak upaya yang dilakukan oleh Wajib
Pajak untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak
dianggap sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategistrategi tertentu untuk menguranginya. Usaha-usaha atau strategi-strategi yang
dilakukan tersebut dikenal dengan istilah manajemen pajak (tax management)

2
yang meliputi fungsi perencanaan pajak (tax planning), pelaksanaan kewajiban
perpajakan (tax implementation), dan pengendalian kewajiban perpajakan (tax
control). Tujuan yang diharapkan dengan adanya manajemen pajak ini adalah
meminimalkan pajak terutang untuk memperbesar laba tanpa melanggar aturan
perpajakan.
Biasanya strategi-strategi yang dilakukan dalam manajemen pajak ini lebih
pada memanfaatkan celah-celah (loop-holes) atau sering disebut juga grey-area
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan Tindakan-tindakan
Penghindaran Pajak Tetapi Tidak Melanggar Undang-undang Perpajakan .

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penghidaran pajak?
2. Apa saja tindakan-tindakan penghindaran pajak?
3. Apa saja celah-celah penghindaran pajak?
4. Apa perbedaan penghindaran pajak dengan penggelapan pajak?
5. Apa saja cara-cara penghindaran pajak?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui penghindaran pajak
2. Mengetahui tindakan-tindakan penghindaran pajak
3. Mengetahui celah-celah penghindaran pajak
4. Mengetahui perbedaan penghindaran pajak dengan penggelapan pajak
5. Mengetahui cara-cara penghindaran pajak

3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penghindaran Pajak
Dalam penjelasan Undang-unang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) telah dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu sarana
dan hak tiap wajib pajak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan. Namun bagi pelaku bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi.
Wajar bila perusahaan/pengusaha berusaha untuk menghindari beban pajak
dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif. Menurut Arnold dan McIntyre
(1995), penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan upaya penghindaran atau
penghematan

pajak

yang

masih

dalam kerangka

memenuhi

ketentuan

perundangan (lawful fashion).


Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang
dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan
dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Contoh: Di Indonesia, untuk
pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang yang berlaku,
hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara:
perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini.
Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke
pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu
dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loophole) yang
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh
perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan
sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus
dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang paling sedikit namun tetap
dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

4
2.2 Tindakan-tindakan Penghindaran Pajak
Setiap wajib pajak ataupun badan usaha berusaha untuk meminimalkan
beban pajak dengan berbagai tindakan-tindakan tetapi tidak melanggar
perundang-undangan perpajakan hal ini dilakukan masih dalam ruang lingkup
yang wajar. Dalam implementasinya wajib pajak ataupun badan usaha untuk
meminimalkan beban pajak yaitu dengan melakukan perencanaan pajak,
perencanaan pajak yang dilakukan dalam perusahaan yaitu dengan melakukan
manajemen pajak.
Ada

beberapa

perusahaan

melakukan

manajemen

pajak

untuk

meminimalkan beban pajak dan mengutamakan keuntungan yang setinggitingginya diantaranya perusahaan Industri Penyedia Jasa Telekomunikasi.
Manajemen

pajak

yang

dilakukan

Perusahaan

Industri

Penyedia

Jasa

Telekomunikasi yaitu PT. NT Tbk, manajemen pajak yang dilakukan PT. NT Tbk
antara lain :
1) Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi Manajemen Pajak.
Semua informasi berasal dari laporan keuangan dan laporan manajemen
perusahaan pada tahun pajak 2008. Rekonsiliasi antara rugi/laba perseroan
sebelum pajak penghasilan, menurut laporan keuangan konsolidasi dengan
estimasi kerugian pajak/penghasilan kena pajak untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2008, 2007 dan 2006.
2) Proyeksi Laporan Laba Rugi tanpa Manajemen Perpajakan.
Pada proyeksi laporan rugi laba tanpa Manajemen Pajak, proyeksi dilakukan
dengan cara pendapatan usaha bruto dikurangi dengan beban interkoneksi dan
jasa telekomunikasi yang akan menghasilkan laba kotor. Kemudian laba kotor
dikurangi dengan beban usaha dan beban penghasilan lain-lain menghasilkan
laba bersih yang belum dilakukan penyesuaian fiskal.
Penyesuaian fiskal mengacu pada peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, dilakukan untuk mendapatkan penghasilan kena
pajak dan pajak terutang. Untuk melakukan penyesuaian fiskal terdapat 2
perbedaan yaitu beda tetap dan beda waktu. Beda tetap terjadi karena ada
biaya yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses).
Dalam hal ini, PT. NT tidak memiliki perbedaan tetap. Beda waktu terjadi

5
karena adanya perbedaan perlakuan akuntansi dan perlakuan perpajakan
terhadap beban penyusutan perusahaan, yaitu selisih antara beban penyusutan
aktiva tetap komersial dan fiskal. Menurut aturan perpajakan terjadi beda
waktu untuk penyusutan sebesar Rp 646.440 juta untuk tahun pajak 2008 dan
Rp 1.000.276 juta untuk tahun pajak 2007. Setelah dilakukan penyesuaian
fiskal, maka akan dibukukan laba kena pajak. Langkah terakhir yang harus
dilakukan yaitu mengurangkan laba bersih sebelum penyesuaian fiskal
dengan pajak yang harus dibayar sehingga menghasilkan laba bersih setelah
pajak.
3) Penerapan Manajemen Perpajakan atas Beban Penyusutan.
Pada proyeksi laporan laba-rugi dengan Manajemen Pajak, proyeksi
dilakukan sama dengan yang dilakukan pada proyeksi tanpa manajemen yaitu
pendapatan usaha bruto dikurangi dengan beban interkoneksi dan jasa
telekomunikasi menghasilkan laba kotor. Kemudian laba kotor dikurangi
dengan beban usaha dan beban penghasilan lain-lain menghasilkan laba
bersih yang belum dilakukan penyesuaian fiskal. Selanjutnya dilakukan
penyesuaian fiskal untuk mendapatkan laba kena pajak dan pajak terutang.
Untuk melakukan penyesuaian fiskal terdapat 2 perbedaan yaitu Timing
Difference (Beda Waktu dan Permanent Difference (Beda Tetap). Beda Waktu
terjadi karena perbedaan perlakuan akuntansi dan perlakuan perpajakan atas
penyusutan serta perubahan metode akuntansi. Menurut aturan perpajakan
terjadi beda waktu untuk penyusutan sebesar Rp 646.440 juta. Beda waktu
yang terjadi juga dikarenakan adanya perubahan metode penyusutan. Dari
segi pajak, metode penyusutan yang semula menggunakan metode garis lurus
diubah menjadi metode saldo menurun, tetapi dari segi perusahaan tetap
menggunakan metode garis lurus. Setelah dilakukan penyesuaian fiskal akan
diperoleh laba kena pajak, kemudian selanjutnya langkah terakhir yang harus
dilakukan yaitu mengurangkan laba bersih sebelum koreksi fiskal dengan
pajak yang harus dibayar sehingga menghasilkan laba bersih setelah pajak.

6
Perhitungan beban pajak dengan penerapan manajemen pajak adalah
sebagai berikut:
Besarnya penghematan pajak adalah :
Sebelum Tax planning= Rp (75.209) juta
Setelah Tax Planning = Rp (571.231) juta
Penghematan Pajak = Rp (646.440) juta
Selain itu manajemen pajak juga dapat dilakukan dengan mengubah
metode penyusutan dan amortisasi yang selama ini digunakan oleh
perusahaan garis lurus menjadi metode penyusutan saldo menurun. Seperti
halnya pada tahun pajak 2008 perusahaan membeli peralatan jaringan dan
non jaringan seharga Rp 10.844.943 juta. Metode penyusutan yang dipakai
oleh perusahaan adalah metode garis lurus selama 8 tahun (kelompok 2),
tetapi untuk menerapkan manajemem perpajakan agar bisa dihemat beban
pajak, maka metode ini harus diganti menjadi metode saldo menurun selama
8 tahun. Jika perubahan metode penyusutan tersebut dilakukan, maka PT NT
selama delapan tahun ke depan akan mendapatkan penghematan pajak dari
Beban Penyusutan atas pembelian peralatan. di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa perubahan metode penyusutan dari garis lurus menjadi saldo menurun
mengakibatkan terjadi selisih present value pengakuan beban penyusutan atas
pengadaan peralatan jaringan sebesar Rp 735.660 juta (=7.469.881 juta
6.734.221 juta). Dari selisih pengakuan beban penyusutan ini, maka dalam
periode 8 tahun, PT NT bisa menghemat pembayaran PPh Badan sebesar Rp
220.698 juta (tarif pajak dikalikan selisih present value beban penyusutan).
Atau kalau kita rata-rata, maka penghematan pajak per-tahun sebesar Rp
27.587 juta. Dengan kata lain, beda waktu esensinya dengan berlalunya waktu
perbedaan itu akan menjadi nol (nihil), sedangkan beda tetap selamanya
perbedaan antara fiscal dan komersial (perusahaan) senantiasa ada.

4) Manajemen Pajak atas Pos-Pos Pada Laporan Laba Rugi.

7
Prinsip utama manajemen pajak adalah bagaiamana membayar pajak
seminimal mungkin dan selambat mungkin (tanpa harus melanggar peraturan
perpajakan yang berlaku). Dengan melihat pos-pos yang terdapat pada
laporan laba rugi, terdapat dua cara untuk dapat membayar pajak seminimal
mungkin dengan yaitu:
1) Memaksimalkan pengakuan beban sehingga mengurangi penghasilan kena
pajak dengan cara mengubah non-deductible expense menjadi deductible
expense.
2) Minimalkan pengakuan pendapatan, terutama pendapatan dari luar usaha
dengan cara mengubah transaksi menjadi yang tidak dikenakan pajak.
Seperti yang terlihat diketahui bahwa terdapat pos-pos pada laporan laba
rugi PT NT yang mengalami penyesuaian fiskal yaitu meliputi:
a. Selisih antara penyusutan dan amortisasi komersial dan fiskal.
b. Selisih antara laba/(rugi) aset tetap komersial dan fiskal.
c. Penyisihan imbalan kerja.
d. Penyisihan piutang ragu-ragu.
e. Penyisihan gaji dan kesejahteraan karyawan.
Dari kelima post tersebut di atas terdapat tiga pos yang mengalami
penyesuaian fiskal positif yaitu laba aset sebesar Rp 11.656 juta, penyisihan
imbalan kerja sebesar Rp 34.684 juta, dan Rp 17.549 juta. Dikarenakan
adanya pos yang mengalami penyesuaian fiskal ini, perusahaan akan
mengalami peningkatan beban PPh Badan menjadi Rp 19.167 juta (30% x
jumlah penyesuaian fiskal positif tersebut). Untuk itu sangat penting bagi
perusahaan agar penyesuaian fiskal tersebut jangan sampai terjadi.
Permasalahan penyesuaian fiskal positif atas penyusutan aktiva tetap
telah dibahas di sub-bab terdahulu. Sedangkan penyesuaian fiskal atas laba
penjualan aktiva tetap tidak dapat dikelola melalui manajemen pajak karena
hal tersebut merupakan laba atas penjualan aktiva tetap perusahaan yang
memang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku harus diakui
sebagai penambah penghasilan. Untuk penyesuaian fiskal atas imbalan paska
kerja memang harus dibayarkan kepada mantan pegawai, sehingga tidak
dapat dilakukan penyesuaian fiskal lagi. Untuk piutang ragu-ragu karena
merupakan penyesuaian fiskal negatif tentunya memang akan menjadi
pengurang beban pajak sehingga tidak perlu diubah. Yang paling mudah

8
dikelola adalah pos penyesuaian fiskal atas penyisihan gaji dan kesejahteraan
karyawan yang merupakan penyesuaian positif yang akan berdampak pada
bertambahnya beban pajak. Sehingga dengan pengelolaan pos gaji dan
kesejahteraan karyawan diharapkan beban pajak menjadi berkurang (terjadi
penghematan PPh Badan).
Penyisihan gaji dan kesejahteraan karyawan ini meliputi pos-pos
pemberian benefit kepada

karyawan

dalam

bentuk

natura.

Natura

adalah benefit yang diterima karyawan tidak dalam bentuk uang kas. Karena
natura ini tidak dikenakan PPh pasal 21 di pihak karyawan maka oleh
perusahaan tidak dapat diakui sebagai beban (prinsip taxibilty and
deductibility). Natura kepada karyawan dapat berupa:
1) PPh pasal 21 ditanggung perusahaan
2) Pemberian fasilitas mobil dinas yang dibawa pulang karyawwan atau
rumah dinas bagi karyawan
3) Familly Gathering
4) dan natura lainnya.
Untuk mengelola pos ini, perusahaan bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) PPh pasal 21 diberi tunjangan dengan metode gross-up
2) Pemberian fasilitas mobil dapat di-pool di kantor sehingga atas biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan operasional mobil tersebut dapat diakui
sebagai biaya.
3) Familly gathering sebaiknya dibungkus dalam bentuk pelatihan, misalnya
pelatihan seperti out-bond. Karena pelatihan dalam rangka meningkatkan
kinerja dan produktivitas karyawan pada prinsipnya dapat diakui sebagai
beban dalam laporan keuangan fiskal
4) Dan lain-lain mengubah semua natura menjadi tunjangan atau pemberian
benefit kepada karyawan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang
berhubungan dengan produktivitas perusahaan.
Pengubahan semua hal tersebut di atas akan membuat perusahan
mampu menghemat PPh Badan Tahun 2008 sebesar Rp 5.265 juta (=30% x
17.549 juta). Sedangkan untuk tahun Pajak 2007 perusahaan bisa menghemat
Rp 18.080 juta (=30% x 60.267 juta).

9
2.3 Celah-celah Penghindaran Pajak
Tax Avoidance (Penghindaran Pajak) merupakan usaha meminimalkan
biaya pajak yang masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang
berlaku. Biasanya penghindar pajak menggunakan celah-celah dari undangundang yang belum mengaturnya. Salah satu cara melakukan Tax Avoidance yang
populer saat ini adalah dengan menggunakan instrumen keuangan. Karena belum
adanya peraturan perpajakan Indonesia yang baku dalam mengatur transaksi
instrumen keuangan tersebut, kita dapat mengintepretasikan pengakuan laba/rugi
maupun utang/modal sesuai pertimbangan manajemen. Transaksi yang dimaksud
antara lain adalah:
1. Transaksi Derivatif di luar Bursa
Instrumen derivatif adalah instrumen keuangan yang nilainya tergantung
pada instrumen keuangan lain (underlying asset), motifnya dapat untuk jagajaga atau lindung nilai yaitu untuk menghindari fluktuasi harag instrumen
keuangan yang dilindungi (underlying asset) namun bisa juga untuk spekulasi
(tidak ada motif untuk melindungi underlying asset). Misalnya option untuk
menjual saham, pada tanggal tertentu di masa depan, pemilik option senilai
berhak Rp.50/lembar untuk membeli saham pada Rp. 1000/lembar. Maka bila
harga saham di bawah Rp. 1000, pemilik option akan merugi Rp.0 karena
penurunan harga saham di-offset dengan kenaikan harga option. Contoh lain
misalnya interest

swap atas

bunga

obligasi,

selisih

antara floating

rate dan fixed rate akan mempengaruhi nilai swap contract. Hal ini menjadi
sangat berbahaya bila instrumen derivatif digunakan untuk spekulasi sehingga
tidak terdapat underlying asset yang meng-offset kerugiannya.
Celah penghindaran pajak dapat dilakukan dengan mengakui rugi
derivatif untuk spekulasi saat belum terealisasi dan hanya mengakui laba saat
terealisasi dengan dalil asas konservatif dalam accounting. Karena tidak
terdapat underlying

assetyang

meng-offset kerugiannya,

kerugian

yang

dihasilkan sangat besar sekali.


PSAK NO. 55 pada umumnya menggunakan metode mark-tomarket (penyesuaian laba rugi atas fluktuasi harga pasar sebelum realisasi)
namun menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan manajemen. Sedangkan

10
dalam peraturan pajak PP No. 51 tahun 2008, PPh final hanya peruntukkan
untuk transaksi dalam bursa, hal ini justru memukul bursa derivatif dan untuk
transaksi di luar bursa tetap dapat menggunakan celah penghindaran pajak ini.
2. Transaksi Saham di luar Bursa
PSAK No. 13 menggolongkan investasi saham menjadi 3:
1) Trading (Digunakan untuk jual beli, dimiliki dalam jangka kurang dari 1
tahun): mark-to-market (laba rugi atas penyesuaian harga pasar sebelum
realisasi)
2) Available-to-sale (Digunakan untuk jual beli, dimiliki dalam jangka lebih
dari 1 tahun): memakai asas konservatif, rugi diakui mark-to-market, laba
diakui saat realisasi.
3) Hold-to-maturity (Investasi dipertahankan sampai periode umurnya): tidak
ada penyesuaian harga pasar, investasi dicatat sesuai harga.
Walaupun terdapat pengelompokkan ini namun PSAK No. 13
menyerahkan

keputusan

manajemen

yang

lebih

mengetahui

strategi

perusahaan. Celah penghindaran pajak dapat dilakukan dengan dengan


mengakui saham sebagai saham available-to-sale. Rugi saham saat belum
terealisasi saat belum terealisasi dan hanya mengakui laba saat terealisasi.
Dalam peraturan pajak (PP No. 41 Thn 1994 jo PP No. 14 Thn 1997), PPh
final hanya diperuntukkan untuk transaksi dalam bursa efek, sehingga untuk
transaksi di luar bursa tetap dapat menggunakan celah penghindaran pajak ini

.
3. Pendanaan melalui Hybird Instrument
Hybird Instrument adalah investasi keuangan yang bentuknya dapat
dikategorikan

baik

sebagai

modal

(ekuitas)

ataupun

utang

Contohnya: Convertible bond (obligasi yang pada akhir periode jatuh tempo
dapat diubah menjadi saham), Dana Syirkah Bagi Hasil (utang dengan balas
jasa deviden-bagian dari profit dan ada kontrol terhadap manajemen, PSAK
No. 101 tidak menggolongkannya sebagai modal ataupun utang). Hal ini
menjadi penting karena terdapat perbedaan perlakuan pemajakan antara utang
dan modal. Imbalan dari investasi utang yaitu berupa bunga dapat dibiayakan

11
oleh debitur. Sedangkan imbalan dari investasi modal berupa deviden tidak
dapat dibiayakan oleh penerbit saham. Investasi modal pun dapat berpotensi
menimbulkan efek pajak dari peraturan koreksi transaksi antar pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa.
Celah penghindaran pajak dapat dilakukan dengan menyuntikkan dana
bagi anak perusahaan dengan convertible bond dimana beban bunga dapat
dibiayakan sampai akhir periode jatuh tempo. Atau membiayakan balas jasa
bagi hasil dana syirkah sebagimana pembebanan bunga. Belum ada batasan
jelas dalam peraturan perpajakan Indonesia tentang penggolongan utang dan
modal.
4. Pendanaan melalui Back to Back Loan
Pendanaan melalui Back to Back Loan dilakukan dengan menjaminkan
hutang anak perusahaan pada pihak ketiga untuk menghindari ketentuan DER
(debt-equity-ratio) bagi hubungan istimewa seperti yang diatur UU PPh pasal
18 ayat 1. Namun pada hakikatnya transaksi itu dapat dilakukan langsung oleh
induk perusahaan dengan langsung memberi utang kepada anak perusahaannya
tanpa pihak ketiga. Dengan terhindarnya ketentuan DER, anak perusahaan
dapat membiayakan bunga secara penuh yang akhirnya menurunkan laba kena
pajak.

2.4 Perbedaan Penghindaran Pajak dengan Penggelapan Pajak


Suatu perencanaan pajak atau disebut juga penghindaran pajak,harus
dengan jelas dibedakan dengan penyelundupan/penggelapan pajak. Antara
penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai perbedaan yang
fundamental, namun kemudian perbedaan tersebut menjadi kabur baik secara teori
maupun aplikasinya.Walaupun pada dasarnya antara penghindaran pajak dan
penyelundupan pajak mempunyai sasaran yang sama yaitu mengurangi beban
pajak, namun berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisah yang jelas

12
adalah antara melanggar undang-undang (unlawful) dan tidak melanggar undangundang (lawful).
Perencanaan pajak sesungguhnya merupakan tindakan penstrukturan
yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tujuannya adalah
bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan
dibayarkan kepada negara dengan cara penghindaran pajak dan bukan
penyelundupan pajak. Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang legal,
dimana tidak ada suatu pelanggaran hukum dan akan diperoleh penghematan
pajak dengan cara mengendalikan tindakan agar terhindar dari konsekuensi
pengenaan pajak yang tidak dikehendaki. Sedangkan penyelundupan pajak
merupakan tindakan ilegal yangmelanggar perundang-undangan perpajakan
dimana bila hal tersebut dilakukan, Wajib Pajak akan dikenai sanksi
perpajakan.
Ada beberapa pendapat para ahli yang membedakan definisi antara
penghindaran pajak dan penyelundupan pajak, antara lain :
1) James dan Prest yang diterjemahkan oleh Zain (2003) mendefinisikan,
Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara ilegal atas
penghasilannya

untuk

memperkecil

jumlah

pajak

yang

terutang,

sedangkan penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilannya


secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakanuntuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
2) Anderson yang diterjemahkan oleh Zain (2003) mendefinisikan,
Penyelundupan pajak adalah penyelundupan pajak yang melanggar undangundang pajak,sedangkan penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak
yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak.
2.5 Cara-cara Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan
sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh:
1) Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau.

13
2) Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar
dari pajak atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan
ikat pinggang dari plastik.
Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan
menganggap perbuatan seorang perokok yang mengurangi kebiasaan
merokoknya sebagai orang yang menghindari pajak. Malah, orang yang
mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai
tindakan terpuji.
2. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif
pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia,
diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh
wajib pajak. Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi,
SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini
harus sesuai dengan kentungan yang akan mereka dapatkan dan keringanan
pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi
hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan
membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif
pajaknya lebih rendah.
Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk
memilih tempat atau lokasi usaha/domisilinya.
3. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatanperbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan
memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah
yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Contoh: Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura).
Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama

14
dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi
uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam
bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan
sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah
(loophole) yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak
yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan).
Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu
(pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan
jumlah yang paling sedikit namun tetap dilakukan dengan cara yang
elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Selain itu, juga terdapat Celah undang-undang yang merupakan
dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Suatu undang-undang
dirumuskan tidak jelas karena: Kesengajaan pembuat undang-undang.
Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang
tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili
berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang
antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang paling dominan di
parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan
pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua
p;ihak tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi
masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan
yang berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi terhadap perumusan yang
bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas menafsirkan
undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak.
Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja wajib
pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai
dengan kepentingan negara.

15

BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
Bahwa tindakan-tindakan penghindaran pajak dapat dilakukan oleh wajib
pajak perorangan maupun badan usaha untuk mengurangi atau meminimalkan
beban pajak yang bersangkutan. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib

16
pajak ataupun badan usaha masih dalam ruang lingkup yang wajar dan tidak
melanggar perundang-undangan perpajakan yang berlaku atau bisa disebut juga
legal/sah.
Penghindaran pajak dengan penyelundupan pajak sangat berbeda walaupun
memiliki sasaran yang sama yaitu untuk mengurangi beban pajak. Namun
berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisah yang jelas adalah antara
melanggar undang-undang (unlawful) dan tidak melanggar undang-undang
(lawful).
Terdapat beberapa tindakan-tindakan dalam penghindaran pajak yang
dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi beban pajak. Dalam kasus ini wajib
pajak ataupun badan usaha sering memanfaatkan celah-celah perundang-undangan
yang berlaku atau bisa disebut juga loop-holes. Hal ini terjadi karena adanya
kesenjangan perundang-undangan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak wajib
pajak untuk mengurangi beban pajak yang bersangkutan

Daftar Pustaka
Zain Mohammad. 2003. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Вам также может понравиться