Вы находитесь на странице: 1из 51

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CKD


DI RUANG CEMPAKA RSUD KABUPATEN BULELENG
TANGGAL 15 AGUSTUS 2016

Oleh :
Luh Eling Rispayani
NIM.12060140029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2016

Lapora Pendahuluan Pada Pasien Dengan CKD


Cempaka RSUD Kabupaten Buleleng

Di Ruang

1. Tinjauan Teori Penyakit


1.1.1
Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,
2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi
ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan
gangguan

fungsi ginjal

yaitu penurunan laju filtrasi

glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan,


sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic
fungsi

ginjal

menyebabkan

Renal
yang

Failure) merupakan

progresif

kemampuan

gangguan

dan irreversible,
tubuh

gagal

yang
untuk

mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan


maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer, 2001)
1.1.2

Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam

penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar


merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis


benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan
jaringan
penyambung,
seperti lupus
eritematosus

sistemik (SLE),

poli

arteritis

nodosa,

sklerosis sistemik progresif.


5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit
ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit
metabolik,
seperti

DM,

gout,

hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik,
nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif

1.1.3

Klasifikasi
Cronic Kidney Disease (CKD) pada dasarnya pengelolaan tidak jauh

beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD
lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan pada kasus secara dini,
karena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa
masih dalam stage- stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep CKD untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (Clearance
Creatinin Test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF
(Cronic Renal Failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunak

istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik/ Cronic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium:
Stadium I :
Penurunan cadangan ginjal
Kreatin serumdan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal : pemekatan kemih, tes GFR

Stadium II: Insufisiensi ginjal

Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)


Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuria (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat infusiensi ginjal:
1. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia

Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat


Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma
2. KDOQ (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus)
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml/ menit/ 1,73 m2)
Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60- 89 mL/ menit/ 1,73 m2)
Stadium III : kelainan ginjal dengan LFG antara 30- 59 mL/ menit/ 1,73
m2)
Stadium IV : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29 mL/ menit/ 1,73
m2)
Stadium V : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/ menit/ 1, 73 m2 atau
gagal ginjal terminal
1.1.4

Tanda Dan Gejala


Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer

dan Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai
fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal
jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi
pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen

gatal-gatal

hebat

(pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi,


serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif,
kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis
dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum
kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut,
kehilangan kemampuan

penghidu dan pengecap, parotitis dan

stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran


gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang,
fraktur tulang, kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu

kelemahan

dan

keletihan,

konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas


pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu
berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi
testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia,

penurunan

kualitas trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan


kecenderungan perdarahan.

9. Manifestasi

pada

system

imun

yaitu

penurunan

jumlah

leukosit, peningkatan resiko infeksi.


10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi
berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
1.1.5

Patofisilogi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab

yaitu infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada
akhirnya akan terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan
GFR (Glomelular Filtration Rate) dan menyebabkan CKD (cronic kidney
disease), yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan
dan fungsi non-eksresi. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak

timbunan

produk sampah maka gejala akan semakin berat

(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448),


Dari proses sindrom uremia terjadi pruritus, perubahan warna kulit.
Sindrom uremia juga bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal
tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan
megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan
asam organik yang terjadi, maka
dihindarkan.

Sekresi

muntah

dan

muntah

tidak

dapat

kalsium mengalami penurunan sehingga

hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya


terjadi penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan
terganggu. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan
produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan

oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan


mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat

penurunan jumlah

glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi


dengan memeriksa clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan
penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka
meningkatkan kadar

fosfat

serum,

dan

sebaliknya,

kadar

serum

kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi


parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat
merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga
kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan
penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).
1. Anatomi dan fisiologi ginjal
a. Anatomi ginjal

Gambar

1.

Letak

ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan
Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk

seperti kacang yang

terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak
yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior
dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran
normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua
pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub
bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai
kapsula renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen
dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap
ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm
(4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan
beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas
dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi
lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal

dapat dilihat dalam gambar. 2

Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal


Apabila

dilihat

melalui

potongan

longitudinal,

ginjal terbagi

menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid

tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna

bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh


segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks)
dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masuk

ke dalam

perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu
membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal. Gambar
penampang ginjal dapat dilihat pada gambar. 3

Gambar 3. Penampang ginjal l


Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri
atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya
sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai
struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen
yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke
duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai
kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini
dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular.
Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel
veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga
melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolantonjolan

atau

kaki- kaki

yang

dikenal

sebagai

pedosit,

yang

bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu


sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel.

Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah poripori.

Gbr 4 : Anatomi nefron


Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap
arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang
tersebut menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid
dan selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi
basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola- arteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada
rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau
glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler

peritubular.

Gbr 5 : Anatomi Glomerolus


Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke
dalam jalinan

vena

menuju

vena

intelobaris

dan

vena

renalis

selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar
1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).

b. Fisiologi ginjal
1. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai
macam fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi
ekskresi diantaranya adalah :
a. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.

b. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang


normal.
c. Mempertahankan

pH

plasma

sekitar

7,4

dengan

mengeluarkan

kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO)


d. Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginja adalah :
a. Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
b. Menghasilkan

eritropoetin

sebagai

faktor

penting

dalam

stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang


c. Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d. Degradasi insulin.
e. Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma
pada glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit
plasma dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman.
Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular
filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut
ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan
dan kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah
berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekulmolekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul
besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan disaring melalui
dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus, cairan
ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi
ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah

kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus.


Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul
dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.
Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus,
diabsorbsi

oleh

tubulus

dan

diekresikan

mencakupnatrium, klorida, bikarbinat, kalium,

kedalam

urine

glukosa, ureum,

kreatinin dan asam urat.


Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat
yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan
garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat
sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat
glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis.
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang

berperan dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah


turun, maka sel-sel
reninnya.

otot

polos

meningkatkan

pelelepasan

Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos

mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma


berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel
penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila
kadar

natrium

plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa

memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan


renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen
menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam
darah tinggi.
Pengubahan

angiotensinogen

menjadi

angiotensin

berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru.


Angoitensin I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu
enzim konversi yang
Angiotensin

II

ditemukan

meningkatkan

dalam kapiler

tekanan

darah

paru-paru.

melalui

efek

vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron.


Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium
dalam

tubulus

peningkatan

distal

reabsorbsi

dan

duktus

natrium

pengumpul

selanjutnya

mengakibatkan

peningkatan

reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat


yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang
selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

1.1.6
Zat toksik
2.

Web Of Caution (WOC)


Vaskuler
Infeksi

Reaksi antigen antibodi Arterio skerosis

Obstruksi saluran kemih

Tertimbun Ginjal

Batu besar & kasar

Retensi urin

Suplay darah ginjal turun


Menekan syaraf perifer Iritasi/ cedera jaringan
GFR Turun

Nyeri pinggang

Hematuria

GGK
Anemia
Sekresi protein terganggu

Retensi Na

Sindrom uremia

Total CES naik

Ggn keseimbangan basaUrokrom tertimbun dikulit

Prod asam lambung naik

Neusea vomitus

Sekresi eritropoitis turun

Perubahan warna kulit

Iritasi lambung

Perpospatemia
Pruritis

Suplai nutrisi dalam darah turun


Tek kapiler naik

Volume Interistisial naik

Kerusakan Integritas Kulit

Edema
Pre load naik

Resiko infeksi

Resiko perdarahan

Produksi Hb turun

Gangguan nutrisi
Oksihemoglobin turun
Suplai O2 kasar turun

Beban jantung naik Intoleransi aktivitas

Gastritis
3.
Mual,4.muntah

Hematemesel Melena

Anemia
5.
kseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6.
Keletihan
COP turun
7.
8.

Hipertrovi ventrikel Ketidakseimbangan


kiri
perfusi jaringan perifer
Payah jantung kiri

Bendungan atrium kiri naik


Tekanan vena pulmunalis

9.
Aliran darah ginjal turun Suplai O2 turun Suplai O2 ke otak turun
Kapiler paru naik
10.
Metabolisme anaerob
Syncope (kehilangan kesadaran) Edema paru
11.
RAA turun
Asam laktat naik
12.
Retensi Na dan H2O
13.
Fatigue nyeri sendi
14.
Kelebihan Volume cairan Nyeri
15.
16.
17.

Gangguan pertukan gas

18.

1.1.7
Pemeriksaan Peunjang
a. Laboratorium
1) Urine lengkap
2) Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED,
Ureum pre dan post, kreatinin pre dan post, protein
total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt,
alkali

fosfatase,

kalsium,

fosfor,

kalium,

natrium,

klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin


serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida,
asam

urat,

Hbs

Ag,

antiHCV,

astrup:pH/P02/pC02/HCO3
3) Biasanya
dapat
ditemukan

anti

HIV,

adanya:

CRP,

anemia,

hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemi, ureumikum,


kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien DM
menurun
b. Radiologi
1) Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya
gambaran pembesaran jantung, adanya batu saluran
kencing/ginjal,

ukuran

korteks,

gambaran

keadaan

ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi


ginjal.
2) Sidik nuklir dapat menentukan GFR
c. EKG
19. Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan
irama, hiperkalemi, hipoksia miokard.
d. Biopsi
20.

Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginja

1.1.8 Komplikasi
21.

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan

Bare (2001) yaitu


a. Hiperkalemia

akibat

penurunan

eksresi,

asidosis

metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebihan.


b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang
tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang
usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinalakibat
iritasi

oleh

toksin

hemodialisis.
e. Penyakit tulang
retensi

fosfat,

serta

dan kehilangan darah selama


kalsifikasi

metastatic

akibat

kadar kalsium serum yang rendah,

metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar


alumunium.
22.
1.1.9 Penatalaksanan
23. Penatalaksanaan

untuk

mengatasi

penyakit

gagal

ginjal

kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :


24.

1.
25.

Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi

a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),

Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses),


Beta Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
26.

b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah

Furosemid (Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone


(Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril).
27.

c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.

28.

d. Hiperkalemia

diatasi

dengan

Kayexalate,

Natrium

Polisteren Sulfanat.
29.

d. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol

30.
31.
32.
33.
1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2. Pengkajian
a. Biodata
34. Biasanya

berisikan

nama,

umur,

jenis

kelamin,

pekerjaan, agama, alamat, pendidikan serta identitas


penanggung jawab
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
1) Sindrom uremia
2) Mual, muntah, perdarahan GI.
3) Pusing, nafas kusmaul, koma.
4) Perikarditis, cardiar aritmia
5) Edema, gagal jantung, edema paru
6) Hipertensi
35.

Tanda-tanda dan gejala

uremia

yang

mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia


berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar
serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1397)
b. Riwayat penyakit sekarang
36. Pada

pasien

penderita

gagal

ginjal

kronis

(stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001: 1398)


c. Riwayat pengobatan alergi

37. Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis


obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi
antihipertensi,

yang

sering

merupakan

bagian

dari

susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di


mana

komunikasi,

memberikan

hasil

pendidikan
yang

dan

berbeda.

evaluasi

dapat

Pasien

harus

mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya.


Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari
yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek
hipotensi

dapat

terjadi

selama

hemodialisis

dan

menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.


(Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d. Riwayat kesehatan keluarga
38. Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga
lain ada yang menderita GGK erat kaitannya dengan
penyakit keturunannya seperti GGK akibat DM.
e. Riwayat Dialisis
39. Pada pasien dengan hemodalisa perlu di kaji sudah
berpa lama hemodalisa ( bulan, dan tahun), kemudain
berapa kali melakuakan Hemodalisa, apakah ada masalah
pada akses vaskuler ( AV Fistula, Femoral, Doble Lument,
Junggularis dan Subclavia). Serta tanyakan juga gejala
klinis ang terjadi selama proses hemodalisi ( lemas,
pusing, gatal, bengkak, muntah, mual, berdebar debar,
hipotensi, neyri otot, mencret, tidak bisa BAB, sakit
kepala, pandangan gelap, rembes pada akses darah,
keringat dingin, batuk berdahak atu tidak
4. Pola Fungsi Kesehatan

a. Persepsi dan pemeliharan kesehatan


40. Pada pasien
CKD biasanya perlu di kaji adalah
pengetahuan tentang gaya hidup pasien, pengetahuan
pasien tentang praktik kesehatan preventif, biasanya
terjadi

persepsi

yang

negatif

dan

mematuhi prosudur pengobatan

cendrung

tidak

dan perawatan yang

lama
b. Nutrisi
41. Biasanya
sehubungan

terjadi
dengan

penurunan
keluhan

mual

nafsu

makan

muntah

akibat

peningkatab ureum dalam darah. Pasien dengan CKD


harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk
meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang
dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema
paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi
penumpukan

limbah

meminimalkan

nitrogen

gejala,

dan

mual

dengan

muntah.

demikian

(Brunner

&

Suddarth, 2001 : 1400)


c. Aktivitas dan latihan
42. Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus
dan penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan
ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan. dialisis
menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga.
Waktu

yang

mengurangi

diperlukan
waktu

yang

untuk

terapi

tersedia

dialisis

untuk

akan

melakukan

aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi.

Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas


sehai-hari.
d. Istrahat/ tidur
43. Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat
tidur

akibat

keluhan-keluhan

sehubungan

dengan

peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual,


muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
e. Eliminasi
44. Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran

urine

seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya akibat


kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan
sekresi.
f. Persepsi Diri
f. Gambaran diri
45.
Biasanya pada pasien dengan CKD dirinya
pasrah dengan kondisi yang dia alami
g. Idial diri
46.
Biasanya pada idial diri berisi harapan pasien
seprti ingin cepat sembuh
h. Peran diri
47.
Pada pasien dengan CKD biasanya berkaitan
dengan peranya sebagai orag tua atau anak, serta
sudah menikah atau tidak
i. Harga diri
48.
Klien biasaya redah diri dengan kondisi yang di
alaminya, klien mempunyai motifasi untuk cepat
sembuh
j. Identitas diri
49.
Pada identias diri menceritakan apakah dirinya
seorang anak, anak keberapa dan memiliki saudara
50.
51.

g. Peran dan hubungan social


52. Pada pasien CKD biasanya terjadi perubahan pola
peran untuk menentukan kodisi seperti tidak mampu
bekerja, tidak mampu mempertahan fungsi peran, serta
terjadi kerbatasan hubungan dengan orang lain maupun
lingkungan sekitar
h. Seksual dan reproduksi
53. Pada pola seksual biasa pasien dengan gagal ginjal
kronik angiopati dapat terjadi pada system pembuluh
darah

di

oragan

reproduksi

sehingga

menyebabkan

gangguan kualitas maupun ereksi serta member dampak


pada proses ejakulasi serta orgasme, biasanya sering
terjadi perubahan penurunan libido, amenorea, infertilasi
i. Nilai dan Kepercayaan
54. Pada pasien hemodalisa biasanya terjadi perubahan
dalam melaksanakan ibadah kemungkinan besar tidak
mampu melaksanakan ibadah karena perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
j. Manajemen Koping
55. Biasanya terjadi perubahan dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh klien, justrus menyebabkan
reaksi ketergantungan yang negative seperti marah,
persaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada
kekuatan, menolak, perubahan kepribadian takut dan
mudah tersinggung
k. Kongnitif perceptual
56. Penderita CKD jangka panjang sering merasa kuatir
akan kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan.
Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam

mempertahankan

pekerjaan,

dorongan

seksual

yang

menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang


kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner &
Suddarth, 2001: 1402)
57. Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling
sering

dialami

pasien

yang

pertama

kali

dilakukan

hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)


58.
59.
5. Pemeriksaan fisik
a. Umum
60. BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat
badan akan menurun. TTV: Sebelum dilakukan prosedur
hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah
diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali
pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil
pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
b. Kepala
61. Pada kepala yang perlu dikaji biasanya bentuk
kepala, warna rambut, mudah rontok, kulit kepala bersih
atau kotor, berbau, ada nyeri atau tidak, lesi, aserta
bekas luka
c. Mata
62. Kaji kedua

mata

apakah

simetris

atau

tidak,

konjungtiva anemis, sclera tidak hikterik, apakah kalien


mengalami gangguan penglihtan, pupinya isokor atau
anisokor, adakah nyeri atau tidak, odema,
d. Hidung

63. Lihat

kesimetrisan

hidung,

wanra

kulit

hidung,

apakah pemebekaan pada hidung, kemudian lihat apakah


ada massa di bagian hidung dan nyeri tekan pada hidung
e. Telinga
64. Amati bentuk telinga, warna kulit telinga, lesi,
adanya massa pada pinna, amati adanya nyeri tekan
pada telinga
f. Mulut
65. Pada mulut yang perlu dikaji aladalah bentuk mulut,
radang mukosa (Stomatitis), karang gigi, benda asing
( gigi palsu), gusi, warna gigi, karang gigi, warna lidah,
tipe lidah hipertemik, nyeri tekan pada lidah, apakah ada
pembesaran tonsil
66.
67.
g. Leher
68. Pada leher yang perlu dikaji adalah bentuk leher,
warna kulit leher, gerakan leher, pembesaran kelenjar
teroid, pembesaran getah bening, dan apakah ada nyeri
pada bagian leher
h. Torax
69. Pemeriksaan fisik pada bagian dada yang perlu dikaji
adalah kesimetrisan atau bentuk dada, gerak napas
( frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas atau
mengunakan alat bantu napas) warna kulit, lesi, edema,
tidak ada tanda tanda disetres pernapasan warna kulit
sama dengan kulit yang lain, tidak
ada yeri tekan,
i. Abdomen

ada sianosis, tidak

70. Pada pasien hemodalisa yang perlu dikaji dan dilihat


adalah

bentuk

abdomen

apakah

membusung

atau

membuncit, perut menonjol atau tidak, amati apakah ada


tampak benjolan benjolan atau massa , apakah ada
bising usus dan peristaltic usus, apakah ada nyeri tekan,
bekas luka, rarna kulit perut, dan apakah ada odema
perut
j. Genital
71. Kaji jenis kelamin klien, apakah mempunyai penyakit
kelamin, kemudian penyebaran rambut pubis, ada odem
pada sakrotum atau tidak,
k. Integument
72. kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal
akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
l. Muskuluskletal
73. Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga
selalu

digerakan

),

burning

feet

syndrom

rasa

kesemutan dan terbakar, terutama


74.
75.
76.
77.

5. Diagnosa Keperawatan

78.

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan

haluaran urine dan retensi cairan dan natrium.


79.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake inadekuat sekunder terhadap mual, muntah, anoreksia.


80.

c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan COP.

81.

d. Resiko

penurunan

curah

jantung

berhubungan

dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja


miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit).
82.

e. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan

akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).


83.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,

retensi produk sampah dan prosedur dialisis.


84.

g. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan

alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.


85.

h. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru

86.
87.
6. Intervensi
88.
89. 90.
Diagno
N
sa
Keperawatan
93. 94.
Pola
1
Nafas tidak
efektif
95.
96.
Definisi
:
Pertukaran
udara inspirasi
dan/atau
ekspirasi tidak

91.

Tuj
uan dan
criteria
Hasil
102.
NO
C:
Respiratory
status
:
Ventilation
Respiratory
status
:
Airway
patency
Vital
sign
Status

92.
i

Intervens

104.
NIC :
105.
Airway
Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi

adekuat
97.
98.
Batasan
karakteristik :

Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi

Penurunan
pertukaran udara
per menit
Menggunakan otot
pernafasan
tambahan
Nasal flaring
Dyspnea
Orthopnea
Perubahan
penyimpangan
dada
Nafas pendek
Assumption of 3point position
Pernafasan pursedlip
Tahap
ekspirasi
berlangsung sangat
lama
Peningkatan
diameter anteriorposterior

103.
Kri
teria
Hasil :
Mendemons
trasikan
batuk
efektif dan
suara nafas
yang
bersih,
tidak
ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluark
an sputum,
mampu
bernafas
dengan
mudah,
tidak
ada
pursed lips)
Menunjukka
n
jalan
nafas yang
paten (klien
tidak
merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi
pernafasan

Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan
nafas
buatan
Pasang mayo bila
perlu
Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret
dengan
batuk
atau suction
Auskultasi suara
nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan
pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
106.

Pernafasan
ratarata/minimal

B
ayi : < 25 atau
> 60

U
sia 1-4 : < 20
atau > 30

U
sia 5-14 : < 14
atau > 25

U
sia > 14 : < 11
atau > 24
Kedalaman
pernafasan

D
ewasa volume
tidalnya 500 ml
saat istirahat

B
ayi
volume
tidalnya
6-8
ml/Kg
Timing rasio
Penurunan
kapasitas vital
99.
100.
Faktor
yang
berhubungan :

dalam
rentang
normal,
tidak
ada
suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda
vital dalam
rentang
normal
(tekanan
darah, nadi,
pernafasan)

107. Terapi
Oksigen
Bersihkan mulut,
hidung
dan
secret trakea
Pertahankan
jalan nafas yang
paten
Atur
peralatan
oksigenasi
Monitor
aliran
oksigen
Pertahankan
posisi pasien
Onservasi
adanya
tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
108.
109.
110. Vital
sign
Monitoring
Monitor
TD,
nadi, suhu, dan
RR
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor
VS
saat
pasien

Hiperventilas
i
Deformitas
tulang
Kelainan
bentuk
dinding dada
Penurunan
energi/kelela
han
Perusakan/p
elemahan
muskuloskeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan
otot
pernafasan
Hipoventilasi
sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi
Neuromuskul
er
Kerusakan
persepsi/kog
nitif
Perlukaan
pada
jaringan
syaraf tulang
belakang

berbaring,
duduk,
atau
berdiri
Auskultasi TD
pada
kedua
lengan
dan
bandingkan
Monitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah
aktivitas
Monitor
kualitas
dari
nadi
Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor suara
paru
Monitor
pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna,
dan
kelembaban
kulit
Monitor
sianosis perifer
Monitor
adanya
cushing
triad

Imaturitas
Neurologis
101.
-

111. 112.
Kelebih
118.
NO
2
an
Volume
C:
Cairan
Electrolit
113.
and
acid
114.
Definisi
base
:
Retensi
balance
cairan
Fluid
isotomik
balance
meningkat
Hydration
115.
Batasa
119.
n
120.
Kri
karakteristik
teria
:
Hasil:
- Berat badan Terbebas
meningkat
dari edema,
pada waktu
efusi,
yang singkat
anaskara
- Asupan
Bunyi nafas
berlebihan
bersih, tidak
dibanding
ada
output
dyspneu/ort
- Tekanan
opneu
darah
Terbebas
berubah,
dari distensi
tekanan
vena

(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan
vital sign
122. NIC :
123. Fluid
management
Timbang
popok/pembalut
jika diperlukan
Pertahankan
catatan
intake
dan output yang
akurat
Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan
Monitor hasil lAb
yang
sesuai
dengan
retensi
cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas
urin )
Monitor
status
hemodinamik
termasuk
CVP,
MAP, PAP, dan
PCWP
Monitor vital sign

arteri
pulmonalis
berubah,
peningkatan
CVP
Distensi
vena
jugularis
Perubahan
pada
pola
nafas,
dyspnoe/ses
ak
nafas,
orthopnoe,
suara nafas
abnormal
(Rales atau
crakles),
kongestikem
acetan paru,
pleural
effusion
Hb
dan
hematokrit
menurun,
perubahan
elektrolit,
khususnya
perubahan
berat jenis
Suara
jantung SIII
Reflek
hepatojugula

jugularis,
Monitor indikasi
reflek
retensi
/
hepatojugul
kelebihan cairan
ar (+)
(cracles, CVP ,

Me
edema, distensi
melihara
vena
leher,
tekanan
asites)
vena
Kaji lokasi dan
sentral,
luas edema
tekanan
Monitor masukan
kapiler
makanan / cairan
paru,
dan hitung intake
output
kalori harian
jantung dan Monitor
status
vital
sign
nutrisi
dalam
Berikan diuretik
batas
sesuai interuksi
normal
Batasi masukan

Ter
cairan
pada
bebas dari
keadaan
kelelahan,
hiponatrermi
kecemasan
dilusi
dengan
atau
serum Na < 130
kebingunga
mEq/l
n
Kolaborasi dokter

Me
jika tanda cairan
njelaskanin
berlebih muncul
dikator
memburuk
kelebihan
124.
cairan
125. Fluid
121.
Monitoring

Tentukan
riwayat
jumlah

r positif
- Oliguria,
azotemia
- Perubahan
status
mental,
kegelisahan,
kecemasan
116.
117.
Faktorfaktor yang
berhubungan
:
- Mekanisme
pengaturan
melemah
- Asupan
cairan
berlebihan
- Asupan
natrium
berlebihan

dan tipe intake


cairan
dan
eliminaSi
Tentukan
kemungkinan
faktor resiko dari
ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi
diuretik,
kelainan
renal,
gagal
jantung,
diaporesis,
disfungsi
hati,
dll )
Monitor berat
badan
Monitor serum
dan
elektrolit
urine
Monitor serum
dan
osmilalitas
urine
Monitor
BP,
HR, dan RR
Monitor
tekanan
darah
orthostatik
dan
perubahan irama
jantung
Monitor
parameter
hemodinamik

126. 127.
Ketidak
3
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
128.
129.
Definisi
:
Intake
nutrisi tidak
cukup untuk
keperluan
metabolisme
tubuh.
130.
131.
Batasa
n

136.
NO
C:
Nutritional
Status
:
food
and
Fluid Intake
137.
Kri
teria
Hasil :
Adanya
peningkata
n
berat
badan
sesuai
dengan
tujuan
Berat

infasif
Catat
secara
akutar intake dan
output
Monitor
adanya distensi
leher,
rinchi,
eodem
perifer
dan penambahan
BB
Monitor tanda
dan gejala dari
odema
Beri obat yang
dapat
meningkatkan
output urin
138.
Nutritio
n
Management
Kaji
adanya
alergi makanan
Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi
yang
dibutuhkan
pasien.
Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe

karakteristik
:
Berat badan
20 % atau lebih
di bawah ideal
Dilaporkan
adanya
intake
makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended
Daily Allowance)
Membran
mukosa
dan
konjungtiva
pucat
Kelemahan
otot
yang
digunakan untuk
menelan/mengu
nyah
Luka,
inflamasi
pada
rongga mulut
Mudah
merasa
kenyang, sesaat
setelah
mengunyah
makanan
Dilaporkan
atau
fakta
adanya
kekurangan
makanan

badan ideal
sesuai
dengan
tinggi
badan
Mampu
mengidenti
fikasi
kebutuhan
nutrisi
Tidak
ada
tanda tanda
malnutrisi
Tidak
terjadi
penurunan
berat
badan yang
berarti

Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein
dan
vitamin C
Berikan substansi
gula
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
Berikan makanan
yang
terpilih
(
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan makanan
harian.
Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori
Berikan informasi
tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan
nutrisi
yang
dibutuhkan

Dilaporkan
adanya
perubahan
sensasi rasa
Perasaan
ketidakmampua
n
untuk
mengunyah
makanan
Miskonsepsi
Kehilangan
BB
dengan
makanan cukup
Keengganan
untuk makan
Kram
pada
abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal
dengan
atau
tanpa patologi
Kurang berminat
terhadap
makanan
Pembuluh darah
kapiler
mulai
rapuh
Diare dan atau
steatorrhea
Kehilangan
rambut
yang
cukup
banyak
(rontok)
Suara
usus

139.
Nutritio
n Monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor adanya
penurunan berat
badan
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang
biasa
dilakukan
Monitor interaksi
anak
atau
orangtua selama
makan
Monitor
lingkungan
selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan
tidak
selama
jam
makan
Monitor
kulit
kering
dan
perubahan
pigmentasi
Monitor
turgor
kulit
Monitor
kekeringan,
rambut
kusam,
dan mudah patah
Monitor mual dan

hiperaktif
Kurangnya
informasi,
misinformasi
132.
133.
Faktorfaktor yang
berhubungan
:
134.
Ketidak
mampuan
pemasukan
atau
mencerna
makanan
atau
mengabsorp
si zat-zat gizi
berhubungan
dengan
faktor
biologis,
psikologis
atau
ekonomi.
135.

141. 142.
Ganggua
n Pertukaran gas
4
143.
144.

Definisi

169.
C:

NO

Respiratory
Status : Gas
exchange

muntah
Monitor
kadar
albumin,
total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
Monitor
pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
Monitor
kalori
dan
intake
nuntrisi
Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet
140.
171.
NIC :
172.
Airway
Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin

: Kelebihan atau
kekurangan
dalam
oksigenasi dan
atau
pengeluaran
karbondioksida
di dalam
membran
kapiler alveoli
145.
146.
Batasan
karakteristik :
147.

Gangguan
penglihatan
148.

Penurunan CO2
149.

Takikardi
150.

Hiperkapnia
151.

Keletihan
152.

somnolen
153.

Iritabilitas

Respiratory
Status
:
ventilation
Vital
Sign
Status
170.
Krit
eria Hasil :
Mendemonstr
asikan
peningkatan
ventilasi dan
oksigenasi
yang adekuat
Memelihara
kebersihan
paru paru dan
bebas
dari
tanda tanda
distress
pernafasan
Mendemonst
rasikan batuk
efektif dan
suara nafas
yang bersih,
tidak
ada
sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarka
n
sputum,
mampu
bernafas
dengan
mudah, tidak
ada pursed
lips)
Tanda tanda

lift atau jaw thrust


bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila
perlu
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan
sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi
suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berika bronkodilator
bial perlu
Barikan
pelembab
udara
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
173.
174.
Respirator
y Monitoring
Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi

154.

Hypoxia

vital dalam
rentang
normal

155.

kebingungan
156.

Dyspnoe
157.
nasal
faring

158.
AGD
Normal
159.

sianosis
160.
warna
kulit abnormal
(pucat,
kehitaman)
161.

Hipoksemia

162.

hiperkarbia
163.
sakit
kepala ketika
bangun
164.
frekuen
si dan
kedalaman nafas
abnormal

Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan,
retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor
kelelahan
otot
diagfragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi
suara
nafas,
catat
area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
auskultasi suara paru
setelah
tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya
175.

165.
166.
Faktor
faktor yang
berhubungan :
167.

ketidakseimban
gan perfusi
ventilasi
168.

perubahan
membran
kapiler-alveolar
176. 177.
K
5
erusakan
integritas
kulit
178.
179.
De finisi
: Perubahan
pada
epider mis
dan der mis
180.
181.
Batasa
n
- Gan g g uan
pada ba gian
tubuh
- Kerusakan
lapisa
kulit
(der mis)
- Gan g g uan

187.
NO
C : Tissue
Integrity :
Skin and
Mucous
Membran
es
188.
Kri
teria
Hasil :
Integrita
s
kulit
yang
baik bisa
dipertah
ankan
(sensasi,
elastisita
s,
tempera

189.
NIC
:
Pressure
Management
Anjurkan
pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
Hindari
kerutan padaa
tempat tidur
Jaga
kebersihan
kulit agar tetap
bersih
dan
kering
Mobilisasi
pasien
(ubah
posisi pasien)
setiap dua jam

per m ukaan
kulit
(epider mis)
182.
Faktor
yang
berhubun gan
183.
Ekster
nal :
Hiperter mia
atau hipoter mia
Substansi ki mia
Kele mbaban
udara
Faktor m ekanik
( misaln ya : alat
yang
dapat
m e ni m b ulkan
luka, tekanan,
restraint)
Im mobilitas
Radiasi
Usia
yang
Kele mbaban
O bat - obatan
184.
Interna
l:
Perubahan
status
Tulan g
De fisit
Faktor
yang
berhubun gan
den gan
perke mban gan

tur,
hidrasi,
pigment
asi)
Tidak
ada
luka/lesi
pada
kulit
Perfusi
jaringan
baik
Menunju
kkan
pemaha
man
dalam
proses
perbaika
n
kulit
dan
menceg
ah
terjadiny
a sedera
berulang
Mampu
melindu
ngi kulit
dan
memper
tahanka
n
kelemba

sekali
Monitor
kulit
akan
adanya
kemerahan
Oleskan lotion
atau
minyak/baby
oil pada derah
yang tertekan
Monitor
aktivitas
dan
mobilisasi
pasien
Monitor status
nutrisi pasien
pasien dengan
sabun dan air
hangat

Perubahan
sensasi
- Perubahan
status
nutrisi
(obesitas,
- Perubahan
status cairan
- Perubahan
pi g me ntasi
- Perubahan
sirkulasi
185.
P
erubahan
tur gor
(elastisitas
kulit)
186.
190. 191.
Intoler
6
ansi aktivitas
b/d
imbalance
suplai
oksigen
dengan
kebutuhan
-

ban kulit
dan
perawat
an alami

192.
NO
C:
Energy
conserva
tion
Self Care
: ADLs
193.
Kri
teria
Hasil :
Berpartis
ipasi
dalam
aktivitas
fisik
tanpa
disertai

194. NIC :
195. Energy
Management
196. Activity
Therapy
Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalammerencana
kan
progran
terapi
yang
tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas
yang
mampu

peningk
atan
tekanan
darah,
nadi dan
RR
Mampu
melakuk
an
aktivitas
sehari
hari
(ADLs)
secara
mandiri

dilakukan
Bantu
untuk
memilih aktivitas
konsisten
yangsesuai
dengan
kemampuan fisik,
psikologi
dan
social
Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
sumber
yang
diperlukan untuk
aktivitas
yang
diinginkan
Bantu
untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti
kursi
roda, krek
Bantu
untu
mengidentifikasi
aktivitas
yang
disukai
Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan
diwaktu
luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi

197. 198.
Resiko
5
Infeksi
199.
200.
De finisi
:
Penin gkatan
resiko
m asukn ya
or ganisme
pato gen
201.
202.
Faktorfaktor
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan
pen getahuan
untuk
m e n g hindari
paparan
- Trau ma

203.
NO
C:
Immune
Status
Knowledg
e
:
Infection
control
Risk
control
204.
Kri
teria
Hasil :

Klie
n
bebas
dari tanda
dan gejala
infeksi

Me
ndeskripsi

kekurangan
dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu
pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor
respon
fisik,
emosi,
social
dan
spiritual
206.
NIC :
207.
Infectio
n
Control
(Kontrol
infeksi)
Bersihkan
lingkungan
setelah
dipakai
pasien lain
Pertahankan
teknik isolasi
Batasi
pengunjung bila
perlu
Instruksikan pada
pengunjung
untuk
mencuci
tangan
saat
berkunjung dan
setelah

Kerusakan
jarin gan
dan
penin gkatan
paparan
lin gkun gan
Ruptur
m e m b ran
A ge n
far masi
(i mu nosupresa
Malnutrisi
Penin gkatan
paparan
lin gkun gan
pato gen
Imonusupresi
Ketidakadekuat
an
i mu m
Tidak adekuat
pertahanan
sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan
respon
Tidak adekuat
pertahanan
tubuh
pri mer
(kulit
tidak
utuh,
trau ma
jarin gan,
penurunan
kerja
silia,
cairan
tubuh
statis,
perubahan
Pen yakit kronik

kan
proses
penularan
penyakit,
factor
yang
mempeng
aruhi
penularan
serta
penatalak
sanaanny
a,

Me
nunjukkan
kemampu
an untuk
mencegah
timbulnya
infeksi

Jum
lah
leukosit
dalam
batas
normal

Me
nunjukkan
perilaku
hidup
sehat
205.

berkunjung
meninggalkan
pasien
Gunakan sabun
antimikrobia
untuk
cuci
tangan
Cuci
tangan
setiap
sebelum
dan
sesudah
tindakan
kperawtan
Gunakan
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung
Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama
pemasangan alat
Ganti letak IV
perifer dan line
central
dan
dressing
sesuai
dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
Tingktkan intake
nutrisi
Berikan
terapi
antibiotik
bila
perlu
208.
209.
Infectio

n Protection
(proteksi
terhadap
infeksi)
Monitor
tanda
dan gejala infeksi
sistemik
dan
lokal
Monitor
hitung
granulosit, WBC
Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
Batasi
pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
Partahankan
teknik
aspesis
pada pasien yang
beresiko
Pertahankan
teknik isolasi k/p
Berikan
perawatan kuliat
pada
area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi
kondisi
luka
/
insisi
bedah

Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien
untuk
minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan
pasien
dan
keluarga
tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan
cara
menghindari
infeksi
Laporkan
kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif
210.

211.
212.
213.
214.
215.
6. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
216.

Implementasi

dilakukan

sesuai

intervensi atau tindakan yang direncanakan.


217.
7. EVALUASI

dengan

a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan


sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat
ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
f. Dapat beraktivitas seperti biasa
g. Tidak terjadi infeksi
218.
219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.
227.
228.
229.
230.
231.
232.
233.

234.

Daftra Pustaka

235.
236.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal


bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

237.

Carpenito.
2001. Rencana
Asuhan
&
Dokumentasi
Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif.
Jakarta: EGC

238.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification


(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

239.

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan


Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang.
Poltekes Semarang PSIK Magelang

240.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi


3. Jakarta: Media Aesculapius

241.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal


bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

242.

Carpenito.
2001. Rencana
Asuhan
&
Dokumentasi
Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif.
Jakarta: EGC

243.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification


(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

244.

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan


Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang.
Poltekes Semarang PSIK Magelang

245.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi


3. Jakarta: Media Aesculapius

246.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions


Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River

247.

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification.


Philadelpia

248.

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung:


Penerbit PT Alumni

249.
250.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA


2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Вам также может понравиться