Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
tulang
belakang
adalah
cedera
mengenai
cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu
lintas, kecelakakan olahraga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cedera yang terjadi karena trauma
spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan.
Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau
trauma sumsum tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau
gangguan fungsi yang mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan
(sensasi).
Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sumsum tulang belakang rusak,
sehingga mengakibatkan hilangnya beberapa sensasi dan kontrol motorik.
Spinal cord injury (SCI) adalah suatu tekanan terhadap sumsum tulang
belakang yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau permanen, di
motorik normal, indera, atau fungsi otonom.
Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sesuatu (seperti: tulang, disk,
atau benda asing) masuk atau mengenai spinal dan merusakkan spinal cord
atau suplai darah (AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487).
B. Etiologi
Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44
%), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke
atas), luka karena senjata api (9%), kecelakaan olahraga (rata-rata pada usia
29 tahun) misal menyelam (8 %), dan penyebab lain misalnya infeksi atau
penyakit, seperti tumor, kista di tulang belakang, multiple sclerosis, atau
cervical spondylosis (degenerasi dari disk dan tulang belakang di leher) (2
%).
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup
kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga,
tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan
Buchori, 2007).
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga (Arifin, 1997).
Spinal cord injury paling banyak disebabkan karena kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, kekerasan, dan kecelakaan olahraga (AACN,
Marianne Chulay, 2005 : 487).
1
membutuhkan
perhatian
lebih
diantaranya
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu
klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal,
trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia
autonomic.
Meskipun gambaran klinis tergantung pada lokasi dan besarnya
kerusakan, namun secara umum jika seseorang mengalami spinal cord injury,
maka mereka akan mengeluh: nyeri mulai dari leher sampai bawah,
kehilangan fungsi (misalnya: tidak dapat menggerakkan lengan), kehilangan
atau berubahnya sensasi di berbagai area tubuh, sakit atau tekanan yang
berat di leher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul, geli (kesemutan)
atau kehilangan sensasi di jari dan tangan, kehilangan kontrol salah satu atau
seluruh bagian tubuh, inkontinensia urin yang mungkin disebabkan karena
kelumpuhan saraf, kesulitan berjalan dengan keseimbangan, sulit bernafas
setelah cedera, tidak berfungsinya saraf pada kepala atau tulang belakang.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada penderita spinal cord injury,
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yang meliputi: sinar-x spinal:
untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi),
untuk reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi; CT scan untuk
menentukan tempat luka/jejas, mengidentifikasi tulang yang terluka dan
tekanan pada cord, mengevaluasi gangguan struktural, CT- Scan berguna
untuk mempercepat skrining dan menyediakan informasi tambahan jika hasil
dari sinar-x kurang akurat untuk mengetahui status patahan dan spinal yang
cedera; MRI: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan
kompresi; Foto rontgen thorak: ditujukan untuk mengetahui keadaan paru
klien, (contoh : adakah perubahan pada diafragma, atelektasis); AGD (analisa
gas darah): digunakan untuk menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan
upaya ventilasi.
G. Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian
terhadap cedera lain yang menyertai dan mungkin juga mengubah respon
terhadap terapi. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi
didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang
sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab
kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok.
Beberapa komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari cedera saraf
tulang belakang adalah: tekanan darah perubahan - dapat ekstrim (otonom
hyperreflexia), disebabkan karena menurunnya curah jantung, komplikasi
imobilitas dapat disebabkan karena tidak berfungsinya salah satu anggota
tubuh sehingga pasien diharuskan tirah baring yang lama sehingga dapat
menyebabkan dekubitus atau kontraktur; deep vein thrombosis, ini dapat
terjadi karena kurangnya sistem koagulasi dalam darah, sehingga terdapat
trombus, karena pergerakan, maka dapat menyebabkan trombus tersebut
lepas dan menjadi emboli, kemudian melalui pembuluh darah mengikuti
aliran darah dan berkumpul di suatu tempat; infeksi paru dapat terjadi jika
ada cedera lain yang menyertai, atau ada kompresi pada cervikalis sehingga
fungsi paru terganggu atau menjadi minimal;
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
fisik
didasarakan
pada
pemeriksaan
pada
neurologis,
Pathway
J. Anatomi Fisiologi
cedera
cervicalis
akan
membutuhkan
bantuan
untuk
Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada
perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
j)
pasien
menggunakan
tehnik
relaksasi.
Rasional
obat
antinyeri
sesuai
pesanan.
Rasional
untuk
Intervensi keperawatan:
a) Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional :
mengetahui fungsi ginjal
b) Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
c) Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu
mempertahankan fungsi ginjal.
d) Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine
6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama
Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama
perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
a) Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena
perubahan sirkulasi perifer.
b) Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi
penekanan kulit
c) Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
d) Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban
kulit
e) Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan
sirkulasi sistemik& perifer, menurunkan tekanan pada kulit serta
mengurangi kerusakan kulit.
11
Daftar Pustaka
1. Chulay, Marianne and Burns, Suzanne.2005.AACN Essentials of Critical Care
Nursing.United States of America: McGraw-Hill
2. Doengoes, M. E.1999.Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk
3. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta ;
EGC
4. Ns.Dedex Oktaviana.Jam 15.10.Tanggal 23 Maret 2010.Hari Selasa.
http://dedexdox.blogspot.com/
5. http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Work+Out&y=cybermed
%7C0%7C0%7C7%7C198
6. http://tulus-andi.blogspot.com/asuhan-keperawatan-spinal cord injury
7. Jam 15.59.23 Maret 2010.Laporan Pendahuluan pada Cedera Medulla
Spinalis.http://www.scribd.com/doc/28667692/askep-spinal-cord-injurycedera-medulaspinals?secret_password=&autodown=doc
12