Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB 161

Reumatoid Artritis, Demam Rematik dan Gout


Bab ini mendiskusikan tentang penyakit reumatologi yang sering dominan menyebabkan
keluhan pada muskuluskletal, walupun begitu, semua kondisi ini memiliki manifestasi pada kulit.
1. Reumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis (RA) adalah inflamasi sistemik yang disebabkan oleh penyakit
autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan kronik, poliartritis sistemik dengan manifestasi
ekstra artikular signifikan, yang mana termasuk nodulus rheumatoid, pioderma gangrenosum,
dermatitis granulomatous, vaskulitis dan perubahan organ dalam. Proses penyakit ini sering
progresif, mengakibatkan terbatasnya fungsi sendi. Akhirnya keadaan ini dapat menyebabkan
kemunduran status fungsi, kemungkinan untuk mati secara cepat.
A. Epidemiologi
Rata rata 1 % dari populasi dewasa di Amerika Utara dan Eropa Barat menderita RA,
dengan berbagai variasi dan prevalensi dibagian dunia. Rata rata 70 % pasien penyakit menjadi
kronik dengan eksaserbasi ataupun remisi, 25 % telah menetap sebagai penyakit denga serangan
inflamasi singkat dengan diikuti oleh remisi dan rata rata 5 % menjadi agresif, bentuk malignan
dengan manifetasi multiple ektra artikular. Reumatid arthritis lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki, perbandingannya 2 : 1 sampai 3 : 1 dan onsetnya mencapai puncak pada
usia 50 tahunan.
B. Etiologi dan pathogenesis
Sampai sekarang etiologi dari RA belum diketaui secara pasti.Onset awal dari gejala sendi
adalah multifaktorial.Genetic memegang peranan penting dalam perkembangan penyakit,
beratnya penyakit, hasilnya penyakit yang diderita khususnya pasien.Lagipula, gabungan antara
penyakit ekstra artikular dan gen HLA-DR1 dan DR4 telah ditemukan pada beberapa populasi.
Stress mekanik pada sendi dapat menjadi awal dari inflamasi sendi membuat
keseimbangan antara kecepatan respon untuk trauma dan membutuhkan mekanisme pertahanan
sendiri dari kerusakan. Pasien dengan seropositif RA (rheumatoid factor positif) mempunyai
komplek imun yang bersirkulasi yang terikat dengan jaringan.Sel B memproduksi autoantibody
pada beberapa pasien RA. Setelah terikat dengan antigen, antoantibodi tersebut menyebabkan
terikatnya komplemen dan akan merekrut leukosit polimorfonuklear, yang mana akan
menyebabkan destruksi pada sendi. Kemungkinan antigen pada pasien RA adalah heat shock
proteins (HSP), kolagen, dan siklik citrullinate peptide.

Pasien dengan seronegative RA (rheumatoid factor negative) tidak bisa membentuk


autoantibodi, tetapi mekanisme imun yang lain dapat terlibat. Teori ini menjelaskan bahwa
pengenalan sel T terhadap antibody penting dalam etiologi terjadinya penyakit.Dalam penelitian
dengan tikus, sel T autoreaktif umumnya selektif, menghasilkan inflamasi serupa dengan RA. Sel
T juga diaktifkan oleh sel lain melalui sitokin, termasuk osteoklas, memainkan peran penting
pada dalam resopsi tulang yang terjadi pada RA. Efek dari sitokin terhadap sel T termasuk
interferon Gama, IL1, IL17, dan TNF alfa, sekarang ini digunakan pada target terapi pada RA.
Sendi memiliki struktur anatomi yang unik dan fisiologi yang unik sebagai target
innflamasi. Kartilago adalah suatu target stress mekanik berulang, menahan antigen dan sitokin
proinflamatori dan memiliki keterbatasan dalam regenerasi. Sekali enzim proteolitik mengerosi,
menyebabkan kerusakan kartilago dan dapat menimbulkan celah, dan mekanisme tidak stabil,
inflamasi rheumatoid dapat menjadi pertahanan sendiri.
C. Temuan klinis
RA sering dimulai dengan gejala konstitusional umum termasuk fatiq, anoreksia, keluhan
muskuluskletal, dan kelemahan.Hal ini dapat berlangsung dari hitungan minggu sampai bulan
sebelum adanya tanda-tanda sinovitis. Stadium awal ini susah dilakukan diagnosis.
Bagaimanapun, diagnosis dan terapi adalah esensial karna kerusakan sendi dapat terjadi pada
fase awal dari penyakit.American collage of rheumatology telah menetapkan guideline untuk
RA.Untuk pasien yang didiagnosis RA, empat dari tujuh kriteria harus dijumpai, dan pertama
dari keempat gejala harus dijumpai minimal 6 minggu. Manifestasi ektraartikular dapat
menolong menggambarkan proses awal penyakit dan proses penyakit lebih serius memerlukan
terapi yang agresif diawal proses.
1. Manifestasi articular
Manifestasi articular dari RA adalah sinovitis inflamatori dapat berefek pada lapisan
synovial sendi, tendon, dan bursae.Inflamatori synovial biasannya menyebabkan rasa panas
tanpa adanya eritem pada area sekitar.Nyeri yang berat pada sendi dan dapat menyebabkan
peregangan pada sendi.Tangan dan kaki adalah tempat yang terkena pada pasien.
Mbagaimanapun gejala awal pada tangan dapat asimetris, dan berlanjut menjadi simstris dan
ditandai oleh diffuse. Hal ini ditandai oleh interphalang proksimal (IPP) dan sendi
metakarpofalangeal dengan sendi distal interfalang.Bentuk keterlibatan pada sendi menjadi bukti
kuat untuk mendiagnosis penyakit ini.

Inflamasi kronik dapat menjadi kerusakan structural permanen pada sendi, termasuk
destruksi kartilago dan erosi tulang.Deformitas tulang dapat menyebabkan kontraktur pada
jaringan lunak atau dari ankilosis tulang.Tanda-tanda deformitas tulang termasuk defiasi radial
dari tangan dengan ulnar defiasi pada jari-jari tangan, deformitas bentuk leher angsa dan
hiperekstensi dari sendi interphalang proksimal dan kompensasi pleksi dari sendi distal
interphalang (DIP). Deformitas dari kontraktur fleksi dari sendi IPP dan ekstensi sendi DIP.
Serupa dengan deformitas yang juga bisa terjadi pada kaki, dan semuanya bisa menjadi
lemah.Termasuk

tulang

belakang

bagian

torakal

dan

lumbal

pada

RA

adalah

pengecualian.Bagaimanapun sendi bahu juga dapat berefek, termasuk struktur jaringan lunak,
yang mana termasuk tendon cuff retator dan otot dan bursa subakromial, hal ini biasanya
dijumpai pada pasien simptomatologi.
2. Manifetasi dermatologi
Manifestasi ektraartikular terjadi lebih agresif atau luas dari RA.Temuan yang sering pada
kulit dalam RA adalah nodul rheumatoid.Nodul klasik rheumatoid adalah nodul subcutaneous itu
terjadi pada rata-rata seperempat pada pasien dengan RA.Lebih dari 90% pasien dengan nodul
RA memiliki seropositive RA.Biasanya terdapat pada tempat dengan tekanan termasuk
olecranon, permukaan ekstensor telapak tangan dan tendon achiles tetapi dapat juga ditemukan
hampir disemuan tempat, termasuk organ dalam.Temuan histologi dengan granuloma pada
dermis bagian dalam atau jaringan suucutan dengan degradasi kolagen, multitude neutrophil, dan
neutrofilik duktus, dengan dikelilingi fibrosis dan proliferasi pembuluh darah. Diagnose banding
dengan histologi termasuk annular granuloma subcutaneous, nekrobiosis lipoidika, benda asing
atau reaksi infeksi granuloma dan sarkoid epiteloid.
Nedul rheumatoid bersifat jinak, hal ini dapat menyebabkan komplikasi, termasuk ulcerasi,
infeksi, efusi sendi (rheumatoid chiliform bursitis), dan fistula (fistulous rheumatism).Semua
kondisi ini perlu dilakukan tindakan pembedahan. Vaskulitis rheumatoid diperkirakan
insidensinya terjadi pertahun < 1 %, lebih sering berefek pada pasien dengan penyakit
seropositive, hal ini dipercaya berefek pada 1 dari 8 wanita dengan RA, versus 1 dari 38 pria.
Pembuluh darah kecil sampai besar terutama terkena efek, sering dihubungkan dengam neuropati
peripheral (termasuk motoric), gangrene digital, dan kerusakan kuku, dan purpura yang
jelas.Beberapa pasien dapat memiliki talingiektasis lipatan kuku dengan ulcerasi digital atau

ptekie dan papul digital (Bywater lesion).Papul ini bermanifestasi pada vaskulitis ringan dan
terjadi secara tipikal tanpa tanda sistemik dari vaskulitis.Histopatologi kulit biasanya
menunjukkan leukosiklastik vaskulitis dengan infiltrasi neutrofilik pada dinding pembuluh darah,
nekrosis fibroid, perdarahan tanpa reaksi granulomatous. Vaskulitis pembuluh darah kecil sering
terlibat pada pembuluh vena postcapilari dan dapat berefek pada arteriola serta pembuluh darah
besar pada organ dalam, jantung dan SSP. Bagian lesi yang dilaporkan pada vaskulitis RA sangat
luas dan berfariasi dengan bentuk dan lokasi pembuluh darah dengan perluasan penyakit.
Sayangnya, adanya vaskulitis, khususnya pada onset penyakit ditandai dengan outcome yang
jelek. Pasien dengan bukti vaskulitis berefek pada kulit harus dimulai dengan diterapi sungguhsungguh dan diikuti pendekatan untuk keterlibatan organ lain.
Vaskulitis rheumatoid dapat dijumpai ulkus pada ektremitas bawah, bagaimanapun
gangrenosum pioderma seharusnya dicurigai jika ulkus yang dalam dengan ditandai ulkus
ungu.Ulkus dapat terjadi diberbagai tempat tetapi paling sering terjadi pada ektremitas bawah
dan abdomen.Pioderma gengrenosum terjadi lebih sering dan lebih berat pada wanita.Ulkus kaki
juga dapat terjadi pada pasien dengan sindrom felty, adalah kombinasi dari kronik RA,
hiperspenism, dan leukopenia.
Dermatosis neutrofilik rheumatoid adalah rata-rata manifestasi kulit pada pasien dengan
RA berat.Pertama dideskripsikan oleh Ackerman pada 1978, lesi ini biasanya kronik,
eritomatous, dan seperti urtikaria plak dan papul dengan batas yang tegas. Secara histologi, lesi
ini memiliki dense infiltrate neutrifil tanpa leukositoklasia, dalam gabungan infiltrate dan udema
papil. Hal ini susah dibedakan dengan dermatosis neutrofilik dari akut dermatosis febril
neutrofilik (Sweet syndrome).
Sindroma vaskulitis yang lain, termasuk eritema diutinum elevatum dan vaskulitis luvido
(segmental hyalinizing vaskulitis) juga dapat ditemukan pada pasien dengan RA. Manifestasi
kulit termasuk eritem palmar, eritromelalgia, penyakit bollus autoimun, termasuk epidermolisis
bulosa acuisita, sindroma kuku kuning, eritem multiform, eritema nodusum, dan urtikaria dapat
dilaporkan pada pasien RA.
3. Manifestasi diluar kulit dan sendi.

Pada sistemik vaskulitis, yang dapat berefek pada banyak organ, multiple manifestasi
diluar kulit dan sendi pada RA.

Tipe
Mata

Manifestasi diluar kulit atau ektra artikular pada RA


Manifestasi
Keratokonjungtivitis sicca, scleritis, episkleritis, sclemomalasia

Ginjal
Hematologi
Neurologi

Amiloidosis dan vaskulitis


Anemia, trombositopenia, limfodenopati, sindrom fetty
Cervical

mielopati,

mononeuritis

multipleks

(vaskulitis),

neuropati perifer
Paru

Efusi pleura, fibrosis paru, bronkiolitis obliterans, nodul


reumatoid, vaskulitis

jantung

Perikarditis, anterosklerosis prematur, vaskulitis, nodul, dilatasi


akar aorta

D. Dignosa banding
Temuan laboratorium
Tidak ada temuan spesifik pada histologi, radiologi, atau laboratory tes untuk menentukan
RA.Rheumatoid faktor, suatu autoantibodi yang bereaksi dengan bagian Fc dari IgG dapat
ditemukan pada 85 % pada pasien RA.Rheumatoid faktor tidak harus digunakan sebagai
diagnostic defenitif karna hal itu juga dapat ditemukan pada penyakit lain, seperti (sarcoidosis,
penyakit hati, proses fibrosis paru, crioglobunemia). Hal ini juga dapat ditemukan rata-rata 5 %
dari populasi.Positif palsu pada rheumatoid faktor dapat disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk infeksi bakteri kronik termasuk endocarditis, TBC, dan penyakit lymfe, termasuk
infeksi virus, termasuk rubella, termasuk mononucleosis.

Diagnosis banding pada nodul Reumatoid


Dipertimbangkan
Annular granuloma subcutaneus
Benda asing granuloma
Granuloma infeksi
Granuloma sarcoid

Kista mixoid
Kista epidermal traumatik
Xanthoma

E. Pengobatan
Karna pentyabab dari RA belum diketahui, pengobatan telah langsung pada variasi
komponen proses inflamasi. Tidak ada terapi sigle untuk pilihan terapi.Dahulu, kebanyakan
pasien dengan awal penyakit dimulai dengan NSAID sampai ditemukannya bukti erosi pada
sendi.Pengobatan ini membantu untuk mengurangi gejala.Tetapi semua obat ini tidak
menurunkan progresivitas penyakit.
Selanjutnya, setelah dimengerti mekanisme penyakit dan perjalanan alami kronik penyakit
dihasilkan suatu pergeseran penggunaan dari Disease Modifying Anti Reumatoid Drugs
(DMARD).Guideline terbaru ditetapkan oleh American Collage of Rheumatology pada 2012.
DMARD menurunkan inflamasi (dikomfirmasi oleh penurunan fase raktan), menurunkan dan
mencegah kerusakan sendi, dan modifikasi proses penyakit. Penggunaan DMARD sekarang
direkomendasikan pada awal dari penyakit, saat kerusakan sendi terjadi. Medikasi multiple
terdapat pada tabel.Obat ini dapat digunakan single atau kombinasi, tetapi penggunaannya
dibatasi oleh efisiensinya yang kurang atau toksisitas sistemik. Medikasi ini juga sering
digunakan kombinasi, tapi keputusan tentang penggunaan obat sering secara individu dan
ditentukan oleh beratnya gejala dan penurunan fungsi dan menghasilkan penurunan kemampuan,
yang mana dengan perhatian twntang tingkat keamana pasien yang diberikan pengobatan.
Glukokortikoid sistemik adalah contoh agen antiinflamasi yang paten tetapi memiliki
tingkat efek samping yang serius pada waktu yang lama dengan dosis yang tingggi. ObT-Obt ini
bukan pilihan yang bagus pada pasien RA, tetapi kadang digunakan dosis yang kecil dengan
golongan DMARD yang lain. Methotrexate telah digunakan sebagai DMARD yang sangat
efektif untuk beberapa tahun ini.
Tambahan terbaru untuk anti reumatoid armamenterium memperbaiki respon biologik,
yang mana akan menghambat citokin proinflamasi yang memainkan peran dalam RA. Untuk
alasan komersil, tersedia golongan obat yang termasuk kategori anti TNF alfa. TNF alfa adalah
agen proinflamatori yang dilepaskan oleh magrofag dan sel T berkontribusi dalam sinovitis dan
destruksi sendi.
Terdapat tiga obat terbaru anti TNF alfa yang ada di USA. FDA merekomendasikan untuk
terapi RA (etanercept, infliximab, dan adalimumab). Etanercept adalah suatu rekombinan TNF
manusia yang berikatan dengan bagian ligan pada 75 kD reseptor TNF di bagian Fc IgG1

manusia. Pengobatan ini diberikan secara injeksi subcutan dua kali seminggu. Infliximab adalah
suatu chimeric (tikus/manusia) monoklonal antibodi IgG1 untuk TNF alfa. Diberikan secara
intravena dalam 6 8 minggu. Terakhir, adalimumab adalah agen terbaru, adalah suatu
monoklonal antibodi IgG1 yang mana akan berikatan dengan membran dab TNF alfa ynag
terlarut. Etanarceph, infliximab, dan adalimumab menonaktifkan TNF alfa biologis, yang secara
signifikan akan menurunkan sinovitis dan perburukan dari destruksi sendi.
Semua agen ini penggunaannya sangat terbatas dalam memodifikasi respon biologik.
Semua agen ini mahal, rata-rata antara 18000 30000 US pertahun, dan kedua atanercept dan
adalimumab pasien memerlukan penggunaan sendiri untuk injeksi. Tidak semua pasien memiliki
keterampilan seperti itu. Infliximab, pada bagian tangan yang lain penggunaannya diinfus
yangmana kondisi pasien tidak bisa dijauhkan dari pekerjaan atau rumah dan dapat memberikan
reaksi terhadap infus. Tambahannya, agen ini juga membutuhkan pusat infus terdekat yang mana
pasien akan mendapatkan terapi. Kebanyakan pasien yang menerima bloker TNF alfa gagal
terapi dengan satu atau kombinasi dengan sebelumnya menggunakan DMARDs. Respon imun
normal dari host menghambat reaktivasi dari tuborkulosis, meningkatkan suspektibility terhadap
infeksi yang lain, dan predisposisi terhadap perkembangan malignancy. Resiko yang benar
terhadap malignancy sulit untuk dikontrol pada pasien dengan RA karna memiliki insidensi
tinggi terhadap kejadian malignancy limfomadibandingkan dengan populasi normal dan beberpa
telah menunjukkan insidensi limfoma bisa meningkat pada paien yang mendapatkan terapi obat
anti TNF alfa. Dengan semua medikasi, diketahui bahwa riwayat penggunaan obat sebelumnya
menjadi kunci untuk pengobatan selanjutnya. Obat-obat itu tidak boleh digunakan pada pasien
dengan infeksi sering yang bersamaan atau faktor predisposisi itu menjadi faktor infeksi yang
serius (pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol). Perhatian dan konsultasi yang ketat dengan
konsultan hematologi dan onkologi sebelum menggunakan medikasi tersebut pada pasien dengen
riwayat malignancy berulang.
Kesimpulannya, dokter kulit dan reumatologi harus bekerjasama sebagai tim dalam
penanganan RA, yang mana sering muncul pada fase aktivitas intens penyakit. Pasien
memerlukan pengetahuan tentang terapi penyakit RA harus diperlakukan secara agresive, tapi
pengobatan dihubungkan dengan proses kulit, termasuk pioderma gangrenosum, crioglobulin,
vaskulitis dan yang lainnya, jangan sampai dilupakan.
2. Demam Rematik

Demam rematik akut (ARF) adalah reaksi tertunda dari infeksi Streptokokus beta
hemolitikus grub A yang menginfeksi orofaring. Penyakit inflamasi ini dapat berakibat pada
jantung, sendi, dan susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutan. Tidak ada tes diagnostik
yang spesifik untuk kondisi ini, diagnostik klinis cukup dibuat dengan beberapa kriteria.
Pengobatan pada kondisi infeksi bisa menjadi pencegahan terhadap demam rematik.
A. Epidemiologi
Demam rematik akut (ARF) rata-rata dan sering terjadi pada anak-anak usia 5 15 tahun
setelah menderita tonsilofaringitis yang berat. Bagaimanapun, hal ini telah dilaporkan hampir
semua umur dan penyakit asimtomatik. Insidensi demam rematik sudah dilaporkan pada tahun
1950 dengan tersebar dan dikenali sebagai penyakit dan diobati dengan penisilin. Hal ini telah
hampir dieradikasi dari dunia, tetapi tersisa masalah kesehatan yang serius pada negara
berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15,6 juta manusia
didunia berefek menjadi penyakit jantung rematik, dan 233,000 meninggal setia tahunnya karna
penyakit jantung rematik atau gagal ginjal akut sebagai akibat komplikasi dari infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grub A (GAS).
B. Patogenesis
Mekanisme yang tepat oleh infeksi bakteri streptokokus sebagai penyebab gagal ginjal akut
belum diketahui secara pasti, tetapi hal ini diperberat oleh mekanisme immun terhadap infeksi.
Beberapa strain dari streptokokus dapat menyebabkan demam rematik akut dibandingkan yang
lainnya. Strain yang mengenai tonsilofaring lebih berefek menjadi demam rematik akut
dibandingkan dengan strain ektrafaringeal penyebab impetigo atau selulitis. Mimikri molekuler
telah diinplikasikan dalam etiologi terjadinya demam rematik akut (ARF). Protein M memiliki
struktur yang serupa dengan otot jantung. Penelitian telah menunjukkan pada tikus yang
dipaprkan dengan protein M berkembang menjadi miokarditis. Anehnya, bagaimanapun
kesakitan dan kematian demam rematik disebabkan oleh gangguan katup yang disebabkan oleh
karditis akut. Kelompok penyakit keluarga, ditandai oleh HLA DR4 dan DR2 menjadi gagal
ginjal akut pada bangsa kulit putih dan pasien Amerika Afrika menunjukkan tingkat ekonomi
pasien juga berperan dalam perkembangan penyakit.
C. Manifestasi klinis
Temuan klinis pada demam rematik akut sangat luas, dan dengan luas diuraikan dalam
kriteria Jones yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini. kriteria Jones diupdate pada
tahun 1992, menegaskan lima kriteria mayor : poliartritis, karditis, chorea, nodul suncutaneus,

dan eritema marginatum. Tanda inflamasi sistemik nonspesifik dikelompokkan dalam kriteria
minor, termasuk didalamnya artralgia, demam, peningkatan reaktan fase akut, dan pemanjangan
interpal P R pada ganmbaran EKG.
Penegakan diagnosa berdasarkan atas adanya dua kriteria mayor dan satu kriteria minor
dan ditambah bukti adanya infeksi kuman streptokokus grup A. Bagaimanapun, jika chorea dan
karditis dijumpai lebih menunjukkan adanya infeksi streptokokus antesenden bukan untuk dibuat
sebagai diagnosis.
Reumatoid karditis biasanya termasuk endokardium, miokardium, dan perikardium dan
hampir selalu dalam minggu 3 pertama pada penyakit. Keadaan itu masih dalam perdebatan
penggunaan ekokardiografi untuk membuat diagnosis penyakit jantungrematik tanpa adanya
bukti klinis murmur, bagaimanapun tindakan ini masih jarang dilakukan sebagai penyokong
diagnosis. Ini telah diterima penggunaannya pada pada pasien poliartritis dimana kriteria
diagnostik lain belum dibuat dan susah dibedakan dengan murmur pada jantung.
Migrasi poliartritis bia berefek pada banyak sendi tetapi lebih sering pada sendi besar.
Pemberian awal obat anti inflamasi meredakan artritis. Poststretokokus reaktive dapat dilihat
dalam gambar. Diagnosis pada chorea semuanya berdasarkan tanda klinis, termasuk kelemahan
otot lokal yang cepat, emosional yang labil, perubahan personality, dan aneh, tersentak-sentak,
gerakan tak bertujuan. Chorea tidak hanya terjadi pada lelaki dewasa.
Manifestasi kulit dari demam rematik akut sangan berfariasi tapi rata. Nodus subkutan
yang kecil, tidak nyeri, berlokasi pada tulang yang menonjol dan pada tandaon. Khususnya,
untuk 1 sampai 2 minggu dan secara spontan berubah. Eritema marginatum dimulai dengan
makula eritema papul yangpanjang pada bagian luar saat kulit kembali kebentuk normal.
Batasnya adalah warna pink tidak menonjol, dan pucat saat ditekan. Sering kondisi ini tidak
disangka-sangka pasien. Secara histopatologi, infiltrate perivaskular superfisial tipis pada kista
limfoid dan neutrofil.

Kriteria Jones untuk Demam Rematik, Update 1992


Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Klinis
Karditis
Demam
Poliartritis migratori
Artralgia
Chorea
Laboratorium
Nodul subcutaneus
Peningkatan akut fase reaktan
Eritama marginatum
Pemanjangan interpal P R

Ditambah
Bukti tambahan adanya infeksi baru dari bakteri stretokokus grup A (kultur
tenggorok positive, atau tes deteksi antigen cepat dan atau peningkatan stretokokus
antibodi test.

D. Pengobatan
Pengobatannya adalah langsung mengeradikasi kuman streptokokus grup A dari orofaring.
Penisilin adalah pilihan antibiotik, karna tidak mahal, karna bisa diberikan secara oral maupun
intramuskular. Terapi oral bisa berlangsung selama 10 hari. Pasien dengan alergi Penisilin bis
diterapi dengan cefalosporin atau makrolida. Tingginya angka recurent pada orang yang pernah
menderita sebelumnya, antibiotik profilaksis direkomendasikan, khususnya pada area endemik.
Proses inflamasi akut diobati secara simptomatik. Obat anti inflamasi termasuk salisilat
dan nonsteroid adlah efektif untuk artritis, demam, dan artralgia. Bagaimanapun, pemberian
tunggal salisilat tidak efektif dalam menurunkan insidensi penyakit jantung rematik setelah
demam rematik akut. Cortikosteroid dipercaya bermamfaat dalam pengobatan karditis, terakhir,
intravena Imunoglobulin (Ig) juga dapat diberikan, tetapi belum memberikan keuntungan. Ratarata 80 % pasien dengan tercukupikriteria untuk penyakit ini sembuh secara spontan
3. Gout
Gout adalah sindroma klinis yang diakibatkan oleh kelompok penyakit heterogenous
yang ditandai oleh tertumpuknya kristal monosodium urat dalam cairan sinovia dan sendi dengan
atau tanpa hiperurisemia, penyakit ginjal, dan nefrolithiasis. Pada dasarnya, tanpilan inflamasi
akut pada sendi perifer akstremitas bawah. Hal ini sering mengenai sisi sendi pertama
metatarsofalangeal dan angkle.
A. Epidemiologi
Gout berefek sekitar 5 juta orang di Amerika dan secara riwayat dapat dideskripsikan
banyak diderita pada kaum laki-laki, bagaimanapun hal ini juga dapat diderita pada wanita.
Penelitian epidemiologi terbaru menunjukkan rata-rata, pada dekade terakhir gout lebih
berkembang pada wanita dibandingkan pada pria, dan pada pasien wanita dengan gout hamoir
selalu memiliki penurunan fungsi ginjal, atau diberikan diuretik. Obesitas telah dihubungkan
pada gout, dan kedua penyakit ini telah meningkat insidensinya melebihi dua dekade terakhir.
Alkohol jangka panjang juga menjadi faktor resiko terhadap gout, tetapi hanya konsumsi
makanan yang tinggi purin termasuk daging dan makanan laut telah menunjukkan hubungan

positif dengan peningkatan level asam urat serum dan gout. Hal ini juga menunjukkan dengan
mengonsumsi product makanan rendah lemak bisa menjadi pencegahan. Gout yang menyerang
anak anak suatu kondisi yang sangat jarang, diagnosis ini harus tepat dan dievaluasi untuk
suatu malgnansi atau penyebab genetik.
B. Patogenesis
Hiperurisemia adalah faktor resiko terjadinya gout, tetapi artritis gout dapat terjadi pada
pasien dengan kadar level asam urat yang normal. Pasien dengan serum asam urat > 7 mg/dl
memiliki 22% kemungkinan menjadi gout dalam periode > 5 tahun, ditunjukkan pada banyak
pasien dengan peningkatan kadar serum asam urat tidak pernah memiliki artritis gout.
Asam urat adalam produk akhir dari katabolisme purin. Manusia dengan kurang atau tidak
adanya enzime uricase, yang mana bekerja untuk membuang asam urat dalam product larut air.
Saat level plasma monosodium urat melebihi batas kelarutannya, kondisi ini dengan cepat akan
mengendap pada jaringan. Hiperurisemia dihasilkan dari overproduksi atau undereksresi dari
asam urat. 90 % pasien berefek pada undereksresi.
Kurang dari 10% pasien dengan hiperurisemia atau gout mengekresikan terlalu banyak
asam urat dalam 24 jam saat urin ditampung. Hal ini biasanya kelompok identifikasi dan
diturunkan dalam mekanisme regulasi sintesis protein nucleotida, khususnya suatu defisiensi
hipoxantin guanin fosporibosiltranferase, glukosa 6 fospatase, atau fruktosa 6 fospatase, parsial
atau komplit, dapat ditemuakan. Kondisi ini secara umum diwarisi oleh X linked dan autosomal
resesive. Bagaimanapun, riwayat keluarga dan tanda awal bisa dijadikan tanda atau bukti.
Sindrom Leschnyhan, telah dideskripsikan tapi rata-rata bentuk berat dari defisiensi hipoxantin
guanin fosporibosiltranferase dihubungkan dengan retardasi mental, gout, dan mutilasi diri
sendiri.
Undereksresi dari asam urat adalah idiopatik pada pasien hiperurisemia. Penampakan
anatomi dan histologi dan fungsi fisiologi dari ginjal dalam keadaan normal. Bagaimanapun,
perubahan fungi dari tubular pada pasien ini banyak obat yang dapat mempercepat serangan
gout. Agen farmakologi ini termasuk loop diuretik, siklosporin dosis rendah, dan salisilate.
Perubahan yang mengakibatkan serangan akut pada gout masih belum diketahui
secara pasti. Penelitian telah menunjukkan adanya kristal urat monosodium diintraseluler dalam
cairan sinovial pada pasien yang asimtomatik, merangsang inflamasi dalam gout kronik. Adanya
monosida dan sekresi sitokin, termasuk TNF alfa, IL1, IL6, dan IL8. Neutrofil lebih menarik

pada sisi inflamasi, mencerna kristal dan melepaskan mediator inflamasi, memulai reaksi
inflamasi dan kerusankan jaringan.

Klasifikasi hiperurisemia
1. Overproduksi asam urat
A. Hiperurisemia primer

a.Idiopatik

b. Defisiensi hypoxanthine guanine phosphoribosyltransferase

c. Superaktif hypoxanthine guanine phosphoribosyltransferase


B. Hiperurisemia sekunder

a. Intek purin berlebih

b. Peningkatan nucleotida (mioloproliferative, dan penyakit limfoproliferatif, penyakit


hemolitik, psoriasis)
A. 2. Penurunan eksresi asam urat
B. A. Hiperurisemia primer
C.
a. Idiopatik
B. Hiperurisemia sekunder

a. Penurunan fungsi ginjal

b. Hambatan sekresi ditubular oleh kompetitif ion (keton dan asidosis laktat)
C. Perubahan reabsorbsi ditubulus
a. Dehidrasi, diuretik
D. Bermacam - macam
Hipertensi
Hiperparatirodisme
Termasuk obat (cyclosporin, pirazinamide, etambutol, salisilat dosis rendah)
Nefropaty

C. Manifestasi klinis
Gout terjadi pada 4 stadium, asimtomatik hiperurisemia, akut artritis gout, dan interkritikan
gout (antara serangan gout), dan kronik tofus gout.
Pasien sering asimtomatik dala bebrapa tahun, tidak menggunakan pengobatan dan tidak
adanya bukti lain dari penyakit (contohnya : nefrolitiasis dan renal insufisiensi).
Artritis gout akut biasanya terjadi pada usia pertengahan dan biasanya mengenai satu sendi
diektremitas bawah, sendi pertama metatarsofalangeal adalah tempat tersering sebagai predileksi.
Secara klinis, efek pada sendi adalah eritomatous, sakit saat dipalpasi. Kondisi ini kadang susah
dibedakan dari sprain, septik sendi, atau selulitis. Pelepasan sitokine dapat menyebabkan demam,
dan gejala sistemik. Diagnosis banding lebih lanjut adalah bentuk lain dari artritis (psoriasis,
reaktive osteoartritis, atau RA) dan pseudogout (chondrocalsinosis).
Interkritikal gout ditandai interval antara serangan gout, intervalnya sekitar 6 2 tahun.
Saat serangan berlanjut, berefek pada poliartritis yang berat, dan durasi lebih lama. Kronik tofus
gout dideskripsikan dimana pasien rata rata memiliki periode asimtomatik. Kristal urat dapat
ditemukan pada jaringan lunak, kartilago dan tendon. Kondisi ini telah dilaporkan dalam bentuk
berfariasi setiap tempat, termasuk dorsum nasal. Kondisi ini kadang membingungkan dengan
nodul reumatoid, aspirasi dan biopsi bisa berguna pada kasus ini.
D. Temuan laboratorium dan patologi
Analisis laboratorium dapat ditemuak peningkatan level asam urat, tetapi temuan ini tidak
dapat dijadikan kesimpulan untuk mendiagnosis. Leukosit dan peningkatan sedimen rata rata
sering ditunjukkan selama serangan artritis akut. Akurasi diagnosis ditunjukkan secar
intraseluler, bias negatif, kristal berbentuk jarum oleh polaris mikroskopik. Pemeriksaan
histopatologi gout menunjukkan tofus granulomatous yang disekelilingnya inflamasi kristal urat
berwarna kuning kecoklatan atau jarak mirip jarum dalam susunan radial, dan tampialan kristal
terlarut selama proses.
E. Pengobatan
Tujuan terapi pada serangan akut gout adalah analgetik dan mengurangi inflamasi. Pilihan
obat yang terpilih adalan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), kolkisin dan kortikosteroid.
Indometasin telah menunjukkan dalam rekomendasi kontrol mengurangin nyeri, serupa dengan
kolkisin. Bagaimanapun karna efek samping merugikan dari kolkisin terhadap gastro intestinal
sering dihindari untuk penggunaannya. Indometasin dapat mempercepat gagl ginjal akut pada
pasien dengan riwayat penyakit ginjal. Kortikosteroid, oral atau inta-artikular, dipercaya lebih

efektif. Karna pasien dengan gout seringnya pasien tua dan sering memiliki faktor komorbid,
terapi harus individualized. Pengobatan harus berlangung selama 7 10 hari setalah serangan
akut, dan terapi profilaksis bisa berlanjut untuk 3 6 bulan.
Pada pasien hanya dengan satu serangan gout, pendekatan terapi konservatif bisa
digunakan. Tindakan ini meliputi menghindari obat-obatan yang dapat menurunkan ekskresi
asam urat termasuk tiazide dan loop diuretik, aspirin, pirazinamid atau niasin. Pasien harus
menjaga hidrasi tetap cukup, menurunkan berat badan, kontrol hipertensi, dan hiperlipidemia,
dan merencanakan diet dengan rendah purin. Efektif dengan pembatasan kolesterol, lemat,
daging dan alkohol belum pernah diteliti, tapi harus didukung dengan kebutuhan menghindari
jika dilakukan terapi oral jangka panjang.
Terapi penurunan asam urat agaknya penting pada pasien yang telah ditetapkan didiagnosis
dengan gout, dan siapa yang memiliki lebih serangan gout atau karna menderita dari kronik tofus
gout. Hal ini juga diindikasikan dengan pasien yang memiliki riwayat gout atau renal calculi,
peningkatan ektrem pada serum asam urat, dan peningkatan level asam urat pada pasien yang
diketahui memiliki riwayat keluarga gout, (contohnya, dimana diketahui bahwa defisiensi
relevan pada enzim sebelumnya), dan pencegahan untuk pasien menerima bagian awaal
kemoterapi.
Tujuan obat menurunkan asam urat adalah menjaga level urat betahan dibawah 6 mg/dl.
Terapi uricosurik ideal untuk pasien diabawah 60 tahun dengan fungsi ginjal normal yang mana
akan mensekresikan asam urat. Uricosuric termasuk probenesit dan sulfinpirazon. Risiko utama
dihubungkan dengan obat ini termasuk reaksi hipersensifiti dan peningkatan resiko batu asam
urat. Sayangnya, kebanyakan pasien dengan gout tidak memiliki kondisi ideal seperti diuraikan
diatas.
Untuk semua pasien, xantin oksidase inhibitor contohnya allupurinol dapat digunakan.
Obat ini berfungsi menurunkan produksi asm urat, dan ini diindikasikan untuk pasien dengan
nefrolitiasis, perburukan fungsi ginjal, dan pada kegagalan terapi urikosurik, dengan penyakit
mieloproliferatif pada kemoterapi, dan pada pasien dengan hiperurisemia dengan abnormal
enzim. Dosis harus diturunkan pada pasein gagl ginjal. 25% pasien yang mendapat teraapi
allupurinol melaporkan kejadian efek samping, dan 5% pengobatannya terhenti. Efek
sampingnya termasuk dispepsia, sakit kepala, diare, pruritus palpular erupsi, trombositopenia,
dan gangguan fungsi hati. Sindrom hipersensivitas allupurinol sering terjadi, gejalanya termasuk

deman, urtikaria, leukositosis, eosinofilia, interstisial nefritis, gagl ginjal akut, hepatitis
granulomatous, dan nekrolisis epidermal toxik.

Вам также может понравиться