Вы находитесь на странице: 1из 14

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Empiema)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM

Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) atau cairan terinfeksi
di dalam rongga pleura. Pada awalnya, cairan pleura merupakan cairan
encer dengan jumlah leukosit yang rendah. Namun, proses tersebut
seringkali berlanjut menjadi stadium fibropurulen sampai pada akhirnya
dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.
Anatomi dan Fisiologi Rongga Pleura
Pleura adalah membran tipis terdiri dari dua lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut
pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak,
diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura
terletak di antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua
lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya adalah sebagai
berikut.
Pleura visceralis :
1. Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis
2. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
3. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi
fibrosit dan histiosit
4. Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik
5. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri
pulmonalis dan arteri brakhialis serta pembuluh limfe
6. Menempel kuat pada jaringan paru
7. Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura
Pleura parietalis :
1. Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan
ikat (kolagen dan elastis)
2. Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dad.
3. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
4. Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
Etiologi
Empiema dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi dari paru, seperti pneumonia, abses paru, adanya fistel
paru, bronchiektasis, TB, dan infeksi fungidial paru.
2. Infeksi dari luar paru, seperti trauma dari tumor, pembedahan
otak, thorakocentesis, subdfrenic abces, dan abses hati karena
amuba.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 2

3. Bakteri, seperti Staphilococcus


pyogenes, dan bakteri anaerob.

Pyogenes,

streptococcus

Patofisiologis
Empiema terjadi akibat invasi basil piogenik ke pleura. Invasi ini
menyebabkan peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat
serous. Banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hiup maupun
yang mati dan meningkatnya kadar protein, menyebabkan cairan menjadi
keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk
kantung-kantung yang melokalisasikan nanah tersebut. Apabila nanah
menembus bronkhus, maka akan timbul fistel bronkopleura, atau apabila
nanah menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit, maka akan
disebut sebagai empiema nessnsiatis. Stadium ini masih disebut empiema
akut yang dapat berubah menjadi kronis.
WOC Empiema
Invansi Kuman di pleura

Peradangan akut

Pembentukan Eksudat Serosa

Peningkatan Kadar cairan


Terbentuk kantung yang
melokalisir nanah
Terbentuk endapan fibrin

Empiema

Cairan menjadi kental

Manifestasi Klinis
Menurut Irman Somantri, dalam bukunya yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Pernafasan, manisfestasi
klinik yang ditunjukkan oleh pasien penderita empiema, dibagi menjadi
dua stadiun.
1. Stadium Akut
Stadium ini terjadi secara sekunder akibat infeksi di tempat lain, buka
primer dari pleura. Pada permulaan, gejala yang ditimbulkan oleh
empiema dengan stadium akut mirip dengan gejala yang ditimbulkan
oleh pneumonia. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu,
maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah
tidak segera dikeluarkan, maka akan timbul fistel bronkopleura yang
ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan nanah dan darah.
2. Stadium Kronis
Disebut sebagai stadium kronis jika empiema terjadi selama lebih dari
tiga bulan. Pada stadium ini, penderita akan mengeluh badannya

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 3

terasa lemas. Selain itu kesehatan penderita akan semakin menurut,


wajah menjadi pucat, dada datar, clubbing finger, dan adanya tandatanda cairan pleura.
Selain itu, terdapat tiga fase yang terjadi sebelum seseorang dikatakan
terkena penyakit empiema. Tiga fase efusi parapneumonia adalah
sebagai berikut.
1. Fase eksudatif
Pada fase ini, terbentuk cairan pada rongga paru, namun cairan
yang terbentuk adalah cairan yang steril.
2. Fase fibropurulrn
Pada fase ini, cairan steril yang terbentuk dalam rongga paru
tersebut mulai terinfeksi.
3. Fase organisasi
Pada fase ini, cairan dalam rongga paru sudah mengalami infeksi
dan bewarna keruh.
Berdasarkan ketiga fase diatas, maka karakteristik cairan pleura dapat
dikelompokkkan sebagai berikut.
Fase

Cairan Pleura

Leukosit

LDH

PH

Glukosa

Eksudatif

Eksudat

<1000

<500

>7.3

Fibropuluren

Keruh

>5000

>1000

<7.1

Keruh dan
sukar didapat

Bervariasi

Bervariasi

<7.1

-/+

Organisasi

Dinding
Pleura
Tipis dan
elastis
Tipis dan
tidak
elastis
Tebal dan
kaku

Tanda-tanda empiema :
a. Demam dan keluar keringat malam.
b. Nyeri pleura.
c. Dispnea.
d. Anoreksia dan penurunan berat badan.
e. Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
f. Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
g. Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus
Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan diagnostic pada penyakit empiema adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan empiema, akan ditemukan
beberapa tanda akan adanya kelainan atau penyakit. Kelainan tersebut
meliputi :
a. Inspeksi
: Clubbing fnger, pucat, dan lemas
b. Perkusi
: Terdapat suara flattness atau datar
c. Palpasi
: Penurunan fremitus

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 4

d. Auskultasi
: Penurunan suara napas
2. Foto dada.
Pada foto thoraks dengan posisi posterior-anterior (PA) dan lateral,
akan ditemukan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan
dengan kelainan paru atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi
fibrothoraks, maka trakea yang terdapat di mediastinum dan jantung
akan tertarik ke sisi yang mengalami sakit.
3. Tes kultur dan kepakaan dari drainase hasil aspirasi pleura.
(Irman Somantri, 2008)
Efusi parapneumonia atau empiema berdasarkan kriteria diagnostic
(kriteria Lights) dan terapinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Klasifikasi
Efusi pleura tidak
signifikan
Efusi parapneumonia
Efusi sederhana

Efusi dengan
komplikasi

Efusi dengan
komplikasi
kompleks

Kriteria Diagnostic
Lesi dengan diameter <10mm
pada foto lateral dekubitus
Lesi dengan diameter >10mm
pada foto lateral dekubitus
pH>7,3 dan atau nilai laktat
dehidrogenase 500IU, kadar
glukosa >60mg/dL, pewarnaan
Gram dan kultur negatif
pH>7,3 dan atau nilai laktat
dehidrogenase 1000IU, dan atau
kadar glukosa<40 mg/dL dan
atau pewarnaan Gram dan kultur
positif, satu lesi dan tak
terlokalisir
Cairan purulen, lokasi multipel

Efusi dengan
komplikasi
kompleks

Cairan purulen, lokasi multipel

Empiema sederhana

Pus dengan lesi tunggal,


pewarnaan gram dan kultur
positif

Empiema kompleks

Pus dengan lokasi multipel

Empiema kronik

Pleura teba

Terapi
Antibiotik
Antibiotik torasintesis
Antibiotik torasintesis

Antibiotik pipa torasintesis

Antibiotik, pipa torakostomi


dan fibrinolisis, Video
Asstisted Thoracic Surgery
(VATS)
Antibiotik, pipa torakostomi
dan fibrinolisis, Video
Asstisted Thoracic Surgery
(VATS)
Antibiotik,pipa torakostomi
dan fibrinolisis, Video
Asstisted Thoracic Surgery
dan torakotomi
Antibiotik, fibrinolisis, Video
Asstisted Thoracic Surgery,
torasentesis
dekortikasi

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan empiema memiliki tujuan utama mengembalikan fungsi
paru-paru secepatnya. Penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan cara

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 5

membersihkan rongga pleura dengan obat-obat serta drainase cairan dan


pengembangan paru.
Secara garis besar, penatalaksanaan empiema dilakukan sebagai berikut.
1. Pengosongan nanah
Prinsip ini dilakukan pada abses paru, untuk mencegah efek
toksiknya. Pengosongan nanah dapat dilakukan dengan dua cara.
a. Closed drainage tube toracostorry water sealed drainage
Drainase ini dilakukan dengan indikasi :
i. Nanah sangat kental dan sulit untuk diaspirasi
ii. Nanah terus membetuk setelah dua minggu
iii. Terjadinya piopneumotoraks
b. Drainase Terbuka (open drainage)
Open drainage dikerjakan pada empiema kronis. Hal ini bisa
terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan berdasarkan diagnosis penyakit yang ditegakkan
dan dengan dosis yang tepat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada
hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Antibiotik dapat diberikan
secara sistematik atau topikal. Pemulihan dengan antibiotik ini
bertujuan untuk mengurangi progresiviti dari efusi parapneumonia dan
empiema. Pemulihan ini dilakukan dengan cara pewarnaan gram,
biaka dan uji sensitiviti. Pemulihan dengan antibiotik ini
membutuhkan waktu dua sampai empat minggu.
3. Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak dapat
menutup akibat penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan yang
demikian, tindakan yang dapat dilakukan adalah pembedahan
(dekortiksi) atau torakoplasti. Dekortiksi dapat diartikan sebagai
pembebasan jeratan paru akibat fibrosis yang tebal. Sedangkan
torakoplasti dilakukan dengan tujuan melisiskan dan mengeluarkan
pus atau nanah dalam rongga paru sebanyak mungkin. Torakoplasti
dilakukan apabila empiema tidak mau sembuh akibat adanya fistel
bronkopleura. Torakoplasti dilakukan dengan cara memotong segmen
dari tulang iga secara subperiosteal.
4. Pengobatan Kausal
Dapat dilakukan dengan cara drainase subdiafragmatika, terapi
spesifik pada amoebiasis, dan sebagainya.
5. Pengobatan Tambahan
Dapat dilakukan dengan fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
6. Rehabilitasi Paru
Penatalaksanaan ini dilakukan berdasarkan jangka waktu yang
diperlukan.
a. Jangka pendek, dilakukan dengan cara.
1. Fisioterapi pasca pemasangan WSD
2. Fisioterapi pra dan pasca bedah

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 6

b. Jangka panjang, dilakukan dengan cara exercise training. Cara ini


dilakukan dengan tujuan meningkatkan kekuatan otot-otot dan
memperbaiki kualitas hidup
Secara ringkas, penatalaksanaan empiema dapat ditunjukkan melalui
algoritma penatalaksanaan empiema sebagai berkikut.
Tabel 1
Efusi Prameumonia

Pungsi pleura terapeutik


Cairan Pleura habis
Cairan Pleura Tidak Kambuh

Ya

Tidak

Faktor Prognosis Buruk (+)

Antibiotik Lanjutan

Tidak

Ya

Antibiotik Lanjutan

Ulang Pungsi Pleura Terapeutik


Cairan pleura kambuh

Tidak

Antibiotik Lanjutan

Ya

Faktor Prognosis Buruk


(Tabel 2)

Tidak

Antibiotik Lanjutan

www.saktyairlangga.wordpress.com

Ya

WSD

Page 7

Tabel 2
Efusi Prameumonia

Pungsi pleura terapeutik


Cairan Pleura habis
Faktor Prognosis Buruk (+)

Tidak

Ya

Antibiotik Lanjutan

Salir Cairan

Torakoskopi

WSD dan Fibrinolik

Paru Mengembang

Berhasil

Tidak

Dekortiksi

Ya

Antibiotik Lanjutan

Tidak

Ya

Antibiotik Lanjutan

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 8

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit empiema
adalah sebagai berikut.
a. Fistel bronkopleura
b. Syok
c. Sepsis
d. Gagal jantung kongesti
Prognosis
Faktor prognosis buruk empiema adalah sebagai berikut.
1. Didapatkan nanah pada rongga paru
2. Pewarnaan gram cairan pleura positif
3. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 40 mg/dl.
4. Biakan cairan pleura positif
5. PH cairan pleuran <7
6. Kadar LDH cairan pleura >3 kali nilai normal serum
7. Cairan pleura terlokalisasi.
Selain itu, empiema juga dapat dipengaruhi oleh umur serta latar belakang
penyakit. Angka kematian pada penyakit ini dapat meningkat pada usia
tua. Selain itu, angka kematian dapat meningkat jika asal penyakit atau
latar belakang penyakit adalah berat, serta dapat disebabkan akibat
pengobatan yang terlambat.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 9

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Anamnesa
i.
Tanyakan apakah pasien mengalami sesak napas, batuk, dan
nyeri pada dada saat melakukan pernapasan.
ii.
Tanyakan pola hidup atau kegiatan pasien yang dapat menjadi
faktor pencetus penyakit, seperti kebiasaan memakai rokok,
pekerjaan, kontak insektisida, polusi udara, dan sebagainya.
iii. Riwayat kesehatan pasien dahulu yang dapat menjadi faktor
pencetus muculnya penyakit, seperti diagnosa penyakit TB atau
Ca paru pada masa lampau.
b. Pemeriksaan Fisik
i.
Inspeksi
A. Kesimetrisan bentuk dada
B. Gerakan dada pada saat bernapas
C. Pola napas
D. Frekuensi napas
E. Penggunaan otot bantu napas
F. Deviasi trakhea
G. Keringat dingin, akral dingin, sianosis, dan penurunan
tingkat kesadaran
ii.
Palpasi
Dilakukan untuk menentukan kesimetrisan getaran taktil
fremitus
iii. Perkusi
Dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat cairan dalam
rongga dada pasien atau tidak. Ditunjukkan melalui bunyi
perkusi sonor, pekak, atau redup
iv.
Auskultasi
Dilakukan untuk mengetahui apakah bunyi napas yang pasien
vesikuler atau menurun dan mengilang.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang dapat dilakukan dengan foto dada atau roentegn
untuk mengetahui apakah terdapat cairan pada rongga dada dan apakah
terdapat kelainan pada bentuk paru.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang
kental
Tujuan
: Bersihan jalan nafas efektif
Data yang didapat
:
a. Secara verbal pasien menyatakan kesulitan bernafas
b. Penggunaan otot bantu penafasan
c. Mengi, ronchi, cracles
d. Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 10

1. Bunyi nafas bersih


2. Batuk efektif
3. Mengi (-), Ronchii (-), Cracles (-)
Intervensi
Rasional :
1. Auskultasi bunyi nafas
2. Derajat spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran
nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas
redup
3. Kaji frekuensi pernafasan
4. Prose infeksi akut (tachipnea)
5. Catat : Keluhan dispnea, keluhan sesak Gelisah, distres nafas,
6. penggunaan otot bantu pernafasan
7. Klien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernafas
8. Pertahankan lingkungan bebas polusi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan obstruksi jalan nafas sekunder

terhadap penumpukan sekret


Tujuan
: Pertukaran gas dapat dipertahankan
Data yang didapat:
a. Dispnea
b. Gelisah
c. Ketidakmampuan mengeluarkan sekret
d. Hipoksia
e. Perubahan tanda vital
f. Penurunan toleransi aktivitas
Kriteria hasil
:
1. Perbaikan sirkulasi pernafasan dan oksigenasi
2. Gas darah arteri dalam batas normal
3. Tidak adanya tanda distress pada pernafasan
Intervensi
Rasional :
1. Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan
otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena
sesak.
2. Evaluasi derajat distress nafas dan kronis atau tidaknya proses
penyakit.
3. Bantu klien untuk mencari posisi yang memudahkan bernafas,
dengan posisi kepala yang lebih tinggi
4. Latihan pernafasan adar suplai oksigen dapat diperbarui dan
agar paru tidak kolaps.
5. Bantu klien untuk batuk efektif untuk mengeluarkan sputum
sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.
6. Auskultasi suara nafas :
Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan
aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya
bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 11

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

sesak nafas, anoreksia, mual, muntah, efek obat, dan kelemahan.


Tujuan
: Status nutrisi dapat doperbaiki dan dipertahankan
Data yang didapat:
a. Penurunan berat badan
b. Intke makanan dan minuman menurun
c. Pasien menyatakan tidak nafsu makan
Kriteria hasil
:
1. Berat badan tidak mengalami penurunan
2. Intake makanan dan cairan adekuat
3. Nafsu makan meningkat atau membaik
Intervensi
Rasional :
1. Observasi intake dan output setiap delapan jam sekali. Hitung
atau observasi jumlah makanan dikonsumsi setiap hari dan
timbang berat badan setiap hari
2. Mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpanan dari
tujuan yang diharapkan
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan, seperti lingkungan
yang bebas dari bau selama waktu makan. Dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Lakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
b. Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
c. Hindari pengunaan pengharum berbau menyengat
d. Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambatlambatnya satu jam sebelum makan
e. Sediakan tempat yang
tepat untuk membuang
tissue/sekret batuk

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 12

PENUTUP
Kesimpulan
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga
pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit
rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat
terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema
biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau
kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun
empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga
terjadi jika pengobatan yang terlambat. Empiema sendiri diklasifikasikan
menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa disebabkan oleh bakteri
Stapilococcus, Pnemococcus, Streptococcus.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 13

DAFTAR PUSTAKA

1. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
2. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit
Ed4. Jakarta: EGC
3. Rab, Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung :
PT. Alumni

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 14

Вам также может понравиться