Вы находитесь на странице: 1из 13

1.

Camera Oculi Anterior dan Posterior


Camera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan dengan kornea, dan bagian
posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian sentral camera oculi anterior memiliki
kedalaman sekitar 2,5 mm. Ukuran ini bertambah dangkal pada pasien dengan hipermetrop
dan bertambah dalam pada pasien dengan myopia. Camera oculi anterior berisi cairan
aqueus 0.25ml.
Camera oculi posterior berisi 0.06ml cairan aqueus humor. Pada bagian anteriornya
berbatasan dengan iris dan sebagian korpus siliaris. Bagian posteriornya berbatasan dengan
lensa. Dan bagian lateral dari camera oculi posterior berbatasan dengan korpus siliaris.
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut tertutup,
hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.
2. Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar,
dan koroid. Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam
bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan
parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai
sistem ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya
pembuluh darah di daerah limbus, yang akan mengakibatkan mata merah.(4)
Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri
siliar posterior longus yang masuk menembus sclera di temporal dan nasal dekat tempat
masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior,
medial inferior pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung
menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat
perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sclera di sekitar
tempat masuk saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan
otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian
posterior yaitu:

a. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk
kornea, iris dan badan siliar.
b. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang
melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.
c. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Di dalam badan
siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan sirkular.
Otot longitudinal badan siliar yang berinersi di daerah baji sklera bila berkontraksi akan
membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran cairan mata melalui sudut bilik
mata. Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan mengakibatkan
mengendurnya zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan lensa. Kedua otot ini dipersarafi
oleh saraf parasimpatik dan bereaksi baik terhadap obat parasimpatomimetik.
3. Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap sempurna oleh jaringan
dalam mata. Ukuran pupil dapat mengatur refleks mengecil atau membesarkan untuk jumlah
masuknya sinar. Pengaturan jumlah sinar masuk ke dalam pupil diatur secara refleks. Pada
penerangan yang cerah pupil akan mengecil untuk mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil
terdapat m.sfingter pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil
(miosis). Hal initerjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada saat berakomodasi.

HIPERMETROPI
Definisi
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
retina. Pada hipermetropi sinar sejajar difokuskan di belakang macula lutea.(4)

Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan :
a

Axial hypermetropia. Pada kondisi ini, kekuaran refraksi mata normal, namun terdapat
pemendekan axis dari bola mata, atau sumbu anteroposterior yang pendek. Tiap
pemendekan sebanyak 1mm dari diameter anteroposterior menyebabkan perubahan 3

dioptri. Merupakan bentuk hipermetropia yang paling sering ditemukan.


Curvatural hypermetropia merupakan kondisi dimana kelengkungan kornea atau lensa
lemah sehingga bayangan difokuskan di belakang retina dan menyebabkan terjadi
penurunan refraksi. Sekitar 1mm peningkatan radius kurvatura menyebabkan perubahan 6

dioptri.
Index hypermetropia terjadi disebabkan menurunnya indeks refraksi dari lensa pada usia

d
e

tua. Dapat pula terjadi pada diabetes yang sedang dalam terapi.
Positional Hypermetropia akibat dari lensa yang diletakan pada bagian posterior
Absence of crystalline lens dapat merupakan kongenital atau dengan dilakukannya
operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior sehingga orang tersebut menjadi
afakia (terjadi hipermetropia yang tinggi).

Klasifikasi
Berdasarkan derajat beratnya :
1) Hipermetropia ringan, antara Spheris + 0.25 D hingga Spheris + 3.00 D
2) Hipermetropia sedang, antara Spheris +3.25 D hingga Spheris +6.00 D
3) Hipermetropia berat, Spheris +6.25 D atau lebih tinggi

Berdasarkan gejala klinis :


1) Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya bisa
axial atau refraktif.
2) Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena
maldevelopment, penyakit okular, atau trauma
3) Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti pada
paralisis N.III dan oftalmoplegia internal
Berdasarkan akomodasi mata :
1) Hipermetropia manifest. Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik, yang dapat
dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute ditambah dengan
hipermetropia fakultatif.
2) Hipermetropia manifest absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata untuk melihat jauh.
3) Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
4) Hipermetropia laten, ialah hipermetropia tanpa siklopepegik diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegik.
5) Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
siklopegik
Manifestasi Klinik

penglihatan dekat dan jauh kabur


sakit kepala
silau
kadang rasa juling atau penglihatan ganda.

Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus
menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di
belakang macula agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia

atau juling ke dalam. Juga dapat terjadi sensitive terhadap cahaya, spasme akomodasi
yaitu terjadinya cramp pada m.siliaris diikuti dengan penglihatan buram intermitten.(4)
Penatalaksanaan
a. Pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya gejalagejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
b. Pada remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa
positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak. Lensa kontak dapat
disarankan dengan hipermetropia unilateral (Anisometropia). Lensa kontak dapat
diresepkan setelah hipermetrop stabil, apabila tidak, harus mengganti lensa kontak
berkali-kali.
c. Jumlah total hipermetropia diperoleh dengan pemeriksaan refraksi dengan sikloplegik.
d. Secara bertahap tingkatkan koreksi lensa sferis dengan interval 6 bulan sampai pasien
menjadi hipermetropia manifes

Gambar: Koreksi pada mata hipermetropi


Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
a) Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Efektif dalam mengkoreksi hipermetropi hingga + 4D
b) Photorefractive keratectomy (PRK)

Dengan menggunakan laser excimer. Namun proses efek regresi dan

penyembuhan

epitel yang lama merupakan masalah utama.


c) Conductive keratoplasty (CK)
Merupakan prosedur noninsisional dan nonablasi dimana kornea di pertajam dengan
mengerutkan kolagen dengan energi radiofrekuensi. Teknik ini efektif untuk mengkoreksi
hipermetropi hingga +3 D
Komplikasi

Esotropia. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan

akomodasi.
Glaucoma. Glaucoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar

yang akan mempersempit sudut bilik mata.


4. ASTIGMATISME
Sidarta I. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2005. hal: 64-83.

Definisi
Astigmatisme merupakan kondisi dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
yang tajam pada retina tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmatisma lengkungan jarijari meridian yang tegak lurus padanya. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti
bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik.

Astigmatism with the rule ( astigmatisme lazim) yang berarti kelengkungan kornea
pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan ini
diperlukan lensa silindris negative dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki

kelainan refraksi yang terjadi. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir.
Astigmatism against the rule ( astigmatisme tidak lazim) suatu keadaan kelainan
refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negative dilakukan dengan sumbu

tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal ( 30-150
derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal
kebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan
pada usia lanjut.
Etiologi
a. Astigmatisme kornea adalah hasil dari kelainan kelengkungan kornea . Ini merupakan
penyebab paling umum dari astigmatisme.
b. Silindris Lenticular. Penyebab ini jarang terjadi. Kemungkinan terjadi karena :

Curvatural akibat kelainan kelengkungan lensa seperti yang terlihat dalam

Lenticonus.

Posisi akibat memiringkan atau penempatan yang miring pada lensa seperti yang

terlihat pada subluksasi.

Index Silindris mungkin jarang terjadi karena indeks refraktif variabel lensa di

meridian berbeda.
c. Silindris retina karena penempatan miring makula juga dapat dilihat namun sangat
jarang.
Klasifikasi dan Patofisiologi
Mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis fokus. Astigmatisma dapat
dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2 garis fokus ini, yakni sebagai
berikut:
a) Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di retina.
b) Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan retina.
c) Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan yang
lainnya berada di retina.
d) Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang retina.
e) Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang lainnya
berada di belakang retina.

Berdasarkan bentuknya, astigmatisme dibedakan menjadi 2 yaitu :


a) Astigmatisme regular : astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari suatu meridian ke
meridian berikutnya.
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua
jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi
terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/ 90
satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang
horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea. Tipe

astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak. Sementara itu,
apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan astigmatisma
against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua
meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan dalam
dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari sampai dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa dikompensasi
dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika lebih dari D, ia
dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif. Akan tetapi, astigmatisma
tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian. Kelengkungan
lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan nilai yang ekstrim
berada di meridian 90. Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-beda dari satu
meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak memiliki satu titik fokus,
namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum dari permukaan astigmatisma
adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan bentuk bola football Amerika, dengan
kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan lensa silindris. Bentuk geometris
yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan oleh lensa
sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridianmeridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap garisgaris fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang berbeda sejauh
panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua garis fokus ini.
Pada setiap dioptriknyua, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler
dari berkas sinar ini disebut circle of least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik
dari lensa sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki
kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian lensa
sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan ekuivalen sferis
dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2

b) Asitigmatisme irregular : astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian


saling tegak lurus. Astigmatisme irregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi irregular.
Astigmatisme irregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal
pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari
perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,
keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior,
subluksasi lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan
dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia. Semua mata memiliki
setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma
ireguler dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih
kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian
yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

Manifestasi Klinik
1. Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang
2. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat
benda berubah contohnya benda bulat menjadi lonjong.
3. Nyeri kepala, terutama bagian frontal pada saat melihat dekat
4. Nyeri pada mata, terasa pegal dan tegang

Dwi AY. 2008. Kelainan Refraksi dan KacaMata. Surabaya : Surabaya Eye Clinic.p17
Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam

penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.
2. Uji refraksi
a) Subjektif:
Optotipe dari Snellen & Trial lens Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap
tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan
refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
b) Objektif
a) Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang
harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.(7)
b) Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu
Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat
kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder,
atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa
silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi astigmat vertikal sama
tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila
dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta
melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat
jelas.

d. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring tersebut
berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, gambar tersebut tidak terbentuk sempurna.
e. Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan horizontal.
Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Ed 1st. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.

Penatalaksanaan
1. Kaca Mata
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi
silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan
silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a) Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b) Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan

selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan


ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.

2. Lensa kontak
Lensa Kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan koernea untuk
memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai lensa kontak yaitu
pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan bayangan normal, lapang pandang
menjadi lebih luas, tidak membatasi kegiatandan lain-lain, keluhan memakai lensa kontak
yaitu sukar dibersihkan, sukar merawat, mata dapat merah dan infeksi, sukar dipakai di
lapangan berdebu, dan terbatasnya waktu pemakaiannya, serta kerugian memakai lensa
kontak adalah harus bersih, tidak dapat dipergunakan pada silinder berat, alergi, mudah
hilang,dan tidak dapat dipakai di daerah berdebu.
3. Pembedahan
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :

Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk

kurvatur kornea.
Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur

kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

Tindakan pembedahan diatas terutama untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat
digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau
anormal.
Massauchets Institute of Technology (MIT), 2003. Understanding Astigmatism. Diakses dari
http://ocw.mit.edu/courses/media-arts-and-sciences/mas-450-holographic-imaging-spring2003/readings/understandingastigmatism.pdf. pada Oktober 2015.

Вам также может понравиться