Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB II

TIN JAUAN TEORI

A. Zat Besi
1. Pengertian Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh semua sistem
biologi didalam tubuh. Besi merupakan unsure essensial untuk sistesis
hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen
enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk produksi adenosine trifosfat
yang terlibat dalam respirasi sel. Zat besi diisimpan dalam hepar, lien dan
sumsum tulang. Sekitar 70% zat besi yang ada dalam tubuh berada dalam
hemoglobin dan 3 % persennya dalam mioglobin (simpan oksigen
intramuscular). Defisiensi zat besi akan mengakibatkan anemia yang
menurunkan jumlah maksimal oksigen yang dapat di bawa oleh darah
(Jordan Sue,2004, p:271).
Pada orang sehat kehilangan zat besi dari tubuh adalah 1-2 mg per
hari. Zat besi yang hilang ini akan digantikan oleh asupan zat besi rata-rata
per hari yang dinegara maju berkisar sekitar 15-20 mg. sumber zat besi
yang baik meliputi daging merah, telur, jenis sayuran tertentu (seperti
bayam) dan sereal atau biji-bijian yang utuh. Sebagian besar zat besi yang
terdapat dalam makanan memiliki bentuk feri (fe 3+). Sekret lambung akan
melarutkan zat besi dari makanan sehingga mempermudah proses reduksi
menjadi bentuk fero (fe2+). Proses ini merupakan proses fisiologi yang

penting karena zat besi hanya dapat diserap dalam bentuk fero (Jordan
Sue,2004, p:272).
Besi dalam tubuh manusia terbagi dalam 3 bagian, yaitu senyawa besi
fungsional, besi transportasi dan besi cadangan. Besi fungsional yaitu besi
yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh yang terdiri dari
hemoglobin, mioglobin,

dan berbagai jenis enzim. Besi transportasi

adalahtransferin, yaitu besi yang berkaitan dengan protein tertentu untuk


mengangkut besi dari suatu bagian ke bagian lainnya. Sedangkan besi
cadangan merupakan senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi
diet berkurang. Senyawa besi terdiri atas feritin dan hemosiderin (Ani
Seri, 2015, p:10-11).
2. Zat Besi Pada Kehamilan
Ekstra zat besi diperlukan dalam kehamilan. Kebutuhan zat besi pada
kehamilan dengan janin tunggal adalah :
a. 200-600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah.
b. 200-370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya.
c. 150-200 mg untuk kehilangan eksternal.
d. 30-170 mg untuk tali pusat dan plasneta.
90-310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan
(Jordan Sue,2004, p:273).
Dengan demikian, kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar
antara 580-1340 mg, dan 440-1050 mg diantaranya akan hilang dalam
tubuh ibu pada saat melahirkan. Untuk mengatasi kehilangan ini ibu hamil
memerlukan rata-rata 3,5-4 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan
meningkat secara signifikan dalam trimester terakhir, yaitu dari rata-rata
2,5 mg/hari paad awal kehamilan menjadi 6,6 mg/hari. Zat besi yang
tersedia dalam makanan berkisar dari 0,9 hingga 1,8 mg/hari dan

ketersediaan ini bergantung pada kecukupan dietnya. Karena itu,


pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan
zat besi dan peningkatan absorpsi zat besi (Jordan Sue,2004, p:273).
Zat besi dibutuhkan selama kehamilan untuk bayi, plasenta dan
peningkatan jumlah sel darah merah pada wanita hamil untuk menutupi
kebutuhan zat besi. Ekspansi sel darah merah bergantung pada aliran besi
dari cadangan diet, dan supplement besi. Jika zat besi yang tersedia
mencukupi, ekspansi sel darah merah diperlukan sekitar 450 mg pada
wanita dengan b erat badab 55 kg. total semua zat besi selama kehamilan
sekitar 1000 mg. Jika cadangan besi kosong total kebutuhan zat besi
selama kehamilan harus dipenuhi dari diet dan suplementasi (Ani Seri,
2015, p:30).
Salah satu masalah kebutuhan zat besi pada kehamilan adalah
ketidakseimbangan distribusi kebutuhan besi selama kehamilannya. Pada
kehamilan trimester pertama, baik wanita hamil, fetus maupun plasenta
tidak memerlukan tambahan zat besi. Kebutuhan zat besi pada saat ini
biasanya rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil karena
rendahnya aktivitas eritopiotik. Pada kehamilan trimester kedua,
kebutuhan zat besi lebih tinggi dan akan terus meningkat sampai akhir
kehamilan (Ani Seri, 2015, p:30).
Jumlah zat besi yang diserap paad kehamilan ditentukan oleh jumlah
besi heme dan non-heme pada makanan dan perubahan penyerapan besi
pada kehamilan. Dalam keadaan hamil muda, terdapat perubahan pola
makan, tetapi tidak mempengaruhi penyerapan besi. Rendahnya

penyerapan zat besi pada awal kehamilan ini tidak dihubungkan dengan
mual, tetapi akibat aktivitas eritropoietik yang rendah pada fase ini.
Penyerapan zat besi akan meningkat 4 kali lipat pada akhir kehamilan
(Ani Seri, 2015, p:31).
3. Anemia Dalam Kehamilan
Anemia defesiensi besi adalah anemia yang timbul akib at
menurunnya jumlah besi total dalam tubuh sehingga cadangan besi untuk
eritropoietik berkurang. ADB ditandai dengan anemia hipokronik
mikrositer, besi serum menurun, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat, saturasi transferin menurun, dan cadangan besi sum-sum
tulang negative atau feritim serum menurun serta adanya respon terhadap
pengobatan tablet zat besi. Anemia adalah sebagai suatu keaadan ketika
kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal (Ani Seri, 2015,
p:44).
Meskipun kebutuhan harian zat besi mengalami peningkatan pada
kehamilan, suplemen rutin zat besi biasanya tidak diperlukan jika wanita
tersebut tampak aktif, memiliki gizi yang baik dan memakan makanan
bergizi seimbang. Namun demikian kekurangan zat besi merupakan
penyakit difisiensi gizi yang penting. Jika terdapat bukti adanya defisiensi
zat besi , tablet oral suplemen zat besi dapat diberikan karena tidak ada
bukti bahwa pemberian supplement tersebut dengan dosis terapiutik akan
membahayakan janin yang sedang tumbuh (Jordan Sue,2004, p:274).
Diagnosis anemia pada kehamilan akan dipersulit oleh perubahan
normal pada indicator hematologi :

a. Sistesis transferin (protein pengangkut) meningkat sehingga terjadi


penurunan saturasi transferin.
b. Produksi feritin (bentuk simpanan zat besi) menurun. Hasil
pengukuran dibawah 12 mikrogram/liter dianggap sebagai indikasi
defesiensi zat besi pada kehamilan (kadar pada wanita dewasa
yang tidak hamil berkisar antara 15-200 mikrogram/liter).
c. Hemodilusi meningkat, sirkulasi darah menjadi dua kali lipat,
sementara massa sel darah merah meningkat sebesar 25 persen.
Pada kehamilan lanjut , nilai hemoglobin antara 9,6 dan 14,5 g/100
ml di anggap

berada dalam batas normal (Jordan Sue,2004,

p:275).
Berdasarkan criteria yang disusun oleh WHO, kadar Hb yang disebut
anemia untuk pra hamil adalah <12 g/dl dan untuk wanita hamil adalah
<11 g/dl. Berdasarkan kadar hemoglobin ditentukan klasifikasi derajat
anemia yaitu derajat ringan sekali bila kadar hemoglobin adalah 10 g/dl,
derajat ringan bila kadar hemoglobin adalah 8-9,9 g/dl, derajat sedang
adalah 6-7,9 g/dl, dan derajat berat adalah bila kadar hemoglobin <6 g/dl
(Ani Seri, 2015, p:44).
4. Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan besi, factor nutrisi,
peningkatan kebutuhan zat besi, serta gangguan absorpsi besi . kehilangan
besi dapat diakibatkan oleh kehilangan darah. Kehilangan darah dapat
terjadi karena perdarahan menahun yang bersumber dari saluran cerna,
yaitu akibat tukak peptic, karsinoma lambung, kolon, divertikulosis,
hemoroid dan infeksi cacing tambang (Ani Seri, 2015, p:47).

Perdarah per vaginam pada wanita dapat terjadi karena menoragia dan
metroragia. Perdarahan saluran kemih dan saluran pernafasan dapat terjadi
karena hematuria dan hemoptoe. Factor nutrisi yang dapat menyebabkan
ADB akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan dan kualitas besi
yang tidak baik atau bioavailabilitas rendah. Hal ini berhubungan dengan
makanan yang banyak mengandung serat, rendah vit C, damn rendah
daging. Faktor penting lain yang mengakibatkan ADB adalah kebutuhan
besi

yang

meningkat

seperti

prematuritas,

anak

dalam

massa

pertumbuhan, wanita hamil dan menyusui. Sementara gangguan absorbs


besi diakibatkan oleh tropical spure atau colitis kronis dan seseorang yang
telah mengalami gastrektomi (Ani Seri, 2015, p:47).
Penyebab ADB adalah adanya ketidakseimbangan antara masukan besi
melalui absorpsi usus dengan jumlah besi yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk mengimbangi kehilangan besi fisiologis atau patologis, juga
kebutuhan akibat pertukaran jaringan baru. Jika dirinci lebih lanjut
penyebab ADB adalah :
a. Kekurangan besi yang terdapat dalam makanan (factor gizi) baik
jumlah total maupun kualitasnya.
b. Gangguan absorpsi besi.
c. Kebutuhan zat besi yang tinggi, seperti pada bayi dan anak-anak
yang sedang tumbuh, kaum remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui.
d. Kehilangan darah menahun (Ani Seri, 2015, p:48).
5. Efek Anemia Defisiensi Besi
a. Efek Terhadap Kapasitas Kerja

Berbagai penelitian telah membuktikan

menurunnya produktivitas

kerja akibat ADB dan sebaliknya produktivitas ini dapat meningkatkan


kembali setelah mendapatkan suplementasi zat besi. Anemia
menurunkan

transportasi

oksigen

maksimal

dan

membatasi

penampilan kerja. Pada derajat yang sangat tinggi dapat mengarah


kepada penghentian aktivitas fisik. Dasar penurunan aktivitas kerja ini
dijelaskan dengan menurunnya jumlah mioglobin, enzim sitokrom,
dan gliserofosfat oksidase. Penurunan enzim ini menyebabkan
gangguan glikolisis sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat
dalam otot yang mempercepat terjadinya kelelahan.
b. Efek Terhadap Proses Mental
Adanya bukti hubungan kuat antara kekurangan zat besi dan
fungsi otak menimbulkan usaha yang sangat penting untuk melawan
kekurangan zat besi. Beberapa struktur dalam otak memiliki
kandungan zat besi tinggi sama besarnya dengan yang diobservasi
dihati.pemberian zat besi tidak dapat meningkatkan kandungan besi
pada otak setelah ditemukan kekurangan besi. Fakta ini sangat kuat
mengarahkan bahwa suplai besi ke sel otak sudah ada sejka fase awal
perkembangan otak dan kekurangan besi mengrah pada kelainan sel
otak yang tidak dapat diperbaiki (Ani Seri, 2015, p:60).
c. Efek Terhadap Imunitas
Sebagian besar peneliti berpendapat bahwa defesiensi zat besi dapat
menurunkan ketahanan terhadap infeksi. Selanjutnya telah dibuktikan
bahwa supplement tablet besi dapat mengembalikan keadaan ini.
Sebagian peneliti lain memiliki pendapat yang berbeda, zat besi sangat

dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri sehingga defesiensi zat besi


justru dapat member proteksi terhadap infeksi.
d. Efek Terhadap Ibu dan janin
Anemia defesiensi besi mempunyai dampak
kesehatan ibu

negative terhadap

maupun janinnya, antara lain resiko preamturitas,

peningkatan morbiditas, dan mortalitas fetomaternal. Salah satu factor


yang mempengaruhi keluaran kehamilan adalah kecukupan nutrisi. Nutrisi
yang tidak adekuat pada wanita hamil menyebabkan peningkatan insiden
kelahiran premature, retardasi pertumbuhan bayi, peningkatan resiko
kematian dan kesakitan wanita hamil (Ani Seri, 2015, p:64).

Вам также может понравиться