Вы находитесь на странице: 1из 31

CTEV

Congenital Talipes Equinovarus Merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada
bayi baru lahir, mudah diagnosis, tapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Sering ditemukan
karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai.
Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana
kaki berubah dari posisi yang normal.Congenital Talipes Equino-varus (CTEV) atau biasa
disebut Clubfootmerupakan deformitas yang umum terjadi pada anakanak. Clubfoot sering
disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah deformitas yang meliputi fleksi
dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia
(Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot),
menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada
ankle-nya.Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) + varus (bengkok ke arah
dalam/medial).
CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering terjadi seperti
dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM, dengan gambaran klinis tumit yang
bergeser kebagian dalam dan kebawah, forefootjuga berputar kedalam. Tanpa terapi, pasien
dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri
dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilan para
ahli bedah ortopedik anak akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa
memperdulikan apakah kelainan tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu
alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah dalam mengenali kelainan
patoanatomi yang mendasarinya. clubfootseringkali secara otomatis diangggap sebagai
deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti
Calcaneovalgus,, Equinovalgus danCalcaneovarus yang mungkin saja terjadi
Differential Diagnosis
CTEV harus dibedakan dengan postural clubfoot. Pada postural clubfoot kelainannya minimal
dan dapat direposisi ke posisi normal dengan mudah oleh manipulasi pasif. Postural clubfoot ini
mungkin disebabkan oleh mal posisi intra uterin. Secara anatomi tidak ditemukan kelainan dari
talus ataupun subluksasi atau dislokasi dari sendi talocalcaneonaviculare. Secara klinis tidak

ditemukan kelainan lekukan kulit pada dorsolateral sendi ankle ataupun kaki. Tumit ukuran
normal dan juga tungkai bawah. Pada palpasi terdapat jarak antara os naviculare dengan
malleolus medialis. Pada manipulasi pasif kelainan ini cukup fleksibel, sehingga dapat dikoreksi
ke posisi normal.
Pada agenesis atau hipoplasia tibia dan dislokasi sendi ankle bawaan, ditemukan juga gambaran
clubfoot dengan melihat hubungan anatomi secara palpasi antara malleolus medialis dengan kaki
bagian belakang, serta dengan foto rontgen akan dapat ditemukan diagnosanya.
CTEV harus dibedakan juga dengan clubfoot yang didapat, bila masih bayi mudah didiagnosa
tapi bila sudah tua akan sulit. Tulang belakang dan otot perlu diperiksa dengan teliti. Sistem
neuromuskular perlu diperiksa untuk menyingkirkan adanya paralytic disease. Paralytic clubfoot
tampak pada myelomeningocele, tumor intraspinal, diastematomyelia, poliomyelitis, progressive
musculorum atrophy tipe distal, dan Guillain-Bare disease.
Clubfoot sering juga disertai dengan anular constriction band, Cowell dan Hensinger
menemukan 56% keadaan ini disertai clubfoot. Kelainan bersama ini mungkin disebabkan oleh
pecahnya amnion secara dini dengan terbentuknya amnion band dan oligo hyroamnion.
Pada diastrophic dwarfism sering ditemukan clubfoot, keadaan ini tampak pada bayi baru lahir,
mempunyai gambaran yang khas : bentuk pendek, terdapat massa kiste lunak pada daun telinga
yang nantinya menjadi tulang rawan yang hipertrofi dan membentuk gambaran bunga kol, cleft
palate, matacarpal 1 pendek dengan hipermobile ibu jari, flexion kontraktur pada sendi lutut,
panggul, siku, bahu, dan interphalang, dan progressive kyposcoliosis, kelainan equinovarusnya
bilateral dan berat, dan jarak antara ibu jari dengan jari kedua lebar.
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas.Akan tetapi ada beberapa kelainan
yang secara anatomis menyerupainya.Sedangkan untuk memberi penanganan yang sesuai dengan
kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-kelainan lain yang serupa untuk membedakannya.
Beberapa diantaranya adalah:
1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital
2. dislokasi pergelangan kaki kongenital

Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosa adalah:

Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus lateral dan medial

Pemeriksaan radiografi.

3. Acquired type of clubfoot


Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe kongenital, tetapi
pada anak yang lebih besar lebih sulit.
Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic
clubfoot,

antara

lain:

myelomeningocele,

tumor

intraspinal,

diasmatomyelia,

poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral palsy dan penyakit GuillainBarr. Pemeriksaan:

Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas

Muscle testing

Radiogram seluruh kolum vertebra

Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan penyakit paralitik

Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)

Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

Working Diagnosis
CTEV dapat didiagnosis dengan menggunakan ultrasonography (USG) pada saat antenatal.
Studi baru-baru ini menemukan bahwa diagnosis CTEV dengan USG memiliki nilai prediksi
positif sebesar 83% dengan rata-rata positif palsu 17%.Studi lainnya menemukan rata-rata positif
palsu pada CTEV unilateral lebih tinggi sebesar 2% daripada bilateral (55%).Bar Hava et al
mendeskripsikan deformitas yang bersifat transien pada awal minggu kehamilan menunjukkan
CTEV akibat late maturation atau tingginya flexibilitas pada fetal limb muscle.Pemindaian pada
minggu ke 20-24 memungkinkan diagnosis yang lebih terpercaya daripada yang diperiksa lebih
awal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan pencitraan. Pencitraan memiliki peran terbatas namun
dapat membantu dokter menentukan bagaimana pengobatan mereka bekerja dan menilai hasil

dari pengobatan tersebut. USG dan MRI dapatdigunakan untuk pencitraan pada bagian tulang
yang tidak keras (non-ossified).
Suatu studi menggunakan 3D MRI untuk mengukur volume total cartilagenous dan volume pada
ossifiec nuclei di kedua talus dan kalkaneus. Pengukuran ini ditemukan sedikit pada CTEV
daripada di kaki yang normal.2 Volume nukleus pada talus ditemukan 20% lebih kecil daripada
kaki yang terkena dan didapat ossifiec nucleus pada talus juga kalkaneus berada lebih maju
daripada kaki normal.
Studi baru-baru ini yang menggunakan USG untuk mendeskripsikan perubahan morfologis pada
sendi talonavicular dan pada sendi calcacuboid pada dua kelompok anak-anak dengan
CTEV.Satu kelompok diobati dengan metode Ponseti dan yang lainnya dengan Copenhagen
regime. Tingkat anatomical correction yang sama ditemukan pada kedua grup, namun didapat
hasil yang lebih cepat dengan metode Ponseti.
Pengobatan USG menegaskan bahwa tak adanya malformasi pada talus di ankle
matise.Displacement dari navicular dorsal diketahui telah terjadi sebanyak 6%-43% pada CTEV
dan terasosiasi dengan tingginya rata-rata untuk corrective surgery.Berbagai pencitraan yang
digunakan telah diikuti dengan pengobatan untuk merekam gerakan sendi.MRI dengan resolusi
tinggi digunakan untuk menegaskan penemuan penurunan gerakan secara umum pada tulang di
kaki bagian belakang setelah operasi. Tidak hanya pergerakan dari tulang pasien di kaki bagian
belakang mengalami pengurangan getaran namun terkadang mengarah ke arah berlawanan dari
normal.
Definisi
CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas yang
meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes
(foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan
pada ankle-nya.Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus (bengkok
ke arah dalam/medial).
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas yang
meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi

media dari tibia. Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu
kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya.Sedang
Equinovarus berasal dari kata equino (seperti kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam atau
medial).
Kalsifikasi
Typical Clubfoot
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan
lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan dan dengan manajemen Ponseti
mempunyai hasil jangka panjang yangbaik atau memuaskan.
Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterin.Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengegipan.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan metode
Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan
umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini.Rekurensi supinasi dan equinus paling
sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara operatif atau
pengegipan dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain. Mulailah penanganan
dengan metode Ponseti.Koreksi pada umumnya lebih sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk.Kasus dengan kaki yang gemuk
lebih sulit ditangani.Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang
dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan
metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangea. Deformitas ini terjadi pada
bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi kaki
pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.Metode Ponseti tetap merupakan standar
penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan.Hasil akhir
penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.


Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.

Etiologi
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi CTEV.Banyak teori telah diajukan
sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetic, defek sel germinativum primer,
anomali vascular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor miogenik.Telah diketahui
bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi otot betis, yang tidak hilang setelah
terapi, karenanya mungkin terdapat hubungan antara patologi otot dan deformitas ini.
Beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab clubfoot.Pertama, adalah kuman plasma
primer merusak talus menyebabkan flexi plantar yang berkelanjutan dan inversi pada tulang
tersebut, dan selanjutnya diikuti dengan perubahan pada jaringan lunak pada sendi dan komplex
musculotendinous.Teori lainnya kelainan jaringan lunak primer beserta neuromuscular akibat
perubahan tulang sekunder.Klinisnya, anak dengan CTEV mempunyai hipotrofi arteri tibialis
anterior dalam penambahan terhadap atrofi dari muscular sekitar betis.Beberapa penulis telah
mendokumentasikan distribusi abnormal dari tipe I dan tipe 2 muscle fibers pada clubfoot. Kaki
abnormal mungkin 1,5-1 ukurannya lebih kecil pada panjang dan lebarnya.
Belum diketahui secara pasti apa etiologi dari CTEV. Namun, etiologi CTEV dapat kita
kelompokkan dalam congenital, teratologic dan positional.Penyebab congenital biasanya hanya
terjadi sedikit kelainan. Jika penyebabnya teratologic itu dikarenakan oleh penyakit
neuromuskular.3 Sedangkan penyebab positional diakibatkan oleh posisi kaki bayi in utero.2
Selain itu ada beberapa teori juga yang dicetuskan mengenai penyebab dari CTEV, diantaranya
adalah vascular, vilar genetic, dan faktor dari lingkungan.
Dalam suatu studi dinyatakan bahwa terjadinya delesi pada chromosome 2 (2q31-33) yang
mengatur apoptosis tumbuh kembang dihubungkan dengan terjadinya CTEV. Pada kembar
monozigot, jika salah satu kembaran mendapatkan CTEV maka saudara kembarnya memiliki
risiko 1 : 3 untuk menderita CTEV.2 Beberapa studi juga telah dilakukan apakah ada faktor
lingkungan yang terkait dengan CTEV. Salah studi yang dilakukan menyatakan bahwa ada
hubungan infeksi intrauterine enterovirus dengan penyakit ini.
Beberapa teori mengenai penyebab terjadinya CTEV antara lain:

1. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul
sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi
yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer
dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada
masa ini terjadi suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi
setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori
hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang
dikenal sebagai Cronon. Cronon ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi
progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi
karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor
genetic (cronon).
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
Epidemiologi
Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada Caucasian frekwensinya
1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2 : 1.Stewart, pada tahun
1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada Hawaiians 4,9/1000 kelahiran. Tingginya
angka pada hawaiians ini didukung oleh Ching yang melaporkan insidensi CTEV 6,81/1000
kelahiran.
Angka kejadian yang tinggi pada Maori (grup Polynesia) juga dilaporkan oleh Elliot, Alldred,
dan Veale. Beals melaporkan pada Maori frekwensinya 6,5 7 per seribu kelahiran.Di Cina
0,39/1000, Jepang 0,53/1000, Malaysia 0,68/1000, Filipina 0,76/1000, Caucasians 1,12/1000,
Puerto Rican 1,36/1000, Indian 1,51/1000, Afrika Selatan (hitam) 3,50/1000, dan Pilynesia
6,81/1000 kelahiran.Kejadian terkena bilateral sekitar 50% dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih
banyak dari kiri.
Faktor Risiko
Patofisiologi

CTEV dapat dihubungkan dengan adanya kelemahan pada persendian, dislokasi kongenital, serta
kurangnya beberapa tulang tarsal. CTEV ini dapat mempengaruhi satu atau kedua kaki
(bilateral). Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan mengenai terjadinya CTEVini , teori
tersebut antara lain :
1.

Hipotesis Posisi atau kekuatan mekanis


Dalam hipotesis ini dijelaskan bahwa pembatasan gerakan kaki janin di dalam uterus
dapat menyebabkan CTEV. Kelaian tersebut terjadi karena perkembangan embrionik
yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke 7
kehamilan. Pertumbuhan yang abnormal tersebut dapat menimbulkan deformitas pada
kaki yang juga dipengaruhi karenan tekanan intrauterin. Hipotesis ini juga menjelaskan
bahwa adanya oligohidroamnion pada kehamilan dapat menyebabkan CTEV, hal itu
karena dengan sedikitnya cairan amnion pada kehamilan menyebabkan janin terjepit dan
berakibat akhir pada kondisi kaki janin mengalami endorotasi yang berbentuk varus.

2.

Hipotesis Jaringan Ikat


Dijelaskan bahwa adanya kelainan jaringan ikat primer dapat menyebabkan CTEV.
Penderita yang mengalami CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah
meleollus lateralis yaitu ligamentum calcaneofibularem sehingga sendi diantara tulangtulang tarsal tidak dapat bergerak dan tulang tulang pedis mengalami deformitas.

3. Hipotesis Vaskular
Berdasarkan hipotesis vaskuler yang dikatakan bahwa terdapat pemblokan pada salah
satu cabang dari sistem vaskularisasi pada kaki dan hal ini merupakan hal yang paling
banyak terjadi pada masa kehidupan fetus yang dapat menurunkan infiltrasi lemak dan
jaringan fibrosa pada beberapa spesimen. Individu dengan CTEV memiliki pengecilan
otot gastrocnemiusbagian ipsilateral yang mungkin berhubungan dengan penurunan
perfusi melalui arteri tibialis anterior pada masa perkembangan.
4. Hipotesis Gangguan Perkembangan
Selama masa perkembangan normal pada ekstremitas yang berlangsung selama 9 sampai 38
minggu. Proses pembentukan tulang kaki diikuti dengan adanya osifikasi, sendi dan
pembentukan ligamen pada persendian yang diikuti dengan pemutaran ekstremitas ke arah
medial bagian distal.1 Proses rotasi ini yang membuat telapak kaki dapat ke posisi plantar (posisi
kaki normal). Namun pada CTEV rotasi tersebut tidak terjadi yang menyebabkan kaki tersebut

tetap berada membentuk posisi posisi telapak kaki terbalik, pergelangan kaki plantar flexi dan
kaki depan dalam posisi aduksi.
clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal akan
menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang
berumur dibawah 16 minggu.Oleh karena itu, seperti developmental hip dysplasia dan idiopathic
scoliosis, clubfoot merupakan deformasi pertumbuhan (developmental deformation). Pada
[gambar 1] tampak janin laki-laki usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih
parah. Pada potongan bidang frontal melalui kedua maleoli kaki pengkor kanan [gambar 2]
tampak ligamen deltoid, tibionavicular dan tendo tibialisposterior sangat tebal dan menyatu
dengan ligamen calcaneonavicular plantaris brevis.Ligamen talocalcaneal interosseous normal.
Gambar 1
Gambar 2
Fotomikrografi ligament
tibionavicular
menunjukkan

serat

kolagen yang tersusun


bergelombang
sangat

padat.

dan
Selnya

sangat berlimpah, dan


kebanyakan

memiliki

intisel bulat.Bentuk sendi-sendi tarsal relative berubah karena perubahan posisi tulang
tarsal.Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus).Tulangtulang metatarsal tampak flexi dan makin ke medial makin bertambah flexi.
Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan gastrosoleus serta fleksor
hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan kaki normal.
Diujung distal gastrosoleus terdapat peningkatan jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang
menyatu ke dalam tendo Achilles dan fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi

lateral dan medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki
pada posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi.
Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya.Pada kaki pengkor yang
sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas betis. Sintesis kolagen
yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus berlangsung sampai anak berumur 3- 4 tahun
dan mungkin merupakan penyebab relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut
kolagen menunjukkan gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan
ini menyebabkan ligament mudah diregangkan.Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan
dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari berikutnya, yang
memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas
secara manual mudah dilakukan.
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hamper
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan inversi yang
berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya melengkung ke medial dan
plantar, dan kaputnya berbentuk baji.Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus
medialis, dan berartikulasi dengan permukaan medial caput talus.Calcaneus adduksi dan inversi
dibawah talus.Seperti yang ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari [4 halaman sebelah] navicular
bergeser ke medial dan berartikulasi hanya dengan aspek medial caput talus.Cuneiforme tampak
berada di kanan navicular, dan cuboid berada dibawahnya.Permukaan sendi calcaneocuboid
mengarah posteromedial.Dua pertiga bagian anterior calcaneus berada dibawah talus.Tendo
tibialis anterior, ekstensor hallucis longusdan ekstensor digitorum longus bergeser ke medial.
Baik pada kaki yang normal ataupun kaki pengkor, tidak ada sumbu gerak tunggal (seperti
mitered hinge) dimana talus berotasi pada sumbu tersebut.Sendi-sendi tarsal secara fungsional
saling tergantung (interdependent). Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran
tulang tarsal disekitarnya secara bersamaan. Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan
permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur ligamen yang mengikatnya.Tiap-tiap sendi
mempunyai pola pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang
inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser navicular, cuboid, dan
calcaneus kearah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka dapat di eversi ke posisi
netral. Pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta tarsal dapat diregangkan secara

bertahap .Koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang telah bergeser hebat memerlukan pengertian
yang baik mengenai anatomi fungsional talus. Sayangnya, banyak ahli orthopedi menangani kaki
pengkor dengan asumsi yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi
yang tetap, yang berjalan miring dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui
sinus tarsi. Mereka percaya bahwa dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini akan
mengkoreksi calcaneus yang varus dan kaki yang supinasi. Padahal sesungguhnya tidaklah
demikian. Mempronasikan kaki pengkor pada sumbu ini justru akan menyebabkan forefoot lebih
pronasi lagi dan akibatnya akan memperberat cavus dan menekan cakcaneus yang adduksi pada
talus. Akibatnya calcaneus varus tetap tidak terkoreksi.Pada kaki pengkor [1], bagian anterior
calcaneus berada dibawah caput talus.Posisi ini menyebabkan calcaneus varus dan equinus.
Usaha untuk mengeversikan calcaneus tanpa mengabduksikannya terlebih dahulu [2] akan
menekan calcaneus pada talus dan tidak akan mengkoreksi calcaneus varus. Menggeser
calcaneus ke lateral (abduksi) hingga mencapai posisi yang normal dengan talus [3] akan
mengkoreksi calcaneus varus. Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki
yang telah disupinasikan sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk
mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan baik akan
mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh diregangkan melebihi batas
kewajaran nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat
koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena
sifat jaringan ikat, kartilago dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus
mekanik. Hal ini dibuktikan dengan sangat baik oleh Pirani [5] yang membandingkan gambaran
klinik dan gambaran MRI sebelum, selama dan pada akhir pengegipan.Perhatikan perubahan
pada sendi talonavicular dan calcaneocuboid. Sebelum pengegipan, navicular (garis merah)
bergeser ke sisi medial caput talus (biru). Perhatikan bagaimana posisi talus-navicular ini
menjadi normal selama pengegipan.Posisi cuboid (hijau) juga menjadi normal terhadap
calcaneus (kuning).Sebelum dilakukan pengegipan terakhir, untuk menyempurnakan koreksi
equinus, tendo Achilles bisa dipotong perkutan. Tendo Achilles, tidak seperti ligamenta tarsal
yang dapat diregangkan, terdiri dari berkas kolagen yang kaku, tebal dengan sedikit sel serta
tidak dapat diregangkan. Gips terakhir dipakai selama 3 minggu, sementara tendo Achilles (yang
telah dipotong) sembuh dengan panjang yang tepat dan parut minimal.Pada tahap ini, sendi tarsal
mengalami remodelling pada posisi yang tepat.

Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5 sampai 6 kali gips dan
kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel,
dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year follow-up study telah membuktikan kaki

tetap

berfungsi dengan baik dan tanpa nyeri.


Gambar 1, 2, 3
Gambar 4

Gambar 5
Manifestasi Klinis
Pada

kasus

ditemukan

CTEV
adanya

beberapa kelainan pada ekstemiats bawah , kelainan tersebut antara lain :


1. Pergelangan kaki berada dalam posisi ekuinus (telapak kaki terangkat) dan kaki berada
dalam posisi supinasi dan endorotasi (varus) dan aduksi. Jari kaki terlihat lebih pendek,
tulang navikular dan kuboid bergeser ke arah medial. Bagian medial kaki tampak
cembung dan bagian medial tampak cekung dengan adanya cekungan pada bagian medial
plantar kaki.
2. Terjadi kontraktur jaringan lunak plantar pedis bagian medial, tulang kalkaneus tak hanya
berada dalam posisi ekuinus tapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial
disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.
3. Tumit tampak kecil dan tertarik sehingga mengalami inversi, karena bagian lateral tidak
tertutup maka leher talus dapat dengan mudah diraba di sinus tarsalis. Maleolus medialis

menjadi sulit untuk diraba dan menempel pada tulang navikular karenan tidak tedapat
celah diantaranya. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaoti 85o menjadi 55o
karena adanya perputaran subtalar ke medial.
4. Terjadi atrofi pada gastrocnemius muscle (otot pembentuk betis). Kaki belakang tidak
dapat dieversikan dari posisi varus.
5. Pada gambaran radiologis ditemukan adanya kesejajaran tulang talus dan kalkaneus.2
Gambar : penderita bilateral CTEV

Secara inspeksi, perubahan patologi yang dapat ditemukan adalah kaki plantar fleksi pada sendi
ankle dan sendi sublatar, kaki bagian belakang inversi, dan kaki bagian tengah dan depan inversi,
aduksi,

dan

equinus.

Kelainan

ini

disebabkan

oleh

dislokasi/subluksasi

sendi

talocalcaneonaviculare ke arah plantar dan medial.


Naviculare dan calcaneus bergeser ke medial dan plantar talus, kuboid bergeser ke medial dari
calcaneus dan sendi ankle dalam posisi equinus.Adanya kontraktur dari ligamen, kapsul, otot dan
tendon akan menjaga keadaan articular malaligement.

KELAINAN
TULANG
Os Talus

Kelainan dasar
primer
clubfoot

dari

adalah deviasi ke medial dan plantar dari ujung anterior talus. Sudut deklinasi pada orang dewasa
normal 150-160 derajat, pada clubfoot 115-135 derajat, pada embrio 16 minggu juga ditemukan
adanya deviasi ujung anterior ke medial.
Sudut kemiringan pada orang dewasa normal 12-42 derajat, pada clubfoot 50-65 derajat dan pada
fetus 35-75 derajat.Ditemukan juga adanya colum talus yang pendek, kadang-kadang leher talus
tidak bisa diidentifikasi, sehingga caput seolah-olah bersatu dengan corpus.Permukaan artikulasi
anterior pada clubfoot bergeser ke dalam dan medial.
Os Calcaneus (os calcis)
Perubahan tidak sehebat pada talus tapi relatif cukup normal. Pada clubfoot posisi varus
calcaneus akan hilang bila semua ligamen dan kapsul dipotong, hal ini menunjukkan bahwa
posisi tersebut merupakan akibat tarikan dari ligamen dan tendon.
Ditemukan adanya bentukan seperti busur atau cekung pada sisi medial dan sisi lateral berbentuk
cembung.Sustentaculum tadi biasanya kurang berkembang dan berdekatan dengan malleolus
medialis.
Forefoot dan Os Tibia
Forefoot lebih kecil dari normal, naviculare bentuk normal, tuberositas medial hipertropi,
kuboid, metatarsal dan phalang semua normal. Menurut Kite, pada clubfoot sering ditemukan
torsi tibia ke medial, tapi keadaan itu sekarang dianggap suatu kejadian yang normal.

ARTICULAR MALALIGNMENT
Hubungan antara Talus dengan Tibia Fibula Distal

Talus tidak mempunyai sambungan dengan otot, talus distabilisasi hanya dengan ankle mortise.
Posisi equinovarus dari calcaneus dan deviasi medial dan plantar dari naviculare akan
menyebabkan terdorongnya talus ke luar dari ankle mortise, sehingga -1/3 trochlear keluar dari
ankle mortise.

Hubungan antara Naviculare dengan Talus


Navikulare bergeser ke medial dan plantar, meninggalkan bagian lateral dari ujung anterior talus.
Keadaan tersebut masih diragukan apakah suatu dislokasi atau sublokasi, tapi yang penting
dalam terapi adalah mengembalikan keadaan tersebut ke arah alignment dari persendian
talonaviculare yang benar.
Hubungan antara Talus dengan Calcaneus
Calcaneus dibawah talus berputar ke medial dan bengkok ke equinus. Pada calcaneus terjadi
putaran yang besar pada sumbu vertikal, setelah anterior berputar ke medial dan bawah dan
setengah posterior berputar ke lateral dan atas.
Hubungan antara Calcaneus dengan Cuboid
Kuboid bergeser ke medial terhadap ujung anterior dari calcaneus. Oleh karena aduksi dari
Calcis, beberapa ligamen akan menjadi kontraktur dan akan menyebabkan kaki bagian depan dan
kaki bagian belakang tengah aduksi dan supinasi, ligamen tersebut adalah : bifurcatio (ligamen
calcaneocuboid dan calcaneonaviculare), ligamen plantaris longus, lig plantar calcaneocuboid,
ligamen navicularecuboid dorsalis dan ligamen cubonavicular oblique.
PERUBAHAN JARINGAN LUNAK
Jaringan lunak pada sisi medial dari kaki dan posterior dari sendi ankle mengalami pemendekan.
Jaringan lunak tersebut berupa ligamentum, kapsul, otot, tendon, pembuluh darah, nervus dan
kulit.Menurut Isaacs dkk, pada kebanyakan clubfoot ditemukan adanya penyakit neurogenik
pada otot. Kelainan ini ditemukan baik pada otot posteroanterior yang pendek atau otot peroneal
yang panjang.
Pada bayi aterm, lingkaran tungkai bawah lebih kecil dibanding sisi normal, tapi pada fetus hal
ini tidak ditemukan. Perubahan atrofi ini mengenai pada seluruh otot tungkai bawah, tidak hanya
pada salah satu kelompok otot.Tendon Achilles insersinya lebih ke medial dan anterior, sehingga
menyebabkan perputaran calcaneus ke medial. Tendon tibialis posterior bergerak ke medial.
Tendon tibialis anterior bergeser ke medial.Pada daerah plantaris oleh karena posisi equinus dari
kaki bagian depan, akan terjadi perubahan dari fascia plantaris, abduktor hallucis, short toe flexor
dan abduktor digiti minimi.

Jaringan lunak yang mengalami kontraktur yang penting sebagai penghalang keberhasilan
reduksi sendi talocalcaneonaviculare adalah :
1. Lig calcaneonaviculare plantaris
2. Lig tibionaviculare
3. Kapsul talonaviculare sisi plantaris, medial dan superior
4. Tendon tibialis posterior
5. Lig Calcaneofibularis
6. The master knot of Henry
7. Calcaneofibular retinaculum
8. Lig posterior talocalcaneal
9. Kapsul posterior dari sendi tibiotalar
10. Tendo achilles
11. Lig interosseos
12. Long toe flexor
Pada talipes equinovarus yang benar (deformed tali = sudut deklinasi kecil), kaki tidak akan
dapat dimanipulasi ke dalam posisi normal walaupun dengan tenaga yang cukup. Pada tali
kecil (postural club foot), kaki dapat dimanipulasi ke posisi normal tanpa kesulitan.
Irani dan Sherman mengatakan, walaupun seluruh otot dan tendon dipotong tidak akan dapat
menyebabkan clubfoot bisa dikoreksi keposisi normal. Secara inspeksi, perubahan patologi
yang dapat ditemukan adalah kaki plantar fleksi pada sendi ankle dan sendi sublatar, kaki
bagian belakang inversi, dan kaki bagian tengah dan depan inversi, aduksi, dan equinus.
Kelainan ini disebabkan oleh dislokasi/subluksasi sendi talocalcaneonaviculare ke arah
plantar dan medial.
Naviculare dan calcaneus bergeser ke medial dan plantar talus, kuboid bergeser ke medial dari
calcaneus dan sendi ankle dalam posisi equinus.Adanya kontraktur dari ligamen, kapsul, otot dan
tendon akan menjaga keadaan articular malaligement.
PENILAIAN RADIOLOGIS

Kegunaan radiologis adalah untuk mengetahui secara teliti hubungan anatomi dari
talonaviculare, tibiotalar, midtarsal, dan tarsometatarsal.Pemeriksaan radiologis ini penting pada
talipes equinovarus untuk mengetahui derajat subluksasi dari sendi talocalcaneonaviculare dan
berat ringannya kelainan sebelum melakukan terapi, untuk pegangan melakukan terapi non

operatif, untuk menentukan apakah reduksi dari dislokasi sendi talocalcaneonaviculare dan
normal aligment sudah didapat, untuk menganalisa kelainan campuran sebelum operasi, untuk
menentukan pada intra operatif apakah consentric dari sendi talocalcaneonaviculare sudah
didapat, dan untuk menilai post operatif apakah articular aligment yang normal sudah bisa
dipertahankan.
Teknik Radiograf

Bayi dalam posisi didudukkan, sendi panggul dan lutut fleksi, telapak kaki diletakkan pada
cassette dengan sisi medial paralel dan bersentuhan. Kaki bagian depan diabduksi maksimal, dan
ankle dorsofleksi maksimal. Kalau anak tidak kooperatif foto dilakukan dengan splinting lebih
dahulu.Pengambilan gambar sisi anteroposterior (AP), tabung sinar diletakkan cranial dengan
sudut 30% dari garis tegak lurus dome talus, sinar disentrasikan ke kaki bagian
belakang.Pengambilan gambar sisi lateral, film diletakkan pada sisi medial dan paralel dengan
cassette. Tabung sinar disentrasikan ke kaki bagian belakang tegak lurus dengan cassette, dan
diambil pada posisi dorsifleksi dan plantarfleksi.
Pengukuran Sudut
Gambar AP :

Tulang talus dibuat sumbu longitudinal dengan cara menarik garis di tengah-tengah medial dan
lateral.Sumbu longitudinal dari calcaneus dibuat dengan cara menarik garis sejajar dengan sisi
lateral tulang tersebut. (sebab sisi medial tidak jelas dan tidak rata).
Pada kaki normal, sumbu longitudinal talus berada pada sisi medial metatarsal I dan sumbu
longitudinal calcaneus pada sisi lateral metatarsal V.Sudul talocalcaneal ini besarnya antara 2040 derajat. Pada talipes equinovarus sudut ini mengecil dan mungkin sampai 0 derajat. Pada
kasus yang berat kedua sisi ini saling bersinggungan dan berada pada sisi lateral metatarsal IVV.Sudut talo-first metatarsal (T-MTI), yaitu antara sumbu panjang metatarsal I memotong sumbu
panjang talus, besarnya antara 0-15 derajat. Bila lebih dari 15 derajat menunjukan adanya
kelainan varus dari kaki kaki bagian tengah dan depan.Perlu juga diukur sudut antara axis
calcaneal dengan metatarsal V, besarnya 0 derajat (C- MT5). Pada talipes equinovarus bersudut
lebar.

Diukur sudut talocalcaneal, garis talus dibuat sama seperti gambaran AP, dan garis calcaneus
dibuat dengan menarik garis pada daerah plantaris.Pada yang normal sudutnya 35-40 derajat,
pada talipes equinovarus kurang dari 25 derajat.Pada posisi dorsofleksi sudut ini akan melebar
pada orang normal, tapi pada talipes equinovarus sudutnya akan mengecil.
Tata Laksana
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara everter dan invertor, dan dorsi flexor dan plantar flexor
5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu pertama
merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur.

Terapi Non Operative/Konsevatif


Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan melakukan elongasi
jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan dengan pemasangan
gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu.
Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown. Setelah
penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis Brown dan siang hari
memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah.
Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi
jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.
Elongasi dari m. triceps surae, capsul posterior, dan ligamentum ankle dan subtalar
Teknik :

Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari II, ditarik ke distal dan didorong ke medial
menjauhi mallelous lateralis, tangan satunya mendorong daerah calcaneocuboid ke dorsiflexi,
seluruh kaki tetap dalam posisi inversi.
Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi

daerah kaki bagian depan, hal ini akan

menyebabkan kaki melengkung. (roker-bottom).

Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare


Teknik :
Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal, dengan tangan yang
lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare dan kaki bagian tengah ditarik ke distal ke
daerah ibu jari kaki dan abduksi.

Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak plantar pedis


Teknik :
Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang lain memegang kaki
bagian tengah ke arah dorsifleksi.
Setiap tahapan di atas dilakukan sekitar 20 sampai 30 kali dan setiap gerakan
dipertahankan selama 10 hitungan.

Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonaviculare


Tahapan ini dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil.
Teknik :
Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas corpus talus (di atas sinus
tarsi), dekat anterior dan distal malleolus lateralis, ibu jari pada anterior malleolus medialis.
Tangan satunya memegang kaki bagian tengah dan depan di antara ibu jari dan jari kedua,
dengan menggunakan traksi ke arah longitudinal, kaki dalam posisi equinus dan inversi.
Selanjutnya melakukan abduksi kaki bagian tengah, mendorong naviculare ke lateral dan talus
bagian anterior ke medial dengan ibu jari.

Secara klinis reduksi berhasil dengan terbentuknya kontur eksterna normal pada posisi istirahat.
Setelah reduksi, dilakukan pemeriksaan radiologi, sisi AP dan lateral.Dianggap berhasil bila pada
gambaran AP sudut talocalcaneal lebih dari 20 derajat dan T-MT1 kurang dari 15 derajat, pada
gambaran lateral sudut talicalcaneal

harus antara 30-45 derajat.Keadaan terreduksi ini

dipertahankan dengan gips yang diganti setiap seminggu sekali.


Selama 10 tahun terakhir, pengobatan pada CTEV tidak berubah.Menyebarnya teknik yang
dideskripsikan

oleh

Ponseti

sangat

mengejutkan

terutama

pada

negara

maju

dan

berkembang.Pengobatan pada pasien CTEV dapat dilakukan dengan :


1. Operasi
Manajemen operasi untuk CTEV dibagi menjadi dua kelompok. Pendekatan A La Carte
dideskirpsikan oleh Benhasal et al, dimana kerangka hanya akan dilepas saat perbaikan
penuh telah diperoleh. Prosedur One-size fits allyang dipopulerkan oleh Turco dimana
kedua kaki menjalani operasi tidak tergantung daripada keparahannya masing-masing.
Bahkan bagi mereka yang menyarankan operasi setuju bahwa operasi tidak akan
menghasilkan kaki yang normal.
2. Ponseti Regime
Ponseti regime mengikutsertakan casts pada lower limb dengan tehnik yang tegas. Casts
diganti setiap lima atau tujuh hari. Sesudah kaki diperbaiki, abduction foot orthosis harus
penuh digunakan selama 12 minggu, hingga berumur 4 tahun.Percutaneous tenotomy dari
tendon achiles dan pemindahan tendon tibialis anterior merupakan dasar dari
protokol.Tenotomy dari tendon achiles biasanya dilakukan sesudah sendi talonavicular
dikurangi, tapi saat hindfoot tetap pada eqiunus dan tidak terdapat tanda pembenaran
disebut dengan hindfoot stall.Pemindahan dari tendon tibialis anterior mengindikasikan
terjadinya deformitas kambuhan yang berkembang pada anak-anak diatas dua tahun
setengah.Tenotomy dari tendon achiles merupakan langkah dasar dari tehnik
ponseti.Setelah bagian percutaneous diatas insersi calcaneal, tendon akan bergabung
dalam tiga minggu, yang telah ditunjukkan dengan USG. Penggunaaan tenotomy tidaklah
universal namun semakin parah deformitas pada kaki, semakin besar tenotomy
diperlukan.
3. Banhasel/Dimeglio regime
Penekanan pada manajemen non-operatif merangsang keingintahuan dari Perancis.
Diperlukan manipulasi haran pada kaki neonatus oleh fisioterapis ahli dan imobilisasi

sementara dengan taping elastik dan non-elastik. Sebagian besar dari kemajuan terjadi
saat tiga bulan pertama. Apabila sukses, maka program dilanjutkan dan dilakukan setiap
hari oleh orang tua hingga anak berjalan. Hasil penelitian dengan metode ini
menunjukkan 42% tidak memerlukan operasi, 9% memerlukan tenotomy tendon achiles,
29%

memerlukan

posterior

release,

ddan

20%

memerlukan

komprehensive

posteromedial release.
4. Metode Lizarov
Kekambuhan dari deformitas CTEV tetap menjadi problem yang kompleks.Tehnik
Lizarov menggunakan gradual distraction dan pembenaran deformitas dengan
pembungkus eksternal yang telah dideskripsikan sebagai pengobatan alternatif pada
kasus CTEV yang kambuh atau resisten.
Pencegahan
Beberapa kelainan bawaan seperti CTEV ini sulit untuk dicegah namun ada beberapa hal yang
dapat digunakan untuk mengurangi risiko terjadinya kelainan bawaan seperti :
1. Tidak merokok dan menghindari asap rokok
2. Menghindari alkohol dan obat terlarang : hal ini kerana obat terlarang bersifat teratogenik
yaitu dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Gangguan tersebut terjadi pada saat
organogenesis pada trimester pertama. Kerana bahan teratogenik tersebut maka sel tidak
dapat tumbuh dan berkembang degan baik yang menimbulkan kecacatan fisik pada bayi. 4
3. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi yang mungkin dapat
ditularkan kepada calon bayi : hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi TORCH pada
ibu hamil yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi.5
4. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin : dilakukan untuk mengetahi lebih dini
apabila terjadi kelainan bawaan pada bayi, sehingga pengobatan dapat dilakukan segera
mungkin dan komplikasi CTEV yang mungkin terjadi saat bayi dilahirkan dapat
dikurangi.
Makan makanan bergisi dan konsumsi vitamin yang cukup saat hamil : dilakukan untuk
mengoptimalkan proses organogenesis pada janin mengingat proses tersebut memerlukan
beberapa zat penting seperti vitamin dan asam folat. Namun dianjurkan juga pada ibu hamil
untuk tidak mengkonsumsi sayuran mentah untuk mencegah infeksi seperti TORCH.

KOREKSI CLUBFOOT DENGAN GIPS PONSETI


Mulailah sedapat mungkin segera setelah lahir.Buat penderita dan keluarga nyaman.
Menentukan letak kaput talus dengan tepat
Tahap ini sangat penting [3]. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru) dengan ibu jari dan jari
telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian
[4], geser ibu jari dan jari telunjuktangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis
merah)

di

depanpergelangan

kaki.

Karena

navicular

bergeser

ke

medial

dan

tuberositasnyahampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan bagianlateral


dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior
calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi
supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput
talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.
Gambar 3
Gambar 4
Manipulasi
Tindakan

manipulasi

adalah

melakukan

abduksi

dari

kaki

dibawah

caput

talus

yang

telah

distabilkan.Tentukan
letak

talus.Seluruh

deformitas kaki pengkor,


kecuali equinus ankle,
terkoreksi

secara

bersamaan. Agar dapat


mengoreksi kelainan ini,
kita

harus

dapat

menentukan letak caput


talus,yang menjadi titik
tumpu koreksi.
Mengoreksi (memperbaiki) cavus

Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki depan
(forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot). Cavus, yang merupakan
lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garislengkung kuning], disebabkan oleh pronasi
forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan
mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali
normal [2 dan 3].Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar
pedis yang normal -- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar.Alignment (kesegarisan) forefoot
dan hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi yang
dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif.
Langkah-langkah Pemasangan Gips
Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan molding lebih
presisi dibanding dengan fiberglass.
Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit tidak disentuh
sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki [4].
Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk memudahkan molding.
Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara memegang jari-jari dan
counter pressure pada caput talus selama pemasangan gips.
Pemasangan Gips Pasang gips di bawah lutut lebih dulukemudian lanjutkan gips sampai paha
atas. Mulai dengan tiga atauempat putaran disekeliling jari-jari kaki [6] kemudian ke proksimal
sampai lutut [7]. Pasang gips dengan cermat. Saat memasang gips diatas tumit, gips
dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips dilingkarkan di atas jari-jari
pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari.

Gambar 1

Gambar 2
Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6
G
am
ba
r7

Molding gips
Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan gips.
Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan ibu jari terus
menerus, tapi tekan-lepas-tekan berulangkali untuk mencegah pressure sore. Molding gips di
atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi [1]. Perhatikan ibu jari tangan
kiri melakukan molding gips di atas caput talus sedangkan tangan kanan molding forefoot

(dalam posisi supinasi).Arcus plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya
flatfoot atau rocker-bottom deformity. Tumit dimolding dengan baik dengan membentuk gips
di atas tuberositas posterior calcaneus. Malleolus dimolding dengan baik. Proses molding ini
hendaknya merupakan proses yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk
menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil menunggu
gips keras.
Lanjutankan gips sampai paha Gunakan padding yang tebal pada proksimal paha untuk
mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk
memperkuat gips disisi anterior [3] dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea,
yang akan mempersulit pelepasan gips.
Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari [4] dan potong gips
dibagian dorsal sampai mencapai sendimetatarsophalangeal. Potong gips dibagian tengah dulu
kemudian dilanjutkan kemedial dan lateral dengan menggunakan pisau gips. Biarkan bagian
dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama
[5]. Kaki equinus, dan forefoot dalam keadaan supinasi.
Ciri dari abduksi yang adekuat
Pastikan abduksi kaki cukup adekuat terlebih dulu agar kita dapatmelakukan dorsofleksi kaki 0
sampai 5 derajat dengan aman sebelum melakukan tenotomi.
Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba processus anterior calcaneus
yang terabduksi keluar dari bawah talus.
Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang frontaltibia.
Calcaneus neutral atau sedikit valgus.Hal ini ditentukan dengan meraba bagian posterior dari
calcaneus.
Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas inidikoreksi bersamaan.Koreksi
dicapai dengan mengabduksi kaki dibawah caput talus.Kaki samasekali tidak boleh dipronasikan.
Hasil Akhir
Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi abduksi
dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-koreksi.Namun merupakan
koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal.Koreksi kaki hingga mencapai abduksi yang
penuh, lengkap dan dalam batas normal ini, membantu mencegah rekurensi dan tidak
menciptakan over-koreksi atau kaki pronasi.

Gambar 1
Ga
mb
ar
2

Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Brace
Pada akhir penggipan, kaki
dalam posisi sangat abduksi
sekitar 60-700 setelah gips

terakhir dipakai selama 5 minggu. Selanjutnya memakai brace untuk mempertahankan kaki
dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu
yang bertelapak kakilurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe shoe). Abduksi kaki
dengan sudut 60-700 untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot serta mencegah
kekambuhan. Dengan menggunakan brace lutut tetap bebas sehingga anak dapat menendangkan
kaki kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace ditambah
dengan bar yang sedikit melengkung akan membuat kaki dorsofleksi sehingga membantu
mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius dan tendo Achilles Penyebab tersering dari
relaps dalah bracing yang tidak berjalan baik. Jika relaps muncul pada anak bayi yang masih
memakai brace maka penyebabnya adalah ketidak seimbangan otot kaki yang dapat
menyababkan kekakuan dan relaps.
Transfer Tendon Tibialis Anterior
Indikasi
Transfer dilakukan jika anak telah berusia lebih dari 30 bulan dan mengalami relaps yang kedua
kalinya. Indikasinya adalah varus yang persisten dan supinasi kaki saat berjalan dan terdapat
penebalan kulit disisi lateral telapak kaki.
Koreksi deformitas
Sebelum melakukan transfer, pastikan bahwa setiap deformitas yang menetap telah
dikoreksi dengan dua atau tiga gips. Biasanya varus dapat terkoreksi sedangkan equines mungkin
masih ada. Jika kaki mudah didorsofleksi sampai 100 hanya dilakukan tendon transfer saja. Bila
tidak maka dilakukan tenotomi Achilles.Tindakan dilakukan dibawah anastesi umum, pasien
telentang dengan tourniquet paha.Dilakukan insisidorsilateral, dipusatkan pada cuneiform lateral.
Lokasinya kira-kira pada
proyeksiproksimal metatarsal tiga di depan caput talus. Insisi dorsomedial dilakukan diatas
insersi tendo tibialis anterior.Buka tendo dan potong pada insersinya.Hindari mengiris terlalu
jauh ke distal untuk menghindari cedera pada fisis metatarsal satu.Membuat anchoring suture
dengan benang absorbable ukuran 0.Lakukan penjahitan yang banyak sepanjang tendo agar dapat
difiksasi yang kuat.Tendo ditransfer secara subkutan ke insisi dorsolateral.Tendo tetap berada
dibawah retinakulum dan tendo ekstensor. Bebaskan jaringan subkutan sehingga tendo dapat
berjalan ke lateral secara langsung. Dengan mata bor membuat lubang ditengah cuneiform lateral
yang cukup untuk dilalui tendo.Ditiap-tiap ujung anchoring suture dpasang jarum yang

lurus.Masukkan jarum pertama ke dalam lubang.Dengan jarum pertama masih didalam lubang,
masukkan jarum kedua untuk menghindari tertusuknya benang pertama oleh jarum
kedua.Dengan kaki dalam posisi dorsofleksi, tarik tendo kedalam lubang bor dengan menarik
benang fiksasi kemudian diikatkan benang-benang tersebut dengan multiple knots.Perkuat fiksasi
dengan menjahitkan tendo ke periosteum pada tempat masuknya tendo kedalam cuneiforme
dengan menggunakan benang absorbable yang besar.Tutup luka dengan jahitan subkutan dengan
benang absorbable. Perkuat dengan plester dan kassa serta pasang long leg cast. Kaki tetap pada
posisi abduksi dan dorsofleksi.
Perawatan pasca pembedahan
Biasanya pasien dirawat inap semalam. Lepas gips setelah 6 minggu. Anak adapat berjalan
dengan kaki menumpu berat badan sesuai toleransi.Setelah operasi penderita tidak perlu
menggunakan brace. Periksa pasien 6 bulan kemudian untuk menilai efek dari transfer tendo.
Pada beberapa kasus diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara jalan
yang normal.
Komplikasi
Prognosis
Kurang lebih sebanyak 50% dari kasus CTEV pada neonatus dapat dikoreksi secara non operatif.
Ponsetti dengan teknik operasinya melaporkan 80% kasus CTEV menemukan kesuksesan.
Rekurensi deformitas dilaporkan sebanyak 25% dengan rata rata mencapai 10 15 % kasus.
Menelaus bahkan melaporkan adanya rekurensi sebanyak 38% kasus. Rekurensi deformitas
equinus sering didapatkan karena terjadinya jaringan parut dan kontraktur dari kapsul dan
ligamen pada aspek posterior dari pergelangan kaki dan sendi subtalar.
SKDI

Вам также может понравиться