Вы находитесь на странице: 1из 19

8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Full Day School
2.1.1 Definisi Full Day School
Full Day School berasal dari bahasa Inggris yakni full yang
artinya penuh, day yang artinya sekolah, jadi full day school
adalah sekolah sehari penuh atau sepanjang hari. Proses
pembeljaran fullday School dilakukan mulai pukul 06.45-15.00
dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali (Baharuddin, 2005).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Full Day
School adalah ..
2.1.2 Sistem Kurikulum Full Day School
Kurikulum yang digunakan di Full Day School adalah
kombinasi kurikulum Departemen Pendidikan Nasional yang
Berorientasi

KBK

(Kurikulum

Berbasis

Kompetensi)

dengan

kurikulum sekolah tersebut sesuai dengan kebijakan masingmasing institusi sekolah dasar Full Day itu sendiri. Metode
pembelajaran yang diterapkan dalam metode ini adalah hafalan
Al-Qur`an, bahasa arab, dan pelajaran tarbiyah islamiyah.
Sekolah biasanya menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar
setiap hari Senin-Jum1at mulai pukul 07.00-17.00 dan libur pada
hari Sabtu (Pane, F. S, 2006).
2.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Full Day School

2.2 Perkembangan Emosional


2.2.1 Definisi Perkembangan Emosional

2.2.2 Tahap Perkembangan Emosional


2.2.3 Masalah dalam Perkembangan Emosional
2.3 Konsep Stres
2.3.1 Definisi Stres
Menurut Indriyani (2005), stress adalah respon individu terhadap
keadaan atau kejadian yang memicu stress (stressor), yang
mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menanganinya (coping).
(Indriyani P., Galuh. 2005. Perbedaan Stress Kerja Antara Awak
Cockpit dengan Awak Cabin pada Awak Pesawat di PT Pelita Air
Service.

Jakarta:

Fakultas

Psikologi,

Unniversitas

Persada

Indonesia YAI. )
2.3.2 Respon Terhadap Stres
2.3.3 Tahapan Stres
2.3.3 Faktor penyebab Stres Anak
Faktor penyebab stress

adalah segala

sesuatu yang

bersifat memberikan tekanan, faktor-faktor lain yag dapat


menyebabkan strees
Stres membuat tubuha nak memproduksi hrmon adrenalin yang
berfungsi untuk mempertahankan diri. Stress ringan dapat
memicu anak untuk berpikir dan berusaha lebih cepat dank eras.
Tetapi

stress

yang

terlalu

berat

dan

berkelanjutan

akan

berbahaya bagi kesehatan anak baik fisik maupun psikis (Ilmiah


Populer 2003 dalam Pane 2006)
Ilmiah

Populer.

2003.

http://www.PusatData&InformasiPERSIstress.htm.
[diakses pada]

Stress.

10

Elizabeth. Scott. 2006. Stress Management. In How To


Reduce

Student

Stress

and

Excel

in

School.

http://www.schoolstress.htm. [diakses pada ]


Salah satu hal yang dapat memicu stress pada anak adalah
ketidamampuan anak mengrjakan sesuatu sebagaimana yang
dituntut oleh orang tua maupun guru. Selain itu, persaingan di
sekolah,

kebutuhan

untuk

diterima

berlebihan,gangguan

lingkungan atau fisik, penyesuaian diri dengan orang atau situasi


baru serta bayaknya kegiatan yang membuatya sibuk juga dapat
menimbulan stress pada anak (Scott, 2006).
2.3.3 Koping Terhadap Stres
2.3.4 Pengukuran Kemampuan Koping Terhadap Stres
2.4 Konsep Reframe
2.4.1 Definisi Reframe
2.4.2 Manfaat Reframe
2.4.3 Jenis Reframe
2.4.4 Tahap-tahap Reframe
2.4.5 Elemen Keberhasilan Reframe
2.46 Pengaruh Reframe terhadap Kemampuan Koping Stres

Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca
(to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu,
missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan
perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper
keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan
Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada
diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif

11

ini

adalah

perasaan-perasaan

tertentu yang

dialami

pada saat

menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira,


bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa
emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan
untuk bertindak (Syamsu, 2008).

2.2 Konsep Stress


2.2.1 Definisi Stres
Stres merupakan respon fisiologis, psikologis, dan perilaku
dari seseorang untuk mencari penyesuaian terhadap tekanan
yang bersifat internal maupun eksternal (Imam, 2007). Stres juga
merupakan perasaan yang terjadi ketika seseorang bereaksi
terhadap kejadian tertentu. Hal ini merupakan cara agar tubuh
dapat siap menghadapi situasi dengan konsentrasi, kekuatan,
stamina,

dan

kewaspadaan

yang

tinggi

(Lyness,

2007).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa stress


adalah reaksi (adaptif maupun maladaptive) terhadap stressor
yag bersifat internal maupun eksternal.
2.2.2 Jenis Stres
Stres tidak selamanya diartikan secara negatif. Stress
dibedakan menjadi dua berdasarkan jenisnya (Wangsa, 2009):
a. Eustress
Eustres merupakan hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat sehat, positif dan konstruktif atau bersifat membangun.
Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang

diasosiasikan

dengan

pertumbuhan,

fleksibilitas,

kemampuan adaptasi dan tingkat performance yang tinggi.


b. Distress

12

Distres merupakan hasil dari respon terhadap stres yang


yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif atau bersifat
merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga
organisasi

seperti

penyakit

kardiovaskuler

dan

tingkat

ketidakhadiran (absenteeisme) yang tinggi, yang diasosiasikan


dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.
2.2.3 Faktor Penyebab Stres
Dalam

pengertian

dihadapkan

dengan

umum,

stres

terjadi

jika

peristiwa

yang

dirasakan

seseorang
mengancam

kesehatan fisik atau psikologisnya (Atkinson et al. 2008). Stres


pada anak usia sekolah disebabkan oleh dua faktor yakni faktor
internal dan eksternal (Ibung, 2008):
a. Faktor Internal
Faktor dari dalam anak yang termasuk dalam faktor internal antara
lain rasa lapar, rasa sakit, sensitivitas terhadap bunyi/keributan, perubahan suhu,
dan kondisi keramaian (kepadatan manusia) (Marion, 2014). Menurut spesialis
pengembangan manusia dari University of Illinois Cooperative Extension
(Christine M. Todd), stress fisik seperti rasa lapar, mengantuk atau mendapat
peringatan akibat tingkah laku yang kurang baik merupakan penyebab utama
stress pada anak.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor penyebab stress pada
anak yang disebabkan oleh keadaan dari luar. Faktor ini
diklasifikasikan menjadi:
1. Lingkungan rumah
Tanpa kita sadari, lingkungan rumah potensial menjadi
sumber stres bagi anak. Lingkungan disini dapat berupa
lingkungan

keluarga.

Kondisi

keluarga

yang

dapat

13

menimbulkan stress antara lain: orang tua

terlalu sibuk

sehingga

pada

kurang

memberikan

perhatian

anak-

anaknya, salah satu orang tua diam di rumah tapi sibuk


dengan

urusan

sendiri,

perceraian

orang

tua,

meninggalnya salah satu atau kedua orang tua, hubungan


kakak adik yang tidak akrab, pengasuh yang tidak hangat
dan berganti-ganti. Selain itu, kejadian positif dan negative
dalam keluarga juga dapat memicu munculnya stress.
Sumber stres negative dari keluarga misalnya perpecahan,
kekerasan

fisik,

perpisahan,

pertengkaran,

orangtua

kehilangan pekerjaan dan kematian anggota keluarga,


dapat juga menciptakan stres. Kejadian positif juga mampu
menyebabkan stres pada anak, misalnya pesta ulang
tahun, memiliki peliharaan baru, dan kelahiran adik baru
(Ruffin, 2001).
2. Tidak mampu memahami materi belajar di sekolah atau di
tempat kursus
Penyebabnya sulitnya memahami materi dapat berupa
keterbatasan intelektual atau pola belajar yang tidak tepat
atau materi yang diajarkan di sekolah atau tempat kursus
melebihi kapasitasnya. Anak harus belajar ekstra keras
untuk dapat menguasai materi. Hal tersebut membuat
anak tertekan.
3. Gangguan emosi
Gangguuan emosi dapat bermacam-macam penyebabnya.
Akibat

emosi

kemampuan

anak

tidak

intelektuanya

dapat

karena

mengoptimalkan

energynya

tersedot

untuk mengolah kondisi emosinya.


4. Bencana alam
Bencana alam dapat menimbulkan efek yang luar biasa
bagi

perkembangan

si

anak

(disebut

juga

faktor

katastropik). Banjir atau bencana lain menmbulkan stress

14

karena anak belum mampu mencerna kejadian yang ia


alami dalam hubungan sebab akibat yag terstruktur dn
pola pikir yang logis sistematis.
5. Orang tua yang Obsesif
Salah satu penyebab terjadinya stres pada anak-anak
adalah rasa khawatir orangtua mengenai prestasi anak.
Kecemasan

orangtua

akan

prestasi

anak

kemudian

membuat orangtua memberikan berbagai kursus tanpa


menyediakan

ruang

dan

waktu

untuk

bermain

dan

bersosialisasi, sehingga membuat anak merasa jenuh


dengan rutinitasnya dan prestasi menjadi menurun (Ibung,
2008).
2.2.4 Respon Terhadap Stres
Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang
diperoleh

bila

stressor

terus

menerus

muncul.

Ia

mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS)


yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap
stressor yaitu:
a. Fase reaksi yang mengejutkan (Alarm reaction)
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya
ketidakberesan

seperti

jantungnya

berdegup,

keluar

keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak


cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal
orang terkena stres.
b. Fase perlawanan (Stage of Resistence)
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada
stres,

sebab

pada

tingkat

tertentu,

stres

akan

membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila


stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan
tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang
seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.

15

c. Fase Keletihan (Stage of Exhaustion)


Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan
perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai
pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang
bagian bagian tubuh yang lemah.
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
a. Melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas
kognitif
b. Cenderung
menggunakan
mengevaluasi

emosional
keadaan
stres

dan

terkait

individu

emosionalnya
pengalaman

sering
untuk

emosional

(Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006).


Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut,
phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
c. Perilaku Sosial Stres dapat mengubah perilaku individu
terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi
positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang
diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial
negatif

cenderung

meningkat

sehingga

dapat

menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson,


dalam Sarafino, 2006).
Anak-anak bereaksi terhadap stres melalui cara yang
berbeda-beda. Beberapa anak mungkin dapat sakit, beberapa
dapat mengalami ketegangan dan menarik diri dari lingkungan,
sedangkan yang lainnya, dapat menunjukkan amarah dan
menjadi manja. Anak yang lain mungkin mengekspresikan
perasaan stres keluar dan mulai berperilaku tidak pantas
misalnya mencuri dan berbohong. Meskipun demikian, terdapat
juga beberapa anak yang tidak mengalami kesulitan oleh stres.
Anak-anak seperti ini dikenal sebagai anak yang tabah (Ruffin
2001)..

16

2.2.5 Model Adaptasi Stres


Penanganan

stress

pada

dasarnya

dilakukan

melalui

penekanan faktor-faktor yang menimbulkannya. Adapun cara


yang dapat dilakukan untuk mengurangi stress antara lain
(Sukadiyanto, 2010):
a. Pola Makan Yang Sehat dan Bergizi
Pada umumnya pola makan yang sehat adalah minimal
makan tiga kali dalam sehari dengan menu empat sehat lima
sempurna. Hal yang perlu diperhatikan adalah jenis asupan
makanan.

Komposisi

makanan

harus

seimbang

antara

karbohidrat, lemak, dan protein. Asupan makanan juga dapat


menyebabkan timbulnya stress pada individu, terutama jenis
makanan yang mengandung lemak. Sebagai contoh kaum wanita
yang banyak mengkonsumsi lemak cenderung akan mengalami
kegemukan, dan kegemukan adalah momok bagi kaum wanita.
Selain itu, orang yang mengalami stress akan terjadi pemecahan
lemak tubuh sehingga menambah kandungan lemak dalam
darah. Kondisi seperti itu akan mengganggu sistem peredaran
darah dan mengakibatkan penyumbatan dalam pembuluh darah.
Budaya makan makanan yang bersifat instant harus segera
dikikis guna menjamin asupan gisi yang sehat.
b. Latihan Pernapasan
Pernapasan yang baik adalah menarik napas secara
perlahan dan dalam yaitu menggunakan diagphragma dan
sesaat ditahan di perut, selanjutnya dikeluarkan secara perlahan
pula lewat mulut. Cara bernapas seperti ini sangat membantu
mereduksi stress. Sebagai contoh, jika individu mengalami
palpitasi, lakukanlah bernapas secara perlahan dan dalam maka
denyut jantung relatif akan lebih lambat

17

c. Latihan Relaksasi
Relaksasi sangat diperlukan baik secara fisik maupun
psikis. Bagi olahragawan yang mengandalkan aktifitas fisik perlu
melakukan masase secara rutin. Hal itu dimaksudkan untuk
mengembalikan dan memperlancar simpul syaraf yang tidak
dalam posisinya pada saat berolahraga. Menurut Lake (2004: 90)
massage can be used as relaxation, reassurance, communication
and fun. Selain itu, relaksasi secara psikologis dapat dilakukan
dengan

cara

mengkombinasikan

latihan

pernapasan

dan

relaksasi.
d. Melakukan Aktivitas yang Menggembirakan
Aktivitas

fisik

yang

menyenangkan

akan

membantu

individu terhindar dari perasaan stress. Sebab melalui aktivitas


yang menggembirakan, individu yang memiliki masalah, sejenak
akan melupakan permasalahannya. Oleh karena itu, akhir-akhir
ini muncul terapi melalui tertawa yang sampai terbahak-bahak
dan bahkan sampai menangis, yang tujuannya untuk mendorong
munculnya hormon endorphin dari dalam diri individu itu sendiri.
Cara ini dapat dikombinasikan dengan latihan kebugaran jasmani
di atas, dengan aktivitas ringan sampai sedang minimal dalam
waktu 20 menit juga dimaksudkan untuk mendorong munculnya
hormon endorphin dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan
munculnya hormon endorphin tersebut akan berdampak pada
individu merasakan riang dan gembira.
e. Menjalin Hubungan yang Harmonis
Hubungan dan komunikasi dengan pihak lain secara
harmonis, terutama keluarga, akan membantu mereduksi potensi
individu terserang stress. Sebagai contoh individu yang tidak
diterima

dengan

baik

dalam

ligkungan

keluarganya,

akan

menyebabkan stress sehingga perilakunya serba salah. Hal itu

18

yang mengakibatkan individu tidak nyaman tinggal di rumah, jika


kondisi seperti itu terus berkepanjangan berakibat broken home
pada diri individu. Untuk itu, dalam keluarga harus diciptakan
suasana dan komunikasi yang harmonis antar anggotanya agar
terhindar dari stress. Selain itu, dengan tetangga atau rekan
kerja jalinan yang harmonis terus digalakkan, agar dalam
lingkungan atau satu ruang kerja tidak terjadi rasa permusuhan
dan saling mencurigai satu dengan yang lainnya. Suasana
lingkungan

tempat

tinggal

atau

tempat

kerja

yang

tidak

harmonis berpotensi melahirkan stress.


f. Menghindari Diri dalam Kesendirian
Jika individu mengalami stress sebaiknya banyak bergaul
dengan orang lain agar tidak dalam kesendirian, sebab jika
dalam

kesendirian

individu

itu

akan

semakin

menikmati

stressnya. Dengan semakin menikmati stress kondisinya akan


semakin buruk dan membahayakan.
g. Memelihara Kebugaran Jasmani
Individu yang memiliki kebugaran jasmani baik akan
terhindar dari stress, karena memiliki kemampuan ambang
rangsang psikis yang tinggi terhadap stress. Sebab landasan
yang kuat bagi kondisi psikologis individu adalah makanan yang
sehat dan bergisi, waktu istirahat yang cukup, dan kebugaran
jasmani yang baik (Loehr, 1993). Untuk itu, aktivitas jasmani
yang dilakukan secara terprogram, terukur, teratur, dan rutin
mampu mengurangi potensi serangan stress, selain itu juga
mampu memelihara kebugaran jasmani individu. Dianjurkan
individu non olahragawan untuk melakukan aktifitas fisik, antara
lain seperti jogging, jalan, renang, bersepeda dengan intensitas
ringan sampai sedang, dalam durasi waktu minimal 20 menit,

19

frekuensinya 3 kali setiap minggu, akan membantu memelihara


kebugaran jasmani.
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian Stres
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006)
penilaian individu terhadap sesuatu yang dianggap sumber
stress dipegaruhi oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor

Indivividu

meliputi

intelektual,

motivasi,

dan

karakter kepribadian
b. Faktor Situasi meliputi besar kecilnya tuntutan keadaan
yang dilihat sebagai stress.
Menurut Lahey (2007) tinggi rendahnya stress yang diperoleh
individu lebih dipengaruhi oleh reaksi individu itu sendiri. Reaksi
masing-masing individu berbeda karena:
1. Pengalaman stres (Prior Experience with the Stress)
Secara umum, orang yang sudah terbiasa dengan situasi yang
menimbulkan stress akan memiliki tingkat stress yang lebih
rendah dibandingkan orang yang belum pernah dihadapkan
dengan situasi yang menimbulkan stres
2. Faktor Perkembangan
Usia dan tahap perkembangan mempengaruhi dampak dan
stress yang dialami
3. Predictability and Control
Peristiwa yang menyebabkan stress lebih renda adalah peristiwaperistiwa yang dapt diprediksi dan dikontrol oleh individu.
4. Dukungan Sosial
Dukungan social dari anggota keluarga dan teman dekat berfugsi
meningkatkan buffer untuk melawan stress.

2.2.7 Pengukuran Stress pada Anak Usia Sekolah

20

Tingkat stres adalah penilaian terhadap berat ringannya


stress yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress
diukur menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS
42) (Lovibond, 1995). Pschycometric anxiety stress scale of the
Depression Anxiety stress scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 item
pertanyaan, yang mencakup 3 subvariabel diantaranya fisik,
emosi/psikologis dan perilaku. Penilaian dari tiap item pertanyaan
diberikan skor 0-3. Skor 0 untuk setiap pernyataan yang tidak
pernah dialami, skor 1 untuk semua pernyataan yang jarang
dialami, skor 2 untuk setiap pernyataan yang sering dialami dan
skor 3 untuk setiap pernyataan yang selalu dialami. Peneliti
menggunakan

kuisioner

DASS

42

yang telah

dimodifikasi.

Tingkatan stress pada instrument DASS 42 (Lovibond, 1995)


menggolongkan pada lima tingkatan yaitu Normal, skor: 0-69
Ringan, skor: 69-78 Sedang, skor: 78-86 Berat, skor: 86-89 dan
Sangat berat, skor: 89-91.
2.3 Konsep Bermain
2.3.1 Definisi Bermain
Bermain merupakan usaha olah diri (olah pikiran dan fisik)
yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan
motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan
kepentingan organisasi dengan lebih baik (Kimpraswil dalam
Muhammad, 2009). Bermain dilakukan dengan sukarela, tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak luar (Kurnia, 2011). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan
menyenangkan yang melibatkan pikiran dan fisik anak yang
bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.3.2 Manfaat Bermain

21

Kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi


pada

anak,

tidak

saja

pada

potensi

fisik

tetapi

pada

perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas dan


pada akhirnya prestasi akademik (Nurani & Sujiono, 2010).
Menurut Claparade (dalam Satya, 2006) bermain bukan hanya
memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ
tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak tetapi bermain juga
berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari
perasaan tertekan yang berlebihan menuju hal-hal positif,
melalui sublimasi anak akan menuju kearah yang lebih mulia,
lebih indah dan lebih kreatif. Adapun manfaat lain dari bermain
bagi anak:
a. Anak dapat kesempatan untuk mengembangkan diri, baik
perkembangan fisik (melatih keterampilan motorik kasar
dan motorik halus), perkembangan psiko sosial (melatih
pemenuhan

kebutuhan

emosi)

serta

perkembangan

b.
c.
d.
e.

kognitif (melatih kecerdasan)


bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi
bermain bagi anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan
bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya
melalui bermain anak anak dapat mengeluarkan energi yang

f.

ada dalam dirinya kedalam aktivitas yang menyenangkan


melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya

seluas mungkin
g. melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah
lingkungan dan menemukan hal-hal baru dalam kehidupan
h. melalui bermain anak dapat belajar bekerjasama, mengerti
peraturan, saling berbagi dan belajar menolong sendiri dan
orang lain serta menghargai waktu
i. sarana mengembangkan kreatifitas anak
j. mengembangkan keterampilan olahraga dan menari
k. melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas
tertentu.

22

2.3.3 Jenis Bermain


Menurut Hurlock, Bermain dibedakan menjadi dua jenis
yakni:
a. Bermain Pasif
Kegiatan bermain pasif adalah kegiatan yang pelakunya
cenderung sangat sedikit melakukan gerakan fisik yang berarti,
misal: meninton TV dan mendengarkan radio (Suspendi &
Nurhidayat, 2008)
b. Bermain Aktif
Bermain aktif adalah kegiatan bermain dimana pelakunya
secara aktif melakukan gerakan fisik, seperti berlari, memanjat,
berjalan, dan sebagainya (Suspendi & Nurhidayat, 2008). Bermain
aktif adalah kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak
melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Kegiatan bermain aktif juga dapat
diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan banyak gerakan-gerakan
dan aktivitas fisik (Mayke, 2001).

2.4 Konsep Bermain Peran


2.5.1 Definisi Bermain Peran
LEAP (Lunchtime Enjoyment Activity and Play) adalah intervensi yang
dikembangkan untuk memandu program pendidikan guru tentang bagaimana
menerapkan kegaiatan yang sederhana dengan biaya yang rendah. Sekolah
menggunakan bahan yang dapat dipindahkan /bahan daur ulang untuk mendorong
siswa bermain aktif (Hyndman. et all, 2014). Bermain aktif adalah kegiatan yang
memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka
lakukan sendiri. Kegiatan bermain aktif juga dapat diartikan sebagai kegiatan
yang melibatkan banyak gerakan-gerakan dan aktivitas fisik
(Mayke, 2001).

23

2.5.3 Teknik bermain Peran


Teknik LEAP menggunakan bahan-bahan bekas dan mudah
dipindahkan sebagai medi bermain anak. Adapun bahan-bahan
yang dapat digunakan antara lain (Hyndman, 2014):
1. Ban Sepeda: ban sepeda dapat digelindingkan oleh anak
sambil anak mengejarnya. Selain itu bahan ini juga dapat
ditumpuk sedemikian rupa sehingga secara tidak langsung
membuat anak latihan fisik (mengangkat)
2. Pegangan sapu: dapat dilemparkan dan dan dibuat untuk
berlatih menyapu
3. Ember/timba: dapat digunakan untuk diisi dengan bahanbahan tertentu, misal air atau tanah
4. Krat susu: dapat digunakan untuk memgangun rumahrumahan, memanjat, melompat dan dapat disusun sebagai
gawang untuk bermain sepak bola
Adapun bahan lain yang dapat dimanfaat dalam LEAP dapat
dilihat dalam table berikut:

2.6 Pengaruh

Bermain

Peran

terhadap

Tingkat

Stres

Siswa
Kegiatan bermain peran memberikan kesempatan pada siswa
untuk memberikan penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan
yang mereka miliki sehingga membantu pembentukan konsep
diri yang baik (Mayke, 2001). Salah satu kompo
Bermain peran merupakan salah satu jenis permainan yang
dapat digunakan untuk membangun rasa optimis pada anak.
Anak

yang

memiliki

sikap

optimis

akan

merasa

bahwa

pengalaman buruk adalah sesuatu yang bersifat sementara .


ketika

harus

menyalahkan

diri

anak

optimis

menyalahkan

perilaku mereka, sesuatu yang bisa diubah dan dipelajari.

24

Bermain peran dapat melepaskan ketegangan yang dialami

25

2.7 Kerangka Teori


Karakteristik Usia Sekolah
Bekerja dalam
Kelompok

Peningkatan
neurotransmitt
er otak 7

LEAP

Senang Bermain Senang Bergerak

Mencoba sesuatu
yang baru

Penurunan
tingkat stres

Faktor
penyeb
ab
stress 3:
1. Inter
nal
2. Ekste

Permasalahan
pada Usia
Sekolah 2:
1. Fisik
2.
Psikologis
Tingkat
Stres

Faktor yang
Mempengaruhi
Penilaian Stres9:
1. Pengalaman
strs
2. Faktor
perkembanga
Pengukuran tingkat
n
stres
3. 4Predictability
DAAS (42)
and Control
4. Dukungan

Penanganan Stres 5 :
1. PolaSumantri
makan & Syaodih, 2006 1; Suprajitno,
Aktifitas fisik
bergizi
Paling
sedikit dua orang pemaian
2004 2; Ibung, 2008 3; Lovibond, 1995 ; ;
sesuai usia 7:
2. Latihan
Menentukan
topic atau lakon yang akan didramakan
Sukadiyanto, 2010 5, Supendi &
1. Infant
pernapasan
Jenis
6
7
MEmbagi
peran pada masing-masing pemain 3. Latihan
Nurhidayat,
2. Preschool
relaksasi2008 ; Ratey, 2008 ,
6
Bermain
Setiap
pemain memahami dan menghayati perannya
Hyndman, 2014 8; Lahey,2007 9.
4. Aktivitas
3. Elementary
1. Pasif
Mencari
tempat
untuk
pemain
yang
ideal
(di
dalam
atau
di luar ruangan)
Menyenangkan
Age
Mempersiapkan
sarana
permainan
yang
sederhana
5. Hubungan
4. Middle age
2. Aktif
7. Kesegaran
harmonis
Membagi setting posisi pemain
Jasmani
5.
Adolescent
6. Menghindari
Menentukan plot cerita yang dimainkan

Langkah Bermain Peran:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Memulai permainan

26

Surya , Hendra. 2010. Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Вам также может понравиться

  • Curriculum Vittae
    Curriculum Vittae
    Документ6 страниц
    Curriculum Vittae
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • Revisi. DH
    Revisi. DH
    Документ11 страниц
    Revisi. DH
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • Minlok PTM
    Minlok PTM
    Документ11 страниц
    Minlok PTM
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • Undangan Abat
    Undangan Abat
    Документ1 страница
    Undangan Abat
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • LPJ Napza Kespro
    LPJ Napza Kespro
    Документ21 страница
    LPJ Napza Kespro
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • Penatalaksanaan Medis DN Herbal
    Penatalaksanaan Medis DN Herbal
    Документ6 страниц
    Penatalaksanaan Medis DN Herbal
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • SOP Pengukuran Tekanan Darah
    SOP Pengukuran Tekanan Darah
    Документ2 страницы
    SOP Pengukuran Tekanan Darah
    Sofiatul Makfuah
    100% (1)
  • Askep Combustio
    Askep Combustio
    Документ18 страниц
    Askep Combustio
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • SOP Pemeriksaan Fisik
    SOP Pemeriksaan Fisik
    Документ5 страниц
    SOP Pemeriksaan Fisik
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет
  • LP SP Ansietas
    LP SP Ansietas
    Документ21 страница
    LP SP Ansietas
    Sofiatul Makfuah
    Оценок пока нет