Вы находитесь на странице: 1из 3

ASAL USUL BURUNG GARUDA

Garuda kita kenal sebagai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahukah kita
semua kenapa burung Garuda dipilih sebagai lambang negara kita yang besar? Bagaimana asalusul dan sosok sang Garuda dalam kepercayaan ataupun mitologi para nenek moyang dan
pendiri bangsa kita?
Garuda dalam khasanah sejarah Nusantara muncul dalam berbagai mitologi yang
diajarkan dalam agama Hindu. Garuda merupakan burung gagah perkasa yang diyakini sebagai
tunggangan Dewa Wisnu. Pada masa pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan, untuk
mengokohkan kedudukan politiknya, Airlangga dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Kemudian
digambarkanlah Airlangga sebagai titisan Wisnu yang sedang mengendarai Garuda. Garuda
Wisnu Kencana, simbolisasi itulah yang dipergunakan sebagai simbol Kerajaan Kahuripan. Lalu
bagaimana asal-usul Garuda dalam kisah mitologi agama Hindu?
Alkisah di negeri dongeng, tersebutlah seorang guru nan bijaksana bernama Resi
Kasyapa. Resi ini memiliki dua orang istri yang bernama Kadru dan Winata. Masing-masing
dikaruniai anak-anak berupa Naga dan Garuda. Meskipun sang resi sangat bijaksana dan
bersikap adil terhadap kedua istrinya, namun Kadru senantiasa merasa cemburu terhadap Winata.
Maka dalam setiap kesempatan ia senantiasa ingin menyingkirkan Winata dari perhatian dan
lingkaran keluarga. Segala tabiat dan niat jahat seringkali dijalankan untuk menjauhkan Winata
dari suami mereka.
Pada suatu ketika, para dewa mengaduk samudra purba dengan air suci amertha sari, air
suci yang membawa keabadian bagi siapapun makhluk yang meminumnya. Bersamaan dengan
peristiwa itu muncullah kuda yang bernama Ucaihsrawa. Didorong oleh rasa kecemburuan yang
telah menahun, Kadru menantang Winata untuk bertaruh mengenai warna kuda Ucaihsrawa.
Barang siapa yang kalah dalam pertaruhan tersebut, maka ia harus menjadi budak seumur hidup
yang harus taat dan patuh terhadap apapun kehendak dan perintah sang pemenang. Dalam
taruhan, Kadru bertaruh Ucaihsrawa berwarna hitam. Sedangkan Winata memilih warna putih.
Para Naga tahu bahwa kuda Ucaihsrawa sebenarnyalah berwarna putih. Mereka
kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kadru, ibunda mereka. Atas pelaporan para Naga,

putranya, Kadru secara licik memerintahkan para Naga untuk menyemburkan bisa mereka ke
tubuh kuda putih agar nampak seperti kuda hitam. Pada saat Ucaihsrawa tiba di hadapan Kadru
dan Winata, nampaklah kuda yang dipertaruhkan berwarna hitam, bukan putih sebagaimana
aslinya. Singkat cerita, Winata harus menjadi budak dan melayani segala perintah Kadru seumur
hidupnya yang tersisa.
Sebagai anak yang sangat berbakti kepada ibundanya, Garuda merasa sangat marah atas
kelicikan para Naga yang telah membuat kebohongan besar atas diri Winata. Dengan kemarahan
meluap, diseranglah para Naga. Terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di atas langit, antara
Garuda dan para Naga. Dikarenakan kekuatan dan kesaktian diantara kedua kubu sama dan
seimbang, maka perang itupun berlangsung sepanjang saat sebagai simbol keabadian
pertempuran antara nilai kebaikan dan kebatilan.
Karena pertempuran berlangsung sekian lama panjangnya, para Naga bersedia
memberikan pengampunan atas perbudakan terhadap Winata asalkan Garuda mampu
memberikan tirta suci amertha sari yang dapat memberikan keabadian hidup mereka dan ibunya.
Akhirnya sang Garuda menyanggupi apapun yang harus ia lakukan asalkan ia dapat
membebaskan ibundanya.
Dalam pengembaraan pencarian tirta suci amertha sari, Garuda berjumpa dengan Dewa
Wisnu. Ketika dimintakan air suci tersebut, Wisnu mempersyaratkan akan memberikan air
tersebut, asalkan sang Garuda menyanggupi diri untuk menjadi tunggangan bagi Dewa Wisnu.
Garuda selanjutnya mendapatkan tirta suci amertha sari yang ditempatkannya dalam wadah
kamandalu bertali rumput ilalang.
Dengan air suci mertha sari, para Naga berniat mandi untuk segera mendapatkan
keabadian hidup. Bersamaan dengan itu, Dewa Indra yang kebetulan melintas mengambil alih air
suci. Dari wadah Kamandalu, tersisalah percikan air pada sisa tali ilalang. Tanpa berpikir
panjang, percikan air pada ilalang tersebut dijilati oleh para Naga. Tali ilalang sangatlah tajam
bagaikan sebuah mata pisau. Tatkala menjilati ilalang tersebut, terbelahlah lidah para Naga
menjadi dua bagian. Inilah asal-usul kenapa seluruh keluarga besar Naga dan semua
keturunannya memiliki lidah bercabang.

Kegigihan Garuda dalam membebaskan ibunda tercintanya dari belenggu perbudakan


yang tidak mengenal rasa peri kemanusiaan inilah yang kemudian oleh para founding fathers kita
diadopsi secara filosofis dan disimbolisasikan dalam lambang negara kita. Garuda bermakna
sebagai simbol pembebasan ibu pertiwi dari belenggu perbudakan dan penjajahan. Dengan
lambang Garuda yang gagah perkasa, para pendahulu berharap Indonesia akan menjadi bangsa
besar yang bebas dalam menentukan nasib dan masa depannya sendiri.
Unsur kesejarahan Garuda Wisnu Kencana ini mengilhami akan dibangunnya patung
raksasa Garuda Wisnu Kencana di ujung selatan Pulau Dewata. Dengan rencana ketinggian
patung sekitar 120 meter, patung tersebut kelak akan menjadi patung landmark tertinggi di dunia.
Garuda Wisnu Kencana merupakan ikon dan landmark Pulau Bali, bahkan sudah tentu landmark
bagi Indonesia. Megaproyek yang sudah dimulai di akhir masa Orde Baru ini hingga kini masih
tersendat pembangunannya. Dari keseluruhan tubuh Garuda Wisnu Kencana baru beberapa
bagian yang selesai terakit, diantaranya kepala Wisnu, kepala Garuda dan bagian tangan Wisnu.

Вам также может понравиться