Вы находитесь на странице: 1из 50

7

DAFTAR ISI
Bab 2 LANDASAN TEORI
2.1 Revitalisasi
2.2 Sungai
2.3 Kepariwisataan
2.4 Kawasan Kota Tepi Air (Waterfront City)
2.4.1
Pengertian Waterfront City
2.4.2
Fenomena Waterfront
2.4.3
Sejarah Waterfront
2.4.4
Prinsip Pengembangan Kawasan Tepi Air
2.4.5
Elemen Penentu Keberhasilan Pembangunan Waterfront
2.4.6
Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Penataan Kawasan Tepi Air
2.4.7
Struktur Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air
2.5 Analisis Tapak
2.6 Kerangka Pemikiran

BAB II
LANDASAN TEORI

A. REVITALISASI
Menurut Rais (2007),

revitalisasi

adalah

upaya

untuk

memvitalkan

kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah hidup, akan
tetapi kemudian mengalami kemunduran. Dalam proses revitalisasi suatu
kawasan aspek yang dicakup di antaranya adalah perbaikan di aspek fisik,
ekonomi,

dan

sosial.

Danisworo (2002)

menyebutkan

bahwa

pendekatan

revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan pula potensi yang ada

di lingkungan sekitar seperti sejarah, makna, serta keunikan dan citra lokasi.
Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian
keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi
masyarakatnya
menjelaskan

serta
bahwa

pengenalan
dalam

budaya

pelaksanaan

yang

ada.

revitalisasi

Laretna (2002)

diperlukan

adanya

keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta


untuk

mendukung

aspek

formalitas

yang

memerlukan

adanya

partisipasi

masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di


lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas. Sebagai sebuah
kegiatan yang sangat kompleks, Rais (2007) membagi revitalisasi menjadi
beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu yang meliputi halhal sebagai berikut:

1. Intervensi fisik. Proses ini mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan


dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan
kualitas
dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung,
sistem
tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban realm).
2. Rehabilitasi ekonomi. Revitalisasi yang diawali dengan
proses
peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi
kegiatan
ekonomi. Menurut Hall & Pfeifer (2001), perbaikan fisik kawasan
yang
bersifat jangka pendek diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan

ekonomi informal dan formal (local economic development),


sehingga
mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota. Dalam konteks

revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa


mendorong

terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).


3. Revitalisasi sosial/ institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu
menciptakan lingkungan yang menarik, jadi bukan sekedar membuat
tempat yang indah. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak

positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial


masyarakat/ warga (public realms). Sudah menjadi sebuah tuntutan
yang
logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk

menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri dan hal ini


pun
selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang
baik.

B. SUNGAI
Menurut Maryono (2005), sungai adalah wadah dan jaringan
pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya

sepanjang pengalirannya oleh sempadan. Suharti (2004) mendefinisikan


bantaran sungai sebagai lahan pada kedua sisi di sepanjang palung
sungai
dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Soeryono
(1979)
mendefinisikan alur sempadan sungai sebagai alur pinggir kanan dan
kiri
sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran
ekologi,
serta bantaran keamanan.
Menurut Maryono (2003), sempadan sungai sering juga disebut
bantaran
sungai. Namun ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah
daerah
pinggiran sungai yang tergenang air saat banjir (flood plain). Bantaran

sungai
dapat juga disebut bantaran banjir. Sedangkan sempadan sungai adalah
daerah
bantaran sungai ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding)
yang
mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis dan lebar bantaran keamanan
yang
diperlukan, terkait dengan letak sungai (misal untuk kawasan pemukiman
dan
non-pemukiman).
Sempadan sungai, terutama di daerah bantaran banjir, merupakan
daerah
ekologi dan sekaligus

hidrologis sungai

yang sangat penting.

Sempadan
sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungainya yaitu alur
sungai,
karena secara ekologis dan hidrologis merupakan satu kesatuan ekologi
yaitu
satu ekosistem sungai. Secara hidrologis sempadan sungai merupakan
daerah
bantaran banjir yang berfungsi dalam memberikan luapan banjir ke
samping

1
0

kanan dan kiri sungai. Dengan demikian, kecepatan air bisa dikurangi
karena
energi air dapat diredam di sepanjang sungai. Selain itu erosi tebing dan
erosi
dasar sungai pun dapat dikurangi secara simultan. Sempadan
sungai
merupakan

daerah

tata

air

sungai

yang

memiliki

mekanisme

proses
konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Sedangkan bila

dilihat secara ekologis, sempadan sungai merupakan habitat di


mana
komponen ekosistem sungai berkembang. Komponen vegetasi sungai
secara
alami akan mendapatkan hara dari sedimentasi periodis dari hulu
ke
tebing,yang selanjutnya komponen tersebut akan berfungsi sebagai
pemasok
nutrisi untuk komponen fauna sungai dan sebaliknya. Proses ini
merupakan

pendukung keberlangsungan ekosistem sungai yang memiliki sifat terbuka

dari hulu ke hilir.


Memelihara ekosistem sempadan yang baik sudah dipastikan dapat

menjaga konservasi air dan tanah di sepanjang sungai. Komponen


vegetasi
sungai secara hidrologis dapat berfungsi sebagai retensi alamiah sungai
yang
bisa menghambat laju air sungai ke hilir secara proporsional yang
dengan
demikian dapat mengurangi frekuensi banjir dan erosi di sepanjang
sungai.
Jika sistem ekologis dan hidrologis sempadan sungai ini terganggu,
seperti
dengan adanya bangunan rumah di atas sempadan sungai, pelurusan dan

sudetan yang mengakibatkan berubahnya areal sempadan, hingga adanya

penanggulan tebing sungai, maka fungsi ekologis dan hidrologis


sempadan
sungai yang sangat vital itu akan menjadi rusak total.

1
1

C. KEPARIWISATAAN
Pendit (2003) mendeskripsikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik
wisata

serta

usaha-usaha

yang

terkait

di

bidang

tersebut.

Kepariwisataan menurut UU No.24/1979 dalam Marpaung (2002)


diartikan

sebagai

segala

sesuatu

yang

berhubungan

dengan

penyelengaraan wisata, yaitu keseluruhan kegiatan dunia usaha dan


masyarakat yang

ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan

persinggahan wisatawan.
Kawasan Wisata menurut Pendit (2003) adalah kawasan dengan luas

tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan


wisata.
(Nyoman S. Pendit; Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana; 2003:14).

Menurut Revron OGrandy yang dikutip dari Sastrayuda (2007), beberapa

kriteria dalam pengembangan kawasan wisata adalah sebagai berikut:


1. Untuk memutuskan suatu kegiatan membangun kawasan wisata harus
melalui suatu konsultasi dengan masyarakat, apa yang

direncanakan
pengembang harus diterima oleh mereka.
2. Tiap keuntungan yang diperoleh dari pembangunan, pengembang
harus
mengembalikan lagi keuntungan tersebut pada masyarakat namun
bukan
berupa cash money melainkan berupa bangunan yang berguna
bagi
masyarakat.
3. Kawasan wisata harus mengutamakan lingkungan, dan
dalam
pembangunannya tidak boleh meninggalkan kebudayaan setempat.

Justru hal tersebut harus dijadikan brand image atau kesan


untuk

1
2

menarik para wisatawan. Dan dengan pembangunan kawasan wisata


tersebut jangan sampai masyarakat setempat merasa tersisihkan.

D. KAWASAN KOTA TEPI AIR (WATERFRONT CITY)


1. Pengertian Waterfront City
Carr (1992) mendefinisikan waterfront area atau kawasan
tepi

air

sebagai area yang di batasi oleh air dari komunitasnya yang


dalam
pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan
akan
ruang publik dan nilai alami (Carr, 1992). Sedangkan Wrenn (1983) dalam

Priatmodjo (1993) mendefinisikan waterfront development sebagai


interface
between land and water, yang mengartikan bahwa kata
interface
mengandung
memanfaatkan

disini
pengertian

adanya

kegiatan

aktif

yang

pertemuan antara daratan dan perairan.


Adanya kegiatan inilah yang membedakannya dengan kawasan lain
yang
tidak dapat disebut sebagai waterfront development, meski memiliki
unsur

air

apabila unsur airnya dibiarkan pasif. Dengan demikian pengertian


waterfront
development dapat dirumuskan sebagai pengolahan kawasan tepian air
yaitu
kawasan pertemuan antara daratan dan perairan dengan memberikan
muatan
kegiatan aktif pada pertemuan tersebut. Perairan yang dimaksud bisa
berupa
unsur air alami (laut, sungai, kanal, danau) atau unsur air buatan
(kolam,
danau buatan). Sedangkan muatan kegiatan bisa berupa aktivitas
perairan
seperti berperahu (dayung atau layar) atau aktivitas lain yang
memanfaatkan

1
3

pemandangan sekitar daerah

perairan melalui penyediaan fasilitas

promenade dan esplanade.


Waterfront

memiliki

bermacam-macam

potensi

untuk

membantu
perkembangan ekonomi, sebagai public enjoyment, dan identitas kota.
Fungsi
dari waterfront selalu berkaitan dengan karakteristik dan kebutuhan
sebuah
kota, tetapi mereka memiliki rentetan perkembangan yang sama. Pada
awal
perkembangan

kota,

waterfront

memiliki

fungsi

basis

untuk

perdagangan,
perkapalan/transportasi,

pemancingan,

dan

pertahanan.

Rekreasi

sering
dianggap sebagai kebutuhan tambahan dan seringkali waterfront
dianggap
dengan sendirinya akan menyediakan ruang terbuka dan rekreasi yang
cukup
untuk penduduk kota.
Waterfront merupakan sebuah aset yang di miliki oleh suatu kota

yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik dengan berbagai tujuan
seperti
diungkapkan oleh The Urban Land Institute yang dikutip dari Masrul
(2008)
sebagai berikut.
Cities seek a waterfront that is a place of public
enjoyment. They want a waterfront where there is
ample visual and physical public access - all day, all
year - to both the water and the land. Cities also want
a waterfront that serves more than one purpose: they
want it to be a place to work and to live, as well as a
place to play. In other words, they want a place that
contributes to the quality of life in all of its aspects economic, social, and cultural
Secara garis besar, teori ini menunjukkan bahwa kawasan tepi air
dapat
dijadikan sebagai tempat dimana masyarakat bisa melakukan aktivitas
untuk
bekerja dan hidup, dan juga sebagai tempat bermain dan berekreasi
untuk
mendapatkan kenyamanan. Dengan kata lain, tempat seperti ini
dibutuhkan

1
4

masyarakat sebagai media kontribusi untuk menciptakan kualitas hidup


yang baik dalam segala aspek, baik ekonomi, sosial, dan budaya. Wren
(1983) dan Toree (1989) dikutip dari Priatmojo (2009), menyebutkan
bahwa dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting
yang mendasari keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang
dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks
perkotaan.
a.

Faktor Geografis
Merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan dan
akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Ada pun yang
termasuk di dalam aspek ini adalah:
1) Kondisi perairan; yaitu jenis, dimensi dan konfigurasi, pasangsurut,
serta kualitas airnya. Faktor potensi penting yang diperhatikan
adalah
dimensi dan bentuk dari badan perairan tersebut, dinamika
kegiatan,
dan kualitas air. Dalam anggapan umum, semakin besar dimensi
perairan, maka semakin banyak potensi yang dapat dikembangkan.
Kualitas air di perairan pun menjadi salah satu faktor penting yang

mempengaruhi karakter waterfront. Misalnya, keasinan


perairan
akan mempengaruhi desain ketahanan waterfront terhadap
sifat
korosif garam. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tingkat
polusi,
oksigen, dan kecepatan arus atau ombak.
2) Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta

kepemilikannya.

1
5

3) Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta


curah
hujan.
b. Konteks perkotaan (Urban Context)
Merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi
kota yang

bersangkutan

serta

menentukan

hubungan

antara

kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota


yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
1) Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata
di
kawasan waterfront, atau sekedar merasa memiliki kawasan
tersebut
sebagai sarana publik. Pada umumnya, ada dua grup pemakai,
yaitu
grup pertama yang terdiri dari orang-orang yang tinggal di sekitar,

sebagai tempat bekerja, atau sebagai tempat rekreasi, dan grup


kedua
terdiri dari orang-orang yang terkadang mengunjungi
waterfront

tersebut tetapi tidak memiliki ikatan terhadap tempat tersebut,

sehingga waterfront berfungsi sebagai tempat rekreasi murni


bagi
mereka.
2) Khazanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah

yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi,

renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu

dilestarikan.
3) Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta

pengaturan sirkulasi didalamnya.

1
6

4) Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang

membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini


dapat
berupa bentuk, material, vegetasi, vocal point, atau kegiatan
yang
khas.

2. Fenomena Waterfront
Masrul

(2008)

menyebutkan

bahwa

pada

proses

pengembangan
kawasan tepi air pada dasarnya merupakan permasalahan yang sangat

kompleks

di

suatu

kawasan

perkotaan

yaitu

adanya

perbedaan
pengembangan antara kepentingan publik dan kepentingan swasta dari

orientasi pengembangan fungsi ruang publik menjadi fungsi properti.

Pengembangan ruang publik merupakan pengembangan yang di

orientasikan kepada kesejahteraan masyarakat luas sedangkan

pengembangan fungsi properti berorientasi kepada keuntungan


sebagian
pihak. Oleh sebab itu usaha untuk melindungi kawasan tepi air sebagai

ruang publik yang terbebas dalam proses konstruksi diperlukan adanya

kerjasama

dan

kesatuan

visi

dari

berbagai

pihak

yaitu

masyarakat,
pemerintah dan swasta untuk mewujudkan karakter kawasan tepi air

sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh beberapa


stakeholder
yang ada. Dalam proses pengembangan suatu kawasan waterfront
pada
dasarnya dapat di bagi atas tiga jenis pengelompokan yaitu:
a. Konservasi, merupakan pengembangan yang bertujuan untuk

memanfaatkan kawasan tua yang berada di tepi air dimana pada

1
7

kondisi

sekarang

masih

terdapat

potensi

yang

dapat

di

kembangkan secara maksimal.


b. Pengembangan kembali
jenis ini
merupakan

suatu

(redevelopment). Pengembangan
usaha

untuk

menghidupkan

atau

membangkitkan
kembali kawasan pelabuhan dengan tujuan yang berbeda sebagai

suatu kawasan penting bagi kehidupan masyarakat kota dengan

mengubah fasilitas yang ada pada kawasan yang di gunakan oleh

kapasitas yang berbeda pula. Penambahan fungsi taman di

manfaatkan untuk dapat menampung kegiatan dengan skala yang

lebih besar. Proses redevelopment ini terhubung antara pusat


kota

dan

taman.
c. Development. Jenis ini merupakan contoh perencanaan yang

sengaja
dibentuk dengan menciptakan sebuah kawasan tepi air dengan
melihat
kebutuhan masyarakat terhadap ruang di kota dengan cara penataan

kawasan tepi air.

3. Sejarah Waterfront
Menurut Masrul (2008),

perkembangan

kawasan

tepi

air

pada
awalnya merupakan sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat
nelayan.
Hal ini berkembang melalui aktivitas yang di timbulkan sehari-hari
oleh
nelayan yaitu pada pagi hari nelayan melaksanakan rutinitas sebagai

nelayan dan pada siang hari nelayan tetap berada di kawasan tepi
air
dengan

aktivitas

memberikan

yang

berbeda

seperti

menikmati

pantai,

1
8

sewaan

kapal dan

berenang. Dengan adanya fenomena tersebut

memicu
timbulnya aktivitas perdagangan yang pada awalnya di tujukan untuk

para nelayan dan hal ini berlangsung hingga malam hari. Dengan
adanya
kemudahan akses dan tema menarik seperti festival market
places,
Christmas

water

parade

yang

di

kembangkan

pada

pembangunan
waterfront memberikan kekaguman bagi pengunjung sehingga
kawasan
tepi air menjadi tempat yang unik dan diminati oleh banyak orang. Jika

dilihat dari beberapa perkembangan waterfront yang ada di Eropa


seperti
Venice, The Ponte Vecchio, The Seine di Paris, Amsterdam dan
Istanbul
di Turki, dapat dilihat bahwa adanya kecendrungan pengembangan

kawasan waterfront dengan mengeksploitasi potensi yang dimiliki


oleh
kawasan tersebut untuk menarik minat pengunjung seperti pengadaan

festival market, aktivitas perdagangan (restoran, cafe, retail, hunian),


area
pertunjukan/

teater,

parade

kapal-kapal

bersejarah,

rekreasi,

pengadaan
pedestrian sepanjang kawasan tepi air untuk menikmati keindahan laut,

dan lain-lain. Hal ini menarik perhatian pakar arkeologi Yugoslavia,

Dubrovnik, yang memandang perkembangan waterfront sebagai


sense

of

place yang sempurna di kawasan tepi air.

4. Prinsip Pengembangan Kawasan Tepi Air


Pengembangan kawasan tepi air merupakan suatu potensi
yang
sangat tinggi bagi suatu kawasan untuk mengembangkan fungsit

komersial seperti restoran dan kawasan perbelanjaan. Masrul (Toree,

1989) mengemukakan bahwa terdapat empat prinsip utama dalam

1
9

pengembangan kawasan Adapun prinsip yang di kembangkan dalam


pengembangan kawasan tepi air, yaitu konsep, aktivitas, tema, dan
fungsi yang dikembangkan. Berikut adalah gambaran prinsip yang
digunakan dalam pengembangan kawasan kota tepi air.
a. Adanya kerjasama berbagai pihak dalam pengembangan kawasan
tepi
air sebagai suatu daya tarik bagi pengunjung.
b. Pengembangan konsep tepi air melalui potensi yang ada
pada
kawasan sebagai suatu daya tarik bagi pengunjung untuk datang ke

kawasan tersebut.
c. Pengembangan aktivitas di kawasan tepi air dan menikmati aktivitas

di sekitar pelabuhan sebagai sebuah potensi untuk


memberikan
pengalaman yang berharga bagi pengunjung seperti makan malam,

berbelanja dan lain-lain.


d. Pengembangan tema pada pintu masuk dari sungai, danau menjadi

pengembangan aktivitas utama di kawasan tepi air.


e. Pengembangan kawasan tepi air sebagai orientasi rekreasi
dapat
berupa aktivitas berenang, olah raga dayung, ski air dan fasilitas

pendukung lainnya seperti tempat beristirahat, taman, hunian


dan
perdagangan.

5. Elemen Penentu Keberhasilan Pembangunan Waterfront.


Masrul (Toree, 1989) mengemukakan bahwa untuk menentukan

keberhasilan

dalam

pengembangan

kawasan

tepi

air,

diperlukan
penonjolan karakteristik dan keunikan yang dimiliki oleh daerah yang

2
0

dikembangkan.

Karakteristik

ini

dibagi

menjadi

dua,

yaitu

karakteristik
fisik dan non-fisik. Karakteristik fisik mencakup keadaan alam
dan
lingkungan, citra, akses, bangunan dan penataan lansekap sedangkan

karakteristik non fisik meliputi tema pengembangan, pemanfaatan air,

aktivitas penduduk, keadaan sosial budaya dan ekonomi. Berikut


adalah
elemen penentu keberhasilan dalam pengembangan kawasan tepi
air
(waterfront city).
a. Tema.
Penggunaaan

tema

yang

sesuai

dalam

pembangunan

waterfront
dapat membantu dalam proses analisis ruang , tata guna lahan,
skala
pembangunan dan makna pembangunan. Dalam tahap awal

perancangan kawasan waterfront akan merujuk kepada tema


yang

di

tentukan.
b. Citra
Sesuatu yang membekas dalam ingatan karena telah melihat,

merasai, mendengarkan dsb Kesan pada kawasan waterfront


dapat
dilihat melalui penataan kawasan bangunan, bentuk bangunan dan

material yang digunakan. Melalui kesan yang diwujudkan pada

kawasan

waterfront akan dapat membangun perubahan

persepsi
pengunjung

sebelum

dan

sesudah

datang

di

kawasan

waterfront.
Selain itu kesan pada kawasan waterfront juga dapat
diwujudkan
melalui aktivitas yang di kembangkan.
c. Keaslian suasana (Authenticity)

2
1

Kesuksesan

dalam

waterfront

pembangunan

di

wujudkan melalui aktivitas yang unik dengan memanfaatkan


potensi kawasan yang ada sehingga pengunjung memiliki
pengalaman yang berbeda di kawasan

tersebut

misalnya

kegiatan memancing, rekreasi air, menikmati potensi alam, dan


lain-lain.
d. Fungsi
Dengan

penataan

program

kegiatan

(events)
dan

pengembangan fungsi yang beraneka ragam pada kawasan


waterfront seperti aktivitas perdagangan, plaza sebagai tempat
berbagai aktivitas seperti makan, minum bersantai akan membantu
dalam keberhasilan suatu pembangunan kawasan waterfront.
e. Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat akan ditimbulkan akibat dari tingkat
keberhasilan dari elemen-elemen pembangunan waterfront yang
di digunakan seperti tema, kesan, keaslian suasana dan fungsifungsi komersial yang di kembangkan.

6. Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Penataan Kawasan Tepi Air

a. Garis Sempadan Pantai dan Sungai


Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa aturan yang dapat

digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan kawasan tepi

sungai.

2
2

Tabel 2.1 Beberapa Kebijakan Pengembangan di Sempadan Sungai


Sumber
1
Keputusan Presiden RI
di
No.32/ 1990 tentang
Pengelolaan
Kawasan Lindung

Sempadan
2
Sungai di luar
pemukiman

1.

Kriteria
3
Sekurang-kurangnya 100 meter

kiri kanan sungai besar


Sekurang-kurangnya 50 meter di
kiri kanan anak sungai.
Sempadan sungai diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi antara
10-15 meter.
2.

Sungai di kawasan
permukiman

Garis sempadan
sungai tidak
pejabat
bertanggul
Ketentuan lain

Ditetapkan berdasarkan pertimbangan


teknis dan sosial ekonomi oleh
wewenang.
Garis
sempadan
sungai
yang
bertanggul dan tidak bertanggul
yang
berada di wilayah perkotaan
sepanjang
jalan ditetapkan tersendiri oleh
pejabat
yang berwenang.

Peraturan Daerah Kota


Bandung No. 6/2002
Tentang
Penyelenggaraan
Pengairan di Kota
Bandung

Pasal 5
Garis
Sungai

Sempadan

1. Garis sempadan sungai bangunan


dan/ atau pagar, diukur dari sisi
atas tepi sungai yang tidak
bertanggul atau dari kaki sebelah
luar sungai bangunan sungai
dengan jarak:
a. 5 M (lima meter) untuk
bangunan,
b. 3 M (tiga meter) untuk pagar.
2. Di kawasan pembangunan padat,
jarak yang disebutkan di atas bisa
diperkecil menjadi empat meter
untuk bangunan dan dua meter
untuk pagar.
3. Garis sempadan sungai bangunan
dan/ atau pagar, diukur dari sisi
atas tepi sungai yang tidak
bertanggul atau dari kaki sebelah
luar sungai bangunan sungai
dengan jarak:
c. 5 M (lima meter) untuk
bangunan,
d. 3 M (tiga meter) untuk pagar.
4. Di kawasan pembangunan padat,
jarak yang disebutkan di atas bisa
diperkecil menjadi empat meter
untuk bangunan dan dua meter
untuk pagar.

2
3

Tabel 2.1 (Lanjutan)


1

2
Pasal 6
1.

3
Garis sempadan sungai untuk
bangunan diukur dari sisi atas tepi
saluran yang tidak bertanggul atau
dari kaki tanggul sebelah luar
sungai/ saluran dengan jarak:
a. 5 m untuk saluran dengan
kapasitas 4m3/detik atau lebih,
b. 3 m untuk saluran dengan
kapasitas 1 sampai 4 m3/detik,
c. 2 m (dua meter) untuk saluran
dengan kapasitas kurang dari 1
m3/detik.
Garis sempadan sungai untuk pagar
diukur dari sisi atas tepi saluran
2yang tidak bertanggul atau kaki dari
. tanggul sebelah luar sungai/
saluran dengan jarak:
a. 3 m untuk saluran dengan
kapasitas 4 m3/detik atau lebih;
b. 2 m untuk saluran dengan
kapasitas 1 sampai 4 m3/detik;
c. 1 m untuk saluran dengan
kapasitas kurang dari 1m3/detik.
Di kawasan pembangunan padat,
jarak yang disebutkan sebelumnya
bisa diperkecil menjadi empat
3meter dan dua meter.
.

Pasal 10
Pemanfaatan Daerah
Sempadan
Sungai/Saluran

Pasal 11

Pemanfaatan lahan di daerah sempadan


sungai/ saluran dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk kegiatan-kegiatan
tertentu sebagai berikut:
Pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan serta ramburambu pekerjaan;
Pemasangan rentang kabel listrik, kabel
telepon dan pipa air minum;
Pemasangan tiang atau pondasi prasarana
jalan/jembatan baik umum maupun kereta
api;
Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang
bersifat sosiak dan kemasyarakatan yang
tidak menimbulkan dampak merugikan
bagi kelestarian dan keamanan fungsi
sungai;
Pembangunan prasarana lalu lintas dan
bangunan pengambilan dan pembuangan
air.
Dilarang membuang sampah, limbah
padat atau cair; Mendirikan
bangunan
untuk hunian dan tempat usaha.

2
4

b. Akses menurut Ditjen Cipta Karya, dalam Masrul (2008)


1) Akses berupa jalur kendaraan berada di antara batas terluar dari

sempadan tepi air dengan areal terbangun.


2) Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepi air dari

jalan raya sekunder atau tersier minimum 300 m.


3) Jaringan jalan terbebas dari parkir kendaraan roda empat.
4) Lebar minimum jalur pejalan kaki di sepanjang tepi air adalah
3
meter.
c. Peruntukkan menurut Ditjen Cipta Karya, dalam Masrul (2008)
1) Peruntukkan bangunan diprioritaskan atas jenjang
pertimbangan
penggunaan lahan yang bergantung dengan air (waterdependent
uses), penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya
air
(water-related uses), penggunaan lahan yang sama
sekali tak

berhubungan dengan air (independent and unrelated


to water
uses).
2) Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area

publik yaitu dari 0% hingga 15%. Sedangkan untuk kemiringan

lahan lebih dari 15% perlu penanganan khusus.


3) Jarak antara satu areal terbangun yang dominan
diperuntukan
pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum
lainnya
maksimum 2 km.
d. Bangunan menurut Ditjen Cipta Karya, dalam Masrul (2008)
1) Kepadatan bangunan tepi air maksimum 25%,

2
5

2) Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 meter dihitung dari

permukaan tanah rata-rata pada areal terbangun.


3) Orientasi bangunan harus menghadap dengan
mempertimbangkan
posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin.
4) Bangunan-bangunan yang dapat dikembangkan pada
areal
sepadan tepi air berupa taman atau ruang rekreasi adalah
fasilitas
areal bermain, tempat duduk dan atau sarana olah raga.
5) Bangunan di areal sempadan tepi air hanya berupa tempat
ibadah,
bangunan penjaga pantai, bangunan fasilitas umum, bangunan

tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m2/unit.


6) Tidak dilakukan pemagaran pada areal terbangun,
kecuali
pemagaran dengan tinggi maksimum 1 meter dan
menggunakan

pagar transparan.
7. Struktur Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air
Masrul (2008) menyebutkan bahwa Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pemukiman (Departemen Pekerjaan Umum RI)
telah merumuskan tujuh jenis struktur peruntukkan pengembangan
kawasan kota tepi air sebagai berikut:
a. Kawasan komersial (commercial waterfront), dengan kriteria
sebagai
berikut:
1) Harus mampu menarik pengunjung yang akan
memanfaatkan
potensi kawasan sebagai tempat bekerja, belanja maupun
rekreasi
(wisata)

2
6

2) Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk


dikunjungi
(dinamis)
3) Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan

merupakan sarana bersosialisasi dan berusaha (komersial)


4) Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui

pemberian subsidi.
5) Keindahan bentuk fisik (profil tepi air) kawasan diangkat
sebagai
faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, dan sosial-budaya.
b. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup
(cultural,
education,

and

environmental

waterfront) dengan

kriteria pokok pengembangan sebagai berikut:


1) Memanfaatkan potensi alam kawasan untuk kegiatan
penelitian,
budaya dan konservasi.
2) Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih

yang
tidak hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga
untuk
menarik investor.
3) Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat
tentang
kekayaan alam tepi air yang perlu dilestarikan dan diteliti.
4) Keberadaan budaya masyarakat harus dilestarikan dan
dipadukan
dengan pengelolaan lingkungan didukung kesadaran
melindungi
atau mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk
dinikmati
dan dijadikan sebagai wahana pendidikan.

2
7

5) Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan


ruang
kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara ritual

keagaman, sarana pusat-pusat penelitian yang


berhubungan
dengan spesifikasi kawasan tersebut.
6) Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi dan
kemanfaatan
air/badan air.
c. Kawasan Peninggalan Bersejarah (historical/ heritage
waterfront)
dengan kriteria pokok pengembangannya adalah :
1) Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (lansekap, situs,

bangunan, dan sebagainya) atau merehabilitasinya untuk


penggunaan berbeda ,
2) Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan

pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter

(ciri) kota,
3) Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa

pengamanan, seperti dengan membuat pemecah gelombang


untuk
mencegah terjadinya abrasi di tepi pantai (melindungi bangunan

bersejarah di tepi pantai), pembangunan tanggul, polder


dan
pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan
pada
bangunan bersejarah.
d. Kawasan Wisata/ Rekreasi (recreational waterfront) dengan
kriteria
pokok pengembangan kawasan sebagai berikut:
1) Memanfaatkan kondisi fisik kawasan untuk kegiatan rekreasi.

2
8

2) Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap

mempertahankan keberadaan ruang terbuka.


3) Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang

kegiatan pariwisata, terutama pariwisata perairan.


4) Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial

guna menarik pengunjung.


5) Pemanfaatan kondisi fisik pantai untuk kegiatan rekreasi/wisata

pantai.
e. Kawasan Pemukiman (residential waterfront) dengan kriteria
pokok
pengembangan sebagai berikut:
1) Perlu keselarasan pembangunan untuk kepentingan pribadi dan

umum.
2) Perlu memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan

umum.
3) Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan
atas
kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan
permukiman
baru.
4) Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya

penataan dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas


lingkungan
dan kawasan.
5) Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk

kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara lain melalui

revitalisasi bangunan, penyediaan utilitas, penanganan sarana


air

2
9

bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dermaga


perahu, serta pemeliharaan drainase.
6) Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk

kawasan permukiman baru antara lain melalui penataan


bangunan
dengan memberi ruang untuk public access ke badan
air,
pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan
batas
sempadan dari badan air, dan program penghijauan sempadan.
f. Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (working and
transportation
waterfront) dengan kriteria pokok pengembangan sebagai berikut:
1) Pemanfaatan potensi pantai untuk kegiatan
transportasi,
pergudangan dan industri.
2) Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program

ekonomi kota dengan memanfaatkan kemudahan transportasi

air
dan darat.
3) Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan

kelestarian lingkungan hidup.


4) Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan
adalah
pembangunan

dermaga,

sarana

penunjang

pelabuhan
(pergudangan), pengadaan fasilitas transportasi, dan lain-lain.
g. Kawasan tepi air untuk pertahanan dan keamanan (defence
waterfront)
dengan kriteria pengembangan sebagai berikut:
1) Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan
bangsa-negara,

3
0

2) Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan

khusus, dan Pengaturan tata guna lahan (land-use)


untuk
kebutuhan dan misi pertahanan dan keamanan negara.

E. ANALISIS TAPAK
Aditya (2009) mendefinisikan tapak sebagai sebidang lahan
atau
sepetak tanah dengan batas-batas yang jelas, berikut kondisi
permukaan
dan ciri-ciri istimewa yang dimiliki oleh lahan tersebut. Sebuah tapak
tidak pernah tidak berdaya tetapi merupakan sekumpulan jaringan
yang
sangat aktif

yang terus berkembang

yang

jalin menjalin

dalam
perhubungan yang rumit.
Perencanaan tapak (site planning) didefinisikan Rosmala
(2008)
sebagai seni menata lingkungan buatan dan lingkungan alamiah guna

menunjang kegiatan manusia, yang dalam pengkajiannya terdapat dua

komponen faktor yang saling berhubungan; yaitu faktor alam


(natural
factors), dan faktor buatan manusia (man-made and cultural
factors).
Analisis tapak dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek
sebagai berikut:
1. Aspek Biofisik
2. Aksesibilitas
3. Pertimbangan Estetika dan Lingkungan
4. Potensi dan Kendala
5. Perencanaan Pemanfaatan Ruang

3
1

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Вам также может понравиться