Вы находитесь на странице: 1из 20

Pelaksanaan Pengendalian Massa yang Berunjuk Rasa Oleh Satuan Samapta menurut

Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006


(Hendrizal, NPM: 1210005600086, 50 halaman, Fak.Hukum, Univ.Tamansiswa)

ABSTRAK

Pihak Kepolisian yang diemban oleh fungsi Samapta sebagai pelayanan dan pengendali massa
dalam rangka menghadapi kegiatan unjuk rasa di jalanraya, di gedung atau bangunan penting dan
lapangan atau lahan terbuka, baik yang dilakukan secara tertib, perlu disikapi dengan arif,
bijaksana, tegas, konsisten dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.Terjadinya kasus
kerusuhan yang berujung kepada perbuatan yang anarkis (amukmassa) tersebut adalah merupakan
hasil interaksi antara kebencian yang perimodial dari masing-masing kelompok yang bermusuhan
dengan kondisi tata kehidupan sosial dan moral yang goyah karena tidak berfungsinya polisi dan
aparat keamanan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang
Pelaksaan Pengendalian Massa tersebut. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah
Bagaimanakah prosedur atau tata cara pengendalian massa yang berunjuk rasa oleh satuan Samapta
PoldaSumbar, Kendala dalam mengendalikan massa yang berunjuk rasa oleh Dalmas Polda
Sumbar, Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala dalam mengendalikan massa oleh Satuan
Samapta Poda Sumbar. Adapun metode yang dipakai adalah pendekatan yuridis Empiris. Dengan
mengunakan sumber data primer dan data sekunder. Tekhnik pengumpulan data adalah dengan
wawancara dan observasi yang didukung dengan studi dokumen. Data yang diperoleh dianalisa
secara kualitatif dan hasil penelitian dituangkan secara deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa tata cara pengendalian massa yang berunjuk rasa telah dilakukan sesuai dengan yang diatur
oleh perundang undangan yang berlaku. Penanganan oleh petugas Samapta Polda Sumbar telah
dilakukan dengan sebaik mungkin terutama menghadapi massa yang anarkis. Kendala yang ditemui
terutama berkaitan dengan permasalahan administrasi dimana massa yang berunjuk rasa tidak
melalui prosedur seharusnya untuk berunjuk rasa. Kendala lain adalah faktor kedisiplinan bagi
anggota Samapta. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala adalah meningkatkan
kesidiplinan petugas dalam usaha pengendalian massa yang berunjuk rasa.

PENDAHULUAN

Dimasa era reformasi dan globalisasi


yang menjunjung tinggi Hak Azazi Manusia
sekarang ini, ada tuntutan yang sangat besar dari
masyarakat
untuk
memperbaiki
kinerja
Kepolisian
Republik
Indonesia
dan
memperbaiki citra kepolisian sesuai dengan
falsafah Tribrata yaitu sebagai pengayom,
pelindung dan pelayan masyarakat.1 Tuntutan
semacam itu merupakan suatu hal yang wajar
yang tentunya perlu mendapatkan respon positif
dari polisi yang gunanya untuk memperbaiki
institusi kepolisian di mata masyarakat serta
untuk
meningkatkan
kualitas
personil
kepolisian.
Penempatan dan perlindungan
Hak
Asasi Manusia (HAM) menjadi hal utama dalam
tugas kepolisian, yang diartikan oleh Undangundang nomor 39 tahun 2009 tentang HAM
yaitu sebagai seperangkat hak yang melekat
pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta melindungi harkat dan martabat manusia
sesuai dengan porsinya.
Pembenahan terhadap aspek pelayanan
Polri
khususnya
di
Bidang
Dalmas
(Pengendalian Massa) yang diemban fungsi
Samapta perlu dilakukan supaya tidak terjadi
kesalahan dalam
bertindak,
apalagi
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang
telah digariskan oleh Undang-Undang Dasar
1945 serta untuk dapat memberi kepuasan
terhadap mayarakat.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
yang dimaksud dalam Undang-undang No.39
tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada
Pasal 1 angka 6 adalah :
Setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun yang tidak disengaja atau kelalaian
yang sengaja melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi ,dan atau mencabut
Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok
1

Eko Prasetyo,dkk, Polisi Masyarakat dan


Negara,Jakarta,1995, hal 95

orang yang dijamin oleh Undang-undang ini


dan tidak mendapat , atau dikhawatirkan tidak
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku .
Sebagai indikator keseriusan pihak Polri
dalam merespon tuntutan masyarakat tersebut
dapat terlihat dari pelayan penanganan
kerusuhan yang harus ditingkatkan kualitasnya
dengan mengikuti perkembangan zaman dan
pertumbuhan hukum di Indonesia. Kepolisian
membuat peraturan perundang-undangan dengan
mengutamakan Hak Asasi Manusia, dalam
penanganan kerusuhan massa.
Undang-Undang
Dasar
1945
mengamanatkan bahwa penyampaian pendapat
di mungka umum adalah Hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan
lisan atau tulisan secara bebas dan bertanggung
jawab. Pihak Kepolisian yang di emban oleh
fungsi Samapta sebagai pelayanan dan
pengendali massa dalam rangka menghadapi
kegiatan unjuk rasa di jalan raya, di gedung atau
bangunan penting dan lapangan atau lahan
terbuka, baik yang dilakukan secara tertib, perlu
disikapi dengan arif, bijaksana, tegas, konsisten
dan dapat dipertanggung jawabkan secara
hukum.
Terjadinya kasus kerusuhan yang
berujung kepada perbuatan yang anarkis (amuk
massa) tersebut adalah merupakan hasil interaksi
antara kebencian yang perimodial dari masingmasing kelompok yang bermusuhan dengan
kondisi tata kehidupan sosial dan moral yang
goyah karena tidak berfungsinya polisi dan
aparat keamanan. Hukum bukanlah menurut
kepetingan kelompok atau perorangan.
Seperti
aktivitas
masyarakat
di
Atambua, Ibukota Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur, lumpuh akibat aksi unjuk rasa
yang dilakukan ribuan warga Belu. Massa yang
sebelumnya melakukan aksi bakar ban serta
lempar batu dikantor Dinas Sosial pada siangnya
berangsur membubarkan diri dan memilih
gedung DPRD Belu sebagai titik pusat aksi
unjuk rasa. Dalam tuntutannya warga Belu
menuntut pemberian bantuan Dana Reintegrasi
bagi korban bencana social ex Tim-tim yang
merata. Dalam unjuk rasa tersebut petugas
kepolisian juga telah memasang brigade kawat
berduri digedung DPRD serta menyiagakan

kendaraan water canon dan mobil pemadam


kebakaran serta jumlah petugas diperkuat
dengan penambahan satu kompi pasukan
Brimob serta dua pleton pasukan Dalmas.
Idealnya pihak kepolisian harus mampu
memberikan perlindungan dan pelayanan
kepada
masyarakat
saat
menyampaikan
pendapat di muka umum. Profesionalisme yang
tinggi sebagai pengendali massa ditunjukan
dengan tidak adanya kekerasan ketika
menghadapi pengunjuk rasa. Kekerasan sering
kali bermula pada upaya menertibkan dan
menjaga keamanan pengunjuk rasa.
Keadaan ini tentunya akan memberikan
dampak terhadap perkembangan aspirasi dan
kreatifitas masyarakat dalam berbagai segi
kehidupan, baik secara individu maupun
kelompok
yang
merupakan
dinamika
masyarakat sebagai konsekuensi logis dari
proses kemajuan dan keberhasilan pembangunan
di suatu daerah, berdasarkan contoh kasus diatas
anggota Dalmas tidak menggunakan kekerasan
dalam mengendalikan masa yang berunjuk rasa.
Kekerasan bukan barang atau kemasan
baru di abad ke-21 dan bukan pula solusi baru
melalui kekerasan terhadap kekerasan. Yargon
awam tentang kekerasan bahwa kekerasan
identik dengan (perbuatan) fisik, sesungguhnya
tidak selalu harus demikian. Perbuatan
kekerasan
tidak
harus
selalu
dengan
menggunakan atau secara fisik ia bisa berupa
sesuatu nonfisik, yang psikologis, yang teologis,
yang kultural, yang sosial, yang ekonomis, yang
struktural, dari yang berwajib/berkuasa secara
psikis, sampai pada yang bersifat naratif.
Tiap bentuk dan jenis kekerasan telah
diatur dalam KUHP akan ditangani sesuai
hukum formal yang acapkali tidak luput dari
penggunaan kekerasan (secara ilegal).2

Tinjauan Pustaka
A. Pengertian dan Sejarah Kepolisian
Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi,
hubungan dan tata cara kerja kepolisian pada
zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk
kepentingan pemerintah kolonial. Sampai

jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak


pernah sepenuhnya di bawah Departemen
Dalam Negeri.
Wewenang operasional
kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten
residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan
pada procureur generaal (jaksa agung). Pada
masa Hindia Belanda terdapat bermacammacam bentuk kepolisian, seperti veld politie
(polisi lapangan), stands politie (polisi kota),
cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie
(polisi pamong praja), dan lain-lain.
Pengertian Kepolisian menurut Undangundang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
adalah Segala hal ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan , anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
Pegawai negeri pada Kepolisian Republik
Indonesia , Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah Anggota Kepolisiajn Negara
Republik Indoesia yang berdasarkan Undangundang memiliki wewenang umum Kepolisian,
Peraturan Kepolisian adalah Segala peraturan
yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka memelihara
ketertiban dan menjamin keamanan umum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan .
Sejalan dengan administrasi negara waktu
itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan
jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada
dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat
/ hood agent (bintara), inspekteur van politie,
dan commisaris van politie. Untuk pribumi
selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan
seperti mantri polisi, asisten wedana, dan
wedana polisi. Demikian pula dalam praktek
peradilan
pidana
terdapat
perbedaan
kandgerecht dan raad van justitie ( dewan
kehakiman )3.
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945,
pemerintahan kepolisian Jepang membagi
Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan,
yaitu:
1. Sumatera, Jawa, dan Madura dikuasai oleh
Angkatan Darat Jepang.
2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan
dikuasai Angkatan Laut Jepang.
Dalam masa ini banyak anggota kepolisian
bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan
3

TIZAR Wroteon April 30, 2009 at 8 : 17 am

Marieke Bloembergen. Polisi Zaman Hindia


Belanda, Jakarta, 2011, Hal 12.

kepangkatan bagi bangsa Belanda sebelumnya.


Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan keisatsu
bu dan kepalanya disebut keisatsu elucho.
Kepolisian untuk Jawa dan Madura juga
berkedudukan di Jakarta, untuk Sumatera
berkedudukan di Bukittinggi, Indonesia bagian
timur berkedudukan di Makasar, dan
Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.

Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) karena


AKRI tetap konsekuen dan konsisten pada
tugasnya, maka pada jaman dicanangkannya
Trikora, Dwikora maupun penumpasan gerakan
pengacau keamanan tetap aktif pada kancah
tugas perjuangan. Disamping itu kegiatan
pejuang-pejuang AKRI dalam hal ini Polantas
tetap setia dan berbakti kepada Negara.

Tidak lama setelah Jepang menyerah


tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer
Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun,
sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu
Soekarno-Hatta
memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Secara resmi kepolisian menjadi
kepolisian Indonesia yang merdeka. Setelah
proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti
peraturan perundang-undangan, karena masih
diberlakukan peraturan perundang-undangan
Hindia Belanda, termasuk mengenai kepolisian,
seperti tercantum dalam peraturan peralihan
UUD 1945.

Seiring dengan tuntutan demokratisasi


dan supremasi hukum maka ditahun 1999
kedudukan Polri dipisahkan dari bagian ABRI
menjadi di bawah Departemen Pertahanan dan
Keamanan. Dengan terbitnya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor : VI/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000
tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Nomor : VII/MPR/2000 tanggal 18 Agustus
2000 tentang Peran Tentara Nasional Republik
Indonesia dan Peran Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Kedudukan Polri benar
benar mandiri dan terpisah dari peran
pertahanan, seiring dengan perubahan dan
pemisahan Organisasi Polri dari Organisasi
ABRI maka disusun pula Undang Undang
Kepolisian sebagai perubahan dari Undang
Undang No 27 Tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia menjadi Undang No
2 tahun 2002.4

Tanggal 1 Juli 1946 dengan Ketetapan


Pemerintah No. 11/SD/1946 dibentuk Djawatan
Kepolisian Negara yang bertanggung jawab
langsung kepada perdana menteri. Semua fungsi
kepolisian disatukan dalam Jawatan Kepolisian
Negara yang memimpin kepolisian di seluruh
tanah air. Dengan demikian lahirlah Kepolisian
Nasional Indonesia yang sampai hari ini
diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Adapun tantangan yang dihadapi Polri
dewasa ini dan ke depan, terutama adalah
perubahan paradigma pemolisian yang sesuai
dengan paradigma baru penegakan hukum yang
lebih persuasif di negara demokratis, di mana
hukum dan polisi tidaklah tampil dengan
mengumbar ancaman-ancaman hukum yang
represif dan kadang kala menjebak rakyat,
melainkan tampil lebih simpatik, ramah, dan
familier. Memberi peluang tumbuhnya dinamika
masyarakat dalam menyelesaikan konfliknya
sampai pada taraf tertentu. Memberi peluang
berfungsi dan kuatnya pranata-pranata sosial
dalam masyarakat seperti adanya perasaan malu,
perasaan bersalah, dan perasaan takut bila ia
melakukan penyimpangan, sehingga mendorong
warga patuh pada hukum secara alamiah.

Salah satu pertimbangan filosofis yang


mendasari pemisahan
Polri dari ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
adalah perbedaan fungsi kepolisian dan fungsi
militer. 5
Dari segi tujuan fungsi militer
ditujukan untuk keselamatan, keutuhan dan
kedaulatan Negara sedangkan fungsi Kepolisian
ditujukan
untuk
menjamin
ketentraman
masyarakat dan kepatuhan masyarakat kepada
hukum. Dari segi obyek fungsi militer ditujukan
untuk pengamanan Negara atau bangsa
sedangkan fungsi Kepolisian ditujukan untuk
pengamanan
individu
masyarakat
atau
pemerintah. Obyek penindakan militer adalah
ancaman dan musuh baik dari dalam negeri
ataupun luar negeri sedangkan obyek dari
kepolisian adalah pelanggaran hukum atau
norma. Kepolisian berusaha sehari hari untuk
membina Kamtibmas dan menegakan hukum,
4

Didalam tubuh kepolisian terjadi


perubahan yang mendasar yaitu dari Jawatan
Kepolisian Negara berubah menjadi Angkatan

Chaeruddin Ismail, Polisi yang Keder,


Jakarta, Citra bakhti, 2001.Hal 18
5
Farouk Muhammad, Menuju refomasi
Polri, PTIK Pres, Jakarta, 2003, Hal 48

sementara
militer
menyelengarakan
Hamkamneg dan membangun Sishamkamrata.

Hasil Rakernas Direktorat Samapta Babinkam


Polri April 2005.

Menurut Undang-undang Kepolisian


Republik Indonesia nomor 2 tahun 2002 yang
dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal
ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Butir 2 UU No. 2 Tahun
2002 ).Anggota Kepolisian Negara RI adalah
Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia ( Butir 2 UU No. 2 Tahun
2002 ) .
Fungi Kepolisian adalah salah
satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan, keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum , perlindungan,
pengayoman , dan pelayanan kepada masyarakat
(Butir 2 UU No. 2 Tahun 2002 ).

Pengertian SAMAPTA berasal dari


Istilah Sabhara diganti dengan Samapta tidak
berdasarkan Skep Khusus tetapi dari munculnya
Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/53/X/2002
Tanggal 17 Oktober 2002 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada
Tingkat Mabes Polri dan Keputusan Kapolri No.
Pol. : Kep/54/X/2002 Tangal 17 Oktober 2002
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuansatuan Organisasi Polri Pada Tingkat
Kewilayahan, pada keputusan tersebut istilah
Sabhara Hilang berganti dengan Samapta. Kata
Samapta
kependekan
dari
Samapta
Bhayangkara, yang berarti: Satuan Polri yang
senantiasa siap siaga untuk menghindari dan
mencegah terjadinya ancaman/bahaya yang
merugikan
masyarakat
dalam
upaya
mewujudkan
ketertiban
dan
keamanan
masyarakat.

Tugas dan wewenang Kepolisian


Negara Republik Indonesia yang diatur dalam
pasal 13 Undang-undang No.2 tahun 2002
tentang kepolisian adalah memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum
dan memerikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayan kepada masyarakat .6
B. Samapta Polda Sumbar
a) Pengertian Samapta
Dasar Hukum dibentuknya Samapta, Undang
Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 30.
Ketetapan MPR RI Nomor VI Tahun 2000
Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
UU RI Nomor 2 Tahun 2002 Tanggal 8 Januari
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Keppres RI Nomor 70 Tahun 2002 Tanggal 10
Oktober 2002 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002
Tanggal 17 Oktober 2002 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Pada
Tingkat Mabes Polri.
Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002
Tanggal 17 Oktober 2002 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Pada
Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah (Polda) beserta perubahannya.

Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2002


Tentang Kepolisian

Tugas
pokok
Samapta
menurut
Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002
Tangal 17 Oktober 2002 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Polri
Pada Tingkat Kewilayahan , antara lain :
Memberikan perlindungan ,pengayoman dan
pelayanan masyarakat.
Mencegah dan menangkal segala bentuk
gangguan keamanan, ketertiban masyarakat
(kamtibmas) baik berupa kejahatan maupun
pelanggaran serta gangguan ketertiban umum
lainnya dengan berpatroli
Melaksanakan tindakan Refresif Tahap Awal
(Repawal) terhadap semua bentuk gangguan
kamtibmas lainnya guna memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat.
Melindungi keselamatan orang, harta benda dan
masyarakat.
Melakukan tindakan refresif terbatas (Tipiring
dan penegakan Perda)
Pemberdayaan dukungan satwa dalam tugas
operasional Polri.
Melaksanakan SAR terbatas.
Fungsi Samapta
Menurut Keputusan Kapolri No. Pol. :
Kep/54/X/2002 Tangal 17 Oktober 2002
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuansatuan Organisasi Polri Pada Tingkat
Kewilayahan,fungsi
Samapta
merupakan
sebagian Fungsi Kepolisian yang bersifat

preventif yang memerlukan keahlian dan


keterampilan khusus yang telah dikembangkan
lagi mengingat masing-masing tugas yang
tergabung dalam fungsi Samapta perlu
menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan
masyarakat.
Perumusan dan pengembangan Fungsi
Samapta meliputi pelaksanaan tugas polisi
umum, menyangkut segala upaya pekerjaan dan
kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan,
patroli,
Pengamanan
Terhadap
Hak
Penyampaian Pendapat Dimuka Umum (PPDU),
Pembinaan Polisi Pariwisata, Pembinaan Badan
Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), SAR terbatas,
Tindakan Pertama Temapat Kejadian Perkara
(TPTKP),Penegakan Tindak Pidana Ringan
(TIPIRING) dan Penegakan Peraturan Daerah
(GAK PERDA), Pengendalian Massa (Dalmas),
Negosiasi, pengamanan terhadap proyek vital /
obyek vital dan pemberdayaan masyarakat,
pemberian bantuan satwa untuk kepentingan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan.
pertolongan dan penertiban masyarakat.
c). Konsep Pelayanan Samapta / Polri
Konsep
Pelayanan
Kepolisian
mengandung pengertian pada dasar nya tidak
jauh beda dengan Konsep Pelayanan
Masyarakat yang biasa digunakan oleh Polri
tanpa mengingkari bahwa sebagai aparat
pemerintahan, sebagai lembaga kepolisian
adalah salah satu unsur pelayanan masyarakat
(publik servant), tetapi pada waktu berbicara
tentang tugas Polri ,istilah pelayanan masyarakat
dapat menimbulkan pengertian yang keliru,
karena memberikan penekanan kepada obyek
yang dilayani, tanpa memberikan batas apa yang
dilayani.
Dengan
menggunakan
istilah
pelayanan masyarakat Polri bisa dituntut oleh
setiap warga masyarakat untuk dilayani segala
sesuatu yang mungkin diluar bidang tugas dan
wewenangnya.
Pelayanan kepolisian ( Policed Service)
mengandung pengertian yang menekankan
kepada subjek (polisi) dan sekaligus membatasi
bahwa pelayanan adalah jasa (fungsi)
kepolisian .ini berarti bahwa pelayanan oleh
polisi kepada masyarakat tidak mencakup pada
segala sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat
tetapi terbatas pada hal-hal berkaitan dengan
fungsi kepolisian .

Terlepas dari rumusan peraturan


perundang-undangan yang berlaku, amanat yang
dibebankan kepada lembaga kepolisian sejak
kelahirannya adalah menegakkan hukum dan
memelihara keamanan dan ketertiban umum ,
karena di pandang relatif berkembang menjadi
membina. Dengan menghayati latar belakang
pembentukan
kepolisian.
Dapat
di
identifikasikan bahwa harapan masyarakat yang
esensial dari penyelengaraan fungsi kepolisian.7
C. Konsep Pengedalian Massa
Dala Penyampaian pendapat dimuka
umum adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan dan atau
tulisan secara bebas dan bertanggung jawab
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku .
Maka
pelayanan
dan
pengendalian massa dalam rangka menghadapi
kegiatan unjuk rasa di jalan raya ,di
gedung/bangunan penting dan lapangan/lahan
terbuka ,baik yang dilakukan secara tertib atau
tidak tertib , perlu disikapi dengan arif
,bijaksana ,tegas ,konsisten dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum.
D. Pengertian Unjuk Rasa dan Pengendalian
Massa
Menurut kamus tata negara yang
dimaksud dengan unjuk rasa adalah Pernyataan
umum yang disampaikan oleh sekelompok
orang dengan memperlihatkan sikap mereka
yang tidak menyetujui suatu hal dengan jalan
atau pemogokkan. Menurut kamus bahasa
indonesia ilmiah popular yang dimaksud dengan
unjuk rasa adalah tindakan bersama untuk
menyatakan protes pertunjukan mengenai caracara penggunaan suatu alat pamer.
Menurut Undang-undang No. 9 Tahun
1998 Pasal 1 Butir 1 , Yang dimaksud dengan
unjuk rasa adalah Hak dari setiap warga negara
untuk menyampaikan pikiran dengan lisan ,
tulisan dan sebagainya secara bebas serta
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undagan yang berlaku .
Pasal 10 Undang-undang No.9 tahun 1997
terdapat tata cara menyampaikan pendapat
dimuka umum diantaranya :
7

Polres Sukabumi, @ yahoo.com diakses


tanggal 3 Januari 2012

Penyampaian
pendapat
dimuka
Umum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib
diberitahukan secara tertulis kepada polri .
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1 ) disampaikan oleh
Orang yang bersangkutan, pemimpin , atau
penanggung jawab kelompok .

mengusir massa dengan tembakan air ke arah


demonstran .

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam


ayat ( 1) selambat-lambatnya 3 kali 24 jam
sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh
polri setempat .
Pemberitahuan secara tertulis sebagaiman
dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku lagi
untuk kegiatan ilimiah dan kegiatan keagamaan .
Setiap masyarakat mempunyai hak yaitu hak
untuk menyampaikan pendapat. Apabila setiap
masyarakat merasa hak nya dilanggar, maka
masyarakat berhak mengeluarkan pendapatnya
dengan cara unjuk rasa asal tidak melanggar
peraturan dan wajib menghormati hak dan
kebebasan orang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan .

3)
Kendraan taktisn APC, kendraan taktis
berlapis yang dipergunakan untuk melakukan
penyelamatan VIP apabila VIP tersebut
dilakukan
penyandraan oleh pengunjuk
rasa .
4) Kendaraan taktis Security Barrier kendaraan
taktis ini memuat kawat
berduri , yang
mana kawat berduri ini dipergunakan untuk
menghambat gerak laju massa yang berunjuk
rasa
apabila
pengunjuk
rasa
sudah
mengarah kepada perbuatan anarkis .

Pengendalian massa diatur Peraturan


Kapolri Nomor : 16 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengendalian
Massa.
Dalmas
(pengendalian massa) adalah kegiatan yang
dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka
menghadapi massa pengunjuk rasa, yang satuan
kerja nya berada dalam naungan satuan kerja
Samapta pada induk organisasi tiap-tiap Polda
serta satuan kewilayahan Resort kota Besar,
Resort Kota dan Resort yang berbentuk pasukan
yang bertugas untuk mengendalikan massa pada
garis terdepan di dalam memberikan tindakan
penanganan kerusuhan massa yang terjadi pada
setiap satuan kewilayahan.
Ketentuan Jumlah Kekuatan Dalmas
menurut Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006
tiap Polda harus mempunyai kekuatan Dalmas 2
(dua) Kompi pasukan, tiap kompi terdiri 3 (tiga)
pleton , sedangkan tiap pletonnya terdiri dari 31
(tiga puluh satu ) personil dan dikepalai oleh
2(dua) orang komandan kompi (danki) , 6
(enam) komandan Pleton (Danton) serta seorang
Kepala Satuan Dalmas (Kasat Dalmas), Dalmas
Polda juga di dukung oleh 4 (empat) unit
Kendraan Taktis (Rantis) yaitu :
1) Kendaraan taktis Jenis Air Water Canon
(AWC), Kendraan taktis ini memuat water
canon (senjata air) yang digunakan untuk

2)
Kendaraan rantis Dare-V, kendaraan ini
berisikan peralatan SAR dan digunakan untuk
melakukan penyelamatan atau evakuasi apabila
terjadi bencana alam .

Cara Pengendalian massa oleh satuan


dalmas menurut Peraturan Kapolri No.16 Tahun
2006, yang diatur dalam Pasal 1 : Pengendlian
massa yang selanjutnya disebut Dalmas adalah
kegiatan yang dilakukan oleh satuan satuan Polri
dalam rangka mengendalikan massa pengunjuk
rasa.
Dalmas awal adalah satuan dalmas yang
tidak dilengkapi dengan alat-alat perlengkapan
khusus
kepolisian,
digerakkan
dalam
menghadapi kondisi massa masih tertib dan
teratus/ situasi hijau. Dalmas lanjut adalah
satuan dalmas yang dilengkapi dengan alat-alat
perlengkapan khusus kepolisian, digerakkan
dalan kondisi massa sudah tidak tertib/ situasi
kuning .Lapis Ganti adalah kegiatan peralihan
kendali dari satua dalmas awal ke dalmas lanjut
, lintas ganti adalah kegiatan peralihan kendali
darfi satuan kompi dalmas lanjut kepada satuan
kompi/detasemen penanggulangan huru hara
brimob.
Kendali adalah kegiatan yang dilakukan
oleh kepala kepolisi Kewilayahan seperti :
Sektor /Ta / Metropolitan, Kepala Kepolisian
Resort (Kapolres), Kapolres Kota (KapolresTa),
Kapolres Metro, Kapoltabes Kepala Kepolisian
Kota Besar), Kepala Kepolisian wilayah
(Kapolwil), Kepala Kepolisian wilayah Kota
Besar (Kapolwil Tabes) , dan Kapolda untuk
mengatur segala tindakan pasukan dilapangan
pada lokasi unjuk rasa atau areal tertentu dalam
rangka mencapai suatu tujuan .

Kendali umum adalah pengendalian oleh


Kapolda untuk mengatur seluruh kekuatan dan
tindakan pasukan dilapangan dalam unjuk rasa
pada kmondisi dimana massa pengunjuk rasa
sudah melakukan tindakan-tindakan melawan
hukum dalam bentuk pengancaman, pencurian
dengan kekerasan, pengrusakan, pembakaran,
penganiayaan
berat,
teror,
intimidasi,
penyandraan dan lain sebagainya selanjutnya
disebut dengan situasi merah.
Penanggulangan huru hara yang
selanjutnya disebut PHH adalah rangkaian
kegiata atau pross/cara dalam mengantisipasi
atau menghaapi terjadinya kerusuhan massa atau
huru hara guna melindungi warga masyarakat
dari akses yang timbul .8
Cara bertindak satuan Dalmas Awal .
Cara bertindak satuan Dalmas awal
untuk siatuasi tertib/ hijau yang tidak dilengkapi
alatalat perlengkapan khusus kepolisian
sebgaimana diatur dalam pasal 8 Peraturan
kapolri No. 16 Tahun 2006.
Cara bertindak pada dalmas awal untuk
situasi tertib/ hijau adalah pada saat massa unjuk
rasa bergerak dan atau pawai, dilakukan
pelayanan melalui pengawalan dan pengamanan
oleh anggota Samapta/ Lantas. Satuan dalmas
dan/atau satuan pendukung memberikan
himbauan kepolisian dan himbauan dapat
dilakukan dengan menggunakan helikopter.
Pada saat massa unjuk rasa tidak
bergerak/mogok, komandan kompi (danki)
dan/atau komandan pelton (danton) dalmas awal
membawa pasukan menuju objek dan turun dari
kendraan langsung membentuk formasi dasar
bersyaf satu arah dengan memegang tali dalmas
yang sudah direntangkan oleh petugas tali
dalmas .
Melakukan rekaman jalannya unjuk rasa
menggunakan video kamera baik bersifat umum
maupun khusus/ menonjol selama unjuk rasa
berlangsung . Satuan pendukung melakukan
kegiatan sesuai dengan fungsi masing-masing.
Negosiator berada didepan pasukan
dalmas
awal,
melakukan
perundingan/
negosiasi dengan koordinator lapangan untuk
8

Peraturan Kapolri No.16 Tahun 2006 Tentang


Pengendalian Masa

menampung dan menyampaikan aspirasi


.Negosiator melaporkan kepada kapolsek dan
atau Kapolres tentang tuntutan pengunjuk rasa
untuk diteruskan kepada pihak yang dituju .
Negosiator
dapat
mendampingi
perwakilan pengunjuk rasa menemui pihak yang
dituju untuk menyampaikan aspirasi. Apabila
massa pengunjuk rasa tuntutanya meminta
kepada pimpinan instansi/pihak yang dituju
untuk datang ditengah/tengah massa berunjuk
rasa guna memberikan penjelasan, maka
negosiator melaporkan kepada kapolsek /
Kapolsekta /Kapolsek Metro /Kapolres/
Kapolresta/Kapoltabes/Kapolwil/Kapolwiltabes/
Kapolda meminta agar pimpinan instansi/pihak
yang dituju dapat memberikan penjelasan
ditengah-tengah pengujuk rasa.
Kapolsek/Kapolsekta/Kapolsek metro/
Kapolres/
Kapolresta/
Kapolres
metro/
Kapoltabes/ Kapolwil/ Kapolwil tabes/ Kapolwil
metro/ Kapolda dan negosiator mendampingi
pimpinan instansi/pihak yang dituju atau yang
mewakili pada saat memberikan penjelasan.
Mobil penerangan dalmas berada dibelakang
pasukan dalmas awal untuk melakukan
himbauan
kepolisian
oleh
Kapolsek/Kapolsekta/Kapolsek metro selaku
pengendali taktis. Danton dan atau danki dalmas
melaporkan setiap perkembangan situasi kepada
Kapolsek/Kapolsekta/
Kapolsek
metro/
kapolres/
Kapolresta/
Kapolwil
tabes/
Kapoltabes/ Kapolda . Apabila
situasi
meningkat dari tertib hijau ke tertib kuning
maka dilakukan dengan lapis ganti dengan
dalmas lanjut .
Cara bertindak satuan Dalmas Lanjut
Cara bertindak satuan Dalmas lanjut
pada situasi tidak tertib/ kuning yang dilengkapi
alat alat perlengkapan khusus kepolisian
sebgaimana diatur dalam pasal 9 Peraturan
kapolri No. 16 Tahun 2006
Cara bertindak dalmas pada situasi tidak
tertib/ kuning adalah pada saat merasa menutup
jalan dengan cara duduk-duduk, tidur-tiduran,
aksi teatrikal, dan aksi sejenis nya maka pasukan
dalmas awal mampu menertipkan, mengangkat
dan memindahkan ketempat yang netral dan
atau lebih aman dengan cara persuasif dan
edukatif.

Negosiator tetap melakukan negosiasi


dengan korlap semaksimal mungkin. Satuan
pendukung atau polisi udara melakukan
pemantauan dan memberikan himbauan
kepolisian dari udara dan satuan pendukung
lainya melaksanakan tugas sesuai denagn fungsi
dan peran nya. Dapat menggunakan unit satwa
dengan formasi bersyaf di depan dalmas awal
untuk melindungi saaat melakukan proses lapis
ganti dengan dalmas lanjut.

Cara bertindak Dalmas Lapis ganti


Lapis ganti adalah kegiatan peralihan
dari satuan dalms awal ke dalmas lanjut yang
dilakukan oleh PHH Brimob sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 Peraturan kapolri No. 16 Tahun
2006, cara bertindak pada PHH dalam situasi
melanggar hukum/ merah adalah : Kapolda
memerintahkan kepada kepala detasemen
/kompi PHH brimob untuk lintas ganti dengan
dalmas lanjut .

Atas perintah kapolres dalmas lanjut


maju dengan cara lapis ganti dan membentuk
formasi bersyaf dibelakang dalmas awal,
kemudian dengan saf kedua dan ketiga dalmas
awal membuka ke kanan dan kekiri untuk
mengambil
perlengkapan
dalmas
guna
melakukan penebalan kekuatan dalmas lanjut, di
ikuti saf kesatu untuk melakukan kegiatan yang
sama setelah tali dalmas di gulung .Setelah
dalmas awal dan dalmas lanjut membentuk
formasi lapis bersaf unit satwa ditarik
kebelakang menutut kanan dan kiri dalmas .

Lapis ganti ini dilakukan karena massa


pengunjuk rasa telah melakukan tindakan
anarki, tindakan anarki oleh massa dapat terjadi
antara lain dilatar belakangi oleh rasa sakit hati
,dendam, kecewa , bertedensi politik, yang
ditujukan kepada perorangan , kelompok
tertentu , instansi , pemerintah dan diwujudkan
dalam bentuk tindakan kekerasan seperti
merusak, membakar, melawan petugas ,
menajarah, menganiaya, memperkosa dan
membunuh.

Apabila pengunjuk rasa semakin


memperlihatkan prilaku menyimpang maka
kapolres/kapolresta/kapolresmetro/kapoltabes/ka
polwil/kapolwiltabes memberikan himbauan
kepolisian. Apabila eksalasi meningkat dan atau
massa melempari petugas dengan benda keras,
dalmas lanjut melakukan sikap perlindungan,
selanjutnya,Kapolres/kapolresra/kapolresta/kapo
lwiltabes/kapoltabes/kapolwil/ka polwil tabes
memerintahkan danki dalmas lanjut untuk
melakukan tindakan hukum.
Kendaraan taktis pengurai massa maju
melakukan
tindakkan
mengurai
massa,
bersamaan dengan itu dalma lanjut maju
mendorong massa .
Petugas pemadam api dapat melakukan
pemadaman api (Pembakaran ban, spanduk,
bendera dan alat peraga lainya).
melakukan pelemparan dan menembakkan gas
air mata .
Komandan kompi (Danki) dalmas
melaporkan setiap perkembangan situasi kepada
kapolres/kapolresta/kapolres
metro/kapoltabes/kapolwil/kapolwil
tabes
melaporkan kepada kapolda selaku pengendali
umum agar dilakukan lintas ganti dengan
detasemen/kompi penanggulangan huru-hara
(PHH) brimob.

Tindakan anarki dari massa merupakan


bentuk pelanggaran hukum yang sudah
mengarah kepada membahayakan keamanan dan
ketertiban masyarakat yang perlu dilakukan
penindakan secara cepat, tepat, dan tegas dengan
tetap mengedepankan Ham (Hak Azasi
Manusia) serta prosedur tindakan yang berlaku
apabila upaya persuasif dan negosiasi lagi
dindahkan oleh massa.
Setelah dialkukan lapis ganti , maka
Detasemen/kompi PHH Brimob maju untuk
membentuk formasi bersaf sedangkan pasukan
dalmas lanjut melakukan penutupan serong kiri
dan kanan (situasional) terhadap pasukan
detasemen/kompi PHH Brimob dan di ikuti unit
satwa, rantis pengurai massa samapta
membentuk formasi sejajar dengan rantis
pengurai massa detasemen PHH brimob.
Dalmas lanjut dan rantis pengurai massa
samapta bergerak mengikuti aba-aba dan
gerakan detasemen/kompi PHH brimob. Apabila
pada satuan kewilayahan yang tidak ada
detasemen/kompi PHH Brimob, maka kapolda
sebagai pengendali umum memerintahhkan
kapolres/kapolresta
menurunkan
pelton
penindak samapta untuk melakukan penindakan
hukum yang didukung oleh satuan dalmas lanjut
polres/polresta terdekat .

Cara bertindak PHH brimob menurut


Protap /01/ V/ 2004 dalam mengendalikan
massa anarkis seperti melempar petugas ,
membakar ban di jalan umum adalah secara
bertahap Petugas PHH Brimob menghimbau (
atas nama Undang-undang agar saudara-saudara
bubar , di hitung sampai 5 kali ), kalau tidak
diindahkan maka di lakukan tembakan salvo
dengan peluru hampa sebanyak 3 kali, masih
tidak dindahkan di lemparkan /tembakan gas air
mata.
Menghadapi
massa
yang
sudah
melakukan anarkis seperti melawan petugas
,merusak, menjarah, menganiaya, memperkosa ,
membunuh maka atas perintah Kasatwil
serendah-rendahnya Kapolres langkah yang
diambil secara bertahap adalah tembakan pantul
dengan peluru karet ( jarak 25 sampai dengan 50
meter) dilakukan
secara serentak , serta
tembakan terbidik dengan peluru karet , jarak
aman 25 sampai dengan 50 meter.9
D.
Menyampaikan Pendapat Di Depan
Umum
Kegiatan
penyampaian pendapat
dimuka umum disebut juga aksi ujuk rasa /
demontrasi, diatur dalam undang-undang no.9
tahun 1998 pasal 1 ayat 1 dan ayat 3 serta orang
yang melakukan demonstrasi / unjuk rasa
disebut demonstran. Beberapa hal yang perlu
diketahui oleh seluruh pihak, kelompok yang
bersangkutan dalam menyampaikan pendapat
dimuka umum diatur dalam pasal 9 undangundang no.9 tahun 1998, yaitu :
Bentuk peyampaian pendapat dimuka umum
dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa /
demonstrasi, pawai, rapat umum, dan atau
mimbar bebas.
Penyampaian pendapat dimuka umum
sebagaimana dimaksud ayat (1), dilaksanakan
ditempat-tempat terbuka untuk umum kecuali :
dilingkungan kepresidenan, tempat ibadah,
instalasi militer, pelabuhan udara/laut, stasiun
kereta api,terminal angkutan darat, objek-objek
vital nasional dan hari besar nasional.
Pelaku/peserta penyampaian pendapat dimuka
umum, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilarang membawa benda-benda yang dapat
membahayakan keselamatan umum.
9

Prosedur tetap tahun 2004 Tentang Tindakan Tegas


Terukur Terhadap Perbuatan Anarki

Penyampaian pendapat dimuka umum


yang diharapkan masyarakat saat ini adalah
yang bersifat damai, tertib dan tidak menganggu
kenyamanan masyarakat dalam melakukan
kegiatan / aktivitas lainnya. Hal ini sudah diatur
dalam pasal 6 Undang-undang no.9 tahun 1998
tentang KMPDU ( Kebebasan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum ) yaitu warga
negara yang menyampaikan pendapat dimuka
umum berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk:
Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain
Menghormati aturan-aturan moral yang diakui
umum,Mentaati hukum dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, Menjaga dan
menghormati keamanan dan ketertiban umum;
dan Menjaga keutuhan persatuan bangsa.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh
para demonstran sewaktu menyampaikan
pendapat dimuka umum sebagaimana yang telah
diatur dalam Pasal 10 undang-undang No.9
tahun 1998 bahwa :
Penyampaian
pendapat
dimuka
umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib
diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang
bersangkutan, pemimpin, atau penanggung
jawab kelompok.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 kali 24 jam
sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh
Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi kegiatan ilmiah dikampus dan
kegiatan keagamaan.
Pada Pasal 11 undang-undang No.9
tahun 1998 tentang KMPDU ( Kebebasan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum )
pihak kepolisian akan memberikan izin terhadap
pihak / kelompok apabila surat pemberitahuan
tersebut berisikan :
Maksud dan tujuan,tempat, lokasi, dan rute,
waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab,
nama
dan
alamat
organisasi,
kelompok/perorangan;
Alat peraga yang dipergunakan; dan atau
jumlah peserta

Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Dalam
usaha
memecahkan
permasalahan yang penting untuk ditentukan
pendekatan masalah yang akan digunakan agar
memudahkan untuk memecahkan permasalahan
tersebut , melihat judul dan perumusan masalah,
pendekatan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris
yaitu penelitian yang mengkaji peranan
perumusan
perundang-undangan
tentang
pengendalian massa oleh Samapta. Sifat
penelitian ini deskriptif yang memberikan
gambaran
secara
objektif
mengenai
permasalahan-permasalahan yang penulis angkat
berdasarkan data-data yang penulis dapatkan
dilapangan yang mengacu kepada ketentuanketentuan yang berlaku

penelitian dalam rangka memperoleh informasi


terkait objek penelitian.
Wawancara (interview), semi terstruktur
interview adalah wawancara yang dilakukan
dengan berpedoman pada daftar pertanyan
terhadap 3 (tiga) orang anggota Dalmas Samapta
Polda Sumbar yang sedang melaksanakan
Pengamaman unjuk rasa dan kemudian
pertanyaan itu dapat dikembangkan lagi.
Observasi, metode atau cara-cara yang
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan
melihat atau mengamati individu atau kelompok
secara langsung.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan
proses editing yaitu memproses pemilihan data
yang telah dilakukan untuk memperoleh data
yang relevan.

2. Jenis dan Sumber Data


Sebagai bahan pengumpulan data ,
maka penulis akan memakai data primer dan
sekunder.
Data Primer adalah merupakan data yang
diperoleh dari hasil penelitian di lapangan yaitu
di Polda Sumbar.
Data Sekunder adalah data pokok yang
diperoleh dari bahan-bahan hukum yaitu terdiri
dari :
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum
yang mengikat yang terdiri dari :
a.) Peraturan Kapolri No. Pol : 16 tahun 2006,
tanggal 5 Desember 2006, Tentang Pedoman
Pengendalian massa
b) Protap (Prosedur Ketetapan) No 01 / V /
2001 . tanggal 2 Mei 2004 tentang Tegas dan
Terukur terhadap perbuatan Anarkis .
Bahan hukum Sekunder Yaitu bahan yang
memberikan pejelasan mengenai bahan hukum
primer seperti rancangan penjelasan mengenai
bahan hukum primer berupa rancangan undangundang ,hasil penelitian dan hasil karya dari
kalangan ahli hukum yang berkaitan dengan
pengendalian massa .Bahan Hukum Tertier yaitu
dari kamus, enksiklopedi, bibliografi
3.

Teknik / Alat Pengumpulan data

Studi Dokumen, merupakan teknik pegumpulan


data yang tidak langsung ditujukan pada subjek

Analisa data yang dilakukan adalah


analisa secara kualitatif yaitu pengkajian data
sesuai dengan masalah yang diteliti dalam
bentuk kalimat .

Hasil Penelitian
A. Pelaksanaan Pengendalian Massa Yang
berunjuk Rasa Oleh Satuan Samapta Pol
Sumbar
Kepolisian Daerah Sumatera Barat dalam
memberikan rasa aman dan tentram diwilayah
hukum pada setiap satuan Kewilayahan
berupaya semaksimal mungkin memberikan dan
memperdayakan setiap satuan kewilayahan
menyajikan hal tersebut kepada masyarakat dan
setiap fungsi Kepolisian yang ada untuk
menjalankan tugas secara baik dan benar . Hal
ini didukung dengan segenap kemampuan yang
ada pada setiap satuan kewilayahan baik
profesionalitas kemampuan anggota dilapangan
maupun fasilitas pendukung dalam kelancaran
pelaksanaan tugas.
Satuan fungsi yang ada di Polda Sumbar
dituntut untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing di bawah kendali
kapolda sumbar para Kepala biro dan Direktur

dalam fungsinya masing-masing untuk dapat


saling membantu dan berkoordinasi dalam
menciptakan rasa aman di tengah-tengah
masyarakat.
Dalmas Polda sumbar yang diemban
oleh Satuan Fungsi Samapta memberikan
pelayanan penanganan kasus kerusuhan massa
yang terjadi di setiap satuan kewilayahan
(Polres-Polres /Ta) sejajaran Polda Sumbar.
Dalmas adalah satuan terdepan di dalam
memberikan tindakan dalam penanganan
kerusuhan massa yang terjadi pada setiap satuan
kewilayahan . Untuk mengemban tugas berat itu
agar tidak terjadi pelanggran Ham (Hak Asasi
Manusia) dalam penanganan kerusuhan massa.
Maka satuan Dalmas Samapta polda
sumbar
terus
melakukan
latihan-latihan
pergerakan dalmas memakai peralatan dalmas
maupun tanpa memakai peralatan dalmas, tidak
lupa juga latihan fisik yang mana sangat
menunjang / sangat berpengaruh dalam
melakukan pergerakan dalmas, dalam hal ini
Satuan dalmas Polda Sumbar telah melakukan
simulasi-simulasi dalam penangan kerusuhan
massa .
Kekuatan dalmas polda Sumbar adalah
kekuatan kompi (Kie) maka pergerakan
pergerakan dalmas Polda Sumbar juga
pergerakan
kompi
dalam
melakukan
pengendalian kerusuhan massa. yang dipakai
dalam pergerakan pelton, hanya saja kekuatan
/personil yang di gunakan dalam pergerakan
kompi lebih banyak (berlipat ganda), karna
kekuatan satu kompi terdiri dari 3 (tiga) pelton.
Bentuk formasi yang digunakan oleh Satuan
dalmas adalah formasi berbanjar, formasi
bersyaf, formasi Paruh Lembing, dan Formasi
Dasar, Sedang kan bentuk sikap yang dimiliki
Satuan Dalmas dalam mengendalikan massa
adalah Sikap siaga, sikap dorong dan sikap
maju.
Faktor penyebab terjadinya kerusuhan
massa adalah kurangnya koordinasi antara
pengunjuk rasa dengan aparat keamanan dalam
hal ini kepolisian. Koordinasi yang dilakukan
antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan
bukan hanya dilakukan sebelum terjadinya
kegiatan saja, tapi juga dilakukan koordinasi
saat kegiatan berlangsung. Koordinasi dalam hal
ini merupakan koordinasi dengan pihak
negosiator dari Kepolisian sebagai upaya
pengamanan kegiatan unjuk rasa.

Apabila terjadi kerusuhan massa di


setiap satuan kewilayahan (Polres/ Polresta/
Poltabes ) sejajaran Polda sumbar, maka satuan
dalmas Polda Sumbar akan segera bergerak
guna memberikan bantuan kekuatan terhadap
satuan kewilayahan dengan cepat dan tanggap
agar situasi kamtipmas bisa kondusif di wilayah
tersebut.
Satuan Dalmas Polda Sumbar adalah
merupakan satuan pendukung bagi dalmasdalmas yang berada pada satuan kewilahan, hal
ini berguna agar penanganan tugas yang
dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan
apa yang diharapkan. Satuan Dalmas Samapta
Polda sumbar melakukan bek-up (bantuan)
kekuatan pada setiap satuan kewilayahan
(Polres/ta/ Tabes) sejajaran Polda sumbar
apabila satuan kewilayahan meminta bantuan
kekuatan ke Polda sumbar, karena di perkirakan
massa pengunjuk rasa tersebut akan melakukan
aksinya dalam jumlah yang besar serta di
indikasikan akan berbuat anarkis, walau massa
pengunjuk rasa tersebut berjumlah kecil dan
atau di perkirakan tidak akan melakukan
perbuatan anarkis maka satuan kewilayahan
tidak meminta bantuan kekuatan, cukup
menggunakan kekuatan yang ada pada satuan
kewilayahan nya saja, serta menggunakan cara
persuasif dan edukatif dalam mengendalikan
massa sewaktu berunjuk rasa.
Susunan kekuatan satuan Samapta
Dalmas Polda Sumbar terdiri dari Kekuatan
pasukan dalmas Samapta Polda Sumbar terdiri
dari 2 (dua) kompi, masing-masing kompi terdiri
dari 3 (tiga) pelton dan tiap pelton nya
berjumlah 29 orang termasuk komandan pelton
Danton) nya, dengan jumlah kekuatan satu
kompi 88 orang di tambah satu orang komandan
kompi, serta jumlah keseluruhannya 176 orang .
Unit satwa sebagai pendukung Dalmas
Samapta Polda sumbar dengan kekuatan
personil 6 orang dengan ka unit nya serta 3 ekor
ajing pelacak yang berpangkat Ajun Komisaris
Polisi (AKP) dengan keahlian menjinakkan
bom, 2 ekor berpangkat Inspektur satu (Iptu)
dengan keahlian melacak Narkoba dan
kemampuan umum.
Unit rantis ( kendraan taktis) yang dipimpin satu
orang Ka Unit dengan jumlah personil 34 orang,
sebagai pendukung peralatan dalmas yang
digunakan untuk mengendalikan massa yang

mulai anarkis, tiap jenis kendraan mempunyai


kemampuan yang berbeda seperti :
Rantis Dare- V, kendraan taktis ini berisikan
peralatan Sar yang gunanya untuk melakukan
penyelamatan/ evakuasi korban apabila terjadi
bencana alam, jumlah kekuatan personil pada
kendraan ini berjumlah 5 orang.
Rantis Air water Canon (Awc),
kendraan ini memuat meriam air yang
digunakan untuk mengusir massa dengan cara
menembakkan air kearah pengunjuk rasa,
dengan kekuatan personil 11 orang.
Rantis security Barrier, kendraan ini memuat
kawat berduri, yang mana kawat tersebut
digunakan menghambat laju pengunjuk rasa
dengan cara merentang kawat tersebut, kekuatan
personil berjumlah 11 orang.
Rantis APC, kendraan taktis berlapis yang
dipergunakan untuk melakukan penyelamatan
VIP sewaktu dilakukan penyanderaan oleh
pengunjuk rasa, kekuatan personil berjumlah 4
orang.
Sebelum melakukan pengamanan pada
massa yang berunjuk rasa maka Kepolisian
harus mengetahui dulu karakteristik massa
pengunjuk rasa. Karakteristik massa pengunjuk
ras
a dianalisa oleh Kepolisian dari fungsi
Intelkam. Disini akan dipelajari mengenai
keadaan profil pengunjuk rasa, psikologi
pengunjuk rasa, karakteristik massa serta isu
yang
dibawakan.
Tujuan
mempelajari
karakteristik pengunjuk rasa adalah untuk
mengetahui seberapa besar kemungkinan
terjadinya kerusuhan dalam unjuk rasa dan
langkah langkah apa yang akan diambil, untuk
selanjutnya dilakukan persiapan personel dan
perlengkapan Dalmas.
Prosedur / tata cara pengendalian massa
yang berunjuk rasa oleh satuan samapta Polda
Sumbar berdasarkan surat pemberitahuan oleh
pimpinan pelaksana unjuk rasa kepada satuan
kewilayahan
(kasatwil).
Setelah
satuan
kewilayahan menerima surat pemberitahuan dari
pimpinan pengujuk rasa maka kasatwil
memberitahu kepada Polda Sumbar dengan
mempertimbangkan jumlah pengujuk rasa.
Maka Kapolda memerintahkan Direktur
Samapta
untuk
mempersiapkan
dan
mengirimkan anggotanya ke lokasi ujuk rasa
dan berada dibawah kendali Kasat wilayah yang
bersangkutan.

Sebelum pelaksanaan Dalmas Kepala


kesatuan akan melaksanakan acara pimpinan
pasukan (APP) kepada seluruh anggota
Kesatuan dalmas yang terlibat dalam Dalmas
dengan menyampaikan : Gambaran massa yang
akan dihadapi oleh kesatuan kekuatan Dalmas
(jumlah, Karakteristik, tuntutan dan alat yang
dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang
akan terjadi selama unjuk rasa. Gambaran situasi
objek dan jalan raya tempat unjuk rasa,Rencana
urutan dan langkah serta tindakan yang akan
dilakukan oleh satuan Dalmas.
Dapat dikemukanan disini pengendalian
massa yang dilakukan Samapta Polda Sumbar,
pada tanggal 28 Maret 2012 DPD HTI ( Dewan
Hizbut Tahrir Indonesia provinsi sumbar yang
dipimpin atau sebagi korlap (kordinator
lapangan) Kahlid melakukan unjuk rasa di
halaman kantor DPRD Provinsi Sumatera Barat
melakukan unjuk rasa dengan jumlah pengunjuk
rasa sebanyak 120 orang dengan berorasi
menyampaikan penolakan kenaikan bahan bakar
minyak (BBM).
Para pengunjuk rasa melakukan aksi
teatrikal menuntut pembatalan kenaikan BBM di
lapangan kantor DPR dengan tertib yang tidak
menggangu ketertiban umum .
Pergerakan dalmas yang dilakukan oleh
satuan dalmas dalam mengendalikan massa
adalah Gerakan dalmas Awal, yaitu Gerakan
Dalmas yang tidak dilengkapi dengan alat-alat
perlengkapan khusus kepolisian apabila dalam
situasi hijau (kondusif). Pada situasi hijau
pasukan dalmas Polda Sumbar masih stand by
pada lokasi yang telah di tentukan oleh
pimpinan pasukan karena pengendalian pada
situasi tersebut masih di pegang oleh satuan
kewilayahan (Polres/ta) yang mana pada situasi
tersebut pasukan dalmas terdiri dari tiga pleton
dalmas dilengkapi alat seperti : Truk,
Megaphone, handy talky, Tali Dalmas sepanjang
20 (dua puluh ) meter, Camera digital, Handy
Came .
Pasukan
dalmas
melakukan
pengamanan terhadap pengunjuk rasa dengan
cara memberikan pengamanan terhadap
pengunjuk rasa serta tim negosiator melakukan
negosiasi dan menampung/menerima aspirasi
pengunjuk rasa telah sesuai dengan pasal 8
Perkap nomor : 16 Tahun 2006 Pengendalian
massa , yaitu :

Cara bertindak pada dalmas awal untuk


situasi tertib/ hijau adalah pada saat massa unjuk
rasa bergerak dan atau pawai, dilakukan
pelayanan melalui pengawalan dan pengamanan
oleh anggota Samapta/ Lantas. Satuan dalmas
dan/atau satuan pendukung memberikan
himbauan kepolisian dan himbauan dapat
dilakukan dengan menggunakan helikopter.
Pada saat massa unjuk rasa tidak
bergerak/mogok, komandan kompi (danki)
dan/atau komandan pelton (danton) dalmas awal
membawa pasukan menuju objek dan turun dari
kendraan langsung membentuk formasi dasar
bersyaf satu arah dengan memegang tali dalmas
yang sudah direntangkan oleh petugas tali
dalmas .
Melakukan rekaman jalannya unjuk rasa
menggunakan video kamera baik bersifat umum
maupun khusus/ menonjol selama unjuk rasa
berlangsung. Satuan pendukung melakukan
kegiatan sesuai dengan fungsi masing-masing.
Negosiator berada didepan pasukan
dalmas
awal,
melakukan
perundingan/
negosiasi dengan koordinator lapangan untuk
menampung dan menyampaikan aspirasi
.Negosiator melaporkan kepada kapolsek dan
atau Kapolres tentang tuntutan pengunjuk rasa
untuk diteruskan kepada pihak yang dituju .
Negosiator
dapat
mendampingi
perwakilan pengunjuk rasa menemui pihak yang
dituju untuk menyampaikan aspirasi. Apabila
massa pengunjuk rasa tuntutanya meminta
kepada pimpinan instansi/pihak yang dituju
untuk datang ditengah/tengah massa berunjuk
rasa guna memberikan penjelasan, maka
negosiator
melaporkan
kepada
kapolsek/Kapolsekta/KapolsaekMetro/Kapolres/
Kapolresta/Kapoltabes/Kapolwil/Kapolwiltabes/
Kapolda meminta agar pimpinan instansi/pihak
yang dituju dapat memberikan penjelasan
ditengah-tengah pengujuk rasa.
Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro/
Kapolres/
Kapolresta/
Kapolres
metro/
Kapoltabes/ Kapolwil/ Kapolwil tabes/ Kapolwil
metro/ Kapolda dan negosiator mendampingi
pimpinan instansi/pihak yang dituju atau yang
mewakili pada saat memberikan penjelasan .
Mobil penerangan dalmas berada
dibelakang pasukan dalmas awal untuk
melakukan
himbauan
kepolisian
oleh
Kapolsek/Kapolsekta/Kapolsek metro selaku

pengendali taktis. Danton dan atau danki dalmas


melaporkan setiap perkembangan situasi kepada
Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro/
kapolres/
Kapolresta/
Kapolwil
tabes/
Kapoltabes/ Kapolda . Apabila
situasi
meningkat dari tertib hijau ke tertib kuning
maka dilakukan dengan lapis ganti dengan
dalmas lanjut .
Berdasarkan hasil wawancara terhadap
tiga orang petugas dalmas samapta Polda
Sumbar yang bernama Brigadir Edi Alamsah,
Briptu Renold Vernandes dan Brigadir Antoni
mengatakan bahwa petugas dalmas telah tepat
sesuai prosedur melakukan pengendalian unjuk
rasa sebagaimana diatur oleh peraturan Kapolri
No.16 tahun 2006.
Sewaktu pemeritah hnedak menaikan
harga BBM mendapat tantangan atau penolakan
dari berbagai lapisan masyarakat di seluruh
indonesia karena keadaan ekonomi masih sulit
dan tingkat kemiskinan masih tinggi , salah
satunya di wilayah sumatera Barat kusus nya
kota Padang selaku ibu kota provinsi, Pada hari
kamis tanggal 29 Maret 2912 kelompok
KAMMI (Kesatuan aksi mahasiswa musim
Indoensia), Aliansi cipayung Kota Padang,
Aliansi mahasiswa LIMA MIRA (lingkar
Mahasiswa Muhamadiyah Sumbar) melakukan
aksi demo dengan demontran lebih kurang 1000
orang , sebagai kordinator lapangan Jimmi Syah
dan Ferdi , dengan tuntutan menolak kenaikan
bahan bakar minyak (BBM) dengan cara
berorasi dan menduduki kantor DPR Provinsi
sumbar
Pada mulanya pergerakan dalmas yang
dilakukan
oleh
satuan
dalmas
dalam
mengendalikan massa adalah Gerakan dalmas
Awal ,yaitu Gerakan Dalmas yang tidak
dilengkapi dengan alat-alat perlengkapan khusus
kepolisian apabila dalam situasi hijau (
kondusif). Pada situasi hijau pasukan dalmas
Polda Sumbar masih stanby pada lokasi yang
telah di tentukan oleh pimpinan pasukan karena
pengendalian pada situasi tersebut masih di
pegang oleh satuan kewilayahan (Polres/ta) yang
mana pada situasi tersebut pasukan dalmas
terdiri dari tiga pleton dalmas dilengkapi alat
seperti : Truk, Megaphone,handy talky, Tali
Dalmas sepanjang 20 (dua puluh) meter,Camera
digital, Handy Came .

Pasukan
dalmas
melakukan
pengamanan terhadap pengunjuk rasa dengan
cara memberikan pengamanan terhadap
pengunjuk rasa serta tim negosiator melakukan
negosiasi dan menampung/menerima aspirasi
pengunjuk rasa telah sesuai dengan pasal 8
Perkap nomor : 16 Tahun 2006 Pengendalian
massa .
Pada sore harinya komandan Dalmas
sebagai
pimpinan
pasukan
dilapangan
bernegosiasi
dengan
korlap
(kordinator
lapangan) pengunjuk rasa untuk mengakiri
demontrasi atau membubarkan diri karena batas
waktu telah melebihi yang ditentukan serta para
pengunjuk rasa telah mulai tidak tertib, namun
para pengunjuk rasa tidak memperdulikannya,
kembali pimpinan lapangan mengimbau dengan
mega phone ( pengeras suara) untuk menyuruh
para pengunjuk rasa membubarkan diri, para
pengunjuk rasa menanggapi atau tidak
menghiraukan himpauan tersebut, malahan para
pengunjuk rasa melemparkan botol air meineral,
maka komandan lapangan/ kasat wil (kesatuan
Wilayah) sebagai pernanggung jawab lansung
melakukan lintas ganti dengan gerakan dalmas
lanjut karena dianggap situasi kuning (situasi
sudah agak mulai kurang tertib) maka petugas
Dalmas Polda yang terdiri dari 3 (tiga) pleton
yang dilengkapi : tali dalmas, Truk, Megaphone,
Handy talky, Camera Digital, Handy came,
helm, Rompi Dalmas, Tongkat T, Tameng,
Pemadam api, Senjata laras licin ( Gas Gun ) ,
masker gas, kendaraan rantis (taktis), unit satwa
melakukan lintas ganti dengan dalmas awal.
Sewaktu dilakukan lintas ganti itu para
pengunjuk rasa bertambah nekad dan tidak mau
membubarkan
diri
serta
perbuatannya
bertambah anarkis ( melanggar hukum) karena
para pengunjuk rasa melempari petugas dalmas
dan kaca kantor DPR Provinsi Sumbar dengan
benda yang keras sehingga beberapa kaca kantor
DPR menjadi pecah.
Melihat perbuatan pengunjuk rasa tidak
mau membubarkan diri, maka kasat wil
langsung mengerahkan unit satwa dan
mengerahkan unit rantis seperti AWC untuk
menembakan merian air dengan tujuan mengurai
atau membubarkan massa pengunjuk rasa agar
kekuatan massa pengunjuk rasa menjadi
terpecah dan perbuatan /prilaku pengujuk rasa
tidak membahayakan pengguna jalan umum ,
namun para pengunjuk rasa tidak mau

membubarkan diri, prilaku pengunjuk rasa


semakin kearah anarkis karena para pengunjuk
rasa telah mulai menutup jalan raya Khatib
sulaiman dan jalan raya S. Parman sehingga
pengguna jalan umum menjadi terganggu oleh
perbuatan pengunjuk rasa, maka pimpinan
lapangan sebagai kasat wil yang bertanggung
jawab melaporkan kejadian itu kepada Kapolda
Sumbar untuk dilakukan lapis ganti dengan
PHH (Polisi Huru Hara) Brimob, karena situasi
sudah diangap melanggar hukum (merah).
Kapolda Sumbar sebagai penanggung
jawab keamaan dan ketertiban Provinsi
Sumatera Barat serta sebagai puncuk pimpinan
kepolisian tertinggi di daerah ,sekaligus yang
mempunyai kewenagan untuk menggerahkan
Sat Brimobda (satuan Brigade Mobil daerah )
Sumbar, maka langsung memerintah PHH
Brimob untuk melakukan lapis ganti dengan
Dalmas lanjut, Gerakan lapis ganti, yaitu
gerakan peralihan kendali dari satuan kompi
dalmas lanjut kepada satuan kompi/Detasemen
penanggulangan huru-hara (PHH) Brimob. Ini
terjadi pada situasi merah ( situasi tidak
kondusif) seperti massa pengunjuk rasa sudah
mulai melakukan pelanggaran hukum .
Pada lapis ganti ini pasukan dalmas
Polda berada di belakang PHH Brimob yang
gerakannya mengikuti gerakan PHH Brimob
untuk mengurai massa atau kosenstrasi massa
pada satu titik, ketika itu para pengunjuk rasa
berhasil di urai sehingga menjadi beberapa
kelompok, namun para pengunjuk rasa tetap
belum mau membubarkan diri, sehingga prilaku
pengunjuk rasa menggangu ketertiban umum,
tetapi pusat kosentarsi massa dilapangan parkir
kantor DPRD Provinsi Sumatera Barat di kuasai
oleh PHH brimob dan Dalmas Polda Sumbar.
Ketika itu Pasukan PHH Brimob dan
Pasukan Dalmas Polda sumbar tidak
memberikan kesempatan kepada pengunjuk rasa
untuk membuat kelompok yang besar dengan
cara mendekati setiap kelompok kecil pengunjuk
rasa serta tidak memberikan akses masuk ke
lapangan parkir DPRD Provinsi dan juga hari
telah mulai gelap menjelang malam, akhir nya
para pengunjuk rasa membubarkan diri dengan
sendirinya.
Pasukan
dalmas
melakukan
pengendalian terhadap pengunjuk rasa yang
telah melakukan pelanggaran hukum telah

sesuai dengan pasal 9 dan 10 Perkap nomor : 16


Tahun 2006 Pengendalian massa, yaitu :
Cara bertindak satuan Dalmas lanjut pada situasi
tidak tertib/ kuning yang dilengkapi alat alat
perlengkapan khusus kepolisian dan PHH
sebagaimana diatur dalam pasal 9 dan pasal 10
dalam Peraturan kapolri No. 16 Tahun 2006 ,
adalah pada saat pengunjuk rasa menutup jalan
dengan cara duduk-duduk, tidur-tiduran, aksi
teatrikal, dan aksi sejenis nya maka pasukan
dalmas awal mampu menertipkan, mengangkat
dan memindahkan ketempat yang netral dan
atau lebih aman dengan cara persuasif dan
edukatif.
Negositor tetap melakukan negosiasi
dengan korlap semaksimal mungkin. Satuan
pendukung atau polisi udara melakukan
pemantauan dan memberikan himbauan
kepolisian dari udara dan satuan pendukung
lainya melaksanakan tugas sesuai denagn fungsi
dan peran nya. Dapat menggunakan unit satwa
dengan formasi bersyaf di depan dalmas awal
untuk melindungi saaat melakukan proses lapis
ganti dengan dalmas lanjut.
Atas perintah kapolres dalmas lanjut
maju dengan cara lapis ganti dan membentuk
formasi bersyaf dibelakang dalmas awal,
kemudian dengan saf kedua dan ketiga dalmas
awal membuka ke kanan dan kekiri untuk
mengambil
perlengkapan
dalmas
guna
melakukan penebalan kekuatan dalmas lanjut, di
ikuti saf kesatu untuk melakukan kegiatan yang
sama setelah tali dalmas di gulung .Setelah
dalmas awal dan dalmas lanjut membentuk
formasi lapis bersaf unit satwa ditarik
kebelakang menutut kanan dan kiri dalmas .
Apabila pengunjuk rasa semakin
memperlihatkan prilaku menyimpang maka
kesatuankewilayahan(kapolres/kapolresta/kapolr
es metro/kapoltabes/kapolwil/kapolwil tabes)
memnberikan himbauan kepolisian . Apabila
eksalasi meningkat dan atau massa melempari
petugas dengan benda keras, dalmas lanjut
melakukan sikap perlindungan, Selanjutnya
Kapolres/kapolresra/kapolresta/kapolwil
tabes/kapoltabes/kapolwil/kapolwil
tabes
memerintahkan danki dalmas lanjut untuk
melakukan tindakan hukum sebagai berikut :
Kendaran taktis pengurai massa maju
melakukan
tindakkan
mengurai
massa,
bersamaan dengan itu dalma lanjut maju
mendorong massa .

Petugas pemadam api dapat melakukan


pemadaman api (Pembakaran ban, spanduk,
bendera dan alat peraga lainya) , dan melakukan
pelemparan dan menembakkan gas air mata
.Komandan kompi (Danki) dalmas melaporkan
setiap
perkembangan
situasi
kepada
kapolres/kapolresta/kapolresmetro/kapoltabes/ka
polwil/kapolwil tabes melaporkan kepada
kapolda selaku pengendali umum agar dilakukan
lintas
ganti
dengan
detasemen/kompi
penanggulangan huru-hara (PHH) brimob.
Cara bertindak Lapis ganti yang
dilakukan oleh PHH Brimob sebagaimana diatur
dalam pasal 10 Peraturan kapolri No. 16 Tahun
2006, adalah cara bertindak pada PHH dalam
situasi melanggar hukum/ merah adalah :
Kapolda
memerintahkan
kepada
kepala
detasemen /kompi PHH brimob untuk lintas
gantui dengan dalmas lanjut .
Detasemen/kompi PHH Brimob maju
untuk membentuk formasi bersaf sedangkan
pasukan dalmas lanjut melakukan penutupan
serong kiri dan kanan (situasional) terhadap
pasukan detasemen/kompi PHH Brimob dan di
ikuti unit satwa, rantis pengurai massa samapta
membentuk formasi sejajar dengan rantis
pengurai massa detasemen PHH brimob.
Dalmas lanjut dan rantis pengurai massa
samapta bergerak mengikuti aba-aba dan
gerakan detasemen/kompi PHH brimob. Apabila
pada satuan kewilayahan yang tidak ada
detasemen/kompi PHH Brimob, maka kapolda
sebagai pengendali umum memerintahhkan
kapolres/kapolresta
menurunkan
pelton
penindak samapta untuk melakukan penindakan
hukum yang didukung oleh satuan dalmas lanjut
polres/polresta terdekat.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap
tiga orang petugas dalmas samapta Polda
Sumbar yang bernama Aiptu Kamil, Briptu
Pendri mengatakan bahwa para pengunjuk rasa
sulit diberikan pengertian. petugas dalmas telah
tepat sesuai prosedur melakukan pengendalian
unjuk rasa sebagaimana diatur oleh peraturan
Kapolri No.16 tahun 2006 sehingga dapat
meminimalisir bahaya bagi masyarakat.
Sikap
arogansi
petugas
kepolisian Polda sumbar kesatuan Polresta
Padang dalam melakanakan tugas kepolisian

sepeti razia kendraan di jalan raya bagi


pengguna sepeda motor juga dapat memancing
amarah atau rasa tidak puas/ tidak senang
kepada Kepolsian , sehingga rasa tidak puas itu
dicurahkan dengan cara berdemonstrasi .
Pada hari rabu tanggal 13 Maret
2013 suatu kelompok masyarakat yang diwakili
oleh gerakan mahasiswa dengan menamakan
dirinya Aliansi Mahasiswa Untuk keadilan (
AMUK) yang dketuai oleh Rudi Purnama
sekaligus sebagai kordinator lapangan dengan
jumlah massa pengunjuk rasa lebih kurang 40
orang mendatangi halaman Polda Sumbar .
Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok
Kelompok masiswa tersebut hanya berorasi
dihalan Polda sumbar dengan tuntutan menuntut
kebobrokan Polda Sumbar dalam menangani
kasus kekerasan oleh aparat kepolisian yang
mana salah satunya masalah penganiayaan atas
nama Saka Mahasiswa UPI oleh Kanit Polsekta
Padang Timur.
Dalam rangkaian pengamanan pengujuk
rasa tersebut dilakukan oleh satuan samapta
Polresta Padang dengan jumlah kekuataan satu
pleton dalmas dan 20 (dua puluh) orang anggota
polsek Padang Timur , serta 10 (sepuluh) orang
negosiator, disaat itu dalmas samapta Polda
Sumbar hanya melakukan standby dihalaman
belakang Polda Sumbar. Karena unjuk rasa
dilakukan oleh aliansi mahasiswa untuk keadilan
(AMUK) dalam keadaan damai dan sesuai
dengan perkiraan intelijen , maka PHH Brimob
tidak dilibatkan.
Tim negosiator menerima aspirasi dari
pengunjuk rasa dan berhasil menyampaikan
kepada pimpinan Polda Sumbar sehingga
perwakilan dari pengunjuk rasa dipertemukan
dengan perwalikan Ka.Polda Sumbar Kepala
Bagian Direktur Reserse Kriminil Ajun
Komisaris Besar Polisi Untung Surapati. Dalam
pertemuan menjelaskan proses perkara yang
sedang ditangani tentang kasus penganiayaan
anggota kepolisian terhadap Saka Mahasiswa
UPI.
Adapun langkah-langkah yang telah
diambil oleh institusi Polri terhadap pelaku
adalah perbuatan pelaku yang telah melakukan
penganiayaan dilakukan penyidikannya oleh Dir
Reskrim Polda Sumbar, sedangkan prilaku
pelaku yang telah membuat malu institusi Polri

karena melaksanakan tugas tidak sesuai dengan


prosedur sebagaimana yang diamanatkan oleh
undang-undang dilakukan penyidikan oleh divisi
propam Polda Sumbar. Setelah mendegarkan
penjelasan maka pengunjuk rasa membubarkan
dirinya dengan tertib.
Dalam penanganan unjuk rasa tersebut
Dalmas polresta Padang telah sesuai dengan
Peraturan Kapolri nomor 16 tahun 2006, karena
berfungsi
aktif
tim
negosiator
untuk
menyampaikan aspirasi pelaku unjuk rasa bisa
dipertemukan dan duduk bersama-sama dengan
perwakilan
institusi
Polri
yang
dan
mendengarkan langsung apa yang menjadi
tuntutannya, rasa puas terucap dari pelaku unjuk
rasa yang artinya apa yang menjadi tututannya
di terima , ditanggapi serta di tinjak lanjuti,
sehigga pelaku unjuk rasa tidak melakukan
prilaku yang mengganggu ketertiban umum.

B.
Kendala Dalmas Polda Sumbar
Dalam Menghadapi Massa Pengunjuk Rasa
Dalam menghadapi massa pengunjuk
rasa satuan dalmas Polda Sumbar sering
dihadapi dengan berbagai macam massalah
untuk mengendalikan massa yang berunjuk,
pada satu sisi satuan dalmas harus mampu
menjaga ketertiban umum, pada sisi lain satuan
dalmas harus menghormati kebebasan sesorang
atau satu kelompok dalam menyampaikan
pendapat yang telah diatur oleh undang-undang
supaya tidak terjadi ganguan keamamana dan
ketertiban serta membahayakan bagi orang lain
mapun bagi harta benda .
Yang mana kendala-Kendala tersebut
timbul dari massa pengunjuk rasa di lapangan
langsung di rasakan oleh petugas Dalmas
dilapangan , dan keluhan itu langsung di
ucapkan oleh petuga Dalmas , namun keluhan
tersebut hanya sebatas keluhan saja , karena
pimpinan kepolisian di lapangan atau di daerah
pada umumnya telah mengetahui dengan pasti
kendala tersebut , namun udang-undang yang
mengatur menganai tindakan lebih tegas untuk
mengatasi kendala tersebut belum ada yang
mengaturnya , maka setiap anggota atau
pimpinan kepolsian secara arif dan bijaksana
menghadapi kendala tersebut .

Kendala yang dihadapi oleh Satuan


Dalmas sewaktu melakukan pengamanan massa
yang berunjuk rasa, antara lain :
Massa pengunjuk rasa tidak memberitahukan
melalui surat kepada pihak kepolisian akan
melakukan unjuk rasa . Pihak kepolisian
mengetahuinya sewaktu unjuk rasa berlangsung
yang mengakibatkan jumlah persolil Dalmas
tidak seimbang dengan jumlah pengunjuk rasa
Massa
pengunjuk
rasa
memaksakan
kehendaknya sewaktu melakukan unjuk rasa ,
salah satunya sulit untuk di bubarkan karena
perbuatan massa pengunjuk rasa telah
mengganggu ketertiban atau telah melebihi batas
waktu yang telah ditentukan
Adanya petugas Dalmas yang tidak
menghiraukan larangan yang berlaku selama
melaksanakan tugas pengamanan. Larangan
tersebut dilanggar antara lain disebabkan
pengaruh pengolahan emosi yang tidak bagus
dari petugas Dalmas. Adapun larangan bagi
anggota Dalmas antara lain :
Bersikap arogan dan terpancing prilaku massa
Melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai
dengan prosedur
Membawa peralatan diluar peralatan Dalmas
Membawa senjata tajam dan peluru tajam
Keluar dari ikatan satuan atau formasi dan
melakukan pengejaran massa secara perorangan
Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa
Mengucapkan kata kata kotor, pelecehan seksual
atau perbuatan asusila, memaki maki pengunjuk
rasa
Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar
peraturan perundang undangan

pengunjuk rassa, Apabila Kepala Satuan


Kewilayahan memperkirakan jumlah massa
tidak seimbang dengan kekuatan Dalmas dan
lagi massa pengunjuk rasa di perkirakan akan
bertindak anarkis , maka Kepala Satuan
Kewilayan meminta bantuan PHH Brimmob
melalui Kapolda Sumbar sebagai penanggung
jawab situasi Keamanan di daerahnya .
Jika massa pengunjuk rasa sulit untuk
dibubarkan karena perbuatan massa pengunjuk
rasa telah mengganggu ketertiban atau telah
melebihi batas waktu yang telah ditentukan
,Pasukan Dalmas harus membubarkan dengan
paksa massa pengunjuk rasa, dengan melakukan
lapis ganti dari dalmas awal ke PHH Brimob
,sehingga bisa mengurai massa pengunjuk rasa.
Melaksanakan
kewajiban
pasukan
pengendali massa atau Dalmas dalam
pengamanan unjuk rasa. Kewajiban tersebut
antara lain:
Menghormati Hak asasi manusia dari setiap
orang yang melakukan unjuk rasa
Melayani dan mengamankan unjuk rasa sesuai
dengan ketentuan
Setiap gerakan pasukan Dalmas selalu dalam
ikatan satuan dan membentuk formasi sesuai
dengan ketentuan
Melindungi jiwa dan harta benda
Tetap menjaga dan mempertahankan situasi
hingga unjuk rasa selesai
Patuh dan taat kepada perintah kepala satuan
lapangan yang bertanggung jawab sesuai dengan
tingkatannya.

Kesimpulan
C.

Upaya Mengetasi Kendala Yang


dilakukan oleh Dalmas Polda Sumbar
Dalam Menghadapi Massa Pengunjuk
Rasa

Berbagai upaya dilakukan oleh Samapta


Polda Sumbar dalam melaksanakan tugasnya
untuk mengendalikan massa. Upaya upaya
tersebut antara lain :
Satuan kewilayahan ( Kapolres/ Ta) tetap
memberikan
pelayanan terhadap Massa
pengunjuk rasa dan setelah itu Satuan
Kewilayahan meminta bantuan dalmas Polda
sumbar untuk menyiapkan anggota Dalmasnya
dan di stanby kan dekat titik kumpul massa

Setelah penulis mengemukakan analisis dan


pembahasan sistimatika dalam laporan skripsi
ini yang dapat penyempurnaannya di tunjang
oleh data-data skunder yang ada, maka akhirnya
sampai lah penulis untuk menarik kesimpulan
maupun saran-saran yang kira nya dapat
bermamfaat , antara lain sebagai berikut :
Prosedur / tata cara bertindak anggota Dalmas
awal dalam penanganan kerusuhan massa yang
diatur dalam Peraturan Kapolri No. 16 tahun
2006, Tentang Pedoman Pengendalian Massa
untuk situasi tertib hijau, Tidak tertib (kuning),
dan melanggar hukum (merah) . Pada saat
pengujuk rasa bergerak/pawai, maka dilakukan
pelayanan melalui pengawalan dan pengamanan,

pengunjuk rasa melakukan aksi teatrikal atau


sejenisnya
maka
pasukan
Dalmas
menertibkan
dengan cara persuasif
dan edukatif . Apabila pengunjuk
rasa
berprilaku menyimpang
dan
eskalasi
meningkat
maka
petugas
melakukan
tindakan hukum. Jika situasi meningkat ke
situasi yang melanggar hukum melakukan
tindakan anarkis maka Kapolda memerintahkan
Detasemen/PHH
Kompi
Brimob
untuk
melakukan Lintas ganti dengan Dalmas Lanjut
dan atau pleton penindak Samapta untuk
melakukan
penindakan hukum.

Tetap terus ditingkatkan berbagai macam


latihan-latihan serta penggunaan perlengkapan
atau peralatan khusus dalmas yang ada dengan
tepat guna.agar tidak melakukan kesalahan atau
kekeliruan sewaktu mengendalikan massa.
2.
Agar setiap anggota satuan Samapta
Polda
Sumbar
dapat
meningkatkan
kemampuan dan kopetensinya dalam
menjalankan tugas,maka perlu diperhatikan
kesejahteraan dan kebutuhannya .

DAFTAR PUSTAKA

Kendala yang dihadapi oleh Satuan


Dalmas Kewilayahan dan Dalmas Polda sumbar
dalam menghadapi massa pengunjuk rasa karena
kurangnya pemahaman tentang undang-undang
Mengemukakan pendapat dimuka umum, oleh
karena itu massa pengunjuk rasa sering kurang
puas terhadap pelayanan dari pihak kepolisian
tentang aksi mereka .
Dalmas Polda Sumbar yang diemban
oleh fungsi Samapta memberikan pelayanan
penanganan kerusuhan massa yang terjadi
disetiap satuan kewilayahan. Untuk menjalankan
tugas secara baik dan benar anggota dalmas
Polda Sumbar terus melakukan latihan-latihan
seperti latihan fisik dan latihan-latihan gerakan
dalmas. Karena anggota Dalmas Polda
Sumbar sebagai satuan pendukung satuan
kewilayahan ilaksanakan tepat sasaran
dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat.
Saran saran
Ada beberapa hal yang dapat peneliti
sarankan :
Pada satuan Dalmas yang diemban oleh fungsi
samapta, terhadap peningkatan tugas dan
pelayanan penanganan kerusuhan massa, hen
daknya :
Memenuhi tuntutan masyarakat terhadap kinerja
Dalmas yang diemban fungsi Sat samapta maka
diperlukan peningkatan kemampuan kualitas
maupun kwantitas terus menerus dengan jumlah
anggota yang telah ada, agar bertambah terus
keprofesionalannya
dalam
menghadapi
tantangan
kedepan
dalam
penanganan
penanganan kerusuhan massa yang terjadi di
berbagai tempat .

Buku :

Chaeruddin Ismail, 2001, Polisi yang Keder,


Jakarta, Citra bakhti
Farouk Muhammad, 2003, Menuju refomasi
Polri, PTIK Pres, Jakarta.
Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia
Belanda , Jakarta , 2011, hal 12
Undang-undang :
Kumpulan Undang-Undang
Tentang HAM
(Hak asasi Manusia) , 1993
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998, tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Mungka Umum (KMPDU)
Undang-Undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 ,
tentang Kepolisian.
Peraturan Pemerintah
No.2 Tahun 2003,
Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Keputusan Kepala Kepolisian Republik
Indonesia Nomor Polisi: Skep/ 32/ VII/ 2003,
tanggal 1 Juli 2003 , tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keputusan Kepala Kepolisian Republik
Indonesia Nomor Polisi: Skep/ 33/ VII/ 2003,
tanggal 1 juli 2003, tentang Tata cara Sidang
Komisi Kode Etik Kepolisian Republik
Indonesia.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor.16 tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengendalian Massa

Protap Dir Samapta Babinkam Polri No. Pol :


01/V/2004 , tanggal 2 Mei 2004 , tentang
Tindakan Tegas Terukur Terhadap Perbuatan
Anarki
Sumber lain :
Eko Prasetyo, dkk, Polisi Masyarakat dan
Negara , Jakarta , 1995
Tizar Wroteon April 30,2009 at 8 : 17 am
Polres Sukabumi, @ Yahoo.com

Вам также может понравиться