Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Ikan merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang ada di Indonesia.
Ikan ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pangan
karena mempunyai kulit yang tebal dan keras. Untuk meningkatkan preferensi
masyarakat terhadap ikan ini perlu adanya upaya diversifikasi menjadi produk
yang digemari salah satu diantaranya adalah kerupuk. Produk kerupuk dapat
mengalami kemunduran mutu setelah disimpan pada jangka waktu tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap sifat
fisik, sensori dan perubahan kandungan gizi kerupuk ikan .
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan panelis lebih menyukai kerupuk
dengan konsentrasi daging ikan sebesar 32,36 % berdasarkan uji sensori. Uji volume
pengembangan terhadap kerupuk menunjukkan kerupuk ikan dengan konsentrasi
32,36 % memiliki pengembangan terkecil yaitu sebesar 185 %.
Pada penelitian lanjutan dilakukan uji sensori, sifat fisik dan nilai gizi
(analisis kimia). Hasil uji sensori dianalisis statistik dengan metode Kruskal
Wallis yang menunjukkan bahwa konsentrasi memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penampakan dan warna kerupuk(minggu 1, 2, 3, 4);
aroma (minggu ke-0, 1, 2, 3); rasa (minggu ke-0, 1, 2).
Analisis sifat fisik meliputi tingkat kekerasan, derajat putih, aktivitas air,
kapang dan volume pengembangan. Tingkat kekerasan kerupuk ikan dari
minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 berturut-turut sebesar 1,95; 1,85; 1,8;
1,65 dan 1,78. Derajat putih kerupuk ikan dari penyimpanan minggu ke-0
hingga minggu ke -4 berturut-turut adalah sebesar 21,18 %; 21,55 %; 20,51 %;
21,10 % dan 20,64 %. Aktivitas air kerupuk ikan dari penyimpanan minggu ke0 hingga minggu ke-4 berturut -turut sebesar 0,559; 0,565; 0,570; 0,575; 0,580.
Hasil pengamatan kapang secara visual pada permukaan kerupuk tidak
ditemukan adanya pertumbuhan kapang. Volume pengembangan kerupuk ikan
selama penyimpanan berturut-turut 211,69 %; 185,96 %; 203,83 %; 192,74 %
dan 203,29 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kekerasan, aktifitas
air, dan volume pengembangan kerupuk.
Analisis kimia kerupuk ikan menunjukkan adanya peningkatan kadar air,
kadar abu dan kadar lemak selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan ke4, masing-masing : kadar air (7,66%, 7,97 %, 8,29%), kadar abu (1,32 %; 1,35
%; 1,39 %) dan kadar lemak (1,49 %; 1,49 %; 1,51 %). Sedangkan kadar protein
dan karbohidrat mengalami penurunan selama penyimpanan pada minggu ke-0,
ke-2 dan ke-4 adalah : kadar protein (6,60 %; 6,44 %; 6,41%) dan karbohidrat
(82,93 %; 82,75 %; 82,40 %). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air
kerupuk
PENDAHULUAN
memiliki
potensi
perikanan
yang
sangat
besar
dan
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui rendemen daging
ikan
(Hyposarcus
memiliki kulit yang sangat keras sehingga proses pengambilan daging sulit
untuk dilakukan. Rendemen daging ikan salah satunya dapat dipengaruhi oleh
cara pengambilan daging yang dilakukan. Cara pengambilan daging yang baik
dapat dilihat dari sedikitnya daging ikan yang masih menempel pada kulit dan
tulang. Semakin baik cara pengambilan daging yang dilakukan maka semakin
tinggi nilai rendemen daging ikan yang dihasilkan.
4.1.4 Volume pengembangan
Volume pengembangan merupakan salah satu parameter mutu kerupuk
goreng. Nilai rata-rata volume pengembangan dari mulai 0 % hingga konsentrasi
32,36 % berturut-turut sebesar 328,67 %; 298,33 %; 283,67 %; 242,33 %;
217,33 % dan 185,00 %. Nilai rata-rata volume pengembangan kerupuk dapat
dilihat pada Gambar 9.
bangan (%
300 .00
pe nge m
350 .00
150 .00
328 .67
298 .33
283 .67
242 .33
250 .00
217 .33
185 .00
200 .00
100 .00
50 .00
0 .00
0
6,47
12,94
19,42
25,89
32,36
Selain itu menurut Lavlinesia (1995), salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi volume pengembangan kerupuk adalah kandungan protein.
Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya kembang kerupuk
sehingga dapat menyebabkan kantong-kantong udara kerupuk yang dihasilkan
semakin kecil karena padatnya kantong-kantong udara tersebut terisi oleh bahan
lain yaitu protein. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 9 semakin tinggi
konsentrasi daging ikan yang digunakan, akan diperoleh volume pengembangan
yang semakin kecil.
Hasil analisis ragam (Lampiran 5b) menunjukkan bahwa penambahan
daging ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata nyata terhadap volume
pengembangan kerupuk. Yang berarti bahwa penambahan daging ikan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap volume pengembangan kerupuk,
karena penambahan daging ikan menyebabkan kerupuk semakin tidak renyah.
4.2
Penelitian Lanjutan
Gambar 10.
6 .40
6 .20
6 .17
5 .93
6 .00
5 .80
6 .13
6 .13
6 .07
5 .90
5 .70
5 .60
5 .60
5 .43
5 .40
5 .20
32,36 %
5 .17
5 .00
4 .80
4 .60
M0
M1
M2
M3
M4
Pe n yim p an an (m in g g u )
7.00
6.37
6.30
6.13
5.90
6.27
6.00
6.20
6.10
5.47
5.67
5.23
5.00
4.00
0%
3.00
32,36 %
2.00
1.00
0.00
M0
M1
M2
M3
M4
7.00
5.83 6.17
6.00
5.00
6.00
5.60
5.90
5.40
5.70
5.27
5.50
5.13
4.00
0%
3.00
32,36 %
2.00
1.00
0.00
M0
M1
M2
M3
M4
konsumen, sehingga rasa dapat menjadi faktor penentu daya terima konsumen
6,70 yang secara deskriptif panelis menilai suka terhadap rasa kerupuk ikan.
Nilai rata-rata uji kesukaan terhadap rasa kerupuk selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 13.
6.80
6.70
6.67
6.60
6.43
6.40
6.33
6.27
6.13
6.20
6.03
6.10
6.00
0%
32,36 %
5.97
5.87
5.80
5.60
5.40
M0
M1
M2
M3
M4
Gambar 13. Histogram nilai rata-rata uji sensori terhadap rasa kerupuk selama
penyimpanan
Dari gambar 13 terlihat bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa kerupuk mengalami penurunan yang tidak signifikan. Adanya
penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kerupuk diduga dapat
disebabkan karena kerupuk memiliki bau dan rasa yang tengik. Rasa tengik ini
timbul dari proses autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak
yang dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang dapat disebabkan
karena adanya panas dan cahaya (Winarno 1997). Rasa tengik dapat dirasakan
dengan adanya rasa asam yang tidak disukai panelis.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa kerupuk, baik pada kerupuk ikan
maupun pada kerupuk kontrol. Hal ini disebabkan karena semakin lama
penyimpanan menyebabkan rasa kerupuk menjadi tidak disukai karena adanya
bau dan rasa yang tengik. Uji lanjut Multiple Comparisons menunjukkan bahwa
penyimpanan pada minggu ke-3, dan ke-4 berbeda terhadap penyimpanan minggu
ke-0 dan ke-1 untuk kerupuk ikan yang berarti bahwa kerupuk pada penyimpanan
minggu ke-3 dan ke-4 memiliki rasa yang lebih tidak enak dibandingkan dengan
kerupuk pada minggu ke-0 dan ke-1. Sedangkan uji lanjut terhadap kerupuk kontrol
menunjukkan bahwa penyimpanan pada minggu ke-0 berbeda dengan penyimpanan
pada minggu ke-4.
4.2.1.5 Kerenyahan
Kerenyahan termasuk salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat
penerimaan konsumen terhadap produk kerupuk. Berkurangnya tingkat
kerenyahan merupakan tanda bahwa produk kerupuk tersebut telah mengalami
kerusakan (Muchtadi 1989).
Hasil uji sensori terhadap kerenyahan kerupuk selama penyimpanan
diperoleh hasil bahwa kerupuk kontrol memiliki nilai rata-rata berkisar antara
6,20 6,70 yang secara deskriptif panelis menilai suka pada kerenyahan
kerupuk kontrol. Sedangkan kerupuk dengan penambahan daging ikan memiliki
nilai rata-rata berkisar antara 5,97 6,53 yang secara deskriptif panelis menilai
agak suka sampai suka terhadap kerenyahan kerupuk ikan selama penyimpanan
4 minggu. Nilai rata-rata hasil uji kesukaan terhadap kerenyahan kerupuk selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14.
6.80
6.60
6.63
6.70
6 .53
6.43
6.40
6.40
6.23
6.20
6.33
6.20
6.20
5.97
6.00
0%
32,36 %
5.80
5.60
M0
M1
M2
M3
M4
Uji
lanjut
Multiple
Comparisons
menunjukkan
bahwa
M0
0,035
0,026
M1
0,030
0,025
Penyimpanan
M2
0,030
0,024
M3
0,028
0,022
M4
0,025
0,024
0 .035
0 .035
0 .030 0 .030
0 .028
0 .030
0 .025
0 .025
0 .020
0 .026
0 .025
0 .024
0%
0 .022
0 .024
32,36 %
0 .015
0 .010
0 .005
0 .000
M0
M1
M2
M3
M4
Pe n yim p an a n (m in g g u )
sebanyak 32,36 %.
ketebalan yang lebih besar). Ketebalan yang tidak merata ini dapat
menyebabkan kandungan air yang tidak merata pada kerupuk yang selanjutnya
menyebabkan volume pengembangan yang tidak merata.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan dan konsentrasi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kekerasan kerupuk.
Hal tersebut dapat dilihat dari semakin kecilnya tingkat kekerasan kerupuk
selama penyimpanan, selain itu nilai kekerasan kerupuk ikan
lebih kecil
dibandingkan dengan kerupuk kontrol. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada
Lampiran 8b.
4.2.2.2 Derajat putih
Analisis derajat putih terhadap kerupuk ikan dilakukan untuk mengetahui
tingkat derajat putih kerupuk ikan dibandingkan dengan kerupuk kontrol. Hasil
analisis derajat putih dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata derajat putih kerupuk selama penyimpanan
Konsentrasi
M0
M1
0 % (Kontrol)
25,90
25,89
32,36 %
21,18
21,55
Nilai (%)
M2
M3
M4
25,69
25,27
25,41
20,51
21,10
20,64
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa derajat putih kerupuk ikan memiliki
nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kerupuk kontrol. Hal ini dapat
disebabkan karena kerupuk dengan penambahan daging ikan memiliki warna
yang lebih coklat bila dibandingkan dengan kerupuk kontrol.
Warna kecoklatan pada kerupuk ikan disebabkan oleh adanya kandungan
protein yang terdapat dalam ikan tersebut sehingga apabila terjadi proses pemanasan
akan terjadi reaksi non enzimatis yaitu reaksi pencoklatan (Maillard). Reaksi
Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi
dengan gugus asam amina primer yang terdapat pada bahan sehingga akan
menghasilkan bahan berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 1997).
Reaksi Maillard sangat dipengaruhi oleh kadar air, pH, suhu, dan jenis gula yang
berperan. Reaksi ini diperlukan pada bahan pangan
tertentu untuk mendapatkan warna, aroma dan cita rasa tertentu (Lund 1989).
Histogram nilai rata-rata derajat putih kerupuk dapat dilihat pada Gambar 16.
30 .00
25.90
25.89
25.69
25.27
20.51
21.10
25.41
25 .00
20 .00
21.30
21.55
15 .00
20.64
0%
32,36 %
10 .00
5 .00
0 .00
M0
M1
M2
M3
M4
Gambar 16. Histogram nilai rata-rata derajat putih kerupuk selama penyimpanan
dari nilai derajat putih kerupuk dengan penambahan daging ikan lebih kecil bila
dibandingkan dengan kerupuk kontrol. Hasil analisis ragam derajat putih
kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9b.
4.2.2.3 Aktivitas air
Aktivitas air (Aw) termasuk salah satu faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan. Aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang tersedia
yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Winarno 1992).
Aktivitas air ini merupakan kandungan air yang terdapat dalam kerupuk tersebut
yang dapat mempengaruhi daya tahan kerupuk terhadap serangan mikroba. Nilai
rata-rata aktivitas air kerupuk kontrol berkisar antara 0,521 0,594, sedangkan
untuk kerupuk dengan penambahan daging ikan berkisar antara 0,559 0,580.
Nilai rata-rata uji aktivitas air kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 17.
0 .594
0 .600
0 .580
0 .559
0 .565
0 .570
0 .575
0 .580
0 .560
0 .571
0%
0 .560
0 .540
32,36 %
0 .539
0 .520
0 .521
0 .500
0 .480
M0
M1
M2
M3
M4
Gambar 17. Histogram nilai rata-rata aktivitas air kerupuk selama penyimpanan
Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata aktivitas air kerupuk
mengalami kenaikan selama penyimpanan 4 minggu. Naiknya nilai aktivitas air
ini dapat disebabkan karena adanya interaksi kerupuk dengan udara disekitarnya,
meskipun kerupuk tersebut dikemas dengan menggunakan plastik. Menurut
Damayanti dan Mudjajanto (1995), aktivitas air bahan pangan cenderung
berimbang dengan kelembaban di lingkungan sekitarnya, sehingga aktivitas air
tersebut dapat mempengaruhi daya awet dari bahan pangan tersebut. Namun
pengembangan kerupuk kontrol berkisar antara 289,11 % 329,80 %. Nilai ratarata volume pengembangan kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 18.
350.00
pe nge m bangan (%)
Nilai r
ata-
rata volum e
289.11
300.00
329.80
322.96
305.07
250.00
292.67
200.00
150.00
0%
211.69
206.90
203.83
Mo
M1
M2
192.74
190.74
32,36 %
100.00
50.00
0.00
M3
M4
akan
semakin
berkurang.
Terjadinya
pengurangan
volume
pengembangan kerupuk ini dapat disebabkan oleh kadar air yang semakin
meningkat pada kerupuk sebelum digoreng selama penyimpanan.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa konsentrasi memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap volume pengembangan kerupuk. Selain
kadar air, jumlah dan jenis protein juga dapat mempengaruhi volume
pengembangan kerupuk. Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan
daya kembang kerupuk (Lavlinesia 1995). Hal ini dapat dilihat dari volume
pengembangan kerupuk ikan
SNI
(1999)
M0
A0
Air
7,18
Abu
1,27
Lemak
1,47
Protein
2,13
Karbohidrat 87,94
maksimal 12
maksimal 1
maksimal 0,8
minimal 6
-
9.000
8.580
8.605
8.500
7.965
8.000
7.655
7.755
8.150
8.290
7.880
7.500
0%
32,36 %
7.690
7.185
7.000
6.500
6.000
M0
M1
M2
M3
M4
Gambar 19. Histogram nilai rata-rata kadar air kerupuk selama penyimpanan
Dari Gambar 19 diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar air
kerupuk selama penyimpanan baik pada kerupuk kontrol maupun pada kerupuk
dengan penambahan daging ikan . Peningkatan kadar air dapat disebabkan oleh
adanya interaksi kerupuk dengan lingkungan disekitarnya. Dari gambar tersebut
terlihat bahwa kerupuk ikan mengalami kenaikan kadar air dengan stabil,
sedangkan kerupuk kontrol mengalami fluktuasi kadar air yang lebih tinggi. Ini
dapat terlihat pada penyimpanan minggu ke-0 hingga minggu ke-1 selain itu
juga pada penyimpanan minggu ke-2 menuju penyimpanan minggu ke-3 pada
kerupuk kontrol.
Adanya peningkatan kadar air yang lebih terhadap kerupuk kontrol dapat
disebabkan karena kandungan pati yang terdapat pada kerupuk kontrol lebih
besar daripada kandungan pati yang terdapat pada kerupuk dengan penambahan
daging ikan sehingga menyebabkan kerupuk kontrol lebih bersifat higroskopis,
karena bahan yang kandungan patinya lebih tinggi akan rentan terhadap
lingkungan sekitarnya sehingga dapat dengan mudah menyerap air dari
sekelilingnya (Winarno 1992). Sehingga ketika kemasan kerupuk dibuka, maka
dengan segera kerupuk yang mempunyai sifat higroskopis menyerap air dari
lingkungannya.
Hasil analisis ragam terhadap kadar air menunjukkan bahwa penyimpanan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air kerupuk. Ini berarti
bahwa kadar air kerupuk dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan. Semakin
lama penyimpanan maka kadar air kerupuk akan semakin meningkat. Meskipun
kadar air kerupuk mengalami peningkatan selama penyimpanan, namun kadar air
maksimal pada penyimpanan minggu ke-4 masih berada dibawah batas maksimal
kadar air yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2713
tahun 1999 dengan batas kadar air maksimal kerupuk sebesar 12 %.
kontrol memiliki kadar abu selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan
ke-4 berturut-turut adalah sebesar 1,27 %, 1,26 % dan 1,24 % sedangkan
kerupuk ikan memiliki kadar abu selama penyimpanan minggu ke-0, ke-2 dan
ke-4 berturut-turut adalah sebesar 1,32 %, 1,35 %dan 1,39 %.
Dari data tersebut diketahui bahwa penambahan daging ikan 32,36 % pada
pembuatan kerupuk dapat meningkatkan kadar abu kerupuk yang dihasilkan. Hal ini
dapat disebabkan karena kadar abu yang terdapat pada daging ikan sebesar 1,07 %
lebih besar dibandingkan dengan kadar abu tepung tapioka 0,3 % (Anonim 1995
diacu dalam Susilo 2001). Kandungan abu yang lebih besar pada daging ikan
daripada kandungan abu yang dimiliki tepung tapioka tersebut menyebabkan kadar
abu kerupuk ikan lebih besar. Hasil analisis kadar abu kerupuk selama penyimpanan
1 .45
1 .39
1 .40
1 .35
1 .35
1 .32
1 .30
0%
1 .27
32,36 %
1 .26
1 .24
1 .25
1 .20
1 .15
M0
M2
M4
Gambar 20. Histogram nilai rata-rata kadar abu kerupuk selama penyimpanan
Histogram menunjukkan bahwa kadar abu kerupuk ikan
mengalami
1.51
1.51
1.50
1.49
1.48
1.47
1.50
1.49
1.49
0%
1.47
1.47
32,36 %
1.46
1.45
M0
M2
M4
Penyimpanan (minggu)
Gambar 21. Histogram nilai rata-rata kadar lemak kerupuk selama penyimpanan
dapat
daripada kerupuk kontrol. Tingginya kadar lemak pada kerupuk ikan ini diduga
karena daging ikan
daripada kandungan lemak yang terdapat pada tepung tapioka (0,3 %).
Kadar lemak kerupuk dengan penambahan daging ikan
mengalami
akan semakin rendah. Selain itu juga dapat disebabkan oleh pengadukan yang
kurang kalis pada saat pengadonan sehingga menyebabkan adonan tidak homogen.
Peningkatan dan penurunan kadar lemak kerupuk selama penyimpanan ini sangat
kecil sekali. Kadar lemak kerupuk yang dihasilkan tidak memenuhi syarat maksimal
kadar lemak yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2713 tahun 1999 yang menetapkan
kadar lemak maksimal untuk kerupuk ikan sebesar 0,8 %.
Gambar 22.
6.60
7.00
6.44
6.41
6.00
5.00
4.00
0%
3.00
2.00
2.36
2.13
32,36 %
2.21
1.00
0.00
M0
M2
M4
Gambar 22. Histogram nilai rata-rata kadar protein kerupuk selama penyimpanan
kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan protein pada ikan lebih besar
daripada tepung tapioka sehingga sumber protein bertambah dari ikan
yang
yang
dihasilkan masih memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia.
4.2.3.5 Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat ditentukan dari hasil pengurangan 100 % dengan kadar
air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein (by difference) sehingga kadar
karbohidrat sangat tergantung dari faktor pengurangannya (Winarno 1997).
Kadar karbohidrat kerupuk kontrol selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2
dan ke-4 berturut-turut sebesar 87,94 %, 87,15 % dan 86,33 % sedangkan kadar
karbohidrat kerupuk ikan selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan ke-4
berturut-turut sebesar 82,93 %, 82,75% dan 82,40 %. kadar karbohidrat kerupuk
kontrol jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar karbohidrat kerupuk ikan .
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa penambahan daging ikan
dapat menurunkan kadar karbohidrat kerupuk mentah yang dihasilkan. Hal ini
diduga karena kandungan karbohidrat yang terdapat pada daging ikan sebesar
2,54 % sedangkan kandungan karbohidrat tepung tapioka sebesar 86,9 %
sehingga menyebabkan kadar karbohidrat kerupuk ikan lebih kecil daripada
kerupuk kontrol. Hasil analisis kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 23.
89.00
88.00
87.00
86.00
85.00
84.00
83.00
82.00
81.00
80.00
79.00
87.94
87.15
86.33
0%
32,36 %
82.94
M0
82.75
M2
82.40
M4
Pe nyim p an an (m ingg u)
5.1 Kesimpulan
Rendemen daging ikan yang diperoleh adalah sebesar 26,06 % dengan
komposisi kimia: kadar air (81,89 %), abu (1,07 %), lemak (1,02 %), protein
(13,48 %) dan karbohidrat (2,54 %). Panelis lebih menyukai kerupuk dengan
konsentrasi 32,36 % pada uji sensori. Volume pengembangan tertinggi terdapat
pada kerupuk kontrol sebesar 328,67 %, dan volume pengembangan terendah
yaitu kerupuk ikan dengan konsentrasi 32,36 % sebesar 185,00 %.
Selama penyimpanan terjadi penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap
penampakan, warna, aroma, rasa dan kerenyahan kerupuk ikan . Sedangkan sifat
fisik kerupuk ikan dari minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 berturut-turut
adalah sebagai berikut: tingkat kekerasan (1,95; 1,85; 1,8; 1,65 dan 1,78), derajat
putih (21,18 %, 21,55 %, 20,51 %, 21,10 % dan 20,64 %), volume
pengembangan (211,69 %, 185,96 %, 203,83 %, 192,74 % dan 203,29 %).
Sedangkan aktivitas air (0,559; 0,565; 0,570; 0,575; 0,580). Hasil pengamatan
kapang secara visual, tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang. Sedangkan
Analisis proksimat kerupuk ikan menunjukkan adanya peningkatan kadar
air, kadar abu dan kadar lemak selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan
ke-4, masing-masing: kadar air (7,66%, 7,97 %, 8,29%), kadar abu (1,32 %,
1,35 %, 1,39 %) dan kadar lemak (1,49 %, 1,49 %, 1,51 %). Sedangkan kadar
protein dan karbohidrat mengalami penurunan selama penyimpanan pada
minggu ke-0, ke-2 dan ke-4 adalah : kadar protein (6,60 %, 6,44 %, 6,41%) dan
karbohidrat (82,93 %, 82,75 %, 82,40 %).
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan teknik pengambilan daging ikan yang lebih praktis dan
efektif untuk memperoleh rendemen yang lebih besar dan waktu yang cukup
singkat tanpa menurunkan nilai gizi yang terkandung pada ikan tersebut.
2. Perlu dilakukan analisis kandungan merkuri pada ikan untuk melihat aman
atau tidaknya ikan tersebut untuk dikonsumsi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh dari masingmasing konsentrasi daging ikan yang digunakan terhadap sifat fisik kerupuk
ikan .
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan kerupuk ikan
(Hyposarcus pardalis) dengan menggunakan metode akselerasi.
DAFTAR PUSTAKA