Вы находитесь на странице: 1из 64

1

UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANGAN PENGEMBANGAN FORMULA


GEL PELEMBAB (MOISTURIZING GEL) YANG
MENGANDUNG BAHAN AKTIF ASAM HIALURONAT
KELOMPOK 6 (RPF-B)

Faradilla Mauliddini

1306343580

Hansen

1306343656

Ida Nur Asyifa

1306434175

Novita Damayanti

1306343971

Ulfah Nurhidayah

1306344356

Riski Amanda

1306344160

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2013
Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Rencana Pengembangan Formula pada program studi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Silvia Surini
M.Pharm.Sc., Apt. selaku dosen mata kuliah Rencana Pengembangan Formula
atas bimbingan yang diberikan sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis
2013

Universitas
Universitas
IndonesiaIndonesia

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................i
KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1.

.............................................................................Latar Belakang

1.2.

1
...........................................................................Tujuan Penelitian
3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................4


2.1. Kulit ...............................................................................................4
2.2. Kosmetik Pelembab .......................................................................7
2.3. Gel .................................................................................................9
2.4. Gel Pelembab ...............................................................................20
2.5. Zat Aktif .......................................................................................22
2.6. Spesifikasi Sediaan dan Kemasan................................................29
2.7. Permasalahan dan Solusi Pembuatan Sediaan..............................30
BAB 3 PRAFORMULASI DAN FORMULASI ..........................................33
3.1. Praformulasi..................................................................................33
3.2. Formulasi .....................................................................................45
3.3. Perhitungan Bahan .......................................................................46
3.4. Prinsip Pembuatan........................................................................46
3.5. Prosep Produksi (Cara Pembuatan) .............................................48
BAB 4 EVALUASI DAN KEMASAN............................................................51
4.1. Evaluasi........................................................................................51
4.2. Kemasan.......................................................................................58
Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................62


5.1. Kesimpulan.....................................................................................62
5.2. Saran...............................................................................................62
DAFTAR ACUAN

63
BAB 1
PENDAHULUAN

Universitas Indonesia

1.1. Latar Belakang


Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta indrustrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia
usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan
antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik
(cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit
menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik pelembab yang mengandung gliserol akan mengering di
permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap
uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini
membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum
corneum kulit. Tetapi konsentrasi gliserol yang tinggi sedikit banyak dapat
mengiritasi kulit. Sekarang konsentrasi gliserol yang lazim digunakan adalah 1020 %. Sedangkan kosmetik yang ditambahkan campuran minyak seperti minyak
tumbuhan lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sel stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono
dan Latifah, 2007).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

Kulit

merupakan

organ

pertama

yang

terkena

pengaruh

tidak

menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi
penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum
korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha
untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar
keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit.
Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural
moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).
Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap
kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan
kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang
berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa
digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG).
Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air,
menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan
air dari kulit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah gel
pelembab. Gel pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah
pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat humektan
(pelembab), gelling agent, zat pengawet, parfum, dan zat warna (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Asam hialuronat adalah karbohidrat atau yang lebih spesifik merupakan
mukopolisakarida yang secara alami terdapat dalam semua organisme hidup.
Asam hialuronat adalah glikosaminoglikan disakarida yang terdiri dari ribuan unit
Universitas Indonesia

D-glucoronic acid dan N-acetyl-D-glucosamine yang berikatan secara berulang.


Pada pH fisiologis asam hialuronat sebagian besar terdapat dalam bentuk garam
natrium, bentuk garam ini adalah bentuk paling umum yang tersedia secara
komersial (Kablik dkk, 2009). Bila asam hialuronat tidak terikat dengan molekul
lain, asam hialuronat akan berikatan dengan air membentuk cairan yang kental
mirip dengan jelly.
Aplikasi asam hialuronat dalam kosmetik antara lain sebagai gel pelembab,
krim dan lotions pelembab, anti keriput atau anti-aging, lotions after sun, produk
perawatan kulit sebagai pelembab, melindungi dan menutrisi kulit, pengobatan
untuk kulit sensitif dan kering, dapat dikombinasikan dengan pelindung kolagen,
vitamin, argireline dan Lacto-Ceramide.

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan gel pelembab
yang mengandung asam hialuronat (Hyaluronic acid moisturizing gel).

Universitas Indonesia

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kulit
Kulit

merupakan

lapisan

yang

menutupi

permukaan

tubuh

dan

menghubungkannya dengan lingkungan. Kulit terdiri atas tiga kompartemen


utama yaitu epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan). Epidermis merupakan
struktur terluar yang berlapis-lapis, jaringan epitelnya terdiri atas beberapa
lapisan. Struktur terluar dari epidermis adalah stratum korneum yang membentuk
barrier permeabilitas epidermal yang mencegah hilangnya air dan elektrolit.
(Draelos, 2010).
2.1.1 Anatomi Fisiologi Kulit
Terdapat tiga lapisan utama dari kulit yaitu lapisan epidermis, dermis dan
hipodermis atau subkutan. Strukur lapisan kulit dapat dilihat pada Gambar 2.1.
berikut.

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Struktur anatomi kulit.


Tidak ada garis tegas yang memisahkan antara dermis dan subkutan.
Subkutan ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel yang
membentuk jaringan lemak. Lapisan epidermis dan dermis dibatasi oleh taut
dermoepidermal (dermoepidermal junction). Fungsi utama kulit antara lain:
1. Fungsi proteksi: untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme, bahan
kimia, radiasi panas, listrik, dan kejutan mekanik.
2. Fungsi ekskresi: untuk mengekskresi zat-zat yang tidak berguna atau sisa
metabolisme di dalam tubuh seperti NaCl, urea, dan lain-lain
3. Fungsi termoregulasi: mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi
dan konstruksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi
4. Fungsi persepsi sensori: sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa
tekanan, raba, suhu dan nyeri
5. Fungsi absorpsi: melalui epidermis dan kelenjar sebasea
6. Fungsi pembetukan pigmen (melanogenesis)
7. Fungsi keratinisasi
8. Fungsi produksi vitamin D
2.1.1.1 Epidermis (Draelos, 2010; Rieger, 2000)
Universitas Indonesia

Epidermis merupakan bagian terluar kulit yang banyak mengandung sel


epidermal atau keratinosit. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm pada telapak kaki dan telapak
tangan, sedangkan lapisan tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata,
pipi, dahi dan perut. Terjadi regenerasi pada epidermis setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu:
a. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung
air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, suatu jenis protein yang tidak
larut air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan
fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel
yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi.
Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis
yang bersifat asam, disebut mantel asam kulit.
b. Stratum lucidum (lapisan jernih)
Terletak tepat di bawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis
berupa garis translusen, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada
telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar,
berinti mengkerut. Di dalam butir keratohyalin terdapat bahan logam, khususnya
tembaga yang menjadi katalisator proses pertandukan kulit.
d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
e. Stratum germinativum (lapisan basal)
Merupakan sel-sel induk yang berbentuk silindris (tabung) dengan inti
lonjong. Pada lapisan terbawah epidermis ini terdapat sel-sel melanosit, yaitu selsel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen
Universitas Indonesia

melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendritdendritnya. Satu sel melanosit hanya melayani sekitar 36 sel keratinosit. Kesatuan
ini diberi nama unit melanin epidermal. Terdapat dua jenis melanin berdasarkan
komposisi dan warnanya. Eumelanin yang lebih gelap adalah melanin yang paling
bersifat protektif terhadap sinar UV dibandingkan feomelanin yang lebih terang
dan mengandung sulfur dalam konsentrasi tinggi.
2.1.1.2 Dermis (Draelos, 2010; Mitsui 1993)
Lapisan dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopeptida. Serabut-serabut kolagen dan elastin semakin menebal, namun
sintesisnya berkurang seiring bertambahnya usia. Selain berfungsi dalam
mempertahankan elatisitas kulit, serabut elastin juga berperan dalam melindungi
organ internal tubuh dari goncangan mekanik.
Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit. Lapisan dermis berperan penting dalam
fungsi termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh.
2.1.1.3 Subkutan (Draelos, 2010)
Lapisan subkutan merupakan kelanjutan dermis, terdiri jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah besar.
Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan
saluran getah bening. Lapisan lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan untuk
melindungi organ dalam tubuh.
2.2

Kosmetika Pelembab

Universitas Indonesia

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta indrustrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia
usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan
antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik
(cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit
menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik pelembab yang mengandung gliserol akan mengering di
permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap
uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini
membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum
corneum kulit. Tetapi konsentrasi gliserol yang tinggi sedikit banyak dapat
mengiritasi kulit. Sekarang konsentrasi gliserol yang lazim digunakan adalah 1020 %. Sedangkan kosmetik yang ditambahkan campuran minyak seperti minyak
tumbuhan lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sel stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono
dan Latifah, 2007).
Kulit

merupakan

organ

pertama

yang

terkena

pengaruh

tidak

menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi
penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum
korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha
untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar
Universitas Indonesia

keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit.
Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural
moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).
Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap
kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan
kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang
berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa
digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG).
Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air,
menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan
air dari kulit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah gel
pelembab. Gel pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah
pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat humektan
(pelembab), gelling agent, zat pengawet, parfum, dan zat warna (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
2.3

Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua

konstituen yang terdiri dari massa yang rapat dan diselusupi oleh cairan (Martin,
Swarbick dan Cammarata, 1983). Gel merupakan salah satu sediaan semi solid
selain salep, pasta, dan krim yang sering digunakan dengan tujuan pemakaian obat
topikal. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel atau jelli merupakan sistem
semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Sedangkan Howard C.
Ansel mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan. Sedangkan Howard C. Ansel
Universitas Indonesia

10

mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Gel dibuat dengan bantuan agen pembentuk gel yaitu polimer alam atau
sintetik yang membentuk suatu matriks tiga dimensi dalam cairan. Polimer
pembentuk gel yang umum digunakan termasuk polimer alam seperti gum
tragakan, karagenan, pektin, agar, dan asam alginat; bahan semisintetik seperti
metil selulosa, hidroksi etil selulosa, hidroksi propil metil selulosa, dan karboksi
metil selulosa; dan bahan sintetik yaitu karbopol (Aulton, 1988). Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, diantaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropil miristat, propilen glikol, menthol, dan sebagainya), serta bahanbahan lainnya.
2.3.1 Kandungan Gel
Formulasi gel membutuhkan pemilihan gelling agent yang sesuai, umumnya
berupa polimer. Karakter polimer yang ideal yaitu bersifat inert, aman,
biokompatibel dengan komposisi lain, memiliki pelekatan yang baik terhadap
membran, memungkinkan permeasi obat, tidak mengiritasi, dan biodegradabel.
Dalam formulasi, polimer pembentuk gel harus menunjukkan daya mengembang
yang baik (swelling), sifat sineresis dan rheologi yang sesuai untuk pemadatan dan
pengerasan sistem. Gel dapat dibuat dari polimer alam atau sintetik yang
membentuk suatu matriks tiga dimensi dalam cairan. Polimer pembentuk gel yang
umum digunakan termasuk polimer alam seperti gum tragakan, karagenan, pektin,
agar, dan asam alginat; bahan semi sintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil
selulosa, hidroksi propil metil selulosa, dan karboksi metil selulosa; dan bahan
sintetik yaitu karbopol (Aulton, 1988).
Sejumlah gelling agent yang secara komersial digunakan pada sediaan gel
topikal di antaranya adalah karbomer sintetik, selulosa semi sintetik, dan derivat
selulosa. Perkembangan terbaru produk gel topikal yang mengandung obat, mulai
Universitas Indonesia

11

memperhatikan pengembangan gelling agent baru yang berasal dari bahan alam,
misalnya biopolimer karragenan, xanthan gum, dan kitosan. Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, di antaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropilmiristat, propilenglikol, menthol, dan sebagainya), khelating
agent (Na2EDTA, misalnya pada Na-alginat yang sensitif terhadap adanya logam
bobot), serta bahan-bahan lainnya.
2.3.2 Sifat dan Karakteristik Gel
a.

Swelling
Gel dapat

mengembang karena komponen

pembentuk

gel dapat

mengabsorpsi larutan sehingga terjadi penambahan volume. Pelarut akan


berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dan gelling
agent. Pengembangan gel akan kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel
berkurang. Sifat swelling pada kebanyakan gel dipengaruhi olah suhu, pH,
keberadaan elektrolit, dan bahan lain dalam formulasi.
b.

Sineresis
Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam

massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel.
Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk
massa gel yang tegar. Mekanisme tejadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah,
sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat
terjadi pada hidrogel maupun organogel.
Pada kesetimbangan, sistem akan mempertahankan kestabilan fisiknya
karena gaya osmotik swelling seimbang dengan gaya elastik makromolekul. Pada
pendinginan, tekanan osmotik sistem menurun dan oleh karena itu, gaya elastik
makromolekul kembali seperti semula. Hal ini menyebabkan penyusutan molekul
Universitas Indonesia

12

yang telah meregang dan terjadi penekanan medium dispersi dari matriks gel.
Penambahan agen osmotik seperti sukrosa, glukosa, dan elektrolit lain dapat
membantu mempertahankan tekanan osmotik yang lebih tinggi pada suhu rendah
dan menghindari sineresis gel.
c.
Perubahan suhu
Perubahan suhu dapat mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk
melalui penurunan temperatur maupun pada kenaikan temperatur hingga suhu
tertentu. Polimer seperti metil selulosa dan hidroksi propil metil selulosa, terlarut
hanya pada air yang dingin dan membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu, larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
d.
Adanya elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik, dimana ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada sehingga koloid akan melarut. Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium, hal ini disebabkan karena terjadi pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
e.

Elastisitas dan rigiditas


Elastisitas dan rigiditas merupakan karakteristik dari gel gelatin dan

nitroselulosa. Selama transformasi dari bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi
peningkatan elastisitas dan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel
resisten terhadap deformasi dan mempunyai aliran vikoelastik, struktur gel ini
dapat bermacam-macam tergantung dari komponen penyusun gel.
f.
Rheologi
Larutan pembentuk gel dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan
sifat aliran pseudoplastis.
2.3.3 Klasifikasi Gel
Gel diklasifikasikan sebagai hidrogel dan organogel pada keadaan fisik
gelling agent dalam dispersi. Hidrogel disiapkan dengan bahan larut air atau
Universitas Indonesia

13

terdispersi dalam air membentuk koloid. Organogel disiapkan dari bahan


mengandung minyak tidak larut air.
a.
Hidrogel
Gom alam dan sintetik seperti tragakan, natrium alginat, dan pektin; bahan
inorganik seperti alumina, bentonit, silika, dan veegum; serta bahan organik
seperti polimer selulosa, akan membentuk hidrogel dalam air. Bahan-bahan
tersebut akan terdispersi menjadi koloid dalam fase air atau terlarut sempurna
dalam air untuk membentuk struktur gel. Gom dan gelling agent inorganik
membentuk gel karena sifat alami peningkatan viskositas yang bahan tersebut
miliki. Gelling agent organik umumnya merupaka derivat polimer berbobot
molekul besar menghasilkan struktur gel karena daya mengembang dan
pembentuk belitan rantai. Rantai molekul yang memgembang menyatu karena
gaya valensi sekunder, yang membantu mempertahankan struktur gel. Kekuatan
fisik struktur gel didasarkan pada jumlah gelling agent, bobot molekul gelling
agent, pH produk, dan suhu pembentukan gel.
b.
Organogel
Organogel dikenal sebagai oleaginous gel. Gel ini disiapkan dengan lipid
tidak larut air seperti ester gliserol dari asam lemak, yang mengembang dalam air
dan membentuk lyotropic liquid crystal tipe lain, yang umum digunakan adalah
ester

gliserol

dari

asam

lemak

seperti

gliserol

monooleat,

gliserol

monopalmitostearat, dan gliserol monolinoleat. Bahan tersebut berada dalam


bentuk wax pada suhu ruang dan membentuk kristal likuid kubik dalam air dan
meningkatkan viskositas dispersi. Jenis wax seperti carnauba wax digunakan pada
sediaan organogel untuk kosmetik. Sejumlah besar air terjebak antara lipid bilayer
tiga dimensi. Kesetimbangan kandungan air pada organogel adalah 35%. Sifat
struktur lipid, jumlah air pada sistem, kelarutan obat yang diinkorporasikan, dan
suhu eksternal mempengaruhi sifat fase kristalin cair. Sifat bipolar organogel
memungkinkan inkorporasi obat hidrofilik dan lipofilik. Pelepasan obat dapat
diatur dengan mengubah komponen hidrofilik dan lipofilik.
c.

Stimuli-responsive hidrogel
Jaringan tiga dimensi polimer hidrofilik menyerap sejumlah besar air dan

membentuk struktur lunak pada jaringan biologis. Sifat mengembang hidrogel ini
Universitas Indonesia

14

dapat diubah oleh parameter fisikokimia yang beragam. Faktor fisik seperti suhu,
pH, dan kekuatan ionik medium swelling, dan faktor kimia seperti struktur
polimer, modifikasi kimia (crosslink) dapat mengubah laju swelling. Oleh karena
hal

ini,

ada

klasifikasi

lebih

lanjut

yaitu

pH

responsive

hydrogel,

thermoresponsive hydrogel, ionik responsive hydrogel.


2.3.4 Komponen Gel
a.
Gelling Agents
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk
jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari
sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel
dalam cairan nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai
pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari
beberapa surfaktan nonionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih
di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral. Berikut ini
adalah beberapa contoh gelling agent:
1. Polimer (gel organik)
a) Gum alam (natural gums)
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi
dalam air), meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar
gum. Karena komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum
mudah terurai secara mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh
karena itu, sistem cair yang mengandung gum harus mengandung pengawet
dengan konsentrasi yang cukup. Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel
dengan gum yang bersifat anionik sehingga penggunaannya harus dihindari.
Beberapa contoh gum alam:
a. Natrium alginat
Merupakan polisakarida, terdiri dari berbagai proporsi asam D-mannuronik
dan asam L-guluronik yang didapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk
garam monovalen dan divalen. Natrium alginat 1,5-2% digunakan sebagai
lubrikan, dan 5-10% digunakan sebagai pembawa. Garam kalsium dapat
Universitas Indonesia

15

ditambahkan untuk meningkatkan viskositas dan kebanyakan formulasi


mengandung gliserol sebagai pendispersi. Tersedia dalam bebrapa grade sesuai
dengan viskositas yang terstandardisasi yang merupakan kelebihan natrium
alginat dibandingkan dengan tragakan.
b. Karagenan
Hidrokoloid yang diekstrak dari beberapa alga merah yang merupakan suatu
campuran tidak tetap dari natrium, kalium, amonium, kalsium, dan ester-ester
magnesium sulfat dari polimer galaktosa, dan 3,6-anhidrogalaktosa.
Jenis kopolimer utama ialah kappa, iota, dan lambda karagenan. Fraksi
kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas.
Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas,
merupakan gel yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan
tetap jernih dengan keberadaan ion K.
a. Tragakan
Menurut Netherland Farmakope (NF), didefinisikan sebagai ekstrak gum
kering dari Astragalus gummifer Labillardie, atau spesies Asia dari Astragalus.
Material kompleks yang sebagian besar tersusun atas asam polisakarida yang
terdiri dari kalsium, magnesium, dan kalium. Sisanya adalah polisakarida netral,
tragakantin. Gum ini mengembang di dalam air. Digunakan sebanyak 2-3%
sebagai lubrikan, dan 5% sebagai pembawa. Tragakan kurang begitu populer
karena mempunyai viskositas yang bervariasi. Viskositas akan menurun dengan
cepat di luar range pH 4,5-7, rentan terhadap degradasi oleh mikroba. Formula
mengandung alkohol dan/atau gliserol dan atau volatile oil untuk mendispersikan
gum dan mencegah pengentalan ketika penambahan air.
b. Pektin
Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus yang
banyak digunakan dalam makanan. Merupakan gelling agent untuk produk yang
bersifat asam dan digunakan bersama gliserol sebagai pendispersi dan humektan.
Gel yang dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat karena air
dapat menguap secara cepat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
proses sineresis. Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung
kalsium dan kemungkinan zat lain yang befungsi menghidrasi gum.
Universitas Indonesia

16

c.

Derivat selulosa
Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi.

Substitusi dengan gugus hidroksi menurunkan kristalinitas dengan menurunkan


pengaturan rantai polimer dan ikatan hidrogen antar rantai. Derivat selulosa yang
sering digunakan adalah MC, HEMC, HPMC, EHEC, HEC, dan HPC. Sifat fisik
dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC merupakan derivat
selulosa yang sering digunakan. Derivat selulosa rentan terhadap degradasi
enzimatik sehingga harus icegah adanya kontak dengan sumber selulosa.
Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet dapat mencegah penurunan
viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh enzim yang dihasilkan dari
mikroorganisme. Misalnya MC, Na CMC, HEC, HPC Sering digunakan karena
menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap
pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film yang kuat pada
kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC.
d.
Polimer sintetis (Karbomer = karbopol)
Sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik. Karbomer merupakan
gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi sekitar 0,5%. Dalam
media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya, pertama-tama
dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel akan
terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Dalam sistem cair,
basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH 4OH sebaiknya ditambahkan. pH
harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses
netralisasi atau pH yang tinggi. Viskositas dispersi karbomer dapat menurun
dengan adanya ion-ion. Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, maka
hanya diperlukan dalam konsentrasi kecil.
2.

Polietilen (gelling oil)


Digunakan dalam gel hidrofobik liquid, akan dihasilkan gel yang lembut,

mudah tersebar, dan membentuk lapisan / film yang tahan air pada permukaan
kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada
suhu tinggi (di atas 80 C) kemudian langsung didinginkan dengan cepat untuk
mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.
3. Koloid padat terdispersi
Universitas Indonesia

17

Mikro kristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara


pembentukan jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan
hidrogen. Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan
polar diperlukan konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena
adanya kompetisi dengan medium yang melemahkan interaksi antar partikel
tersebut.
4. Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air,
dan konsentrasi yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut
membentuk mikroemulsi. Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi
dengan cara meng-adjust proporsi dan konsentrasi dari komposisinya. Bentuk
komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini adalah produk pembersih
rambut.
5. Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti
beeswax, carnauba wax, setil ester wax.
6. Polivinil alkohol
Untuk membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Film yang
terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang baik antara
obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas dan
angka penyabunan.
7. Clays (gel anorganik)
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak
cocok digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa.
Magnesium oksida sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit
harus disterilkan terlebih dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit
dapat digunakan pada konsentrasi 5-20%. Contohnya: Bentonit, veegum, laponite
b.
1.

Bahan tambahan
Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi

semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai


Universitas Indonesia

18

antimikroba.

Dalam

pemilihan

zat

pengawet

harus

memperhatikan

inkompatibilitasnya dengan gelling agent. Beberapa contoh pengawet yang biasa


digunakan dengan gelling agent:
a. Tragakan: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat
0,05 % w/v.
b. Na alginat: metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % w/v, atau klorokresol 0,1 %
w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v.
c. Pektin: asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % w/v
atau klorokresol 0,1-0,2 % w/v.
d. Starch glyserin: metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % w/v atau asam benzoat
0,2 % w/v.
e. MC: fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium klorida 0,02%
w/v.
f. Na CMC: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat
0,02 % w/v.
g. Polivinil alkohol: klorheksidin asetat 0,02 % w/v.
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air.
Biasanya digunkan pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan
propilparaben 0,025% sebagai pengawet.
2. Penambahan Bahan higroskopis
Penambahan Bahan higroskopis bertujuan untuk mencegah kehilangan air.
Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
3. Chelating agent
Chelating agent bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive
terhadap logam bobot. Contohnya EDTA.
2.3.5 Preparasi dan Pengemasan Gel
Gel relatif lebih mudah disiapkan dibandingkan salep dan krim. Sebagai
tambahan pada gelling agent, medicated gel mengandung obat, pengawet /
antimikroba, stabilizer, agen pendispersi, dan peningkat penetrasi. Beberapa
faktor berikut penting untuk mendapatkan sediaan gel yang seragam.
a.

Pencampuran
Pencampuran bahan-bahan dengan gelling agent didasarkan pada pengaruh

bahan pada proses pembentukan gel. Jika bahan berpengaruh pada laju dan daya
pengembangan gelling agent, maka bahan akan dicampur setelah gel terbentuk.
Universitas Indonesia

19

Pada kondisi tidak adanya interferensi, obat dan zat tambahan lain dicampurkan
pada proses pengembangan. Pada kasus ini, perlu dipertimbangkan efek suhu
pencampuran, durasi pengembangan, dan kondisi proses lainnya pada stabilitas
fisikokimia obat dan bahan tambahan. Idealnya, obat dan bahan tambahan
dilarutkan dalam pelarut untuk swelling, dan gelling agent ditambahkan ke larutan
ini dan dibiarkan mengembang.
b.
Gelling medium
Purified water merupakan medium dispersi paling umum pada preparasi
gel. Di bawah kondisi tertentu, gel juga mungkin mengandung kosolven atau agen
pendispersi. Campuran etanol dan toluen memperbaiki dispersi etilselulosa,
diklorometan dan metanol memperbaiki viskositas dispersi HPC, alkohol
memperbaiki stabilitas rheologisgel polietilen oksida, dan gliserol, propilenglikol,
sukrosa, dan alkohol memperbaiki dispersi natrium alginat. Perhatian khusus
diperlukan untuk menghindari evaporasi atau degradasi kosolven ini dan agen
dispersi selama preparasi gel.
c.
Kondisi proses dan durasi pengembangan
Suhu proses, pH pendispersian, durasi pengembangan merupakan paramter
kritis pada preparasi gel. Kondisi ini bervariasi untuk setiap gelling agent. Sebagai
contoh, air panas dipilih untuk gelatin dan PVA, air dingin dipilih untuk dispersi
metilselulosa. Karbomer, guar gum, HPC, poloxamer, dan tragakan membentuk
gel pada pH asam lemah atau mendekati netral (pH 5-8). Gelling agent seperti
CMC Na, HPMC, dan natrium alginat membentuk gel pada kisaran pH yang luas
(4-10). HEC membentuk gel pada pH basa. Durasi pengembangan sekitar 24 48
jam umumnya menghasilkan gel yang homogen. Gom alam membutuhkan waktu
sekitar 24 jam dan polimer selulosa membutuhkan waktu 48 jam untuk hidrasi
yang sempurna.
d.

Penghilangan udara yang terjebak


Penghilangan udara pada matriks gel merupakan isu penting, khususnya

pada proses pengembangan yang melibatkan prosedur pencampuran atau


penambahan obat dan eksipien setelah proses pengembangan. Tempatkan
propeller pada dasar wadah pencampuran akan mengurangi penjebakkan udara.
Penghilangan gelembung udara lebih lanjut dapat dicapai dengan pendiaman gel
Universitas Indonesia

20

dalam waktu lama, penyimpanan suhu rendah, sonikasi, atau penambahan agen
antibusa silikon. Pada produksi skala besar, vacuum vessel deaerator digunakan
untuk menghilangkan gelembung udara.
e.
Pengemasan
Gel viskos dan merupakan sistem non-Newtonian, memerlukan perhatian
khusus selama pengemasan ke dalam wadah. Umumnya, gel dikemas ke dalam
squeeze tube atau jar dari bahan plastik. Wadah aluminium juga digunakan bila
pH produk agak asam. Pump dispenser dan prefilled syringe juga kadang
digunakan untuk pengemasan gel. Karena kebanyakan gel mengandung fase air,
pengawetan dalam wadah yang kedap udara membantu melindungi dari serangan
mikroba. Umumnya disimpan pada suhu ruang dan dilindungi dari cahaya
matahari langsung dan kelembaban. Pada produksi skala besar, digunakan mesin
mill, separator, mixer, deaerator, shifter, dan pengemas yang berbeda.
2.3.6 Evaluasi Gel
Uji-uji pada Farmakope dan sumber non Farmakope dilakukan untuk
mengevaluasi sifat fisikokimia, mikrobial, in vitro, dan karakteristik in vivo gel.
Uji ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas formulasi gel dan meminimalkan
variasi antar batch. Sejumlah uji yang direkomendasikan USP untuk sediaan gel
adalah minimum fill, pH, viskositas, microbial screening and assay. Pada
beberapa kasus, sterilitas dan kandungan alkohol juga perlu dispesifikasikan.
Prosedur uji minimum fill, microbial screening, uji sterilitas, pelepasan in vitro,
dan bioekuivalensi sama dengan pengujian pada salep dan krim. Terdapat pula uji
tambahan seperti uji homogenitas, morfologi permukaan, kandungan alkohol, sifat
rheologi, bioadhesi, stabilitas, dan penetrasi ex vivo.

2.4

Gel Pelembab
Gel pelembab merupakan jenis salah satu jenis sediaan semisolid yang

digunakan untuk mencegah terjadinya penguapan air yang berlebihan dari kulit.
Mekanisme dimana kulit mengalami kekeringan belum jelas dipahami. Beberapa
orang dapat mengalami kulit kering pada waktu dan berbagai kondisi lingkungan
tertentu, tetapi pada beberapa orang lainnya jarang mengalami gejala yang sama
Universitas Indonesia

21

pada berbagai kondisi lingkungan. Kekeringan pada umumnya terlihat pada


keadaan udara dingin dan ketika kelembaban relatif rendah.
Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang
antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak
tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan
menyebabkan dehidrasi kulit. Selain itu, kulit juga dilindungi oleh bahan-bahan
yang bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentosa, choline, dan turunan
asam fosfat yang jumlah totalnya 20% dari bobot lapisan stratum korneum
(Tranggono & Latifah, 2007). Kandungan air dalam sel-sel kulit normal adalah 10
20 %, bila terjadi penguapan air berlebihan maka nilai kandungan air tersebut
berkurang. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah penguapan air dari sel
kulit, antara lain:
1

Oklusif yaitu menutup permukaan kulit dengan minyak, seperti minyak


hidrokarbon, waxes, minyak tumbuhan dan hewan, asam lemak, lanolin,
asam stearat, fatty alcohols, setil alcohol, lauril alcohol, propilen glikol, wax
esters lanolin, beeswax, steril stearat, carnauba, candelilla, lesitin,

kolesterol.
Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat

hidrofilik yang menyerap air. Misalnya: asam hialuronat.


Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh buruk sinar matahari

yang mengeringkan kulit.


Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan
dalam kulit. Humektan merupakan bahan yang larut dalam air dengan
kemampuan mengikat air yang tinggi. Bahan ini mampu menarik air dari
atmosfer (jika kelembaban atmosfer > 80%) dan epidermis, mencegah
penguapan dan juga pengentalan produk. Humektan menarik air ke dalam
kulit tepatnya pada stratum korneum yang memberikan kesan kulit lebih
halus. Misalnya: gliserin, propilenglikol, sorbitol, gelatin, asam hialuronat,
dan beberapa vitamin.
Humektan terdiri atas; (Draelos., 2000)

a. Natural moisturizing factor, merupakan substansi larut dalam air, bersifat


higroskopis pada stratum korneum. Substansi ini berperan penting dalam
Universitas Indonesia

22

menahan air pada stratum korneum, contohnya asam karboksilik pirolidon,


urea dan asam laktat.
b. Polyol, terdiri dari sejumlah molekul hidroksil yang bersifat higroskopis,
bahannya antara lain gliserol, sorbitol dan propilen glikol.
c. Molekul makro seperti asam hialuronat, kondroitin sulfat dan elastin.
d. Liposom seperti niosom
Secara ilmiah, pengobatan sebagai pelembab meliputi 4 tahap:
1
2
3
4

Memperbaiki penghalang kulit


Meningkatkan kadar air
Mengurangi kehilangan air secara transepidermal
Memperbaiki fungsi air penghalang lipid.

Tabel 2.1 Senyawa Pelembab dan Mekanisme Kerjanya


Kelas

Mekanisme kerja

Senyawa

Keterangan

Osklusif

Secara fisik
menghambat
kehilangan air
tansdermal.

Petrolatum, lanolin,
mineral oil, silikon,
zink oksida.

Memungkinkan
terjadinya comedogenic,

Menarik air ke
stratum korneum.

Gliserin, propilen
glikol, sorbitol,
heksilen glikol,
butilen glikol, urea,
alphahydroxy acids
(AHAs).

AHA pada konsenrasi


tinggi memungkinkn
menyebabkan iritasi,

Plant oils,
polyisobutene,

Humektan

Emollien

Kulit halus dengan


mengisi ruang

Kontak dermatitis
(lanolin).

Glikol juga
meningkatkan efek dari
pengawet.

Universitas Indonesia

23

antara serpihan
squalene, asam lemak,
kulit dengan tetesan ceramide.
minyak.
Protein

2.5

Mengisi kembali
protein dalam
stratum korneum.

Kolagen, keratin,
elastin, campuran
protein.

Zat Aktif

a. Asam Hialuronat
Asam hialuronat adalah karbohidrat atau yang lebih spesifik merupakan
mukopolisakarida yang secara alami terdapat dalam semua organisme hidup.
Asam hialuronat adalah glikosaminoglikan disakarida yang terdiri dari ribuan unit
D-glucoronic acid dan N-acetyl-D-glucosamine yang berikatan secara berulang.
Pada pH fisiologis asam hialuronat sebagian besar terdapat dalam bentuk garam
natrium, bentuk garam ini adalah bentuk paling umum yang tersedia secara
komersial (Kablik dkk, 2009). Bila asam hialuronat tidak terikat dengan molekul
lain, asam hialuronat akan berikatan dengan air membentuk cairan yang kental
mirip dengan jelly.
Asam hialuronat ditemukan pada tahun 1934 oleh Karl Meyer dan
asistennya John Palmer dalam vitreous mata sapi. Asam hialuronat secara alami
terdapat dalam matriks ekstraseluler yang ditemukan dalam berbagai macam
jaringan pada manusia termasuk kulit, cairan synovial sendi, cairan vitreous mata,
dan dalam jaringan pendukung tulang rawan. Pada manusia dengan bobot ratarata 70 kg mempunyai kurang lebih 15 g hyaluronan. Jumlah terbesar asam
terdapat dalam jaringan kulit yaitu 7-8 g pada manusia dewasa, sekitar 50% dari
total asam hialuronat dalam tubuh ditemukan di kulit (Kablik dkk., 2009).
Fungsi biologis asam hialuronat meliputi pemeliharaan elastoviscosity
jaringan ikat seperti cairan sinovial sendi dan cairan vitreous mata, kontrol hidrasi
jaringan dan transportasi air, pembentukan supramolekul proteoglikan dalam
matriks ekstraseluler, berbagai peran reseptor, mitosis, migrasi, perkembangan
tumor dan metastasis dan inflamasi (Balazs dkk., 1986; Toole dkk., 2002; Turley
dkk.,2002; Hascall dkk., 2004). Fungsi utama asam hialuronat dalam tubuh adalah
untuk mengikat air dan untuk melumasi bagian tubuh yang bergerak seperti sendi
Universitas Indonesia

24

dan otot. Konsistensinya dan ikatannya yang baik dengan jaringan menjadikan
asam hialuronat memungkinkan untuk digunakan dalam produk perawatan kulit
sebagai pelembab yang sangat baik. Asam hialuronat adalah salah satu senyawa
alami yang paling hidrofilik di alam dan digambarkan sebagai pelembab alami.
Sifat hidrofobik asam hialuronat diperoleh dari atom axial hydrogen sekitar
delapan kelompok -CH pada sisi molekul.
Asam hialuronat dalam larutan berair dilaporkan mengalami transisi dari
karakteristik Newton ke non-Newton searah dengan peningkatan bobot molekul,
konsentrasi atau shear rate. Selain itu semakin tinggi bobot molekul dan
konsentrasi asam hialuronat semakin tinggi pula viskositasnya. Viskositas asam
hialuronat dalam larutan berair adalah bergantung pH dan dipengaruhi oleh
kekuatan ionic lingkungannya. Asam hialuronat memiliki pKa 2,9 dan karena itu
perubahan pH akan mempengaruhi tingkat ionisasi ranta asam hialuronat.
Pergeseran ionisasi mengubah interaksi antarmolekul asam hialuronat yang
mengubah sifat reologi dari komponen (Brown dan Jones., 2004)
Natrium hialuronat menurut European pharmacopoeia bersifat sedikit larut
hingga larut dalam air. Kecepatan kelarutannya bergantung pada bobot molekul
(MW), semakin rendah MW semakin cepat larut. Perubahan pada bobot molekul
dapat terjadi karena pemanasan atau pH extrim (semakin tinggi MW semakin
rendah stabilitas).
Tabel 2.2 Bobot Molekul Natrium Hialuronat

Ketika dilarutkan dalam air natrium hialuronat menjadi asam hialuronat


berbentuk larutan yang memiliki biokompatibilitas yang baik tetapi mempunyai
sifat mekanik yang buruk, kemudian terjadi cross-link antara molekul asam

Universitas Indonesia

25

hialuronat membentuk gel akan tetapi ikatan antara molekul asam hialuronat ini
tidak cukup kuat dan mudah terjadi degradasi.

Gambar 2.2. Cross-linking asam hialuronat.


Aplikasi asam hialuronat, yaitu:
1. Aplikasi dalam bidang biologi selain dari yang telah disebutkan sebelumnya
juga meliputi memberikan kelembutan dan elastisitas pada kulit, memiliki
efek anti keriput yang sangat baik, mendorong pertumbuhan sel kulit baru,
mendukung penyembuhan luka.
2. Aplikasi dalam kosmetik antara lain sebagai gel pelembab, krim dan lotions
pelembab, anti keriput atau anti-aging, lotions after sun, produk perawatan
kulit sebagai pelembab, melindungi dan menutrisi kulit, pengobatan untuk
kulit sensitif dan kering, dapat dikombinasikan dengan pelindung kolagen,
vitamin, argireline dan Lacto-Ceramide.
3. Aplikasi dalam bidang farmasi, asam hialuronat telah digunakan dalam
perangkat medis oftalmik untuk operasi katarak mata, injeksi untuk arthritis,
obat tetes mata, penggunaan topikal pada kulit untuk mendukung
penyembuhan dan regenerasi luka pasca operasi, sebagai agen penghantar
obat (drug delivery agent) dengan banyak rute pemberian termasuk
ophthalmic, nasal, pulmonary, parenteral, dan topikal.
Universitas Indonesia

26

Gambar 2.3. Asam hialuronat pada kulit.

Asam hialuronat pada kulit, yaitu:


Asam hialuronat secara kontinyu melembabkan kulit dengan berikatan dengan
air > 1000 kali dari BM-nya. Semakin bertambahnya usia kemampuan

memproduksi asam hialuronat semakin menurun.


Asam hialuronat bersifat sangat higroskopis dengan atom axial hidrogen yang
mendukung sifat higroskopis asam hialuronat. Kulit membutuhkan kadar air
tertentu untuk menjaga kelembutan dan elastisitasnya, HA mengikat air dalam

sel mempertahankan kandungan air pada lapisan epidermis kulit.


Menjaga (mengisi) celah intercellular untuk membentuk struktur jaringan kulit

(efek anti keriput).


Ketika diaplikasikan pada kulit akan membentuk film pada permukaan kulit

yang dapat menahan air, memperpanjang efek moisturizing.


sebagai matriks yang dibutuhkan untuk mendukung regenerasi kulit.

Gambar 2.4. Kulit kering dan kulit yang dikuatkan dengan asam hialuronat.
Efek farmakologi asam hialuronat
A. Moisturizing
Asam hialuronat dapat mengikat air lebih banyak daripada molekul lain
yang ada dalam tubuh dan dibutuhkan secara alami untuk menjaga hidrasi
collagen. Efek moisturizing asam hialuronat diperoleh dari water holding capacity
Universitas Indonesia

27

(kemampuan mengikat air), water retension (kemampuan retensi air), dan water
uptake (higroskopisitas). Asam hialuronat mengikat air dalam sel dan mambantu
membentuk struktur kulit pada lapisan epidermis kulit sehingga kulit menjadi
lebih halus, elastis, dan tampak lebih muda.
1. Water Holding Capacity
Kemampuan mengikat air asam hialuronat sangat tinggi dibandingkan dengan
misturizer lain seperti pada bagan berikut:

Gambar 2.5. Grafik retensi lembab dari pelembab.


2. Water retension
Bagan di bawah mengilustrasikan laju evaporasi lembab dari asam hialuronat
paling kecil di antara moisturizer lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
asam hialuronat memiliki kemampuan retensi air yang kuat.
Tabel 2.3 Evaporasi Kelembaban dari Larutan Pelembab

3. Water uptake (higroscopic property)

Universitas Indonesia

28

Pada kelembaban rendah (33%) asam hialuronat memiliki kemampuan


mengabsorbsi lembab yang paling tinggi, sedangkan pada kelembaban tinggi
(75%) menunjukkan kemampuan mengabsorbsi lembab yang paling rendah.

Gambar 2.6. Grafik higroskopisitas pelembab pada kelembaban relative 33 %


dan 75%.
b. D - Panthenol
Asam pantothenat adalah komponen mayor dalam Co enzyme A. CoA
digunakan dalam oksidasi asam lemak dan banyak reaksi biokimia lain dalam sel.
Jika terjadi defisiensi asetil CoA dalam tubuh maka oksidasi asam lemak akan
melambat dan menyebabkan kulit menjadi berminyak dan mudah tumbuh jerawat.
ketika panthenol diaplikasikan secara topikal akan di absorbsi oleh kulit dan
dikonversi menjadi asam pantotenat (vit B5), asam ini mudah diserap oleh kulit,
berpenetrasi hingga ke dalam lapisan bawah epidermis.
Asam pantotenat bekerja sebagai humektan dengan menarik air ke dalam sel
(water binding) sehingga dapat mempertahankan kelembaban di dalam jaringan
kulit.
Panthenol dapat menstimulasi epitalisasi dengan mempercepat regenerasi
kulit. Panthenol menginduksi sintesis prekursor asam lemak dan sphingolipids,
yang dibutuhkan dalam pembentukan lipid bilayer dari stratum korneum dan
merupakan anti inflamasi.

Universitas Indonesia

29

Gambar 2.7. Struktur Coenzyme-A.


2.6. Spesifikasi Sediaan dan Kemasan
2.6.1. Spesifikasi Sediaan
1. Sediaan gel dengan penampilan fisik berwarna jernih, transparan, berbau
khas, dan tidak sineresis.
2. Sediaan gel yang memberikan sensasi dingin, mudah merata, dan tidak
cepat tengik.
3. Sediaan gel yang berfungsi untuk melembabkan kulit (untuk pelembab
sehari-hari).
4. Sediaan gel dengan konsistensi tinggi, nilai yield value 500-700 dyne/cm2
dan dapat memberikan bentuk gel yang baik.
5. Sediaan gel dengan viskositas tinggi (40000-65000 cps) dengan mempunyai
sifat aliran pseudoplastis tiksotropik.
6. Sediaan gel yang dapat memberikan rasa sejuk dan nyaman di kulit.
7. Sediaan gel yang tidak rusak pada saat penyimpanan (stabil secara fisik)
selama penyimpanan dua tahun.
8. Sediaan gel memiliki pH yang termasuk dalam rentang pH balance kulit
yaitu 4,5-6,5 dan pH stabilitas sodium hyaluronate yaitu pH 5,0-8,5 pada
0,5% larutan dalam air.
9. Sediaan gel dengan kemasan yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya.

2.6.2. Spesifikasi Kemasan


1. Pengemasan gel terdiri dari kemasan primer berupa pot dari bahan acrylic,
kemasan sekunder kertas karton dan brosur dalam kemasan sekunder yang
berisi informasi terkait sediaan dan cara penggunaannya.
Universitas Indonesia

30

2. Pengemasan gel dibuat dengan cetakan huruf dan gambar yang berkualitas
baik serta mudah untuk dibaca.
3. Gel dikemas dengan bobot bersih 50 g.
2.7. Permasalahan dan Solusi Pembuatan Sediaan
2.7.1. Masalah Terkait Zat aktif dan Sediaan
1. Asam hialuronat secara komersial yang berada di pasaran tersedia dalam
bentuk garam natriumnya.
Solusi: zat aktif yang digunakan yaitu bentuk garamnya (natrium
hialuronat).
2. Natrium hialuronat merupakan serbuk yang berwarna putih / hampir putih
dan sangat higroskopis (Krause, Bellomo, & Colby, 2001; Prehm, 1983),
konsentrasi penggunaan yang digunakan untuk high moisture cosmetic yaitu
0,1- 1,0 %, harga natrium hialuronat relatif mahal ($ 400-600 per kilogram),
dan ketika tidak mengikat molekul lain natrium hialuronat mengikat air dan
membentuk karakter viskositas yang kaku seperti gel (Necas, Bartosikova,
Brauner, & Kolar, 2008).
Solusi: konsentrasi penggunaan natrium hialuronat dalam sediaan yang
digunakan kecil yaitu 0,1%.
3. Natrium hialuronat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan bobot molekul dan
Da nya yaitu bobot molekul besar (6 x 106 Da) dan bobot molekul kecil
(0,5-3,6 x 106 Da) (Kamonwan Bongkotphet) dan jenis yang digunakan
dalam kosmetika di pasaran yaitu natrium hialuronat dengan bobot molekul
yang kecil karena mempengaruhi kemampuannya meretensi air, memfilter
makromolekul, berikatan dengan permukaan sel reseptor dan molekul
matriks lainnya (Tammi, Saamanen, Maibach, & Tammi, 1991; Dermaxime,
2011).
Solusi: natrium hialuronat yang digunakan yang bobot molekulnya kecil.
4. Larutan 2% natrium hialuronat akan mengikat sisa 98% air dengan sangat
kuat dan membentuk gel (Loden, 2001) dan sediaan yang akan dibuat
adalah hidrogel.
Solusi: pada pembuatan gel ditambahkan gellating agent yaitu karbomer
940.
5. Natrium hialuronat larut atau larut sebagian dalam air, dimana larutan 0,5%
dalam air memiliki pH 5-8,5 (Sweetman, 2009), viskoelastisitas natrium
Universitas Indonesia

31

hialuronat dalam larutan dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion


lingkungannya, perubahan pH mempengaruhi banyaknya ionisasi pada
rantai natrium hialuronat.
Solusi: pH dibuat pH stabil = pH kulit (4,5-6,5).
6. Pemilihan agen pelembab yang larut air dan sinergis dengan natrium
hialuronat.
Solusi: ditambahkan zat pelembab yang kompatibel dengan natrium
hialuronat yaitu D-Panthenol 75W.
7. Sediaan gel mengandung banyak air sehingga mudah ditumbuhi mikroba.
Solusi: ditambahkan zat pengawet fenoksietanol dan propil paraben
(efeknya sinerges untuk spektrum luas).
8. Natrium hialuronat dan D-panthenol 75 W mudah teroksidasi.
Solusi: ditambahkan zat antioksidan yaitu propil galat.
9. Sediaan gel agar memberikan kenyamanan dan daya tarik pemakaian.
Solusi: Fragrance larut air (green tea floral water).
10. Dalam media air karbomer 940 akan bersifat asam sehingga dalam proses
pembuatannya perlu dinetralisasi dengan basa yang sesuai.
Solusi: ditambahkan zat penetral yaitu TEA.
11. Natrium hialuronat bersifat higroskopis dan cenderung tidak stabil bentuk
gelnya sebagai agen pelembab.
Solusi: ditambahkan humektan yaitu propilen glikol.

2.7.2. Masalah Terkait Kemasan


Bentuk pengemasan sediaan gel untuk penggunaan pada kulit secara topikal
agar mempermudah dalam pemakaian dan meningkatkan daya tarik dan beli
konsumen.
Solusi: kemasan primer sediaan berupa pot dari bahan acrylic dan dilengkapi
label, kemasan sekunder dari karton yang didesain menarik dan jelas serta
diberikan brosur.

Universitas Indonesia

32

BAB 3
PRAFORMULASI DAN FORMULASI
3.1. Praformulasi
3.1.1. Tiap pot gel pelembab asam hialuronat mengandung:
R/
R/D-panthenol 75 W

Natrium hialuronat

0,1

Karbomer 940

0,5

Trietanolamin

0,75

Propilen Glikol

15

Metil Paraben

0,1

Fenoksietanol

0,5

Propil galat

0,05

Na2EDTA

0,05

Green Tea Floral Water

0,01

Aquadest ad

50 gram

3.1.2.Sifat Fisika-kimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan serta Alasan Pemilihan
1.

Bahan
Natrium hialuronat (Asam hialuronat)

Universitas Indonesia

33

Gambar 3.1. Struktur kimia sodium hyaluronate.


Garam sodium dari asam hialuronat adalah glycosaminoglycan terdiri dari
unit D-glucoronic acid dan N-acetyl-D-glucosamine.
a. Rumus kimia

c.

: (C14H20NNaO11)r
b. Pemerian
: Serbuk, putih atau hampir
putih, sangat higroskopis, dan tidak berbau.
: Sedikit larut hingga larut dalam air, praktis tidak

Kelarutan

larut dalam aseton dan etanol.


d.

pH

: 5,0-8,5 pada 0,5% larutan dalam air.

e. pKa
f. Viskositas intrinsik
g. Kegunaan
h.

: 2,9
: 27,0-32,0 dl/g.
: agen pelembab kulit (zat aktif).

Tampilan dari larutan : Larutan jernih, absorbansi pada 600 nm tidak lebih
dari 0,01.

i.

Stabilitas

: 1% larutan stabil pd pH 3,5-9, stabil di bawah suhu


60 C, sangat sensitif terhadap radikal bebas.

2.

D-Panthenol
1,000 g D-panthenol ~ 1,068 g asam pantothenat.
a. Bobot molekul
b. Rumus kimia

: 205,3
: C9H19NO4.
c. Nama kimia

:(R)-2,4dihydroxy-N-(3-

hydroxypropyl)-3,3-dimethylbutyramide.
d. Pemerian : Tidak berwarna atau sedikit kekuningan,
jernih, cairan kental

higroskopis, praktis tidak

berbau, sedikit pahit.

Universitas Indonesia

34

e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut


dalam etanol (96%), larut dalam gliserol, sedikit larut

f.
g.
h.
i.
j.

dalam eter, tidak larut dalam lemak dan minyak,


Isopropanol 99% = 15 g/100 g
Propylenglycol = 35 g/ 100 g
pH
: pH 5% larutan tidak lebih besar dari 10,5.
Rotasi optik
: +29hingga +32.
Titik didih
: 118C-120C.
Kegunaan
: agen pelembab dan penghalus kulit (zat aktif).
Dosis
: 0,3% - 5,0%.
k. Stabilitas : Relatif stabil terhadap cahaya dan udara,
stabil pada pH 4-6 pada pH asam atau basa dapat terjadi
hidrolisis.

3.

Karbomer 940

Gambar 3.2. Struktur kimia karbomer 940.


a. Bobot molekul

: 104.400
b. Pemeriaan : Serbuk berwarna putih, fluffy, asam,
higroskopis dengan karakteristik sedikit bau. Karbomer
adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang di
crosslink dengan alil sukrosa atau alil eter dari
pentaeritritol. Polimer tersebut mengandung 52-68%
asam karboksilat terhitung dari basis kering. Polimer
karbomer dengan viskositas dan rigiditas rendah
memiliki bobot molekul yang tinggi.
c. Kelarutan : Mengembang pada air dan gliserin, setelah
dinetralisasi pada etanol (95%). Karbomer tidak
Universitas Indonesia

35

melarut tapi mengembang karena merupakan mikrogel


d. pH
e. Kegunaan

yang ter crosslink 3 secara 3 dimensional.


: 2,5-4,0 dari 0,2% dispersi cairan.
: gelling agent (0,5-2,0%).
f. Viskositas : Dispersi karbomer pada air membentuk
dispersi koloidal yang asam, ketika dinetralisasi akan
membentuk gel yang sangat viskos. Serbuk karbomer
seharusnya pertama kali didispersikan pada air sambil
diaduk untuk menghindari formasi dari aglomerat yang
tidak

terdispersi,

penambahan

suatu

kemudian
basa.

dinetralisasi

Senyaawa

yang

dengan
dapat

digunakan untuk menetralkan polimer karbomer adalah


asam amino, KOH, NaCO3, NaOH, dan amin organik
seperti trietanolamin. 1 gram karbomer dinetralkan
dengan 0,4 gr NaOH. Gel yang dinetralisasi akan lebih
kental pada pH 6-11. Viskositas akan menurun ketika
pH <3 dan > 12, serta pada kehadiran elektrolit kuat.
Gel akan kehilangan viskositas apabila terpapar sinar
UV, tapi dapat diminimalkan dengan penambahan
antioksidan.
g. Stabilitas : Stabil dan higroskopis. Dapat dipanaskan
hingga temperatur dibawah 104 C selama 2 jam tanpa
menpengaruhi kekentalannya. Namun, paparan dari
temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan
kehilangan warna dan penurunan stabilutas.
h. Viskositas Larutan : 40.000-65.000 cps (0,5% w/v).
i. Moisture Content : 2% w/w. Kelembaban karbomer
tidak menpengaruhi sifat kekentalannya, tapi kenaikan
kandungan lembab membuat karbomer lebih sulit untuk
didispersikan.
j. Inkompatibilitas : Berubah warna karena resorsinol dan
tidak kompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam
kuat, dan elektrolit dengan level tinggi. Logam besi dan
Universitas Indonesia

36

transisi lainnya dapat mengkatalisis degradasi dispersi


polimer.
Alasan pemilihan bahan:
Karbomer merupakan material agen pembentuk gel yang tidak toksik, tidak
mengiritasi, dan paling sering digunakan dalam industri kosmetik untuk
pembuatan gel. Selain itu penggunaannya pada sediaan topikal tidak
menunjukkan reaksi hipersensitivitas. Pada formula ini tidak dipilih agen
pembentuk gel alami seperti yang berasal dari golongan selulosa dikarenakan
larutan dari golongan selulosa seperti CMC Na memiliki stabilitas dan viskositas
maksimum pada pH 7-9 yang tidak sesuai dengan pH dari larutan asam
hialuronat. Penggunaan karbomer 940 dibandingkan dengan jenis karbomer
lainnya karena karbomer 940 menghasilkan nilai viskositas yang paling tinggi
dibandingkan dengan jenis karbomer lainnya. Selain itu, gel yang dihasilkan dari
karbomer 940 menghasilkan tingkat kejernihan gel yang tinggi.
4.

Trietanolamin (TEA)

Gambar 3.3. Struktur kimia trietanolamin.


a.
b.
c.
d.
e.

Rumus molekul
Bobot molekul
Pemeriaan
Kegunaan
pH

: C6H15NO3
: 149,19
: Kristal higroskopis tidak bewarna.
: Agen pembasa dan peningkat vikositas karbomer.
: 10,5 (larutan 0,1 N)
f. Kelarutan : Bercampur dengan air, aseton, etanol, dan
metanol. Larut dalam kloroform, agak larut dalam
benzene dan dietil eter.
g. Stabilitas : Tidak kompatibel dengan logam seperti
aluminium, tembaga, asam kuat, agen pengoksidasi dan
materi pengabsorpsi (selulosa).
Universitas Indonesia

37

Alasan Pemilihan Bahan:


Trietanolamin merupakan basa lemah yang baik dan sering dipakai sebagai agen
pembasa dalam sediaan kosmetik, salah satunya untuk moisturizing gel.
Penambahan TEA selain fungsinya sebagai agen pembasa, juga memiliki peranan
penting untuk meningkatan viskositas dari dispersi carbomer dalam air yaitu
dengan berikatan dengan gugus karboksilat pada carbomer menjadi bentuk
garamnya. Sehingga ukuran molekul carbomer meningkat dan viskositas sediaan
ikut meningkat. TEA dipilih dibandingkan dengan agen pembasa lainnya seperti
NaOH dan KOH dikarenakan

NaOH dan KOH merupakan basa kuat yang

dikhawatirkan akan menaikkan pH sediaan secara drastis. Selain itu, agen


pembasa seperti NaOH juga mudah bereaksi dengan asam, ester, dan eter pada
larutan.

5.

Propil galat

Gambar 3.4. Struktur kimia propil galat.


a.
b.
c.
d.

Rumus Molekul
Bobot molekul
Pemeriaan
Fungsi

: C10H12O5
: 212,2
: Serbuk kristal putih, tidak berbau.
: Antioksidan
e. Kelarutan : 1 dalam 286 air pada suhu 25 0C, 1 dalam 3
etanol 95%, 1 dalam 2,5 propilen glikol pada suhu
250C.
Universitas Indonesia

38

f. Kegunaan
g. pH
h. Stabilitas

: maksimum 0,1% dalam kosmetik


: 5,9 (0,1% b/v).
: Tidak stabil pada suhu tinggi.
i. Inkompatibilitas : Logam seperti sodium, potassium,
dan

besi

membentuk

kompleks

bewarna.

Pembentukkan kompleks ini dapat dihindari dengan


penambahan agen pengkelat. Selain itu, bereaksi
dengan agen pengoksidasi.
Alasan Pemilihan Bahan:
Propil galat merupakan antioksidan yang telah dipakai secara luas dalam sediaan
kosmetik. Penggunaan antioksidan ini karena sifatnya yang larut dalam air dan
tidak berbau seperti antioksidan Na-metabisulfit. Selain itu, kelebihan dari propil
galat adalah menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram negative,
positif, dan jamur.
6.

Propilen Glikol

Gambar 3.5. Struktur kimia propilen glikol.


a. Sinonim :

1,2-Dihydroxypropane;

E1520;

2-

hydroxypropanol; methyl ethylene; glycol; methyl


b. Rumus Molekul
c. Bobot Molekul

glycol; propane-1,2-diol; propylenglycolum.


: C3H8O2
: 76,09
d. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

e. Kelarutan

dan rasa sedikit manis.


: Bercampur dengan air.
f. Konsentrasi
: Humektan sampai dengan 15%;
solvent atau cosolvent : 5-80%.
g. Kegunaan : Humektan dan pelarut.
h. Stabilitas : Pada suhu tinggi dan wadah terbuka akan
teroksidasi. Propilenglikol merupakan bahan yang
Universitas Indonesia

39

higroskopis, maka simpan dalam wadah yang tertutup


rapat, terlindung dari cahaya dan kering.
: Inkompatibel dengan agen pengoksidasi.

i. Inkompabilitas

Alasan Pemilihan Bahan:


Propilen glikol dengan konsentasi 5 % merupakan eksipien yang dapat
digunakan sebagai humektan untuk menjaga kelembaban kulit. Penggunaannya
tergolong aman secara topikal karena tidak toksik dan sangat kecil kemungkinan
terjadi iritasi (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009). Propilen glikol digunakan untuk
membantu pelarutan dari bahan pengawet pada formula yaitu metal paraben.
7.

Na2EDTA

Gambar 3.6. Struktur

kimia Na2EDTA.

a. Sinonim
b. Rumus Molekul
c. Bobot
Molekul
d.
e. Kelarutan
f. Konsentrasi
g. Kegunaan

: Dinatrium Edetat.
: C10H14N2Na2O8
: 336,2
Pemerian
: Kristal putih,

serbuk tidak berbau dengan sedikit rasa asam.


: Larut dalam air (1:11)
: 0,005 0,1% b/v.
: Agen pengkelat.
h. Stabilitas : Garam edetat lebih stabil daripada asam
edetat. Sebaiknya disimpan dalam wadah yang bebas
dari alkali.
i. Inkompabilitas

: Na2EDTA berperan sebagai basa

lemah, menggantikan karbondioksida dari karbonat dan


bereaksi

dengan

logam

membentuk

hidrogen.

Inkompatibel dengan agen pengoksidasi, basa kuat dan


ion logam.
Alasan Pemilihan Bahan:
Na2EDTA dapat menghambat terjadinya reaksi oksidasi dengan mengikat logam
bobot, seperti Fe, Cu, Co, Mn, Sn, Ni yang mungkin berasal dari proses
Universitas Indonesia

40

pembuatan atau wadah kemasan (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009). Na2EDTA
merupakan agen pengkelat yang paling sering digunakan dalam formulasi
farmasetika, kosmetik, dan juga produk makanan. Penambahan Na 2EDTA ini
berfungsi untuk mengikat logam yang kemungkinan terdapat pada sediaan
sehingga tidak mengkatalis proses oksidasi terhadap produk yang dihasilkan.
8.

Fenoksietanol

Gambar 3.7. Struktur kimia fenoksietanol.


a. Rumus Molekul
b. Bobot Molekul
b. Pemerian

: C8H10O2
: 138,16
: Cairan kental tidak berwarna dengan bau agak enak

dan rasa pedas


c. Kelarutan : 1:43 dalam air, bercampur aseton, gliserin,
dan etanol 95%.
a. Batas yang diijinkan : 1% (oleh BPOM).
b. Penggunaan
:

Antimikroba (pengawet) pada

kosmetik dan sediaan topikal (0,5% - 1,0%).


Alasan Pemilihan Bahan:
Aktivitas antimikroba merupakan zat pengawet atau antibakteri yang efektif pada
rentang pH yang luas terhadap strain Pseudomonas aeruginosa dan pada tingkat
lebih rendah terhadap Proteus vulgaris dan organisme gram-negatif lainnya. Hal
ini paling sering digunakan dalam kombinasi dengan bahan pengawet lainnya,
seperti sebagai paraben, untuk mendapatkan aktivitas spektrum antimikroba yang
lebih luas.

9.

Metil Paraben
Universitas Indonesia

41

Gambar 3.8. Struktur kimia metil paraben.


a. Sinonim
b. Rumus Molekul
c. Bobot Molekul

: Methyl-4-hydroxybenzoate.
: C8H8O3
: 152,15
d. Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin
putih. Tidak berasa sampai hampir berasa dan sedikit
rasa terbakar.
e. Kelarutan : Propilen glikol (1:5); Air (1:400); 1:50 (air

f. Konsentrasi

pada suhu 50 C); 1:30 (air pada suhu 80 C).


: Dalam sediaan topikal 0,02-3%.
g. Kegunaan : Pengawet dalam formulasi farmasetika,
produk makanan, dan terutama dalam kosmetik.
h. Stabilitas : Larutan metilparaben stabil dalam pH 3-6
(kurang dari 10% terdekomposisi) sampai 4 tahun pada
suhu ruang, sementara jika pH 9 atau lebih akan cepat
terhidrolisis (10% atau lebih setelah 60 tahun pada
penyimpanan suhu ruang). Simpan pada wadah yang
rapat, dingin dan sejuk.
i. Inkompabilitas : Aktivitas antimikroba golongan
paraben akan menurun dengan adanya surfaktan
nonionik, seperti polisorbat 80 karena terjadinya
miselisasi. Akan tetapi, dengan adanya prolpilen glikol
akan mencegah interaksi antara metilparaben dan
polisorbat 80. Inkompatibel dengan bentonite, Mg
trisilikat, talk, tragakan, natrium alginat, minyak
esensial, sorbitol dan atropine. Bereaksi dengan gula.
Plastik dapat mengabsorpsi metilparaben, maka dapat
Universitas Indonesia

42

digunakan low-density and high-density polyethylene


bottles yang tidak mengabsorpsi metilparaben. Dapat
terhidrolisis dengan adanya asam kuat atau basa lemah.
Alasan Pemilihan Bahan:
Efektifitas pengawet ini berada pada rentang pH 4-8. Memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan efektif pada pH luas (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009).
10.
a.
b.
c.
d.

Green Tea Floral Water


Pemerian
Kelarutan
Kengunaan
Inkompatibel

: Cairan yang memiliki bau seperti teh hijau.


: larut dalam air.
: Fragrance.
: agen pengoksidasi.

Alasan Pemilihan Bahan:


Untuk memberikan wangi yang segar terhadap sediaan gel yang dibuat.
11.

Aquadest

a. Rumus Molekul
b. Bobot Molekul

: H2O
: 18
c. Pemeriaan : Aquadest merupakan air murni yang
diperoleh

dengan

penyulingan.

Caranya

dengan

pertukaran ion, osmotik terbalik atau cara lain yang


sesuai. Dibandingkan dengan air minum biasa, air
murni lebih bebas dari kotoran zat zat padat.
d. Kegunaan : Pelarut.

Alasan Pemilihan Bahan:


Aquadest merupakan air murni yang diperoleh dengan penyulingan. Caranya
dengan pertukaran ion, osmotik terbalik atau cara lain yang sesuai. Dibandingkan
dengan air minum biasa, air murni lebih bebas dari kotoran zat zat padat
(Depkes RI, 1979).
3.2. Formulasi
Universitas Indonesia

43

Tabel 3.1. Formulasi Gel Pelembab Asam Hialuronat


Komponen Bahan

Fungsi

Konsentrasi

D-panthenol 75 W

Zat aktif (pelembab)

Natrium hialuronat

Zat aktif (pelembab)

0,1

Karbomer 940

Gelling agent

0,5

Trietanolamin

Agen pembasa

0,75

Propilen Glikol

Pelarut dan humektan

15

Metil Paraben

Pengawet

0,1

Fenoksietanol

Pengawet

0,5

Propil gallat

Antioksidan

0,05

Na2EDTA

Zat pengkelat

0,05

Green Tea Floral Water

Fragrance

0,01

Aquadest ad

Pelarut

50 gram

3.3. Perhitungan Bahan

Tabel 3.2. Perhitungan Bahan dalam Formula


Konsentrasi yang
Bahan Baku

digunakan
(%)

Dalam satu kemasan


(gram)

Dalam satu batch (500


kemasan @ 50 gram/kemasan)
(gram)
Universitas Indonesia

44

D-panthenol 75 W

0,5 mL

250 mL

Natrium hialuronat

0,1

0,05 g

25 g

Karbomer 940

0,5

0,25 g

125 g

Trietanolamin

0,75

0,375 g

187,5 g

Propilen Glikol

15

7,5 g

3750 g

Metil Paraben

0,1

0,05 g

25 g

Fenoksietanol

0,5

0,25 g

125 g

Propil gallat

0,05

0,025 g

12,5 g

Na2EDTA

0,05

0,025 g

12,5 g

0,01

0,005 mL

2,5 mL

81,94

40,970 mL

20485 mL

Green Tea Floral


Water
Aquadest

3.4. Prinsip Pembuatan Gel


Pembuatan gel dapat melibatkan proses fusi atau prosedur khusus lainnya
tergantung pada gelling agent yang digunakan. Pembuatan karbomer menjadi gel
dilakukan

dengan

prosedur

tertentu.

Polimer

tersebut

terlebih

dahulu

didispersikan dalam air, sehingga hasil dispersi tersebut bersifat asam. Ketika
dispersi yang terbentuk sudah homogen, proses pembuatan gel dimulai dengan
cara menetralkan sistem tersebut dengan basa anorganik atau dengan amin, seperti
Trietanolamin (TEA). Basa ini akan mengionisasi gugus karboksil pada polimer,
kemudian menarik polimer menjadi larutan koloidal (membentuk cross-linking),
dan membentuk struktur matriks yang diinginkan.
Pembuatan gel yang bersih, homogen, dan bebas gelembung udara
dilakukan dengan memperhatikan karakteristik pembuatannya. Pada langkah
Universitas Indonesia

45

awal, di dalam medium asam, karbomer membutuhkan high shear untuk


membentuk dispersi yang homogen, dilanjutkan dengan low-shear mixing selama
proses penetralisasian. Proses mixing sebaiknya dilakukan pada keadaan vakum.
Hal ini dilakukan untuk menarik udara yang terperangkap dari dispersi selama
proses pembuatan dan mencegah terperangkapnya udara yang mungkin terjadi
karena pecahnya lapisan permukaan. Minimalisasi terperangkapnya udara penting
bagi estetika gel tersebut. Selain itu, hal penting lainnya ialah saat proses kontrol
berat isi pada pengemasan, terutama untuk skala industri.
Secara umum, proses pembuatan gel adalah sebagai berikut:
1. Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing
3. Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran
tersebut atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga homogen tapi
jangan terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan
timbulnya

gelembung

udara dalam sediaan

yang nantinya

dapat

mempengaruhi pH sediaan.
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke
dalam kemasan sebanyak yang dibutuhkan, kemasan ditutup, lalu diberi
etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.

3.5

Proses Produksi (Cara Pembuatan)


Proses produksi meliputi penimbangan bahan, pemindahan bahan ke ruang

pembuatan (manufacturing), pencampuran bahan, pengisian ke dalam wadah dan


dan pengemasan. Proses produksi baru dilakukan jika semua bahan baku (zat aktif
dan zat tambahan), bahan pengemas (pump), dan peralatan produksi telah
Universitas Indonesia

46

persyaratan yang ditetapkan. Pada proses mixing sediaan dan pembuatan basis gel
carbomer 940 dilakukan menggunakan vacuum mixing plan untuk mencegah
terjebaknya gelembung udara dalam sediaan gel yang dapat mempengaruhi
volume gel saat proses pengisian ke dalam pump. Adapun cara pembuatan
hyaluronic acid moisturizing gel adalah sebagai berikut:
1. Seluruh alat yang digunakan pada pembuatan gel disiapkan sesuai standar
CPOB lalu dibersihkan terlebih dahulu dan dipastikan bahwa peralatan telah
bersih dan siap untuk digunakan.
2. Zat aktif (natrium hialuronat 25 g) ditimbang dan zat tambahan (karbomer
940 125 g; trietanolamin 187,5 g; propilen glikol 3750 g; metil paraben 25
g; fenoksietanol 125 g; propil gallat 12,5 g; Na2 EDTA 12,5 g) ditimbang
serta diukur larutan d-panthenol 75 W 250 mL; Green tea floral water 2,5
mL dan aquadest 20,485 L. Selanjutnya, semua bahan baku dibawa ke ruang
pembuatan.
3. Metil paraben sebanyak 25 g dan propil gallat sebanyak 12,5 g dilarutkan
dalam propilen glikol sebanyak 2500 g, dihomogenkan menggunakan
Vacuum Mixing Plant (VMP tipe VM 75N) dengan kecepatan 500 rpm
selama 10 menit hingga larut homogen. Purified water sebanyak 13,485 L
ditambahkan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit.
Fenoksietanol sebanyak 125 g dan Na2EDTA sebanyak 12,5 g ditambahkan
secara perlahan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit
hingga larut homogen.
4. Carbomer 940 sebanyak 125 g didispersikan dalam larutan di dalam VMP,
dihomogenkan dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Trietanolamin
sebanyak 187,5 g ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam VMP dengan
kecepatan alat 1500 rpm selama 20 menit.

Universitas Indonesia

47

Gambar 3.9. Vacuum Mixing Plant (VMP tipe VM 75N).


Tabel 3.3. Spesifikasi Macam-Macam VMP.

5. Natrium hialuronat sebanyak 25 g dilarutkan dalam 1250 g propilen glikol,


dihomogenkan menggunakan homomixer dengan kecepatan 500 rpm selama
5 menit di dalam wadah-A kemudian ditambahkan 7 L purified water secara
perlahan-lahan

ke

dalam

wadah-A,

dihomogenkan

menggunakan

homomixer dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit. Larutan tersebut


ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam VMP, dihomogenkan dengan
kecepatan 500 rpm selama 10 menit.
6. Larutan d-panthenol 75 W sebanyak 250 mL dan green tea floral water
sebanyak 2,5 mL, ditambahkan ke dalam VMP, dihomogenkan dengan
kecepatan 500 rpm selama 5 menit.
Universitas Indonesia

48

7. Campuran dipindahkan ke dalam Storage tank dan didiamkan selama 24


jam. Lakukan IPC (organoleptis, pH, viskositas, konsistensi, dan
homogenitas).
8. Setelah dilakukan pengujian, produk ruahan dimasukkan ke dalam Gel
Filling Machine untuk dilakukan pengisian pada pump 50 g ke dalam pot
dan disegel.
9. Produk diberikan label, dimasukkan ke dalam kemasan sekundernya,
diberikan brosur.
10. Dilakukan karantina untuk selanjutnya dilakukan uji PPC (uji isi minimum,
batas mikroba, penetapan kadar, stabilitas, cycling test, wadah dan
kemasan).
11. Sediaan yang telah dikemas lalu dipack dalam box untuk siap dipasarkan
dan didistribusikan.

BAB 4
EVALUASI DAN KEMASAN
4.1. Evaluasi
4.1.1 In Process Control (IPC)
1.
Pengamatan Organoleptis`
Tujuan
untuk mengukur daya penerimaan terhadap produk berdasarkan indera.
Prosedur kerja
Dapat dilakukan dengan mengamati warna, bau, tekstur penampilan sediaan.
Kriteria
Warna : jernih.
Universitas Indonesia

49

Bau
: aroma teh hijau.
Tekstur : semi padat yang kenyal dan lunak.
2.

Uji Homogenitas
Tujuan
Untuk mengetahui homogenitas bahan di dalam sediaan.
Metode
Dilakukan dengan cara mengoleskan 0,1 gram sediaan pada kaca transparan.
Kriteria
Semua bahan tersebar dengan homogen dalam sediaan gel.

3.

Uji pH
Tujuan
Untuk mengetahui pH sediaan.
Metode pelaksanaan
Menggunakan pH meter.
Prosedur kerja
Ditimbang sediaan gel sebanyak 1 g, lalu didispersikan dalam 10 mL
akuades. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda
dicelupkan ke dalam larutan sediaan dan dicatat nilai pH yang tertera pada
layar. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang.
Kriteria
pH sediaan tidak kurang dari 4,5 tidak lebih dari 6,5.
.

4.

Uji Viskositas dan Sifat Alir


Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kuantitas eksipien atau pelarut yang digunakan
terhadap viskositas gel yang dihasilkan.
Metode pelaksanaan
Dengan menggunakan viskometer Brookfield.
Prosedur kerja
Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah berupa beaker glass 250 mL,
spindel yang sesuai diturunkan hingga batas spindel tercelup ke dalam
sediaan, kemudian motor dan spindel dinyalakan. Angka viskositas yang
ditunjukkan oleh jarum merah dicatat, kemudian dikalikan dengan faktor
koreksi pada tabel yang terdapat pada brosur alat. Nilai viskositas diperoleh
Universitas Indonesia

50

dengan mengubah rpm dari 0,5; 1; 2; 2,5; 4; 10 dan 20 rpm. Selanjutnya


dilakukan kebalikannya dari

20; 10; 4; 2,5; 2; 1; dan 0,5 rpm. Nilai

viskositas dihitung pada pengukuran menggunakan 1 jenis spindel dan pada


kecepatan tertentu.
Kriteria
Viskositas: 40.000 65.000 cps, tipe aliran: pseudoplastis-tiksotropik.
5.

Uji Konsistensi
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kuantitas eksipien atau pelarut yang digunakan
terhadap konsistensi gel yang dihasilkan.
Metode pelaksanaan
Dengan menggunakan penetrometer.

Prosedur pengujian
Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada meja
penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang
permukaan sediaan. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol
start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus sediaan.
Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh yield
value.
Kriteria
Yield value : 500-700 dyne/cm2.
4.1.2. Post Process Control (PPC)
1.
Uji Isi Minimum
Tujuan
Untuk mengetahui jumlah minimum sediaan gel yang masih diperbolehkan
dalam pengisian kemasan.
Prosedur
1. Ambil contoh sebanyak 10 wadah sediaan, hilangkan semua etiket yang
dapat mempengaruhi bobot pada waktu isi wadah dikeluarkan

Universitas Indonesia

51

2. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dan


timbang satu per satu
3. Keluarkan isi dari dalam pot secara kuantitatif dari masing-masing
wadah, jika perlu cuci pot dengan pelarut yang sesuai
4. Keringkan dan timbang lagi masing-masing wadah kosong beserta
tutupnya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi
wadah.
Kriteria
1. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang
tertera pada etiket, dan tidak satu wadahpun yang bobot bersih isinya
<90% dari bobot yang tertera pada etiket
2. Jika persyaratan di atas tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20
wadah tambahan. Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang
dari bobot yang tertera pada etiket, dan hanya satu wadah yang bobot
bersih isinya <90% dari bobot yang tertera pada etiket.
2.

Uji Batas Mikroba


Tujuan
Memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam sediaan, dan untuk
menyatakan sediaan tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Selama
menyiapkan dan melaksanakan pengujian, spesimen harus ditangani secara
aseptik.
Prosedur
Dilakukan uji angka lempeng total. Prinsipnya perhitungan koloni bakteri
pada media agar non selektif maupun ada atau tidaknya pertumbuhan
bakteri setelah pengkayaan. Dilakukan minimal 2 cawan petri.
Standar validasi proses:
1.

Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 atau galur yang


setara

2.

Staphylococcus aereus ATCC 6538 atau galur yang setara

Kriteria
Jika tidak ditemukan koloni mikroba di dalam cawan dengan enceran awal,
nyatakan hasil pengujian sebagai: kurang dari 10 mikroba per gram atau ml
spesimen.

Universitas Indonesia

52

3.

Penetapan Kadar

a.

Natrium hialuronat
Metode
Spektrofotometer UV-Vis
Preparasi sampel
a. Reagent A. Larutkan 0,95 g dinatrium tetraborat dalam 100,0 mL asam
sulfat
b. Reagent B. Larutkan 0,125 g karbazol dalam 100,0 mL etanol anhidrat.
c. Larutan uji. Siapkan larutan secara triplo. Ambil sejumlah massa gel
yang setara 0,170 g zat aktif. Lakukan ekstraksi terhadap sediaan gel.
Encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama. Encerkan 10,0 g
larutan ini hingga 200,0 g dengan air.
d. Larutan stok baku. Larutkan 0,1 g asam D-glukuronat yang sebelumnya
dikeringkan hingga massanya tetap dalam vakum difosfor pentoksida,
dalam air dan encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama.
e. Larutan baku. Siapkan 5 pengenceran dari larutan stok baku dengan
konsentrasi dari 6,5 g/g hingga 65 g/g asam D-glukuronat.
Prosedur analisis
a. Letakkan 25 tabung uji, yang telah diberi nomor 1 sampai 25, dalam air es.
b. Tambahkan 1,0 mL dari kelima larutan baku secara triplo ke dalam tabung
1 sampai 15 (tabung baku), 1,0 mL dari ketiga larutan uji secara triplo ke
dalam tabung 16 sampai 24 (tabung uji), dan 1,0 mL air pada tabung uji
no 25 (blangko).
c. Tambahkan 5,0 mL reagen A ke dalam masing-masing tabung uji, yang
sebelumnya telah didinginkan dalam air es. Tutup rapat tabung dengan
plastik, kocok, dan letakkan dalam water bath selama 15 menit.
d. Dinginkan dalam air es, dan tambahkan 0,20 mL reagen B. Buka tutup
tabung, kocok dan letakkan kembali dalam water bath selama 15 menit.
e. Dinginkan hingga suhu ruang dan ukur absorbansi larutan pada 530 nm ,
terhadap blangko.
Hitung persentase sodium hyaluronat menggunakan persamaan berikut:

cg = rata-rata konsentrasi asam D-glukuronat dalam larutan uji, dalam


mg/g
Universitas Indonesia

53

cs = rata-rata konsentrasi zat uji dalam larutan uji, dalam mg/g


Z = persentase C6H10O7 dalam asam D-glukuronat
h = persentase susut pengeringan
401.3 = bobot molekul relatif dari fragmen disakarida
194.1 = bobot molekul relatif dari asam glukuronat
Kriteria Keberterimaan
90,0 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.
b. Panthenol
Metode
Titrasi bebas air
Preparasi sampel
a. Larutan Kalium biphtalat: larutkan 20,42 g Kalium biftalat dengan asam
asetat glasial di dalam labu ukur 1000 ml. Jika dibutuhkan, hangatkan
campuran dengan steam bath untuk melarutkan, perhatikan terhadap
adanya absorpsi karena kelembaban. Dinginkan hingga suhu kamar, dan
encerkan dengan asam asetat glasial hingga 1000 ml.
b. Larutan uji: Ambil sejumlah massa gel yang setara 400 mg Panthenol.
Lakukan ekstraksi terhadap sediaan gel. Tambahkan 50,0 ml asam
perklorat 0,1 N, dan refluks selama 5 jam. Dinginkan, perhatikan adanya
kelembaban atmosfer yang masuk ke dalam kondenser, dan bilas
kondenser dengan asam asetat glasial, simpan hasil bilasan di dalam labu.
c. Analisis
Titrasi larutan uji dengan Kalium biftalat hingga titik akhir berwarna
biru-hijau menggunakan indikator 5 tetes kristal violet. Lakukan
penetapan blangko dan catat perbedaan volume yang dibutuhkan. Tiap
mL perbedaan volume asam perklorat 0,1 N ekuivalen dengan 20,53
C9H19O4.
Kriteria keberterimaan
90,0 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
4.

Uji Stabilitas
a) Uji Stabilitas Jangka Panjang
Metode

Universitas Indonesia

54

Uji jangka panjang dilakukan pada tidak kurang dari tiga bets dengan waktu
penyimpanan minimal 12 bulan dan dilanjutkan hingga waktu daluwarsa
yang diajukan. Temperatur uji yang digunakan adalah 30 2C dengan
kelembapan relatif 65% 5%. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan pada
tahun pertama, yaitu pada bulan ke-0, 3, 6, 9, dan 12. Setiap 6 bulan pada
tahun kedua.
Kriteria
Sediaan gel stabil secara fisik.
Kemudian, pada uji stabilitas jangka panjang, dilakukan uji efektifitas
pengawet antimikroba.
Uji Efektifitas Pengawet Antimikroba (Depkes RI, 1995)
Tujuan
Untuk mengetahui efektifitas pengawet yang ditambahkan pada sediaan
setelah penyimpanan sediaan dalam periode waktu tertentu.
Mikroba Uji
Candida albicans ATCC No. 10231, Aspergillus niger (ATCC No. 16404),
Escherichia coli (ATCC No. 8739), Pseudomonas aeruginosa (ATCC No.
9027), dan Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538).
Media
Pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba uji seperti
Soybean-Casein Digest Agar Medium.
Pembuatan inokula
Inokulasi permukaan media agar dengan mikroba uji sebelum pengujian
dan inkubasi pada suhu 30-35 C selama 18-24 jam.
a. Prosedur
1. Untuk wadah yang tidak dapat ditembus secara aseptik, ambil 20ml
sampel masukkan ke dalam 5 tabung bakteriologik bertutup
2. Inokulasi dengan suspensi mikroba baku, dengan perbandingan
0,10ml inokula 20ml sediaan
3. Inkubasi pada suhu 200-250C
4. Amati pada hari ke 7, 14, 21, dan 28.
b. Syarat
a. Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1 % dari jumlah awal.
Universitas Indonesia

55

b. Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang.
b) Uji Stabilitas Dipercepat
Metode
dilakukan pada tiga bets dengan waktu penyimpanan selama 6 bulan pada
temperatur uji dan kelembapan relatif yang dinaikkan. Temperatur uji yang
digunakan adalah 40 2C dan kelembapan relatif 75% 5%. Stabilitas
sampel dianalisis pada bulan ke-0, 1, 2, 3, dan 6.
Kriteria
1. Tidak terjadi degradasi produk di luar kriteria sediaan yang diinginkan
pH, viskositas, dan kadar.
2. Tampilan organoleptis sediaan tidak berubah.
c) Uji Freeze-Thaw (Cycling Test)
Metode
Uji ini dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu rendah (4 2C)
selama interval waktu tertentu dan dilanjutkan dengan penyimpanan pada
suhu tinggi (40 2C). Dilakukan selama 6 siklus, dimana 1 siklus adalah
24 jam suhu rendah dan 24 jam suhu tinggi.
Kriteria
Tidak terjadi perubahan pada sediaan, sediaan gel stabil secara fisik, dan
tidak sineresis.
4.2. Kemasan
Kemasan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1

Kemasan primer adalah bahan kemasan yang secara langsung membungkus


sediaan, misalnya pot atau tube.

Kemasan sekunder adalah digunakan untuk mengemas dan melindungi


produk yang telah dikemas dalam kemasan primer.

Universitas Indonesia

56

Kemasan tersier digunakan untuk distribusi sediaan dalam skala besar


contohnya kardus.
Kemasan primer yang digunakan adalah pot akrilik. Sedangkan kemasan

sekunder yang digunakan adalah kemasan karton. Pot akrilik dipilih sebagai
wadah sediaan gel dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Memudahkan pengambilan sediaan gel.
2. Memudahkan pengamatan akan jumlah sediaan yang tersisa dan
meminimalkan sediaan yang tersisa.
3. Penampilan produk terlihat lebih menarik (estetika)
4. Besarnya isi sediaan yaitu sebesar 50 g, sehingga diperlukan wadah yang
lebih besar pula untuk menyimpan sediaan namun tidak mengurangi
penampilan produk.
Adapun desain kemasan primer, label, brosur, dan kemasan sekunder dapat
dilihat di bawah ini:
1. Desain kemasan primer

Gambar4.1. Desain kemasan primer.

Universitas Indonesia

57

2. Desain label kemasan primer

Gambar 4.2. Desain label kemasan primer.


3. Desain Brosur
a. Tampak Depan

Gambar 4.3. Desain brosur tampak depan.


b. Tampak Belakang

Gambar 4.4. Desain brosur tampak belakang.


4. Desain kemasan sekunder
Universitas Indonesia

58

Gambar 4.5. Desain kemasan sekunder.


Adapun evaluasi terhadap wadah dan kemasan meliputi:
1. Pemeriksaan hasil cetakan pada label wadah dan kemasan
a) Karton pengemas yang digunakan harus benar.
b) Nomor batch dan expired date tercetak harus benar.
c) Cetakan nomor batch dan expire date tidak boleh luntur.
2. Pemeriksaan brosur
a) Brosur yang digunakan harus benar.
b) Pelipatan brosur sesuai dengan standar.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas Indonesia

59

5.1. Kesimpulan
1. Formula gel pelembab asam hialuronat (hyaluronic acid moisturizing gel)
telah berhasil membentuk sediaan gel pelembab kosmetik dengan nama
dagang HYAGEL.
2. Sediaan gel HYAGEL yang mengandung natrium hialuronat dan Dpanthenol 75W memenuhi kriteria evaluasi fisik, kimia dan biologi sediaan
gel yang dipersyaratkan.
5.2. Saran
Dapat

dikembangkan

formulasi

sediaan

gel

pelembab

dengan

menggunakan bahan aktif yang mempunyai efek perawatan kulit lainnya selain
efek pelembab kulit seperti natrium hialuronat. Reformulasi gel HYAGEL dari
segi komponen gelling agent dan pelarut dapat dilakukan untuk menghasilkan gel
dengan konsistensi dan viskositas yang lebih baik. Selain itu dapat pula sediaan
gel ini dibuat sebagai sediaan emulgel.

DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia

60

Anonim. (2013). Panthenol. http://www.kyowa.eu/daiichi/panthenol, diakses pada


22 September 2013 16:50 WIB.
Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Ketiga
(Farida Ibrahim, Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Banker, G.S, & Christopher, T. (1996). Modern Pharmaceutics 3rd edition. New
York: Marcel Dekker, Inc. hal 295-296.
Brown, M.B., & Jones, S.A. (2005). Hyaluronic acid: a unique topical vehicle for
the localized delivery of drugs to the skin. JEADV 19, 308318.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Dirjen POM, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Dirjen POM, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1985). Formularium Kosmetik
Indonesia. Jakarta: Dirjen POM, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hal. 189.
Fenchem. Sodium Hyaluronate. http://www.fenchem.com, diakses pada 22
september 2013, 16:32 WIB.
Hascall, C.V., & Laurent, T.C. (1998). The Chemistry, Biology and Medical
Applications of Hyaluronan and its Derivatives. Wenner-Gren
International Series, Vol 72, Portland Press, London.
Kablik J., Monheit G.D., Yu L.P., Chang G., & Gershkovich J. (2009).
Comparative Physical Properties of Hyaluronic Acid Dermal Fillers,
American Society for Dermatologic Surgery 35;302-312.
Lund, Walter. (1994). The Pharmaceutical Code (12th ed.). London: The
Pharmaceutical Press.
Martin, A, Swarbick, J., & Cammarata, A. (2008). Farmasi Fisik Edisi Ketiga.
(Joshita, Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Necas J, Bartosikova L, Brauner P, Kolar J. (2008). Hyaluronic Acid
(hyaluronan): a review, Veterinarni Medicina, 53 (8); 397-411.
Noveon. (2002). Neutralizing Carbopol and Pemulen Polymers in Aqueous
and Hydroalcoholic Systems. TDS-237: Januari 2002.
Universitas Indonesia

61

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (6th ed.). Grayslake: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.
Surini S., Akiyama H., Morishita M., Nagai T., & Takayama K., 2003, Release
phenomena of insulin from an implantable device composed of a polyion
complex of chitosan and sodium hyaluronate. J Controlled Release 90;
291-301.
T, Mitsui (ed). (1997). New Cosmetic Sciences. Amsterdam: Elseiver Scinces BV.
Tranggono, R.I & F. Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tranggono, R.I.S & Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-8, 93-96.
Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Yogyakarta:
UGM Press. hal. 380-381.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press. Hal. 26-29, 40, 63, 122-124.

Universitas Indonesia

Вам также может понравиться