Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
UNIVERSITAS INDONESIA
Faradilla Mauliddini
1306343580
Hansen
1306343656
1306434175
Novita Damayanti
1306343971
Ulfah Nurhidayah
1306344356
Riski Amanda
1306344160
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Rencana Pengembangan Formula pada program studi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Silvia Surini
M.Pharm.Sc., Apt. selaku dosen mata kuliah Rencana Pengembangan Formula
atas bimbingan yang diberikan sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2013
Universitas
Universitas
IndonesiaIndonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................i
KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1.
.............................................................................Latar Belakang
1.2.
1
...........................................................................Tujuan Penelitian
3
63
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Kulit
merupakan
organ
pertama
yang
terkena
pengaruh
tidak
menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi
penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum
korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha
untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar
keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit.
Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural
moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).
Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap
kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan
kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang
berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa
digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG).
Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air,
menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan
air dari kulit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah gel
pelembab. Gel pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah
pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat humektan
(pelembab), gelling agent, zat pengawet, parfum, dan zat warna (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Asam hialuronat adalah karbohidrat atau yang lebih spesifik merupakan
mukopolisakarida yang secara alami terdapat dalam semua organisme hidup.
Asam hialuronat adalah glikosaminoglikan disakarida yang terdiri dari ribuan unit
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kulit
Kulit
merupakan
lapisan
yang
menutupi
permukaan
tubuh
dan
Universitas Indonesia
melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendritdendritnya. Satu sel melanosit hanya melayani sekitar 36 sel keratinosit. Kesatuan
ini diberi nama unit melanin epidermal. Terdapat dua jenis melanin berdasarkan
komposisi dan warnanya. Eumelanin yang lebih gelap adalah melanin yang paling
bersifat protektif terhadap sinar UV dibandingkan feomelanin yang lebih terang
dan mengandung sulfur dalam konsentrasi tinggi.
2.1.1.2 Dermis (Draelos, 2010; Mitsui 1993)
Lapisan dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopeptida. Serabut-serabut kolagen dan elastin semakin menebal, namun
sintesisnya berkurang seiring bertambahnya usia. Selain berfungsi dalam
mempertahankan elatisitas kulit, serabut elastin juga berperan dalam melindungi
organ internal tubuh dari goncangan mekanik.
Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit. Lapisan dermis berperan penting dalam
fungsi termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh.
2.1.1.3 Subkutan (Draelos, 2010)
Lapisan subkutan merupakan kelanjutan dermis, terdiri jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah besar.
Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan
saluran getah bening. Lapisan lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan untuk
melindungi organ dalam tubuh.
2.2
Kosmetika Pelembab
Universitas Indonesia
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta indrustrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia
usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan
antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik
(cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit
menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik pelembab yang mengandung gliserol akan mengering di
permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap
uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini
membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum
corneum kulit. Tetapi konsentrasi gliserol yang tinggi sedikit banyak dapat
mengiritasi kulit. Sekarang konsentrasi gliserol yang lazim digunakan adalah 1020 %. Sedangkan kosmetik yang ditambahkan campuran minyak seperti minyak
tumbuhan lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sel stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono
dan Latifah, 2007).
Kulit
merupakan
organ
pertama
yang
terkena
pengaruh
tidak
menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi
penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum
korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha
untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar
Universitas Indonesia
keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit.
Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural
moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).
Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap
kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan
kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang
berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa
digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG).
Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air,
menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan
air dari kulit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah gel
pelembab. Gel pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah
pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat humektan
(pelembab), gelling agent, zat pengawet, parfum, dan zat warna (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
2.3
Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua
konstituen yang terdiri dari massa yang rapat dan diselusupi oleh cairan (Martin,
Swarbick dan Cammarata, 1983). Gel merupakan salah satu sediaan semi solid
selain salep, pasta, dan krim yang sering digunakan dengan tujuan pemakaian obat
topikal. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel atau jelli merupakan sistem
semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Sedangkan Howard C.
Ansel mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan. Sedangkan Howard C. Ansel
Universitas Indonesia
10
mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Gel dibuat dengan bantuan agen pembentuk gel yaitu polimer alam atau
sintetik yang membentuk suatu matriks tiga dimensi dalam cairan. Polimer
pembentuk gel yang umum digunakan termasuk polimer alam seperti gum
tragakan, karagenan, pektin, agar, dan asam alginat; bahan semisintetik seperti
metil selulosa, hidroksi etil selulosa, hidroksi propil metil selulosa, dan karboksi
metil selulosa; dan bahan sintetik yaitu karbopol (Aulton, 1988). Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, diantaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropil miristat, propilen glikol, menthol, dan sebagainya), serta bahanbahan lainnya.
2.3.1 Kandungan Gel
Formulasi gel membutuhkan pemilihan gelling agent yang sesuai, umumnya
berupa polimer. Karakter polimer yang ideal yaitu bersifat inert, aman,
biokompatibel dengan komposisi lain, memiliki pelekatan yang baik terhadap
membran, memungkinkan permeasi obat, tidak mengiritasi, dan biodegradabel.
Dalam formulasi, polimer pembentuk gel harus menunjukkan daya mengembang
yang baik (swelling), sifat sineresis dan rheologi yang sesuai untuk pemadatan dan
pengerasan sistem. Gel dapat dibuat dari polimer alam atau sintetik yang
membentuk suatu matriks tiga dimensi dalam cairan. Polimer pembentuk gel yang
umum digunakan termasuk polimer alam seperti gum tragakan, karagenan, pektin,
agar, dan asam alginat; bahan semi sintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil
selulosa, hidroksi propil metil selulosa, dan karboksi metil selulosa; dan bahan
sintetik yaitu karbopol (Aulton, 1988).
Sejumlah gelling agent yang secara komersial digunakan pada sediaan gel
topikal di antaranya adalah karbomer sintetik, selulosa semi sintetik, dan derivat
selulosa. Perkembangan terbaru produk gel topikal yang mengandung obat, mulai
Universitas Indonesia
11
memperhatikan pengembangan gelling agent baru yang berasal dari bahan alam,
misalnya biopolimer karragenan, xanthan gum, dan kitosan. Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, di antaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropilmiristat, propilenglikol, menthol, dan sebagainya), khelating
agent (Na2EDTA, misalnya pada Na-alginat yang sensitif terhadap adanya logam
bobot), serta bahan-bahan lainnya.
2.3.2 Sifat dan Karakteristik Gel
a.
Swelling
Gel dapat
pembentuk
gel dapat
Sineresis
Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam
massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel.
Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk
massa gel yang tegar. Mekanisme tejadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah,
sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat
terjadi pada hidrogel maupun organogel.
Pada kesetimbangan, sistem akan mempertahankan kestabilan fisiknya
karena gaya osmotik swelling seimbang dengan gaya elastik makromolekul. Pada
pendinginan, tekanan osmotik sistem menurun dan oleh karena itu, gaya elastik
makromolekul kembali seperti semula. Hal ini menyebabkan penyusutan molekul
Universitas Indonesia
12
yang telah meregang dan terjadi penekanan medium dispersi dari matriks gel.
Penambahan agen osmotik seperti sukrosa, glukosa, dan elektrolit lain dapat
membantu mempertahankan tekanan osmotik yang lebih tinggi pada suhu rendah
dan menghindari sineresis gel.
c.
Perubahan suhu
Perubahan suhu dapat mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk
melalui penurunan temperatur maupun pada kenaikan temperatur hingga suhu
tertentu. Polimer seperti metil selulosa dan hidroksi propil metil selulosa, terlarut
hanya pada air yang dingin dan membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu, larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
d.
Adanya elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik, dimana ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada sehingga koloid akan melarut. Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium, hal ini disebabkan karena terjadi pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
e.
nitroselulosa. Selama transformasi dari bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi
peningkatan elastisitas dan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel
resisten terhadap deformasi dan mempunyai aliran vikoelastik, struktur gel ini
dapat bermacam-macam tergantung dari komponen penyusun gel.
f.
Rheologi
Larutan pembentuk gel dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan
sifat aliran pseudoplastis.
2.3.3 Klasifikasi Gel
Gel diklasifikasikan sebagai hidrogel dan organogel pada keadaan fisik
gelling agent dalam dispersi. Hidrogel disiapkan dengan bahan larut air atau
Universitas Indonesia
13
gliserol
dari
asam
lemak
seperti
gliserol
monooleat,
gliserol
Stimuli-responsive hidrogel
Jaringan tiga dimensi polimer hidrofilik menyerap sejumlah besar air dan
membentuk struktur lunak pada jaringan biologis. Sifat mengembang hidrogel ini
Universitas Indonesia
14
dapat diubah oleh parameter fisikokimia yang beragam. Faktor fisik seperti suhu,
pH, dan kekuatan ionik medium swelling, dan faktor kimia seperti struktur
polimer, modifikasi kimia (crosslink) dapat mengubah laju swelling. Oleh karena
hal
ini,
ada
klasifikasi
lebih
lanjut
yaitu
pH
responsive
hydrogel,
15
16
c.
Derivat selulosa
Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi.
mudah tersebar, dan membentuk lapisan / film yang tahan air pada permukaan
kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada
suhu tinggi (di atas 80 C) kemudian langsung didinginkan dengan cepat untuk
mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.
3. Koloid padat terdispersi
Universitas Indonesia
17
Bahan tambahan
Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
18
antimikroba.
Dalam
pemilihan
zat
pengawet
harus
memperhatikan
Pencampuran
Pencampuran bahan-bahan dengan gelling agent didasarkan pada pengaruh
bahan pada proses pembentukan gel. Jika bahan berpengaruh pada laju dan daya
pengembangan gelling agent, maka bahan akan dicampur setelah gel terbentuk.
Universitas Indonesia
19
Pada kondisi tidak adanya interferensi, obat dan zat tambahan lain dicampurkan
pada proses pengembangan. Pada kasus ini, perlu dipertimbangkan efek suhu
pencampuran, durasi pengembangan, dan kondisi proses lainnya pada stabilitas
fisikokimia obat dan bahan tambahan. Idealnya, obat dan bahan tambahan
dilarutkan dalam pelarut untuk swelling, dan gelling agent ditambahkan ke larutan
ini dan dibiarkan mengembang.
b.
Gelling medium
Purified water merupakan medium dispersi paling umum pada preparasi
gel. Di bawah kondisi tertentu, gel juga mungkin mengandung kosolven atau agen
pendispersi. Campuran etanol dan toluen memperbaiki dispersi etilselulosa,
diklorometan dan metanol memperbaiki viskositas dispersi HPC, alkohol
memperbaiki stabilitas rheologisgel polietilen oksida, dan gliserol, propilenglikol,
sukrosa, dan alkohol memperbaiki dispersi natrium alginat. Perhatian khusus
diperlukan untuk menghindari evaporasi atau degradasi kosolven ini dan agen
dispersi selama preparasi gel.
c.
Kondisi proses dan durasi pengembangan
Suhu proses, pH pendispersian, durasi pengembangan merupakan paramter
kritis pada preparasi gel. Kondisi ini bervariasi untuk setiap gelling agent. Sebagai
contoh, air panas dipilih untuk gelatin dan PVA, air dingin dipilih untuk dispersi
metilselulosa. Karbomer, guar gum, HPC, poloxamer, dan tragakan membentuk
gel pada pH asam lemah atau mendekati netral (pH 5-8). Gelling agent seperti
CMC Na, HPMC, dan natrium alginat membentuk gel pada kisaran pH yang luas
(4-10). HEC membentuk gel pada pH basa. Durasi pengembangan sekitar 24 48
jam umumnya menghasilkan gel yang homogen. Gom alam membutuhkan waktu
sekitar 24 jam dan polimer selulosa membutuhkan waktu 48 jam untuk hidrasi
yang sempurna.
d.
20
dalam waktu lama, penyimpanan suhu rendah, sonikasi, atau penambahan agen
antibusa silikon. Pada produksi skala besar, vacuum vessel deaerator digunakan
untuk menghilangkan gelembung udara.
e.
Pengemasan
Gel viskos dan merupakan sistem non-Newtonian, memerlukan perhatian
khusus selama pengemasan ke dalam wadah. Umumnya, gel dikemas ke dalam
squeeze tube atau jar dari bahan plastik. Wadah aluminium juga digunakan bila
pH produk agak asam. Pump dispenser dan prefilled syringe juga kadang
digunakan untuk pengemasan gel. Karena kebanyakan gel mengandung fase air,
pengawetan dalam wadah yang kedap udara membantu melindungi dari serangan
mikroba. Umumnya disimpan pada suhu ruang dan dilindungi dari cahaya
matahari langsung dan kelembaban. Pada produksi skala besar, digunakan mesin
mill, separator, mixer, deaerator, shifter, dan pengemas yang berbeda.
2.3.6 Evaluasi Gel
Uji-uji pada Farmakope dan sumber non Farmakope dilakukan untuk
mengevaluasi sifat fisikokimia, mikrobial, in vitro, dan karakteristik in vivo gel.
Uji ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas formulasi gel dan meminimalkan
variasi antar batch. Sejumlah uji yang direkomendasikan USP untuk sediaan gel
adalah minimum fill, pH, viskositas, microbial screening and assay. Pada
beberapa kasus, sterilitas dan kandungan alkohol juga perlu dispesifikasikan.
Prosedur uji minimum fill, microbial screening, uji sterilitas, pelepasan in vitro,
dan bioekuivalensi sama dengan pengujian pada salep dan krim. Terdapat pula uji
tambahan seperti uji homogenitas, morfologi permukaan, kandungan alkohol, sifat
rheologi, bioadhesi, stabilitas, dan penetrasi ex vivo.
2.4
Gel Pelembab
Gel pelembab merupakan jenis salah satu jenis sediaan semisolid yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penguapan air yang berlebihan dari kulit.
Mekanisme dimana kulit mengalami kekeringan belum jelas dipahami. Beberapa
orang dapat mengalami kulit kering pada waktu dan berbagai kondisi lingkungan
tertentu, tetapi pada beberapa orang lainnya jarang mengalami gejala yang sama
Universitas Indonesia
21
kolesterol.
Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat
22
Mekanisme kerja
Senyawa
Keterangan
Osklusif
Secara fisik
menghambat
kehilangan air
tansdermal.
Petrolatum, lanolin,
mineral oil, silikon,
zink oksida.
Memungkinkan
terjadinya comedogenic,
Menarik air ke
stratum korneum.
Gliserin, propilen
glikol, sorbitol,
heksilen glikol,
butilen glikol, urea,
alphahydroxy acids
(AHAs).
Plant oils,
polyisobutene,
Humektan
Emollien
Kontak dermatitis
(lanolin).
Glikol juga
meningkatkan efek dari
pengawet.
Universitas Indonesia
23
antara serpihan
squalene, asam lemak,
kulit dengan tetesan ceramide.
minyak.
Protein
2.5
Mengisi kembali
protein dalam
stratum korneum.
Kolagen, keratin,
elastin, campuran
protein.
Zat Aktif
a. Asam Hialuronat
Asam hialuronat adalah karbohidrat atau yang lebih spesifik merupakan
mukopolisakarida yang secara alami terdapat dalam semua organisme hidup.
Asam hialuronat adalah glikosaminoglikan disakarida yang terdiri dari ribuan unit
D-glucoronic acid dan N-acetyl-D-glucosamine yang berikatan secara berulang.
Pada pH fisiologis asam hialuronat sebagian besar terdapat dalam bentuk garam
natrium, bentuk garam ini adalah bentuk paling umum yang tersedia secara
komersial (Kablik dkk, 2009). Bila asam hialuronat tidak terikat dengan molekul
lain, asam hialuronat akan berikatan dengan air membentuk cairan yang kental
mirip dengan jelly.
Asam hialuronat ditemukan pada tahun 1934 oleh Karl Meyer dan
asistennya John Palmer dalam vitreous mata sapi. Asam hialuronat secara alami
terdapat dalam matriks ekstraseluler yang ditemukan dalam berbagai macam
jaringan pada manusia termasuk kulit, cairan synovial sendi, cairan vitreous mata,
dan dalam jaringan pendukung tulang rawan. Pada manusia dengan bobot ratarata 70 kg mempunyai kurang lebih 15 g hyaluronan. Jumlah terbesar asam
terdapat dalam jaringan kulit yaitu 7-8 g pada manusia dewasa, sekitar 50% dari
total asam hialuronat dalam tubuh ditemukan di kulit (Kablik dkk., 2009).
Fungsi biologis asam hialuronat meliputi pemeliharaan elastoviscosity
jaringan ikat seperti cairan sinovial sendi dan cairan vitreous mata, kontrol hidrasi
jaringan dan transportasi air, pembentukan supramolekul proteoglikan dalam
matriks ekstraseluler, berbagai peran reseptor, mitosis, migrasi, perkembangan
tumor dan metastasis dan inflamasi (Balazs dkk., 1986; Toole dkk., 2002; Turley
dkk.,2002; Hascall dkk., 2004). Fungsi utama asam hialuronat dalam tubuh adalah
untuk mengikat air dan untuk melumasi bagian tubuh yang bergerak seperti sendi
Universitas Indonesia
24
dan otot. Konsistensinya dan ikatannya yang baik dengan jaringan menjadikan
asam hialuronat memungkinkan untuk digunakan dalam produk perawatan kulit
sebagai pelembab yang sangat baik. Asam hialuronat adalah salah satu senyawa
alami yang paling hidrofilik di alam dan digambarkan sebagai pelembab alami.
Sifat hidrofobik asam hialuronat diperoleh dari atom axial hydrogen sekitar
delapan kelompok -CH pada sisi molekul.
Asam hialuronat dalam larutan berair dilaporkan mengalami transisi dari
karakteristik Newton ke non-Newton searah dengan peningkatan bobot molekul,
konsentrasi atau shear rate. Selain itu semakin tinggi bobot molekul dan
konsentrasi asam hialuronat semakin tinggi pula viskositasnya. Viskositas asam
hialuronat dalam larutan berair adalah bergantung pH dan dipengaruhi oleh
kekuatan ionic lingkungannya. Asam hialuronat memiliki pKa 2,9 dan karena itu
perubahan pH akan mempengaruhi tingkat ionisasi ranta asam hialuronat.
Pergeseran ionisasi mengubah interaksi antarmolekul asam hialuronat yang
mengubah sifat reologi dari komponen (Brown dan Jones., 2004)
Natrium hialuronat menurut European pharmacopoeia bersifat sedikit larut
hingga larut dalam air. Kecepatan kelarutannya bergantung pada bobot molekul
(MW), semakin rendah MW semakin cepat larut. Perubahan pada bobot molekul
dapat terjadi karena pemanasan atau pH extrim (semakin tinggi MW semakin
rendah stabilitas).
Tabel 2.2 Bobot Molekul Natrium Hialuronat
Universitas Indonesia
25
hialuronat membentuk gel akan tetapi ikatan antara molekul asam hialuronat ini
tidak cukup kuat dan mudah terjadi degradasi.
26
Gambar 2.4. Kulit kering dan kulit yang dikuatkan dengan asam hialuronat.
Efek farmakologi asam hialuronat
A. Moisturizing
Asam hialuronat dapat mengikat air lebih banyak daripada molekul lain
yang ada dalam tubuh dan dibutuhkan secara alami untuk menjaga hidrasi
collagen. Efek moisturizing asam hialuronat diperoleh dari water holding capacity
Universitas Indonesia
27
(kemampuan mengikat air), water retension (kemampuan retensi air), dan water
uptake (higroskopisitas). Asam hialuronat mengikat air dalam sel dan mambantu
membentuk struktur kulit pada lapisan epidermis kulit sehingga kulit menjadi
lebih halus, elastis, dan tampak lebih muda.
1. Water Holding Capacity
Kemampuan mengikat air asam hialuronat sangat tinggi dibandingkan dengan
misturizer lain seperti pada bagan berikut:
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
30
2. Pengemasan gel dibuat dengan cetakan huruf dan gambar yang berkualitas
baik serta mudah untuk dibaca.
3. Gel dikemas dengan bobot bersih 50 g.
2.7. Permasalahan dan Solusi Pembuatan Sediaan
2.7.1. Masalah Terkait Zat aktif dan Sediaan
1. Asam hialuronat secara komersial yang berada di pasaran tersedia dalam
bentuk garam natriumnya.
Solusi: zat aktif yang digunakan yaitu bentuk garamnya (natrium
hialuronat).
2. Natrium hialuronat merupakan serbuk yang berwarna putih / hampir putih
dan sangat higroskopis (Krause, Bellomo, & Colby, 2001; Prehm, 1983),
konsentrasi penggunaan yang digunakan untuk high moisture cosmetic yaitu
0,1- 1,0 %, harga natrium hialuronat relatif mahal ($ 400-600 per kilogram),
dan ketika tidak mengikat molekul lain natrium hialuronat mengikat air dan
membentuk karakter viskositas yang kaku seperti gel (Necas, Bartosikova,
Brauner, & Kolar, 2008).
Solusi: konsentrasi penggunaan natrium hialuronat dalam sediaan yang
digunakan kecil yaitu 0,1%.
3. Natrium hialuronat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan bobot molekul dan
Da nya yaitu bobot molekul besar (6 x 106 Da) dan bobot molekul kecil
(0,5-3,6 x 106 Da) (Kamonwan Bongkotphet) dan jenis yang digunakan
dalam kosmetika di pasaran yaitu natrium hialuronat dengan bobot molekul
yang kecil karena mempengaruhi kemampuannya meretensi air, memfilter
makromolekul, berikatan dengan permukaan sel reseptor dan molekul
matriks lainnya (Tammi, Saamanen, Maibach, & Tammi, 1991; Dermaxime,
2011).
Solusi: natrium hialuronat yang digunakan yang bobot molekulnya kecil.
4. Larutan 2% natrium hialuronat akan mengikat sisa 98% air dengan sangat
kuat dan membentuk gel (Loden, 2001) dan sediaan yang akan dibuat
adalah hidrogel.
Solusi: pada pembuatan gel ditambahkan gellating agent yaitu karbomer
940.
5. Natrium hialuronat larut atau larut sebagian dalam air, dimana larutan 0,5%
dalam air memiliki pH 5-8,5 (Sweetman, 2009), viskoelastisitas natrium
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
BAB 3
PRAFORMULASI DAN FORMULASI
3.1. Praformulasi
3.1.1. Tiap pot gel pelembab asam hialuronat mengandung:
R/
R/D-panthenol 75 W
Natrium hialuronat
0,1
Karbomer 940
0,5
Trietanolamin
0,75
Propilen Glikol
15
Metil Paraben
0,1
Fenoksietanol
0,5
Propil galat
0,05
Na2EDTA
0,05
0,01
Aquadest ad
50 gram
3.1.2.Sifat Fisika-kimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan serta Alasan Pemilihan
1.
Bahan
Natrium hialuronat (Asam hialuronat)
Universitas Indonesia
33
c.
: (C14H20NNaO11)r
b. Pemerian
: Serbuk, putih atau hampir
putih, sangat higroskopis, dan tidak berbau.
: Sedikit larut hingga larut dalam air, praktis tidak
Kelarutan
pH
e. pKa
f. Viskositas intrinsik
g. Kegunaan
h.
: 2,9
: 27,0-32,0 dl/g.
: agen pelembab kulit (zat aktif).
Tampilan dari larutan : Larutan jernih, absorbansi pada 600 nm tidak lebih
dari 0,01.
i.
Stabilitas
2.
D-Panthenol
1,000 g D-panthenol ~ 1,068 g asam pantothenat.
a. Bobot molekul
b. Rumus kimia
: 205,3
: C9H19NO4.
c. Nama kimia
:(R)-2,4dihydroxy-N-(3-
hydroxypropyl)-3,3-dimethylbutyramide.
d. Pemerian : Tidak berwarna atau sedikit kekuningan,
jernih, cairan kental
Universitas Indonesia
34
f.
g.
h.
i.
j.
3.
Karbomer 940
: 104.400
b. Pemeriaan : Serbuk berwarna putih, fluffy, asam,
higroskopis dengan karakteristik sedikit bau. Karbomer
adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang di
crosslink dengan alil sukrosa atau alil eter dari
pentaeritritol. Polimer tersebut mengandung 52-68%
asam karboksilat terhitung dari basis kering. Polimer
karbomer dengan viskositas dan rigiditas rendah
memiliki bobot molekul yang tinggi.
c. Kelarutan : Mengembang pada air dan gliserin, setelah
dinetralisasi pada etanol (95%). Karbomer tidak
Universitas Indonesia
35
terdispersi,
penambahan
suatu
kemudian
basa.
dinetralisasi
Senyaawa
yang
dengan
dapat
36
Trietanolamin (TEA)
Rumus molekul
Bobot molekul
Pemeriaan
Kegunaan
pH
: C6H15NO3
: 149,19
: Kristal higroskopis tidak bewarna.
: Agen pembasa dan peningkat vikositas karbomer.
: 10,5 (larutan 0,1 N)
f. Kelarutan : Bercampur dengan air, aseton, etanol, dan
metanol. Larut dalam kloroform, agak larut dalam
benzene dan dietil eter.
g. Stabilitas : Tidak kompatibel dengan logam seperti
aluminium, tembaga, asam kuat, agen pengoksidasi dan
materi pengabsorpsi (selulosa).
Universitas Indonesia
37
5.
Propil galat
Rumus Molekul
Bobot molekul
Pemeriaan
Fungsi
: C10H12O5
: 212,2
: Serbuk kristal putih, tidak berbau.
: Antioksidan
e. Kelarutan : 1 dalam 286 air pada suhu 25 0C, 1 dalam 3
etanol 95%, 1 dalam 2,5 propilen glikol pada suhu
250C.
Universitas Indonesia
38
f. Kegunaan
g. pH
h. Stabilitas
besi
membentuk
kompleks
bewarna.
Propilen Glikol
1,2-Dihydroxypropane;
E1520;
2-
e. Kelarutan
39
i. Inkompabilitas
Na2EDTA
kimia Na2EDTA.
a. Sinonim
b. Rumus Molekul
c. Bobot
Molekul
d.
e. Kelarutan
f. Konsentrasi
g. Kegunaan
: Dinatrium Edetat.
: C10H14N2Na2O8
: 336,2
Pemerian
: Kristal putih,
dengan
logam
membentuk
hidrogen.
40
pembuatan atau wadah kemasan (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009). Na2EDTA
merupakan agen pengkelat yang paling sering digunakan dalam formulasi
farmasetika, kosmetik, dan juga produk makanan. Penambahan Na 2EDTA ini
berfungsi untuk mengikat logam yang kemungkinan terdapat pada sediaan
sehingga tidak mengkatalis proses oksidasi terhadap produk yang dihasilkan.
8.
Fenoksietanol
: C8H10O2
: 138,16
: Cairan kental tidak berwarna dengan bau agak enak
9.
Metil Paraben
Universitas Indonesia
41
: Methyl-4-hydroxybenzoate.
: C8H8O3
: 152,15
d. Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin
putih. Tidak berasa sampai hampir berasa dan sedikit
rasa terbakar.
e. Kelarutan : Propilen glikol (1:5); Air (1:400); 1:50 (air
f. Konsentrasi
42
Aquadest
a. Rumus Molekul
b. Bobot Molekul
: H2O
: 18
c. Pemeriaan : Aquadest merupakan air murni yang
diperoleh
dengan
penyulingan.
Caranya
dengan
43
Fungsi
Konsentrasi
D-panthenol 75 W
Natrium hialuronat
0,1
Karbomer 940
Gelling agent
0,5
Trietanolamin
Agen pembasa
0,75
Propilen Glikol
15
Metil Paraben
Pengawet
0,1
Fenoksietanol
Pengawet
0,5
Propil gallat
Antioksidan
0,05
Na2EDTA
Zat pengkelat
0,05
Fragrance
0,01
Aquadest ad
Pelarut
50 gram
digunakan
(%)
44
D-panthenol 75 W
0,5 mL
250 mL
Natrium hialuronat
0,1
0,05 g
25 g
Karbomer 940
0,5
0,25 g
125 g
Trietanolamin
0,75
0,375 g
187,5 g
Propilen Glikol
15
7,5 g
3750 g
Metil Paraben
0,1
0,05 g
25 g
Fenoksietanol
0,5
0,25 g
125 g
Propil gallat
0,05
0,025 g
12,5 g
Na2EDTA
0,05
0,025 g
12,5 g
0,01
0,005 mL
2,5 mL
81,94
40,970 mL
20485 mL
dengan
prosedur
tertentu.
Polimer
tersebut
terlebih
dahulu
didispersikan dalam air, sehingga hasil dispersi tersebut bersifat asam. Ketika
dispersi yang terbentuk sudah homogen, proses pembuatan gel dimulai dengan
cara menetralkan sistem tersebut dengan basa anorganik atau dengan amin, seperti
Trietanolamin (TEA). Basa ini akan mengionisasi gugus karboksil pada polimer,
kemudian menarik polimer menjadi larutan koloidal (membentuk cross-linking),
dan membentuk struktur matriks yang diinginkan.
Pembuatan gel yang bersih, homogen, dan bebas gelembung udara
dilakukan dengan memperhatikan karakteristik pembuatannya. Pada langkah
Universitas Indonesia
45
gelembung
yang nantinya
dapat
mempengaruhi pH sediaan.
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke
dalam kemasan sebanyak yang dibutuhkan, kemasan ditutup, lalu diberi
etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
3.5
46
persyaratan yang ditetapkan. Pada proses mixing sediaan dan pembuatan basis gel
carbomer 940 dilakukan menggunakan vacuum mixing plan untuk mencegah
terjebaknya gelembung udara dalam sediaan gel yang dapat mempengaruhi
volume gel saat proses pengisian ke dalam pump. Adapun cara pembuatan
hyaluronic acid moisturizing gel adalah sebagai berikut:
1. Seluruh alat yang digunakan pada pembuatan gel disiapkan sesuai standar
CPOB lalu dibersihkan terlebih dahulu dan dipastikan bahwa peralatan telah
bersih dan siap untuk digunakan.
2. Zat aktif (natrium hialuronat 25 g) ditimbang dan zat tambahan (karbomer
940 125 g; trietanolamin 187,5 g; propilen glikol 3750 g; metil paraben 25
g; fenoksietanol 125 g; propil gallat 12,5 g; Na2 EDTA 12,5 g) ditimbang
serta diukur larutan d-panthenol 75 W 250 mL; Green tea floral water 2,5
mL dan aquadest 20,485 L. Selanjutnya, semua bahan baku dibawa ke ruang
pembuatan.
3. Metil paraben sebanyak 25 g dan propil gallat sebanyak 12,5 g dilarutkan
dalam propilen glikol sebanyak 2500 g, dihomogenkan menggunakan
Vacuum Mixing Plant (VMP tipe VM 75N) dengan kecepatan 500 rpm
selama 10 menit hingga larut homogen. Purified water sebanyak 13,485 L
ditambahkan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit.
Fenoksietanol sebanyak 125 g dan Na2EDTA sebanyak 12,5 g ditambahkan
secara perlahan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit
hingga larut homogen.
4. Carbomer 940 sebanyak 125 g didispersikan dalam larutan di dalam VMP,
dihomogenkan dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Trietanolamin
sebanyak 187,5 g ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam VMP dengan
kecepatan alat 1500 rpm selama 20 menit.
Universitas Indonesia
47
ke
dalam
wadah-A,
dihomogenkan
menggunakan
48
BAB 4
EVALUASI DAN KEMASAN
4.1. Evaluasi
4.1.1 In Process Control (IPC)
1.
Pengamatan Organoleptis`
Tujuan
untuk mengukur daya penerimaan terhadap produk berdasarkan indera.
Prosedur kerja
Dapat dilakukan dengan mengamati warna, bau, tekstur penampilan sediaan.
Kriteria
Warna : jernih.
Universitas Indonesia
49
Bau
: aroma teh hijau.
Tekstur : semi padat yang kenyal dan lunak.
2.
Uji Homogenitas
Tujuan
Untuk mengetahui homogenitas bahan di dalam sediaan.
Metode
Dilakukan dengan cara mengoleskan 0,1 gram sediaan pada kaca transparan.
Kriteria
Semua bahan tersebar dengan homogen dalam sediaan gel.
3.
Uji pH
Tujuan
Untuk mengetahui pH sediaan.
Metode pelaksanaan
Menggunakan pH meter.
Prosedur kerja
Ditimbang sediaan gel sebanyak 1 g, lalu didispersikan dalam 10 mL
akuades. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda
dicelupkan ke dalam larutan sediaan dan dicatat nilai pH yang tertera pada
layar. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang.
Kriteria
pH sediaan tidak kurang dari 4,5 tidak lebih dari 6,5.
.
4.
50
Uji Konsistensi
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kuantitas eksipien atau pelarut yang digunakan
terhadap konsistensi gel yang dihasilkan.
Metode pelaksanaan
Dengan menggunakan penetrometer.
Prosedur pengujian
Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada meja
penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang
permukaan sediaan. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol
start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus sediaan.
Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh yield
value.
Kriteria
Yield value : 500-700 dyne/cm2.
4.1.2. Post Process Control (PPC)
1.
Uji Isi Minimum
Tujuan
Untuk mengetahui jumlah minimum sediaan gel yang masih diperbolehkan
dalam pengisian kemasan.
Prosedur
1. Ambil contoh sebanyak 10 wadah sediaan, hilangkan semua etiket yang
dapat mempengaruhi bobot pada waktu isi wadah dikeluarkan
Universitas Indonesia
51
2.
Kriteria
Jika tidak ditemukan koloni mikroba di dalam cawan dengan enceran awal,
nyatakan hasil pengujian sebagai: kurang dari 10 mikroba per gram atau ml
spesimen.
Universitas Indonesia
52
3.
Penetapan Kadar
a.
Natrium hialuronat
Metode
Spektrofotometer UV-Vis
Preparasi sampel
a. Reagent A. Larutkan 0,95 g dinatrium tetraborat dalam 100,0 mL asam
sulfat
b. Reagent B. Larutkan 0,125 g karbazol dalam 100,0 mL etanol anhidrat.
c. Larutan uji. Siapkan larutan secara triplo. Ambil sejumlah massa gel
yang setara 0,170 g zat aktif. Lakukan ekstraksi terhadap sediaan gel.
Encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama. Encerkan 10,0 g
larutan ini hingga 200,0 g dengan air.
d. Larutan stok baku. Larutkan 0,1 g asam D-glukuronat yang sebelumnya
dikeringkan hingga massanya tetap dalam vakum difosfor pentoksida,
dalam air dan encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama.
e. Larutan baku. Siapkan 5 pengenceran dari larutan stok baku dengan
konsentrasi dari 6,5 g/g hingga 65 g/g asam D-glukuronat.
Prosedur analisis
a. Letakkan 25 tabung uji, yang telah diberi nomor 1 sampai 25, dalam air es.
b. Tambahkan 1,0 mL dari kelima larutan baku secara triplo ke dalam tabung
1 sampai 15 (tabung baku), 1,0 mL dari ketiga larutan uji secara triplo ke
dalam tabung 16 sampai 24 (tabung uji), dan 1,0 mL air pada tabung uji
no 25 (blangko).
c. Tambahkan 5,0 mL reagen A ke dalam masing-masing tabung uji, yang
sebelumnya telah didinginkan dalam air es. Tutup rapat tabung dengan
plastik, kocok, dan letakkan dalam water bath selama 15 menit.
d. Dinginkan dalam air es, dan tambahkan 0,20 mL reagen B. Buka tutup
tabung, kocok dan letakkan kembali dalam water bath selama 15 menit.
e. Dinginkan hingga suhu ruang dan ukur absorbansi larutan pada 530 nm ,
terhadap blangko.
Hitung persentase sodium hyaluronat menggunakan persamaan berikut:
53
Uji Stabilitas
a) Uji Stabilitas Jangka Panjang
Metode
Universitas Indonesia
54
Uji jangka panjang dilakukan pada tidak kurang dari tiga bets dengan waktu
penyimpanan minimal 12 bulan dan dilanjutkan hingga waktu daluwarsa
yang diajukan. Temperatur uji yang digunakan adalah 30 2C dengan
kelembapan relatif 65% 5%. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan pada
tahun pertama, yaitu pada bulan ke-0, 3, 6, 9, dan 12. Setiap 6 bulan pada
tahun kedua.
Kriteria
Sediaan gel stabil secara fisik.
Kemudian, pada uji stabilitas jangka panjang, dilakukan uji efektifitas
pengawet antimikroba.
Uji Efektifitas Pengawet Antimikroba (Depkes RI, 1995)
Tujuan
Untuk mengetahui efektifitas pengawet yang ditambahkan pada sediaan
setelah penyimpanan sediaan dalam periode waktu tertentu.
Mikroba Uji
Candida albicans ATCC No. 10231, Aspergillus niger (ATCC No. 16404),
Escherichia coli (ATCC No. 8739), Pseudomonas aeruginosa (ATCC No.
9027), dan Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538).
Media
Pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba uji seperti
Soybean-Casein Digest Agar Medium.
Pembuatan inokula
Inokulasi permukaan media agar dengan mikroba uji sebelum pengujian
dan inkubasi pada suhu 30-35 C selama 18-24 jam.
a. Prosedur
1. Untuk wadah yang tidak dapat ditembus secara aseptik, ambil 20ml
sampel masukkan ke dalam 5 tabung bakteriologik bertutup
2. Inokulasi dengan suspensi mikroba baku, dengan perbandingan
0,10ml inokula 20ml sediaan
3. Inkubasi pada suhu 200-250C
4. Amati pada hari ke 7, 14, 21, dan 28.
b. Syarat
a. Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1 % dari jumlah awal.
Universitas Indonesia
55
b. Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang.
b) Uji Stabilitas Dipercepat
Metode
dilakukan pada tiga bets dengan waktu penyimpanan selama 6 bulan pada
temperatur uji dan kelembapan relatif yang dinaikkan. Temperatur uji yang
digunakan adalah 40 2C dan kelembapan relatif 75% 5%. Stabilitas
sampel dianalisis pada bulan ke-0, 1, 2, 3, dan 6.
Kriteria
1. Tidak terjadi degradasi produk di luar kriteria sediaan yang diinginkan
pH, viskositas, dan kadar.
2. Tampilan organoleptis sediaan tidak berubah.
c) Uji Freeze-Thaw (Cycling Test)
Metode
Uji ini dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu rendah (4 2C)
selama interval waktu tertentu dan dilanjutkan dengan penyimpanan pada
suhu tinggi (40 2C). Dilakukan selama 6 siklus, dimana 1 siklus adalah
24 jam suhu rendah dan 24 jam suhu tinggi.
Kriteria
Tidak terjadi perubahan pada sediaan, sediaan gel stabil secara fisik, dan
tidak sineresis.
4.2. Kemasan
Kemasan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1
Universitas Indonesia
56
sekunder yang digunakan adalah kemasan karton. Pot akrilik dipilih sebagai
wadah sediaan gel dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Memudahkan pengambilan sediaan gel.
2. Memudahkan pengamatan akan jumlah sediaan yang tersisa dan
meminimalkan sediaan yang tersisa.
3. Penampilan produk terlihat lebih menarik (estetika)
4. Besarnya isi sediaan yaitu sebesar 50 g, sehingga diperlukan wadah yang
lebih besar pula untuk menyimpan sediaan namun tidak mengurangi
penampilan produk.
Adapun desain kemasan primer, label, brosur, dan kemasan sekunder dapat
dilihat di bawah ini:
1. Desain kemasan primer
Universitas Indonesia
57
58
59
5.1. Kesimpulan
1. Formula gel pelembab asam hialuronat (hyaluronic acid moisturizing gel)
telah berhasil membentuk sediaan gel pelembab kosmetik dengan nama
dagang HYAGEL.
2. Sediaan gel HYAGEL yang mengandung natrium hialuronat dan Dpanthenol 75W memenuhi kriteria evaluasi fisik, kimia dan biologi sediaan
gel yang dipersyaratkan.
5.2. Saran
Dapat
dikembangkan
formulasi
sediaan
gel
pelembab
dengan
menggunakan bahan aktif yang mempunyai efek perawatan kulit lainnya selain
efek pelembab kulit seperti natrium hialuronat. Reformulasi gel HYAGEL dari
segi komponen gelling agent dan pelarut dapat dilakukan untuk menghasilkan gel
dengan konsistensi dan viskositas yang lebih baik. Selain itu dapat pula sediaan
gel ini dibuat sebagai sediaan emulgel.
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
60
61
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (6th ed.). Grayslake: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.
Surini S., Akiyama H., Morishita M., Nagai T., & Takayama K., 2003, Release
phenomena of insulin from an implantable device composed of a polyion
complex of chitosan and sodium hyaluronate. J Controlled Release 90;
291-301.
T, Mitsui (ed). (1997). New Cosmetic Sciences. Amsterdam: Elseiver Scinces BV.
Tranggono, R.I & F. Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tranggono, R.I.S & Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-8, 93-96.
Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Yogyakarta:
UGM Press. hal. 380-381.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press. Hal. 26-29, 40, 63, 122-124.
Universitas Indonesia