Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pembahasan Penelitian
Data karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status
gizi, pekerjaan, riwayat hemodialisis, riwayat penyakit, dan jaminan kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rerata usia pasien yang menjalani hemodialisis adalah
50 tahun. Berdasarkan data renal unit yang masuk pada tahun 2012 menunjukkan distribusi
usia pasien hemodialisis di Indonesia umumnya berada pada kelompok usia 45 54 tahun (5th
Annual report of IRR, 2012). Kasus gagal ginjal kronik cenderung terjadi pada usia dewasa
dikarenakan perjalanan penyakit yang progresif dan kronis serta seiring dengan pertambahan
usia yang menyebabkan fungsi ginjal baik anatomis maupun fisiologis semakin menurun.
Jenis kelamin pasien hemodialisis di instalasi hemodialisis RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu sebagian besar adalah laki-laki (61.1%) tetapi jumlah ini tidak terlalu jauh dengan
jumlah pasien perempuan (38.6%). Jenis kelamin tidak memiliki pengaruh
terhadap angka kejadian gagal ginjal. Baik perempuan maupun lakilaki mempunyai risiko yang sama tergantung pengaruh pola hidup
akan menyebabkan seseorang menderita gagal ginjal dan harus
menjalani terapi hemodialisis (Kring dan Crane, 2009).
Dari penelitian didapatkan rerata berat badan kering pasien
hemodialisis di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu adalah 55.67 kg dan
rerata tinggi badan 163.17 cm sehingga didapatkan status gizi pasien
sebagian besar dalam kategori normal dengan rerata 20.88 kg/m 2.
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi pasien adalah
asupan nutrisi, sehingga dapat disimpulkan bahwa asupan nutrisi
pada pasien hemodialisis di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tercukupi.
Distribusi pekerjaan pada pasien hemodialisis sebagian besar
adalah
petani
(38.9%).
Status
pekerjaan
seseorang
tentunya
kesehatan
sehingga
dapat
membuat
perkiraan
dan
sama antara pasien lama (>24 bulan) dan pasien sedang (1224
bulan) yaitu 38.9%. Lamanya hemodialisis pada pasien gagal ginjal
kronik ini dapat berhubungan dengan kualitas hidup pasien karena
kemungkinan pada pasien dengan hemodialisis yang lama dapat
membuat pasien tersebut semakin memahami pentingnya kepatuhan
dalam
menjalani
hemodialisis
dan
pasien
merasakan
manfaat
hemodialisis sehingga dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian ini maka peneliti
merasa perlu untuk mencatat asupan makanan pasien (food recall) dari mulai pasien
bangun tidur sampai sebelum menjalani hemodialisis dan memberikan makanan yang
sama porsi serta kandungan nutrisinya.
Dari hasil analisis nutrisurvey didapatkan bahwa terdapat 281.1 kcal dan 16.8
gram karbohidrat dalam 67 gram jagung kuning segar dan 75 gram daging ayam.
Terlihat bahwa walaupun pasien sudah diberikan makanan dengan porsi dan kandungan
nutrisi yang sama selama hemodialisis, tetapi tetap terdapat penurunan kadar glukosa
darah pada pasien setelah hemodialisis. Rerata penurunan kadar glukosa darah setelah
hemodialisis adalah 90.17 mg/dL, hal ini menunjukkan bahwa makanan yang
dikonsumsi pasien sebelum hemodialisis dan selama hemodialisis berpengaruh
terhadap kadar glukosa darah setelah hemodialisis dimana penurunan kadar glukosa
darah tidak mencapai ambang batas hipoglikemia (<70 mg/dL). Hal ini sejalan dengan
penelitian Sakla dan Sherif (2015) yang mendapatkan hasil rerata kadar glukosa darah
setelah hemodialisis pada pasien yang tidak makan sebelum menjalani hemodialisis
adalah 56.3 mg/dL sedangkan pada pasien yang makan sebelum menjalani hemodialisis
adalah 96.4 mg/dL.
Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian Mohamad (200) pada 26 pasien
yang mendapat terapi hemodialisis di Hawler Teaching Hospital. Pada penelitian ini
didapatkan rerata kadar glukosa darah sebelum hemodialisis lebih lebih rendah yakni
95.4 mg/dL daripada kadar glukosa darah setelah hemodialisis, 143.1 mg/dL. Hal ini
dapat terjadi akibat berbagai faktor, salah satunya penambahan glukosa ke dalam cairan
dialisat, penambahan glukosa melalui injeksi IV dan asupan makanan yang cukup
selama hemodialisis.