Вы находитесь на странице: 1из 99

PEMANFAATAN TEPUNG TEMPE DALAM PEMBUATAN

COOKIES SUMBER PROTEIN DAN SERAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

ANNISA PUTRI LARASATI


1205025006

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2016
i

ii

iii

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua saya yang selalu memberi
dukungan dan motivasi kepada saya, serta doa yang membantu saya untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih kepada adik-adik saya yang selalu memberikan dukungan dan
menghibur saya hingga skripsi ini selesai.

Work hard in silence, let success be your noise


Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mendapat hikmah itu
, sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak.
Dan tiadalah yang menerima peringatan
melainkan orang- orang yang berakal.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)
Jika kamu tidak mengejar apa yang kamu inginkan, maka kamu tidak akan
mendapatkannya. Jika kamu tidak bertanya maka jawabannya adalah tidak. Jika
kamu tidak melangkah maju, kamu akan tetap berada di tempat yang sama
Nora Roberts

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat
yang dilimpahkan-Nya kepada kami dalam wujud terselesaikannya penulisan
skripsi ini, yang berjudul Pemanfaatan Tepung Tempe dalam Pembuatan
Cookies Sumber Protein dan Serat.
Skripsi ini berhasil diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang
dengan rela dan tulus hati meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
keterangan-leterangan, data dan dorongan baik berupa moril maupun materil sejak
persiapan hingga berakhirnya penulisan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, saya menyampaikan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.

Ibu Leni Sri Rahayu, SKM, MPH selaku Ketua Studi Program Studi Ilmu
Gizi.

2.

Ibu Indah Kusumaningrum, M. Si selaku dosen pembimbing utama yang


telah sabar dan teliti dalam memberi nasihat dan saran, sehingga Skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.

3.

Ibu Debby Endayani Safitri, M. KM selaku dosem pembimbing pendamping


yang memberi arahan dan nasihat dalam proses penyelesaian Skripsi ini.

4.

Seluruh dosen dan staff Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas


Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka yang telah memberikan ilmu kepada
Penulis.

5.

Orang tua dan adik Penulis yang telah memotivasi, mendukung dan
mendoakan Penulis hingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

6.

Teman diskusi saya dalam penyelesaian skripsi di bidang Teknologi Pangan


yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

7.

Teman-teman

seperjuangan

Program

Studi

Ilmu

Gizi

Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka yang saling mendukung dan memberi saran
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Jakarta, 9 November 2016
Annisa Putri Larasati

vi

ABSTRAK
Nama
: Annisa Putri Larasati
Program Studi : Gizi
Judul
: Pemanfaatan Tepung Tempe dalam Pembuatan Cookies Sumber
Protein dan Serat
xii + 64 halaman + 25 tabel + 4 gambar + 9 lampiran
PROGRAM STUDI GIZI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
Skripsi, 8 November 2016
Penurunan konsumsi protein dan rendahnya konsumsi serat merupakan
merupakan salah satu permasalahan gizi dalam masyarakat, terutama pada orang
dewasa muda. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan
membuat produk makanan sumber protein dan serat dengan bahan makanan
turunan berupa tepung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan
tepung tempe sebagai bahan substitusi dalam pembuatan cookies sebagai produk
makanan sumber protein dan serat. Taraf yang digunakan, yaitu 70%, 80% dan
90% tepung tempe yang disubtitusikan pada tepung terigu. Uji organoleptik
dengan panelis semi terlatih dilakukan untuk mendapatkan formula cookies
terbaik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental rancangan acak
lengkap (RAL) dengan satu faktorial dengan dua ulangan. Hasil penelitian ini
adalah semakin tinggi substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu
menghasilkan penilaian mutu warna, tekstur, rasa dan aroma pada cookies
menurun dan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, tekstur, rasa dan aroma
cookies menurun. Berdasarkan penilaian mutu hedonik produk cookies terpilih
dengan substitusi tepung tempe 70% memiliki warna yang cokelat, tekstur yang
agak renyah, rasa yang agak manis dan aroma yang agak tidak langu. Produk
cookies terpilih dalam 100 gram mengandung energi 506,8 kkal, karbohidrat 37,2
gram, protein 23,35 gram, lemak 29,4 gram dan serat pangan 9,98 gram.
Kata kunci : tepung tempe, protein dan serat, cookies tempe
Daftar pustaka : 78 (1994-2016)

vii

ABSTRACT
Name
: Annisa Putri Larasati
Study Program: Nutrition Science
Title
: Utilization of Tempeh Flour in Producing Protein and Fiber
Cookies
xii + 64 pages + 25 tables + 4 pictures + 9 attachments
NUTRITION STUDY PROGRAN
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
Essay, 8th November 2016
The decrease in protein consumption and low consumption of fiber was
one of the nutritional problems in the community, especially in young adults. One
of solutions to solve its problem, namely by making food products with a source
of protein and fiber derived food ingredients such as flour. The purpose of this
study was to examine the use of tempeh flour as a substitute material in the
production of cookies as a food product with a source of protein and fiber. The
amount used, i.e. 70%, 80% and 90% of tempeh flour that had substituted to
wheat flour. Organoleptic test with semi-trained panelists had done to elect the
best cookies formula. This study used complete randomized experimental design
(CRD) with one factor and two replications. The results of this study is higher
substitution of tempeh flour to wheat flour would produce lower quality of color,
texture, flavor and aroma of cookies and lower panelist preference level of color,
texture, flavor and aroma of cookies. Based on the hedonic product quality
assessment, the elected cookies with 70% substitution of tempeh flour has brown
color, slightly crunchy texture, slightly sweet taste and dominant of tempeh
aroma. The elected cookies product in 100 grams contains 506.8 kcal of energy,
37.2 grams of carbohydrtares, 23.35 grams of protein, 29.4 grams of fat and 9.98
grams of dietary fiber.
Keywords : tempeh flour, protein and fiber, tempeh cookies
Bibliography : 78 (1994-2016)

viii

DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................................i
Halaman pernyataan keaslian .....................................................................................ii
Pernyataan persetujuan publikasi ...............................................................................iii
Halaman pengesahan ..................................................................................................iv
Halaman persembahan ...............................................................................................v
Kata pengantar ...........................................................................................................vi
Abstrak .......................................................................................................................vii
Abstract ......................................................................................................................viii
Daftar isi .....................................................................................................................ix
Daftar tabel .................................................................................................................xi
Daftar gambar.............................................................................................................xii
Daftar lampiran ..........................................................................................................xiii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................................3
Tujuan Umum ................................................................................................3
Tujuan Khusus ...............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian .........................................................................................4
E. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................4
Bab II Tinjauan Pustaka .........................................................................................5
A. Cookies...........................................................................................................5
B. Tempe.............................................................................................................7
1. Tepung Tempe ...........................................................................................10
C. Protein ............................................................................................................11
D. Serat................................................................................................................13
E. Bahan Pembuatan Cookies Tempe.................................................................16
F. Pemanggangan ...............................................................................................21
G. Uji Organoleptik.............................................................................................22
Bab III Metode Penelitian .......................................................................................23
A. Waktu dan Tempat .........................................................................................23
ix

B. Bahan dan Alat ...............................................................................................23


C. Tahapan Penelitian .........................................................................................24
1. Penelitian Pendahuluan .............................................................................24
2. Penelitian Lanjutan ....................................................................................26
D. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................34
Bab IV Hasil dan Pembahasan ...............................................................................35
A. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................35
B. Tepung Tempe ...............................................................................................35
1. Pembuatan Tepung Tempe ........................................................................36
2. Pembuatan Cookies Tempe .......................................................................37
C. Kandungan Gizi Tepung Tempe ....................................................................38
1. Kandungan Zat Gizi Makro .......................................................................39
2. Kandungan Serat Kasar .............................................................................39
D. Cookies Tempe ...............................................................................................39
1. Penilaian Produk ........................................................................................39
2. Saran Penyajian .........................................................................................53
3. Analisis Biaya Cookies Tempe ..................................................................55
Bab V Kesimpulan dan Saran.................................................................................56
A. Kesimpulan ....................................................................................................56
B. Saran ...............................................................................................................57
Daftar Pustaka ..........................................................................................................58
Riwayat Hidup..........................................................................................................86

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-2011 .....................................6
Tabel 2.2 Nilai Gizi dalam 100 gram Berat Basah Tempe Kedelai Murni ......
....................................................................................................................................9
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tempe Menurut SNI 01-3144-2009 ......................................10
Tabel 2.4 Nilai Gizi dalam 100 gram Tepung Tempe ...............................................11
Tabel 2.5 Angka Kecukupan Protein (AKP) yang Dianjurkan Menurut Kelompok
Umur ..........................................................................................................................13
Tabel 2.6 Angka Kecukupan Serat yang Dianjurkan Menurut Kelompok Umur ......16
Tabel 2.7 Klaim Kandungan Zat Gizi ........................................................................16
Tabel 2.8 Nilai Gizi dalam 100 gram Tepung Terigu Protein Sedang.......................17
Tabel 2.9 Nilai Gizi dalam 100 gram Susu Bubuk (full cream) ................................18
Tabel 2.10 Nilai Gizi dalam 100 gram Gula Halus ....................................................18
Tabel 2.11 Nilai Gizi dalam 100 gram Margarin .......................................................19
Tabel 2.12 Nilai Gizi dalam 55 gram Telur Ayam Ras .............................................19
Tabel 3.1 Formulasi Cookies .....................................................................................26
Tabel 3.2 Kebutuhan Gizi dalam Makanan Selingan.................................................27
Tabel 3.3 Nilai Gizi dalam Setiap Formulasi Cookies ...............................................27
Tabel 4.1 Hasil Analisis Proksimat dan Serat Kasar dalam 100 gram Tepung
Tempe.........................................................................................................................38
Tabel 4.2 Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Warna............................41
Tabel 4.3 Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Tekstur ..........................42
Tabel 4.4 Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Rasa ..............................44
Tabel 4.5 Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Aroma ...........................46
Tabel 4.6 Nilai Rata-rata Mutu Setiap Formula .........................................................47
Tabel 4.7 Nilai Rata-rata Daya Terima Setiap Formula ............................................47
Tabel 4.8 Hasil Analisis Proksimat dan Serat Pangan pada 100 gram Cookies
Tempe Terpilih ...........................................................................................................48
Tabel 4.9 Informasi Nilai Gizi Kemasan (Per Sajian) ...............................................54
Tabel 4.10 Biaya Pembuatan Cookies Tempe dalam 1 kali Resep ............................55

xi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ...........................................................24
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Tempe Kedelai Murni ......................25
Gambar 3.3 Diagram Alir Rancangan Percobaan ......................................................28
Gambar 4.1 Formula Cookies F1, F2, F3 dan F4 ......................................................40

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Uji Organoleptik...................................................................65
Lampiran 2. Penilaian Mutu Cookies Tempe.............................................................69
Lampiran 3. Penilaian Tingkat Kesukaan Cookies Tempe ........................................70
Lampiran 4. Uji ANOVA Mutu Hedonik Cookies Tempe ........................................71
Lampiran 5. Uji ANOVA Hedonik Cookies Tempe ..................................................72
Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan Mutu Hedonik .........................................................73
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan Hedonik ..................................................................75
Lampiran 8. Hasil Uji Kimia Tepung Tempe dan Cookies Tempe ...........................77
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian .........................................................................83

xiii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pola konsumsi pangan merupakan hasil budaya
masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor manusia itu
sendiri, seperti kebiasaan makan, pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi.
Asupan zat-zat gizi dari makanan ke dalam tubuh juga dipengaruhi oleh berat
ringannya aktifitas atau pekerjaan seseorang. Pada orang dewasa makanan
tidak lagi berfungsi untuk pertumbuhan tubuh, tetapi semata-mata untuk
mempertahankan keadaan gizi yang sudah didapat atau membuat keadaan gizi
menjadi lebih baik (Waspadji dan Suyono, 2003 dalam Afiani, 2011).
Pola konsumsi masyarakat pada golongan dewasa muda yang
cenderung mementingkan kepraktisan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Apalagi dengan semakin maraknya junk food dan makanan siap saji yang
tinggi karbohidrat dan lemak, namun miskin protein dan serat. Berdasarkan
hasil penelitian oleh Safitri (2015) menunjukkan bahwa laki-laki dewasa muda
awal 18-24 tahun memiliki rata-rata asupan protein <80% menurut kebutuhan
AKG pada tahun 2013. Sedangkan, berdasarkan penelitian oleh Irawan dkk
(2013) menunjukkan bahwa kelompok umur wanita usia <20 tahun dan usia
20-35 tahun memiliki asupan protein dalam kategori kurang atau <80%
sehingga menyebabkan kekurangan energi. Disamping itu, sebagian besar
penduduk Indonesia memiliki konsumsi serat yang rendah, yaitu sebanyak 80%
penduduk Indonesia mengkonsumsi serat sebanyak 15 gram/hari, padahal
konsumsi serat yang baik berkisar 25 gram/hari (Soerjodibroto, 2004 dalam
Makaryani, 2013).
Protein nabati lebih banyak dikonsumsi penduduk dibandingkan protein
hewani, terlihat pada konsumsi kacang-kacangan dan olahan yang mencapai
63,1 gram per orang per hari. Berdasarkan jumlah penduduk yang
mengonsumsi kelompok kacang-kacangan dan olahan, proporsi terbesar adalah
pada konsumsi kacang kedele, yaitu sebesar 62,1% dengan jumlah konsumsi
sebanyak 56,6 gram per orang per hari. Jenis protein dalam makanan penduduk

sangat didominasi oleh protein nabati. Jumlah protein nabati dalam makanan
penduduk yang tinggi mempengaruhi kualitas makanan penduduk (Puspitasari
dkk, 2014).
Tempe merupakan produk hasil fermentasi dari kedelai yang
merupakan protein nabati dari golongan kacang-kacangan. Umumnya,
masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai panganan pendamping
nasi. Umur penyimpanan tempe hanya berlangsung sampai jangka waktu 2 hari
(2x24 jam). Lewat masa itu kapang tempe akan mati dan segera tumbuh bakteri
perombak protein yang mengakibatkan tempe cepat busuk (Indriati, 2011
dalam Nifah, 2011). Karena hal tersebut, pembuatan tepung tempe diperlukan
agar tempe dapat dimanfaatkan untuk membuat produk makanan yang lebih
tahan lama.

Salah satu produk makanan yang dapat dibuat dengan

menggunakan tepung tempe adalah cookies.


Penggunaan bahan utama tempe sebagai functional food masih terbatas
dibandingkan dengan jenis protein nabati lainnya. Biasanya tempe dikonsumsi
dalam keadaan segar. Rata-rata konsumsi tempe mencapai 7,61 kg/kapita/tahun
walaupun terjadi laju penurunan rata-rata 1,28% per tahun. Pada tahun 2013
konsumsi tempe menurun 7,88% atau menjadi sebesar 6,5323 kg/kapita dan di
tahun 2014 menjadi sebesar 6,1826 kg/kapita atau turun 5,23% (Buletin
Komsumsi Pangan, 2013). Dalam perkembangannya, tempe diolah dan
disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam
kemasan (Badan Standarisasi Nasional, 2012). Dengan modifikasi makanan
menggunakan bahan makanan berupa tempe, maka diharapkan dapat
meningkatkan kadar protein dan serat pada produk cookies.
Produk yang dapat dinikmati semua golongan umur dan cenderung
disukai masyarakat adalah biskuit. Biskuit biasa dijadikan kudapan dalam
waktu

makan

selingan.

Sebanyak

14%

penduduk

Indonesia

mulai

mengonsumsi biskuit atau kue kering sejak tahun 2002 dan presentasenya terus
meningkat dari tahun ke tahun (Hardinsyah, 2007 dalam Sunarti dkk, 2007).
Hal yang sama juga diungkapkan dalam laporan survei pangan Kementerian
Pertanian pada tahun 2013, diperkirakan 25,88% pengeluaran penduduk
Indonesia dialokasikan untuk makanan jadi, termasuk kering. Jumlah tersebut

meningkat 4,6% dalam kurun waktu 6 tahun. Cookies merupakan salah satu
dari jenis biskuit. Cookies merupakan produk bakery (menggunakan teknologi
pemanggangan) yang mengembang melalui penggunaan soda kue (Muchtadi
dan Sugiyono, 2013).
Bahan pembuatan cookies yang akan disubstitusi dengan tepung tempe
adalah tepung terigu agar dapat meningkatkan jumlah protein dan serat pada
cookies. Tepung tempe memiliki kandungan protein dan serat berjumlah 46,5%
dan 7,2% (Susianto dalam Putri, 2012). Jumlah tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung kacang merah dengan jumlah protein dan serat,
yaitu 22% dan 3,9% (Permana dan Putri, 2014) dan tepung kacang hijau
dengan jumlah protein dan serat, yaitu 19% dan 2,79% (Susanto dan Saneto,
1994).
Cookies dengan subtitusi tepung tempe merupakan olahan produk
pangan yang menggunakan substitusi tepung tempe sebagai modifikasi dalam
teknologi pangannya. Pengembangan produk cookies perlu memperhatikan
segi rasa, tekstur, aroma, penampilan (warna), kemudahan dalam pembuatan
dan penyajian (Putri, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembuatan tepung dari tempe kedelai?
2. Bagaimana cara untuk membuat cookies dengan subtitusi tepung tempe?
3. Berapa kadar protein dan serat yang terdapat pada cookies dengan subtitusi
tepung tempe?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang penggunaan tepung tempe sebagai
bahan substitusi dalam pembuatan cookies.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari pembuatan tepung dari tempe kedelai.
2. Menganalisis sifat kimia tepung tempe kedelai.

3. Menentukan fomula cookies dengan substitusi tepung tempe terpilih dengan


uji organoleptik.
4. Menganalisis kadar protein dan serat pada cookies dengan subtitusi tepung
tempe terpilih.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti
mengenai diversifikasi pangan yang berkaitan dengan pembuatan cookies
yang diberikan subtitusikan tepung tempe

yang ditujukan untuk

menghasilkan kudapan yang sehat dan bergizi untuk orang dewasa muda.
2. Bagi sekolah dan masyarakat
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkenalkan pemanfaatan
tepung tempe melalui produk pembuatan cookies, mengurangi penggunaan
tepung terigu dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan diet.
3. Bagi akademisi
Penelitian ini bermanfaat dalam menjadi bahan referensi, penelitian
perbaikan, ataupun penelitian lanjutan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima pada orang
dewasa muda terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur formula cookies dengan
substitusi tepung tempe yang diberikan kepada 30 orang panelis semi terlatih.
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dengan dua tahap, tahap pertama
terhitung mulai bulan Maret hingga bulan Mei tahun 2016 yaitu pembuatan
tepung tempe dan trial and error. Tahap kedua terhitung bulan Juni hingga
bulan Juli tahun 2016 meliputi uji organoleptik terhadap 30 panelis di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA. Uji organoleptik tersebut
meliputi penilaian warna, rasa, aroma dan tekstur pada cookies dengan
substitusi tepung tempe.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cookies
Biskuit terbuat dari tepung terigu dan memeliki kadar air yang rendah.
kata biskuit dalam bahasa Inggris oleh Dr. Samuel Johnson pada kamusnya
yang dipublikasikan pada tahun 1755, memberikan definisi a kind of hard dry
bread, made to be carried to sea, dan definisi yang kedua adalah a
composition of fine flour, almonds and sugar, made by the confectioners.
Cookies merupakan salah satu dari jenis biskuit. Kata cookie berasal dari
bahasa Belanda Koekje, yang memiliki arti kue yang berukuran kecil. Di
Amerika Utara, kata cookie diadopsi untuk membedakan roti soda raised
ukuran kecil dengan kue muffin (Manley, 2011).
Kadar air yang rendah pada biskuit memberikan masa simpan yang
lebih lama dari produk roti lainnya dan telah digunakan dalam perjalanan yang
panjang seperti perjalanan laut selama 15 abad. Tradisi di Inggris dan Eropa
menyajikan biskuit dalam acara semiformal dengan teh atau kopi di antara
waktu makan utama, terutama di sore hari. Biskuit dengan ukuran kecil sangat
disukai sehingga biskuit ditawarkan dalam berbagai penampilan dan rasa tanpa
memberikan asupan makanan yang tinggi (Baking Industry Research Trust,
2010).
Berdasarkan Classification of Biscuits (or Cookies) oleh Baking
Industry Research Trust (2010), cookies yang dibuat dari soft dough memiliki
komposisi, proses pembuatan dan atribut sensori sebagai berikut.
1. Komposisi
Soft dough memiliki konsistensi yang pourable, kaya lemak (6576%) dan mungkin didasarkan pada pengocokan putih telur (15-25%). Gula
berjumlah

35-40% dari berat tepung terigu. Bahan lain yang sering

digunakan, seperti bubuk kacang almond, bubuk kelapa atau bubuk kakao.
Partikel kasar dihindari karena ini akan menghalangi nozel pada saat proses
pencetakan.

2. Proses
Proses pencampuran memiliki dua tahap. Tepung dan bahan kering
lainnya ditambahkan terakhir dan hanya minimal pencampuran diperlukan
untuk menghindari pengerasan dari adonan. Suhu adonan = 10-17C. Ini
penting untuk mengontrol agar mencapai konsistensi yang benar untuk
menyimpan biskuit. Adonan tepung mengalir dari hopper melalui nozel ke
loyang. Nozel mungkin bentuk dan ukuran yang berbeda untuk mengubah
penampilan biskuit.

3. Atribut sensori
Lembut, tekstur halus dan ada rasa meleleh di mulut . Rapuh dan
mudah hancur. Pengemasan agak sulit karena bentuk yang tidak beraturan.
Syarat mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-2011
Kriteria Uji
Syarat
Bau, rasa dan warna
Normal
Kadar air (%)
Maks. 5
Protein (%)
Min. 5, min. 4,5*), min. 3**)
Asam lemak bebas (%)
Maks. 1
Cemaran logam
- Timbal (mg/kg)
Maks. 0,5
- Kadmium (mg/kg)
Maks. 0,2
- Timah (mg/kg)
Maks. 40
- Merkuri (mg/kg)
Maks. 0,05
- Arsen (mg/kg)
Maks. 0,5
Cemaran mikroba
- Angka
lempeng
total
Maks. 1 104
(koloni/g)
20
- Coliform (APM/g)
<3
- Eschericia coli (APM/g)
Negatif / 25 g
- Salmonella sp.
Maks. 1 104
- Staphylococcus
aereus
Maks. 1 104
(koloni/g)
Maks. 2 104
- Bacillus cereus (koloni/g)
- Kapang dan khamir (koloni/g)
CATATAN :
*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan
**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi (coating/filling) dan pai
*Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011)

Cookies dalam Diet


Biskuit (cookies) yang manis biasanya tinggi lemak dan gula dan
untuk alasan ini, ahli kesehatan merekomendasikan bahwa mereka dapat
dimakan dalam jumlah kecil sebagai bagian dari variasi makanan. Penelitian
ilmiah dan beberapa ulasan menyatakan, bahwa makanan ringan dapat masuk
ke dalam diet seimbang.

Beberapa manfaat dari mengkonsumsi camilan

meliputi, meningkatkan konsentrasi dan kinerja mental, kontribusi yang baik


untuk asupan gizi, dapat membantu mengurangi rasa lapar untuk membantu
mencegah makan berlebihan, dapat membantu asupan energi keseimbangan
sepanjang hari (Astrup dkk, 2006).
Porsi satu kali selingan berdasarkan anjuran departemen kesehatan RI
adalah 10% dari total kebutuhan energi (Suryaningrum, 2009). Di dalam
tubuh, otak adalah organ yang paling aktif dan sumber utama energinya
adalah glukosa.

Kanarek dan Swinney dalam Manleys technology of

biscuits, crackers and cookies menyatakan, ngemil (konsumsi camilan) dapat


bermanfaat ketika akan sulit untuk berkonsentrasi. Glukosa adalah salah satu
bentuk yang paling sederhana atau gula, dan sebagainya merupakan
karbohidrat yang penting dalam diet kita. Otak kita hanya mencapai sekitar
2% dari berat tubuh kita, namun membutuhkan 20% dari energi yang kita
butuhkan setiap hari. Otak tidak menyimpan glukosa yang dibutuhkan untuk
membakar energi, otak harus memiliki pasokan glukosa yang konstan dalam
darah untuk memenuhi kebutuhannya sekitar 100 gram glukosa setiap hari
(Manley, 2011).
B. Tempe
Tempe adalah sumber protein nabati yang terbuat dari kedelai.
Pembuatan tempe dilakukan dengan mencuci kedelai yang kering, direndam
semalam pada suhu 25C, kemudian esok paginya kulit dikeluarkan dan air
rendam dibuang. Kedelai dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan
dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus orizae, kemudian ditaruh
dalam panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 30C selama 20-24

jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh miselia putih dan
jamur (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
Sejak berabad-abad silam tempe sudah dikenal oleh masyarakat Jawa.
Khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam manuskrip Serat Centhini
ditemukan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-16 telah mengenal tempe.
Kata tempe disebutkan sebagai hidangan bernama jae santen tempe (sejenis
masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Kata tempe
diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno.
Pada masyarakat Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat
dari tepung sagu yang disebut tumpi. Makanan bernama tumpi tersebut terlihat
memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna putih. Boleh jadi,
ini menjadi asal muasal dari mana kata tempe berasal (Badan Standarisasi
Nasional, 2012).

Umumnya, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe

sebagai panganan pendamping nasi. Dalam perkembangannya, tempe diolah


dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam
kemasan. Di Amerika Serikat, tempe populer sejak pertama kali dibuat oleh
Yap Bwee Hwa pada tahun 1958. Yap Bwee Hwa merupakan orang Indonesia
yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Di Jepang,
tempe diteliti sejak tahun 1926 dan mulai diproduksi secara komersial sekitar
tahun 1983. Sejak tahun 1984 sudah tercatat terdapat beberapa perusahaan
tempe di Eropa, di Amerika, dan di Jepang. Di beberapa negara (seperti:
Selandia Baru, India, Kanada, Australia, Meksiko, dan Afrika Selatan), tempe
juga dikenal, sekalipun di kalangan terbatas (Badan Standarisasi Nasional,
2012).
Makanan dari kedelai yang difermentasi (termasuk tempe dan tahu
fermentasi) biasanya melibatkan aktivitas Aspergillus, Rhizopus, Mucor,
Actinomucor dan Neurospora; beberapa spesies dari ragi Saccharomycces ;
dan banyak spesies dari bakteri Bacillus dan Pediococcus.

Sedangkan,

fermentasi didefinisikan dalam hal aktivitas mikroorganisme pada karbohidrat,


nutrisi dalam makanan dapat diubah selama proses fermentasi. Nutrisi ini
dapat mencakup protein, lemak, vitamin, mineral dan fitonutrien. Misalnya,
dalam makanan dengan bahan makanan kedelai yang difermentasi, protein

menjadi lebih mudah dicerna melalui proses fermentasi.

Dalam beberapa

kasus, ketika fermentasi mengubah daya cerna protein dalam makanan kedelai
(dan dalam makanan lain juga), fragmen protein yang lebih kecil dibuat
(disebut peptida) yang memiliki manfaat kesehatan (WHFoods, 2011).
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu (Hidayat
dalam Dewi, 2010)
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi peningkatan jumlah
asam lemak bebas, peningkatan suhu, pertumbuhan kapang yang cepat
terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin
banyak sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu dan
jumlah asam lemak yang dibebaskan, pertumbuhan jamur hampir tetap atau
bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi
peningkatan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,
terjadi perubahan flavor karena penguraian protein lanjut sehingga terbentuk
amonia.
Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang
berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI-01-3144-2009), seperti yang tercantum pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Nilai Gizi dalam 100 gram Berat Basah Tempe Kedelai Murni
Komponen
Tempe
Energi (kkal)
201
Protein (gram)
18,4-20,7
Lemak (gram)
4-8,8
Karbohidrat (gram)
9,8-12,8
Serat (gram)
3,2
*Sumber : The American Soybean Association (1999), Utari, D., FKM UI (2012),
Penuntun Diet (2004), wagenknech (1961), DKBM, PERSAGI (2005), LIPI (2005),
FAO (1971) dalam buku Detox is Easy oleh Rita Ramayulis (2014)

10

Tabel 2.3 Syarat mutu tempe menurut SNI 01-3144-2009


Parameter
Bau, warna, rasa
Kadar air, b/b
Kadar abu, b/b
Kadar protein (N x 6.25), b/b
Kadar lemak, b/b
Serat kasar, b/b
Cemaran mikroba
Escheria coli
Salmonella
Cemaran logam
Cadmium
Timbal (Pb)
Timah (Sn)
Merkuri (Hg)
Cemaran Arsen
*Sumber : Badan Standar Nasional (2009)

Syarat Mutu
Normal (khas tempe)
Maks. 65%
Maks. 1,5%
Min. 16%
Min. 10%
Maks. 2,5%
Maks. 10%
Maks. Negatif (per 25 gram)
Maks. 0,3 mg/kg
Maks. 2 mg/kg
Maks. 40 mg/kg
Maks. 0,03 mg/kg
Maks. 0,25% mg/kg

1. Tepung Tempe
Produk tepung tempe merupakan salah satu produk hasil
pengolahan dari tempe yang dapat dibuat menjadi camilan sehat berupa
cookies.

Permasalahan yang timbul ketika tepung tempe ingin dijadikan

cookies, yaitu apabila jumlah substitusinya melebihi tepung terigu yang


memiliki gluten, maka akan menghasilkan cookies yang kurang renyah.
Pembuatan tepung tempe dimulai dengan pengirisan tempe dengan
ketebalan 1x1x1 cm. Tempe yang telah diiris-iris kemudian diblansir
menggunakan air panas (90-100C) selama 15 menit. Tempe yang telah
diblansir kemudian ditiriskan lalu dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 50-60C selama 8 jam, kemudian ditumbuk sampai halus dan diayak
(Putri, 2012). Pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang
akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan.

Tujuan utama pengukusan adalah

mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi
kompak (Harris dan Karmas, 1989 dalam Afrisanti, 2010). Tepung tempe
memiliki kandungan protein dan serat berjumlah 46,5% dan 7,2%
(Susianto dalam Putri, 2012). Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung kacang merah dengan jumlah protein dan serat, yaitu 22%
dan 3,9% (Permana dan Putri, 2014) dan tepung kacang hijau dengan

11

jumlah protein dan serat, yaitu 19% dan 2,79% (Susanto dan Saneto,
1994).
Tabel 2.4 Nilai Gizi dalam 100 gram Tepung Tempe
Parameter
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Kadar Air
Kadar Abu
*Sumber : Susianto (2011) dalam Putri (2012)

Tepung Tempe (gram)


450
46,5
19,7
30,2
7,2
0
3,6

C. Protein
Protein memiliki struktur yang kompleks. Struktur dasar protein adalah
rantai asam amino.

Protein menyediakan energi bagi tubuh.

Protein

merupakan komponen penting dari setiap sel dalam tubuh. Rambut dan kuku
sebagian besar tersusun dari protein.
Tubuh menggunakan protein untuk membangun dan memperbaiki
jaringan. Protein digunakan untuk membuat enzim, hormon, dan bahan kimia
tubuh lainnya. Protein merupakan blok bangunan penting pada tulang, otot,
tulang rawan, kulit, dan darah. Seiring dengan lemak dan karbohidrat, protein
adalah "makronutrien," yang berarti bahwa tubuh membutuhkan protein jumlah
yang relatif besar. Protein terdiri dari asam amino. Ada 20 asam amino yang
berbeda yang bergabung bersama-sama untuk membuat semua jenis protein.
Beberapa asam amino tidak dapat dibuat oleh tubuh kita, sehingga ini dikenal
sebagai asam amino esensial (Dining Services of University of North Dakota).
Dalam diet, sumber protein diberi label sesuai dengan berapa banyak
asam amino esensial yang terkandung didalamnya sebagai berikut.
a. Sumber protein yang lengkap adalah salah satu yang menyediakan semua
asam amino esensial. Ditemukan pada sumber makanan hewani, misalnya
daging, unggas, ikan, susu, telur, dan keju dianggap sumber protein lengkap.
b. Sebuah sumber protein tidak lengkap adalah salah satu yang rendah dalam
satu atau lebih asam amino esensial. Protein pelengkap dua atau lebih
sumber protein lengkap yang bersama-sama memberikan jumlah yang
cukup dari semua asam amino esensial.

12

c. Setiap fungsi dalam sel hidup tergantung pada protein.


d. Gerak dan penggerak sel dan organisme tergantung pada protein kontraktil.
Sebagai contoh adalah otot.
e. Katalisis dari semua reaksi biokimia yang dilakukan oleh enzim, yang
mengandung protein.
f. Struktur sel, dan matriks ekstraselular di mana mereka tertanam, sebagian
besar

terbuat

dari

protein.

Sebagai

contoh

yaitu

kolagen

pada

tanaman dan banyak mikroba lebih bergantung pada karbohidrat, misalnya,


selulosa, untuk dukungan, tetapi ini disintesis oleh enzim.
g. Pengangkutan bahan dalam cairan tubuh tergantung dari protein.
h. Reseptor untuk hormon dan molekul sinyal lainnya adalah protein.
Beberapa fungsi protein adalah sebagai berikut.
1. Pertumbuhan dan pemeliharaan.
2. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh.
3. Mengatur keseimbangan air.
4. Memelihara netralitas tubuh.
5. Pembentukan antibodi.
6. Mengangkut zat-zat gizi.
7. Sumber energi.
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.
Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan
tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein
nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi.
Dalam merencanakan diet, disamping memperhatikan jumlah protein
diperlukan pula mutunya. Protein hewani pada umunya mempunyai susunan
asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia.

Akan tetapi,

harganya relatif mahal (Almatsier, 2003). Karena itu, perlu dilakukan inovasi
dalam pengolahan bahan makanan sumber protein nabati untuk meningkatkan
konsumsi protein.

13

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Protein (AKP) yang Dianjurkan menurut


Kelompok Umur
Kelompok Umur

Angka Kecukupan Protein (AKP) dalam gram/kg berat


badan
Laki-laki
Perempuan
12
12
18
18
26
26
35
35
49
49
56
60
72
69
66
59
66
56
62
57
65
57
65
56
62
55

0-6 bulan
7-11 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
7-9 tahun
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
19-29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
65-80 tahun
80+ tahun
Ibu hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
Ibu menyusui 6 bulan
pertama
Ibu menyusui 6 bulan
kedua
*Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG) (2014)

+20
+20
+20
+20
+20

D. Serat
Secara garis besar serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
serat yang terlarut dalam air dan serat yang tidak terlarut dalam air. Serat
makanan terlarut dalam meliputi, gum, pektin, sebagian kecil hemiselulosa,
oligosakarida (bermacam-macam fruktosa dan galakto-oligosakarida) dan
sebagian gula alkohol (misalnya sorbitol dan manitol) (Kamus Gizi, 2009).
Serat jenis ini terdapat dalam buah-buahn dan sayuran.
Dalam ilmu pangan, serat sering dibedakan atas kelarutannya dalam air.
Serat pangan total (Total Dietary Fiber) terdiri atas kompenen serat pangan
larut air.

Serat pangan total terdiri atas komponen serat pangan larut air

(Soluble Diatery Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut air (Insoluble
Diatery Fiber atau IDF). Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen
struktural tanaman, sedangkan yang larut air adalah komponen non struktural.

14

Serat yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian,
sayur-sayuran, dan kacang-kacangan (Afrisanti, 2010).
Tepung

tempe

yang

berbahan

dasar

kacang

kedelai

banyak

mengandung serat yang tidak larut dalam air. Serat pangan yang tidak larut
lebih bermanfaat dalam mengatasi gangguan sistem pencernaan seperti
sembelit, mempercepat transit bahan makanan di usus dan meningkatkan
volume feses, serta dapat digunakan untuk mengontrol berat badan (Afrisanti,
2010).
Serat makanan tidak terlarut dalam air meliputi, selulosa, lignin,
sebagian jumlah kecil kutin, lilin tanaman, senyawa pektat yang tidak larut
serta resistant larch (Kamus Gizi, 2009).

Serat jenis ini ditemukan pada

serealia, kacang-kacangan dan sayuran (Santoso, 2011). Beberapa peneliti dan


penulis seperti Nainggolan dan Adimunca (2005); Koswara (2010); Tensiska
(2008); Silalahi dan Hutagalung (2010); Anonim (2010a); Anonim (2010b);
Herminingsih (2010), mengemukakan beberapa manfaat serat pangan (dietary
fiber) untuk kesehatan dalam Santoso (2011), yaitu sebagai berikut.
1. Mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas)
Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa
hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk
cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat,
waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air
dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk
mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat
kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak
rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas.
2. Penanggulangan diabetes
Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga
mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan
terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat
berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol.

15

3. Mencegah gangguan gastrointestinal


Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk,
meningkatkan air dalam feses menghasilkan feces yang lembut dan tidak
keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah feses dapat
dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal
lebih baik dan sehat.
4. Mencegah kanker kolon (usus besar)
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara selsel dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi
serta dalam waktu yang lebih lama.

Beberapa hipotesis dikemukakan

mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar yaitu
konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan
dalam usus lebih pendek, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus
sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan bersifat
mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih
rendah.
5. Mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler
Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu
serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau
lebih.

Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu

(produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses.


Dengan demikian serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam
plasma darah sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko
penyakit kardiovaskuler.

16

Tabel 2.6 Angka Kecukupan Serat yang Dianjurkan menurut Kelompok


Umur
Kelompok Umur

Angka Kecukupan Serat dalam gram/kg berat badan


Laki-laki
Perempuan
0
0
10
10
16
16
22
22
26
26
30
28
35
30
37
30
38
32
38
30
33
28
27
22
22
20

0-6 bulan
7-11 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
7-9 tahun
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
19-29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
65-80 tahun
80+ tahun
Ibu hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3

+3
+4
+4

Ibu menyusui 6
+5
bulan pertama
Ibu menyusui 6
+6
bulan kedua
*Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2014

Tabel 2.7 Klaim Kandungan Zat Gizi


Komponen
Protein

Klaim
Persyaratan
Sumber
20 gram per 100 gram
Tinggi
40 gram per 100 gram
Serat
Sumber
3 gram per 100 gram
Tinggi
6 gram per 100 gram
*Sumber : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011

E. Bahan Pembuatan Cookies Tempe


Tepung Terigu
Tepung terigu yang digunakan adalah tepung kue yang digunakan
dalam pembuatan cookies.

Tepung kue ini bertekstur halus dan memiliki

kandungan protein yang rendah. Hal ini digunakan untuk membuat semua
jenis produk makanan yang dipanggang seperti kue, cookies, kerupuk, roti dan
beberapa jenis kue.

17

Tepung kue memiliki persentase pati yang lebih tinggi dan protein
yang lebih rendah dari tepung roti, yang membuat kue dan kue kering lembut
dan halus (Wheat Foods Council, 2009).Tepung terigu merupakan tepung yang
terbuat dari gandum. Dari semua jenis sereal yang dibudidayakan, tepung dari
gandum dikatakan unik karena merupakan satu-satunya tepung yang dapat
membentuk adonan. Pada gandum terdapat gluten, yaitu protein yang berperan
dalam kapasitas pembentukan adonan dari tepung terigu.

Adanya gluten

memungkinkan terjadinya retensi gelembung gas selama pemanggangan


adonan untuk memberikan open textured dan menghasilkan produk makanan
yang lezat (Manley, 2011).
Tabel 2.8 Nilai Gizi dalam 100 gram Tepung Terigu Protein Sedang
Komponen
Energi (kkal)

Tepung terigu
350

Karbohidrat (gram)

75

Protein (gram)

10

Lemak (gram)

Serat (gram)

*Sumber : Informasi nilai gizi pada kemasan tepung terigu Segitiga Biru

Susu Bubuk (Full Cream)


Berdasarkan SNI 3752-2009, yang dimaksud susu bubuk adalah produk
susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses
pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi,
dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan
yang diizinkan (Wardana, 2012).
Susu bubuk full cream memiliki rasa yang sangat enak dan ketika
dicampurkan dengan gula dalam kondisi pemanasan, maka akan timbul remahremah pada biskuit sehingga memberikan rasa yang khas dalam pembuatan
susu cokelat dan coating (Manley, 2011).

18

Tabel 2.9 Nilai Gizi dalam 35 gram Susu Bubuk (full cream)
Komponen

Susu bubuk

Energi (kkal)

140

Karbohidrat (gram)

14

Protein (gram)

Lemak (gram)

Serat (gram)

*Sumber : Informasi nilai gizi pada kemasan susu bubukFrisian Flag Full Cream
(Plain)

Sukrosa
Sukrosa merupakan salah satu dari disakarida yang paling berlimpah di
alam. Sukrosa (gula meja) terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, dimana mereka
disintesis dari D-glukosa dan D-fruktosa (Modul Kimia Karbohidrat, 2010).
Gula pasir putih tersedia dalam berbagai ukuran dan merupakan substansi yang
sangat murni. Ukuran kristal pada gula pasir ditentukan pada di kilang gula
pada saat kristalisasi dari larutan. Hal ini menunjukkan bahwa selalu ada
berbagai ukuran kristal. Icing sugar atau gula halus memiliki ukuran yang
sangat baik dan diproduksi dengan penggilingan kasar. Gula halus diproduksi
menggunakan penggilingan dan

penyaringan gula pasir kasar.

(Manley,

2011).
Tabel 2.10 Nilai Gizi dalam 100 gram Gula Halus
Komponen

Gula halus

Energi (kkal)

492,5

Karbohidrat (gram)

117,5

Protein (gram)

Lemak (gram)

Serat (gram)

*Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) (2009)

Margarin
Menurut SNI (1994), margarin adalah produk makanan berbentuk
emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan
atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarin dimaksudkan

19

sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi
yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe
emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak
(Soraya, 2011).
Tabel 2.11 Nilai Gizi dalam 100 gram Margarin
Komponen

Margarin

Energi (kkal)

700

Karbohidrat (gram)

Protein (gram)

Lemak (gram)

Serat (gram)

*Sumber : Informasi nilai gizi pada kemasan margarin Blue band

Telur
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung
zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur
mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial
yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari
bahan pangan yang lain (Koswara, 2009).
Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula),
membran kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak
ayam (germ spot) dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga komponen utama,
yaitu bagian kulit telur 8-11%, putih telur (albumen) 57-65% dan kuning telur
27-32% (Koswara, 2009).
Tabel 2.12 Nilai Gizi dalam 55 gram Telur Ayam Ras
Komponen
Energi (kkal)

Telur
84,7

Karbohidrat (gram)

0,39

Protein (gram)

6,82

Lemak (gram)

5,94

Serat (gram)
*Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) (2009)

20

Vanilin
Vanilin merupakan senyawa yang terkandung pada tanaman vanili
(Vanili planifolia). Vanilin dapat diperoleh dari tanaman vanili yang diekstrak
dengan pelarut etanol atau dari kayu lunak yang dioksidasi dengan
nitrobenzena dalam alkali (Sjostrom, 1994 dalam Budimarwanti, 2007).
Vanilin secara luas digunakan sebagai flavouring agent pada industri pangan.
Di bidang pengawetan pangan, vanilin dipakai sebagai antimikroba dan
antioksidan (Budimarwanti, 2007).

Bahan Pengembang
Kelompok

leavening

agents

(pengembang

adonan)

merupakan

kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam


adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan
cookies adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat larut pada suhu
kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk
mengaerasi adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan
cookies yang renyah dan halus teksturnya (Faridah dkk, 2008 dalam Fara dan
Noor, 2012).

Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk
kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium
klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium
sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain.

Garam mempunyai sifat atau

karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density


(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801C (
Burhanuddin, 2001 dalam Putri, 2011)
Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan
unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal
berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2
menjadi berasa agak pahit dan higroskopis.

Digunakan terutama sebagai

21

bumbu penting untuk makanan dan sebagai bumbu penting untuk makanan
(Putri, 2011).

Kayu Manis
Cinnamon atau kayu manis terutama digunakan sebagai pemberi aroma
dan esensi industri karena aroma, yang dapat dimasukkan dalam varietas yang
berbeda dari produk bahan makanan, parfum dan obat-obatan (Huang dkk
dalam Rao dan Gan, 2014). Selain digunakan sebagai bumbu dan penyedap,
kayu manis juga ditambahkan pada permen karet karena memberikan efek
yang menyegarkan pada mulut dan kemampuan untuk menghilangkan bau
mulut (Jakhetia dkk, 2010). Kayu manis juga dapat meningkatkan kesehatan
usus besar, sehingga mengurangi risiko kanker usus besar (Wondrak dkk,
2010).

Pasta Cokelat
Pasta cokelat atau cocoa mass atau cocoa paste dibuat dari biji kakao
kering melalui beberapa tahapan proses. Sehingga, biji kakao yang semula
padat menjadi bentuk cair atau semi air. Pecahan-pecahan inti biji hasil
penyangraian didinginkan dan dilumatkan (Ruku, 2008). Pasta cokelat dapat
digunakan dalam pembuatan cookies sebagai pemberi warna dan aroma yang
alami, serta dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
F. Pemanggangan
Pemanggangan merupakan proses pemanasan kering terhadap bahan
pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga
produknya dapat diterima oleh konsumen.

Proses pemanggangan juga

menyebabkan bahan pangan lebih awet karena proses tersebut menyebabkan


inaktivasi mikroba dan enzim, serta menurunkan aktivitas air (Muchtadi dan
Sugiyono, 2013). Pemanggangan dilakukan secara tidak langsung, yaitu
sumber pemanas memanaskan udara atau pelat pemanas yang selanjutnya
udara panas atau pelat pemanas akan memanaskan bahan (Muchtadi dan
Sugiyono, 2013).

22

G. Uji Organoleptik
Uji Hedonik
Uji hedonik dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk
di antara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat
pengembangan produk atau perbandingan produk dengan produk pesaing.
Maka itu, produk yang tidak terpilih dapat menunjukkan bahwa produk
tersebut disukai ataupun tidak disukai.

Panelis dimintakan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Di samping


panelis mengemukakan tanggapan senang, suka dan kebalikannya, mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skal
hedonik. Skala hedonik dapat diubah menjadi skala numerik dengan angka
mutu menurut tingkat kesukaan (Setyaningsih dkk, 2010).

Uji Mutu Hedonik


Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka
atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan
baik-buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Oleh karena itu, beberapa ahli
memasukkan uji mutu hedonik ke dalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik
lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik
dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empukkeras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, renyah untuk mentimun
(Setyaningsih dkk, 2010).

23

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama lima bulan terhitung mulai bulan Maret
hingga Juli tahun 2016. Pembuatan cookies dengan substitusi tepung tempe
dilakukan di Laboraturium Gizi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA. Analisis proksimat dan serat dilakukan di
Laboraturium Balai Besar Industri Agro, Bogor. Uji organoleptik dilakukan di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA. Panelis yang digunakan
merupakan panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang berdasarkan usia
dewasa muda, yaitu 19-29 tahun.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies tempe adalah
tepung tempe kedelai murni, tepung terigu, tepung maizena, susu bubuk full
cream, sukrosa (gula halus), margarin, telur, vanili bubuk, bahan pengembang,
garam, serbuk kayu manis, pasta cokelat. Bahan yang digunakan untuk analisis
cookies tempe adalah asam sulfat (H2SO4), CuSO4.5H2SO4 bebas nitrogen 0,05
g/ml H2O, katalis selen, kalium sulfat (K2SO4) bebas nitrogen, pelarut heksan,
akuades, NaOH, bromonesol green 0,1%, metil merah 0,1%, alkohol 95%, HCl
0,02%, larutan penyangga aminomethane ethanesulfonic acid-tris, -amilase
termostabil, protease, glukoamilase, etanol 95%, etanol 78% dan aseton.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan cookies berupa sendok,
mixer dengan 5 tingkatan speed, cetakan kue kering, timbangan digital, oven
listrik, wadah untuk bahan, dan loyang untuk adonan.

Alat-alat yang

digunakan untuk analisis adalah cawan, botol timbang alumunium (dengan


penutup 5 cm, tinggi 3 cm), beaker gelas, batu didih, neraca analitik, buret 10
ml, alat penyuling dan kelengkapannya, desikator yang berisi desikan, tanur,
oven, alat ekstraksi sokhlet, labu ukur, labu kjehdahl 100 ml dan destilator
Kjehdahl.

23

24

C. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian lanjutan.

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan
Tahap pertama dari penelitian pendahuluan ini adalah pembuatan
tepung dengan bahan dasar tempe kedelai murni. Pengukusan dilakukan
selama 15 menit dengan suhu 100C. Sedangkan, untuk suhu pengeringan
dilakukan dengan tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu 150C selama 2 jam,
suhu 50-60C selama 8 jam dan suhu pemanasan dari sinar matahari sekitar

25

30-40C selama 8-9 jam. Pengeringan dengan suhu 50-60C selama 8 jam
dan suhu pemanasan dari sinar matahari sekitar 30-40C selama 8-9 jam
merupakan suhu yang aman untuk pengeringan tempe kedelai murni.
Namun, dengan mempertimbangkan panas matahari yang tidak tentu, maka
pengeringan akan dilakukan dengan suhu 50-60C selama 8 jam.
Kemudian, tempe yang sudah dikeringkan dihaluskan menggunakan blender
dan disaring dengan ayakan 80 mesh. Diagram alir pembuatan tepung tempe
ditampilkan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Tempe Kedelai Murni


Sumber : modifikasi dari diagram alir pembuatan tepung tempe (Putri, 2012)

26

Tahap kedua dari penelitian pendahuluan ini adalah formulasi


cookies dengan substitusi tepung tempe. Bahan yang digunakan adalah
tepung terigu, tepung tempe, sukrosa (gula halus), margarin, telur, vanilin,
bahan pengembang, kayu manis dan pasta cokelat. Formulasi awal yang
dilakukan substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu dengan tiga taraf,
yaitu P1 (1:3), P2 (2:2) dan P3 (3:1). Namun, dalam perhitungan nilai gizi
ketiga formulasi tersebut hanya memenuhi klaim seratnya saja. Kemudian,
dilakukan perhitungan kembali dan dipatkan subtitusi tepung tempe yang
dilakukan dalam tiga taraf, yaitu P1 (7:3), P2 (8:2)

dan P3 (9:1) agar

memenuhi klaim sumber protein dan sumber serat.

2. Penelitian Lanjutan
Pembuatan Cookies
Pada penelitian lanjutan, pembuatan proses pembuatan tepung tempe
kedelai sama dengan penelitian pendahuluan, yaitu dengan suhu
pengeringan yang terpilih. Kemudian, pembuatan cookies menggunakan 4
taraf substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu. Formulasi cookies
yang pertama merupakan variabel kontrol terhadap tiga taraf lainnya, yaitu
P1 (7:3), P2 (8:2) dan P3 (9:1). Formulasi cookies dengan substitusi tepung
tempe pada tepung terigu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Formulasi Cookies
Bahan Makanan
Tepung terigu
(gram)
Tepung tempe
(gram)
Telur ayam (gram)
Margarin (gram)
Susu bubuk (gram)
Gula halus (gram)
Garam (gram)
Vanili bubuk
(gram)
Pasta cokelat (sdm)

0% tepung
tempe
270

70% tepung
tempe
81

80% tepung 90% tepung


tempe
tempe
54
27

189

216

243

55
100
40
100
1
1

55
100
40
100
1
1

55
100
40
100
1
1

55
100
40
100
1
1

27

Bahan Makanan
Baking powder
(sdt)
Kayu manis (gram)
Berat cookies

0% tepung
tempe
1

70% tepung
tempe
1

4
640 gram

4
640 gram

80% tepung 90% tepung


tempe
tempe
1
1
4
640 gram

4
640 gram

Perhitungan kebutuhan gizi dalam satu kali makan selingan untuk


orang dewasa muda usia 19-29 tahun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Kebutuhan Gizi dalam Makan Selingan


Kebutuhan Gizi
Energi (kkal)
Karbohidrat (gram)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Serat (gram)

Laki-laki
245-300
36-40
13-14
7-8
3,8

Perempuan
202,5-247,5
29-32,5
11-12
6-7
3,2

Keterangan : Hasil perhitungan merupakan 10% dari angka kebutuhan gizi (AKG)
(2014)

Tabel 3.3 Nilai Gizi dalam Setiap Formulasi Cookies


Nilai Gizi
Energi (kkal)
Karbohidrat
(gram)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Serat (gram)
K
e Jumlah

0% tepung
tempe
440
61

70% tepung
tempe
478,5
44

80% tepung
tempe
500
43

90% tepung
tempe
525
45,5

7
18
0,5
100 gram

21
26
3,2
100 gram

24
27
4
100 gram

26
28,4
7,3
100 gram

Keterangan : Hasil perhitungan diperoleh dari Susianto (2011) dalam Putri (2012),
nutrition fact pada kemasan bahan pembuatan cookies dan tabel komposisi pangan
Indonesia (TKPI) (2009).

Proses pembuatan cookies dengan substitusi tepung tempe dapat


dilihat pada diagram berikut.

28

Gambar 3.3 Diagram Alir Rancangan Percobaan

29

Penentuan Formula Terpilih dengan Uji Hedonik dan Uji Mutu


Hedonik
Masing-masing formula cookies diuji secara hedonik dan mutu
hedonik terhadap 30 panelis. Adapun beberapa kriteria panelis yaitu sebagai
berikut.
1. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih, yaitu mahasiswa
dari program studi gizi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
2. Berusia 19-29 tahun (sesuai usia dewasa muda).
3. Berbadan sehat dan menyukai cookies.
4. Memiliki kepekaan dan konsentrasi yang tinggi.
5. Tidak dalam keadaan tertekan.
Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui penerimaan produk cookies
melalui tingkat kesukaan pada aspek warna, rasa, aroma dan tekstur.
Penilaian menggunakan 5 skala. Skor 1 untuk kategori sangat tidak suka.
Skor 2 untuk kategori tidak suka. Skor 3 untuk kategori biasa. Skor 4 untuk
suka. Skor 5 untuk kategori sangat suka.
Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui penilaian panelis
terhadap produk cookies pada aspek warna, rasa, aroma dan tekstur.
Penilaian panelis terhadap masing-masing variabel menggunakan 5 skala.
Kuisioner uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis Sifat Kimia Formula Cookies Terpilih
Analisis sifat kimia dilakukan terhadap produk cookies yang terpilih
berdasarkan uji kesukaan (hedonik). Analisis sifat kimia cookies dengan
subtitusi tepung tempe meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
protein, karbohidrat (by difference), kandungan energi, dan serat pangan.
1. Kadar Air (AOAC 2005, Food Analysis)
Panaskan botol timbang beserta tutupnya dalam oven pada suhu
(130 3)C selama satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 30
menit kemudian timbang (W0). Masukkan 2 gram contoh ke dalam
cawan, tutup dan timbang (W1). Panaskan botol timbang yang berisi
contoh tersebut dalam keadaan terbuka di dalam oven pada suhu (130

30

3)C selama satu jam. Tutup botol timbang ketika masih di dalam oven,
kemudian pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 30
menit kemudian timbang (W2). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot
yang konstan.
Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
Kadar air = W1-W2

100%

W1-W0
Keterangan :
W0 = bobot botol timbang dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g),
W1 = bobot botol timbang, tutupnya an contoh sebelum dikeringkan,
dinyatakan dalam gram (g),
W2 = bobot botol timbang, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan,
dinyatakan dalam gram (g).
2. Kadar Abu (AOAC 2005, Food Analysis)
Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit
pada suhu 100-105C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah
dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak
berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550600 C sampai pengabuan sempurna.

Sampel yang sudah diabukan

didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam


tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Kadar abu dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
% =

100%

Keterangan :

A : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram (g)


B : berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram (g)
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram (g)

31

3. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)


Labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada
suhu

100-105C,

kemudian

didinginkan

dalam

desikator

untuk

menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2


gram (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas
lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui
bobotnya.

Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai

sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam
atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih.
Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu
ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu
100-105 C selama 1 jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (C).
Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang
konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut.
% = 100 %
B
Keterangan :
A : berat labu alas bulat kosong dinyatakan dalam gram (g)
B : berat sampel dinyatakan dalam gram (g)
C : berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi dalam gram (g)
4. Kadar Protein (AOAC, 2005)
Timbang 1 gram sampai dengan 5 gram contoh (W) ke dalam labu
Kjehdahl, tambahkan 15 gram K2SO4, 1 ml larutan katalis CuSO4.5H2O
atau 1 gram campuran selen, 8 butir sampai dengan 10 butir batu didih dan
25 ml H2SO4 pekat. Panaskan campuran di atas pemanas listrik sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan.

Lakukan dalam

lemari asam atau lengkapi alat dekstruksi dengan unit penghisap asap.
Biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air suling secukupnya.
Tambahkan 75 ml, larutan NaOH 30% (periksa dengan indikator PP
sehingga campuran menjadi basa).

32

Suling selama 10 menit atau saat larutan destilat telah mencapai


kira-kira 150 ml, dengan penampung destilat adalah 50 ml.
H3BO2 4%, bilas ujung pendingin dengan air suling.

Larutan

Titar larutan

campuran destilat dengan larutan HCl 0,01N, dan lakukan penetapan


blanko.
% = (1 2) 14,0076,25

100%

Keterangan :
V1
= volume HCl 0,01 N untuk titrasi contoh, dinyatakan
dalam mililiter (ml),
V2

= volume HCl 0,01 N untuk titrasi blanko, dinyatakan


dalam mililiter (ml),

= normalitas larutan HCl,

= bobot contoh, dinyatakan dalam miligram (mg),

14,007 = bobot atom Nitrogen


6,25

= faktor protein

5. Karbohidrat (by difference)


Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan
perhitungan by difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis
tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut.
% Karbohidrat = 100% - % (Protein + lemak + abu + air)
6. Kandungan Energi
Jumlah energi dapat dihitung dengan mengonversikan kandungan
kimia (kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak) dengan faktor
konversi masing-masing kandungan. Karbohidrat dan protein masingmasing memiliki faktor konversi sebesar 4 kkal/gram, sedangkan lemak
memiliki faktor konversi sebesar 9 kkal/gram.
Hasil konversi dijumlahkan dan hasilnya merupakan kandungan
energi cookie. Kandungan energi dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Jumlah Energi/100 gram = (4A)+(4B)+(9C)

33

Keterangan :
A = kadar karbohidrat
B = kadar protein
C = kadar lemak
7. Serat Pangan (Food Analysis, 2010)
Analisis serat pangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
a.

Untuk sampel tanpa zat pelarut yang larut dalam lemak yang signifikan
ditambahkan larutan penyangga 2- aminomethane (MES-TRIS) (Nmorfolino) ethanesulfonic acid-tris (hidroksi-metil)

(masing-masing

0,05 mol, pH 8,2) dan -amilase termostabil. Campuran bahan tersebut


dipanaskan dalam waktu 35 menit pada suhu 95-100C untuk
gelatinisasi pati sehingga dapat dipecah oleh -amilase.
b.

Setelah pendinginan sampai 60C, protease ditambahkan, dan campuran


diinkubasi pada 60C selama 35 menit untuk memecah protein.

c.

pH disesuaikan menjadi 4,1-4,8. Glukoamilase ditambahkan, dan


campuran tersebut diinkubasi pada 60C selama 30 menit untuk
menyelesaikan pencernaan pati.

d.

Untuk menentukan TDF, empat volume etanol 95% ditambahkan.


Residu ditambah dengan endapan yang kemudian dikumpulkan untuk
difiltrasi, dicuci dengan 78% etanol, etanol 95%, dan aseton, keringkan,
dan timbang. Protein dan abu ditentukan pada duplikat sampel dan berat
yang dikoreksi. Atau, TDF dapat dihitung sebagai jumlah dari serat
makanan larut dan larut ditentukan dalam prosedur.

e.

Campuran diperoleh setelah langkah (c) disaring.

f.

Residu dicuci dengan air, etanol 95%, dan aseton, keringkan, dan
timbang.

g.

Analisis residu kering untuk protein menggunakan metode Kjeldahl.


Residu duplikat dianalisis untuk abu. Bobot protein dan abu yang
dikurangi dari berat residu yang diperoleh pada langkah (f) untuk
menentukan serat makanan larut.

34

h.

Untuk menentukan serat makanan larut, untuk filtrat dan pencucian dari
langkah (e) dan (f) pada 60C ditambahkan empat volume etanol 95%
(untuk memberikan konsentrasi etanol 76%). Endapan dikumpulkan
dengan penyaringan. Residu dicuci dengan 78% etanol, 95% etanol,
dan aseton. Kemudian, dikeringkan pada suhu 103C dan ditimbang.

i.

Protein dan abu ditentukan seperti pada langkah (f) dan bobot dari
protein dan abu yang dikurangi dari berat residu yang diperoleh pada
langkah (h) untuk menentukan serat larut dalam makanan. Jumlah serat
makanan dapat ditentukan seperti yang dijelaskan dalam lagkah (d) atau
diperoleh dengan menambahkan nilai-nilai untuk serat tidak larut (g)
dan serat larut (i) makanan.

D. Pengolahan dan Analisis Data


Rancangan percobaan pada penelitian ini, yaitu rancangan percobaan
pada formulasi pembuatan cookies dengan substitusi tepung tempe. Rancangan
percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktorial. Model
linier aditif yang digunakan pada rancangan percobaan tersebut adalah sebagai
berikut.
Yij = + i + ij
dengan
Yij : nilai pengamatan panelis

: rata-rata umum

: pengaruh perbedaan substitusi tepung tempe

ij

: pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j


Unit percobaan yang diamati pada penelitian ini adalah cookies dengan

subtitusi tepung tempe dengan 1 variabel independen, yaitu dengan faktor


perlakuan adalah konsentrasi substitusi tepung tempe yang terdiri dari 3 taraf,
yaitu 25%, 50% dan 75% per berat tepung terigu. Data yang diperoleh
dianalisis secara statistik dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji
Duncans Multiple Test dengan tingkat signifikansi 95%. Data diolah
menggunakan program MS. Excel dan SPSS for Windows.

35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menjadi keterbatasan yang dapat
mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Waktu yang tersedia untuk uji kimia pada tepung tempe relatif pendek,
sehingga dalam pembuatan formulasi menggunakan hasil uji kimia
berdasarkan referensi. Sedangkan, tepung tempe yang dibuat secara
langsung oleh peneliti diuji bersamaan dengan produk cookies tempe.
2. Peneliti tidak meneliti kandungan serat larut dan tidak larut, serta natrium
pada tepung tempe dan cookies tempe.
B. Tepung Tempe
Penelitian ini terdiri dari pembuatan tepung tempe dan pembuatan
cookies tepung tempe. Pembuatan tepung tempe dilakukan berdasarkan
modifikasi dari penelitian Putri pada tahun 2012. Pembuatan tepung tempe
dapat dimanfaatkan sebagai substitutif tepung terigu dalam tepung terigu dalam
pembuatan cookies.
Tepung tempe yang sudah dikeringkan dengan pemanggangan
menggunakan oven digiling menggunakan blender dengan kecepatan, lalu
diayak dengan ayakan sifon. Tepung tempe dikemas di dalam ruangan yang
bersih, kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.
Komposisi protein, lemak, dan karbohidrat tempe tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai, namun karena adanya enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada
tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang
terdapat dalam kedelai. Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi
untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang terdapat pada kedelai
(seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida (Bastian

35

36

dkk, 2013). Sehingga, tepung yang terbuat dari tempe dapat dijadikan
pensubstitusi pada tepung terigu. Tepung terigu merupakan bahan utama dalam
pembuatan cookies. Penggunaan tepung tempe pada pembuatan cookies
bertujuan untuk meningkatkan nilai kandungan protein dan serat pada cookies.
Karena, nilai kandungan protein dan serat pada tepung tempe lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung terigu. Pada pemanfaatan tepung tempe dalam
pembuatan cookies, peneliti melakukan pertimbangan dalam menentukan
presentase substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu dengan perhitungan
secara manual. Pertimbangan presentasi substirusi tersebut dilakukan untuk
mendapatkan komposisi cookies yang dapat diklaim sebagai olahan sumber
protein dan serat.

1. Pembuatan Tepung Tempe


Pembuatan tepung tempe diawali dengan pemilihan tempe kedelai
muri segar. Kemudian, tempe dipotong dengan tebal 1 cm dan kukus selama
15 menit dengan suhu 90-100C. Setelah itu, tempe dihaluskan dengan
mengunakan penggilingan atau secara manual dengan tangan menggunakan
hand glove dan dikeringkan menggunakan oven selama 8 jam dengan suhu
50-60C. Tempe yang dikeringkan digiling dengan blender dan diayak
menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung tempe yang sudah siap pakai dapat
disimpan di dalam wadah yang kering dan bersih serta tanpa terkena sinar
matahari secara langsung selama satu bulan. Teknologi pembuatan tepung
tempe sangatlah sederhana, sehingga dapat diterapkan dalam skala kecil dan
menengah. Menurut Atmojo (2007), tepung tempe berfungsi sebagai bahan
baku pengganti tepung terigu. Maka, dengan pemanfaatan tepung tempe
dapat menekan biaya penggunaan tepung terigu dan meningkatkan nilai
mutu pada makanan yang diolah.
Rendemen Tepung Tempe
Rendemen tepung dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung
yang diperoleh terhadap berat badan tempe yang dinyatakan dalam persen
(%). Salah satu tujuan perhitungan rendemen adalah untuk mengetahui

37

tepung yang dihasilkan dari bahan baku yang digunakan. Dari satu papan
tempe kedelai murni dengan berat 227 gram didaparkan 81 gram tepung
tempe. Berikut adalah perhitungan rendemen dari tepung tempe :
Rendemen Tepung

=
= 81 gram

x 100%

227 gram
= 35,7%
Keterangan :
a : berat tepung yang diperoleh (gram)
b : berat tempe kedelai murni (gram)

2. Pembuatan Cookies Tempe


Pembuatan cookies tempe dilakukan berdasarkan modifikai dari
penelitian sebelumnya dari Putri (2012). Perlakuan pada cookies tempe
terdiri atas satu faktor, yaitu substitusi tepung terigu dengan tepung tempe.
Substitusi tepung tempe dilakukan sebanyak tiga taraf, yaitu 70%, 80% dan
90%. Penggunaan tepung tempe sebagai substitusi pada tepung terigu
bertujuan untuk meiningkatkan nilai gizi pada cookies terutama pada nilai
protein dan serat.
Bahan yang digunakan untuk membuat cookies tempe adalah tepung
tempe, tepung terigu, susu bubuk full cream, gula halus, margarin, telur
ayam, vanili bubuk, bahan pengembang, garam, serbuk kayu manis dan
pasta cokelat. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu dengan
kadar protein sedang sebagai pembentuk struktur cookies. Tepung terigu
dengan kandungan protein 8-10% (tepung terigu lunak) tepat digunakan
untuk pembuatan cookies. Semakin tinggi kadar protein tepung yang
digunakan, maka semain banyak shortening dan gula yang diperlukan
untuk mendapatkan tekstur yang diterima (Parker 2003 dalam Baliwati dan
Marliyati, 2011). Margarin digunakan sebagai sumber lemak. Fungsi lemak
dalam pembuatan cookies adaah memperbaiki struktur fisik seperti
memperngaruhi volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, dan

38

memberi flavor (Matz 1978 dalam Baliwati dan Marliyati, 2011). Telur
digunakan kuningnya sebagai emulsifier yang mempengaruhi pembentukan
dan stabilisasi emulsi, sedangkan putih telur digunakan sebagai salah satu
campuran untuk meningkatkan kadar protein pada adonan cookies. Gula
yang dipakai adalah gula halus, karena tidak menyebabkan pelebaran
cookies yang terlalu besar (Baliwati dan Marliyati, 2011). Susu digunakan
untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan
pengisi dan meningkatkan nilai gizi cookies (Matz, 1978 dalam Baliwati
dan Marliyati, 2011).
Proses pembuatan cookies tempe diawali dengan mencampurkan
margarin, gula halus, vanili, garam dan telur. Kemudian, bahan-bahan
pertama tadi dicampurkan dengan tepung terigu, tepung tempe, baking
powder, susu bubuk, serbuk kayu manis dan pasta cokelat. Setelah itu,
dilakukan pencetakkan adonan cookies dan pemanggangan pada suhu
180C selama 15 menit.

C. Kandungan Gizi Tepung Tempe


Tempe biasa diolah dengan metode penggorengan, penumisan dan
perebusan seperti pada bahan makanan lain pada umumnya. Tempe yang
dibuat menjadi tepung akan memiliki daya simpan yang lebih lama dan dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan olahan pangan yang mengandung protein
dan serat yang tinggi. Nilai gizi tepung tempe dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Hasil Analisis Proksimat dan Serat Kasar dalam 100 gram Tepung Tempe
No.
Zat Gizi
Presentase (%)
1.
Air
7,46
2.
Abu
2,12
3.
Protein
47,1
4.
Lemak
18,3
5.
Karbohidrat
25
6.
Serat Kasar
5,78

39

1. Kandungan Zat Gizi Makro


Nilai karbohidrat pada tepung tempe (25%) lebih rendah bila
dibandingkan dengan nilai karbohidrat tepung terigu protein sedang (75%).
Nilai protein tepung tempe (47,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
protein tepung terigu protein sedang (10%). Sedangkan, nilai lemak pada
tapung tempe (18,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai protein tepung
terigu protein sedang. Nilai karbohidrat yang rendah, protein dan lemak
yang tinggi pada tepung tempe merupakan suatu kemungkinan. Karena
tempe yang berasal dari kacang kedelai murni merupakan salah satu dari
bahan makanan golongan protein nabati. Nilai protein pada tepung tempe
dapat memenuhi klaim tinggi protein, yaitu mengandung 40 gram protein
dalam 100 gram.

2. Kandungan Serat Kasar


Nilai serat kasar pada tepung tempe (5,78%) lebih rendah
dibandingkan dengan nilai serat kasar tepung terigu (0%). Nilai serat kasar
pada tepung tempe dapat memenuhi klaim sumber serat, yaitu mengandung
3 gram dalam 100 gram.
Dalam ilmu gizi, serat sayuran dan buah yang kita makan disebut
serat kasar (crude fiber). Dalam ilmu gizi, pengertiannya dijelaskan sebagai
all structural materials of the plant cell taken in our diet which are resistant
to digestive tract (Speller, 1975 dalam Kusharto, 2006). Dalam kepustakaan
terakhir disebut sebagai unavailable carbohydrates dan bagian tanaman
yang disebut lignin, yang tidak dapat diserap tubuh sebagai crude fiber
adalah non-karbohidrat (Kusharto, 2006).

D. Cookies Tempe
1. Penilaian Produk
Dalam penilaian untuk memilih produk yang paling diterima atau
yang paling mendekati formula kontrol, dilakukan uji organoleptik, yaitu uji
hedonik untuk penilaian warna, tekstur, rasa dan aroma. Panelis yang
diikutsertakan yaitu mahasiswa/i Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

40

HAMKA dengan kriteria sudah pernah mengikuti materi perkuliahan


Analisis Sensori berjumlah 30 orang. Panelis yang memberikan penilaian
harus dalam kondisi sehat, tidak sedang mengalami gangguan indra
penciuman, indra perasa, panelis menyukai cookies, berusia 19-29 tahun
serta panelis disarankan sarapan terlebih dahulu 2-3 jam sebelum melakukan
penilaian. Hal tersebut bertujuan agar selama melakukan penilaian para
panelis dapat menilai sampel dengan baik.
Pelaksanaan uji organoleptik dilakukan pada tanggal 7 April 2016 di
Laboratorium

Gizi,

Fakultas

Ilmu-ilmu

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Uji organoleptik dilakukan pada pukul


13.00 sampai dengan 16.00 WIB.

Formula 0%

Formulasi 80%

Formula 70%

Formulasi 90%

Gambar 4.1 Formula Cookies F1, F2, F3 dan F4

41

Berikut adalah hasil dari pengolahan data uji organoleptik yang diolah
secara statistik menggunakan one way anova dan jika terdapat perbedaan
nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test dengan tingkat
signifikan 95%, dengan hasil sebagai berikut.

1. Warna Cookies Tempe


Warna pada cookies sangat beragam. Warna merupakan atribut
organoleptik yang penting dalam makanan, karena merupakan salah satu
faktor yang menentukan mutu dan secara visual tampil lebih dahulu
sehingga sangat menentukan penerimaan oleh panelis (Winarno, 2004
dalam Rohmani, 2015). Warna pada cookies dipengaruhi oleh bahanbahan yang digunakan, serta alat, suhu dan lamanya pemanggangan.
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna cookies tempe dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Warna
Formula
Skor Daya Terima*
Mutu Warna**
Substitusi 0%
3,4
3,7
Substitusi 70%
3,5
3,5
Substitusi 80%
3,5
2,6
Substitusi 90%
3,0
3,3
*1=sangat tidak suka, sampai 5=sangat suka; **1=cokelat kekuningan , sampai
5=cokelat tua;

Perbedaan warna cookies disebabkan karena penggunaan dan


jumlah tepung terigu dan tepung tempe yang berbeda walaupun
sebelumnya penambahan pasta cokelat diharapkan dapat menghasilkan
warna cookies yang seragam. Substitusi tepung tempe menyebabkan
warna cookies menjadi gelap karena reaksi Maillard, yaitu reaksi non
enzimatis antara gula pereduksi dengan asam amino (Bakara, 1997 dalam
Rohmani, 2015).
Pada penilaian warna (Lampiran 6), panelis menyukai formula
70%.

Cookies dengan formula 0% memiliki warna cokelat tua dan

cookies dengan formula 70% memiliki warna cokelat, sehingga


penampilan dari warna cookies terlihat menarik. Penilaian warna pada

42

cookies menunjukkan bahwa rata-rata produk cookies yang dihasilkan


memiliki warna cokelat kekuningan sampai dengan cokelat muda. Dari
uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)
terhadap mutu warna cookies. Sedangkan, perbedaan mutu warna pada
cookies ditunjukkan pada cookies F3 dengan F1, F3 dengan F2 dan F3
dengan F4.
Uji sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan tidak ada perbedaan
nyata (p>0,05) pada kesukaan panelis terhadap warna cookies. Uji lanjut
Duncan (Lampiran 7) menunjukkan formula yang paling disukai
berdasarkan penilaian warna adalah formula dengan substitusi 70% dan
80%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies dengan warna cokelat muda
sampai dengan cokelat dapat diterima oleh panelis.

2. Tekstur Cookies Tempe


Penilaian tekstur merupakan parameter dalam menentukan nilai
fisik suatu produk. Perbedaan substitusi tepung tempe menyebabkan
perbedaan pada tekstur cookies. Namun, selain penggunaan tepung
tekstur cookies juga dipengaruhi oleh bahan pelengkap lain, seperti
shortening, telur dan gula. Gula bekerja sama dengan shortening untuk
membentuk rongga-rongga udara pada cookies. Penggunaan shortening
dalam pembuatan cookies berperan sebagai emulsifier, sehingga
menghasilkan teksttur yang renyah. Dalam pembuatan cookies tempe,
shortening yang digunakan adalah margarin. Nilai rata-rata kesukaan
panelis terhadap tekstur cookies tempe dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Tekstur
Formula
Skor Daya Terima*
Mutu Tekstur**
Substitusi 0%
3,5
3,6
Substitusi 70%
3,7
3,2
Substitusi 80%
2,0
2,7
Substitusi 90%
2,0
2,5
*1=sangat tidak suka, sampai 5=sangat suka; **1=sangat liat , sampai 5=renyah

Pada penilaian tekstur (Lampiran 6) menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan tekstur antara formula 0% dengan formula 70%, formula 80%

43

dan formula 90%. Dalam uji mutu hedonik pada formula 70%
mendapatkan nilai agak renyah pada penilaian teksturnya. Namun,
penilaian pada nilai rata-rata mutu hedonik tekstur cookies dari ketiga
formulasi memiliki nilai yang hampir sama. Penilaian tekstur pada
cookies dari ketiga formulasi menunjukkan bahwa rata-rata produk
cookies yang dihasilkan memiliki tekstur agak renyah. Sedangkan,
formula 0% memiliki tekstur renyah. Komposisi tepung terigu dari ketiga
formulasi substitusi tepung tempe lebih rendah dibandingkan dengan
dengan formula 0%. Rendahnya jumlah tepung terigu menyebabkan
turunnya

kadar

karbohidrat

pada

formulasi

cookies.

Sehingga,

kerenyahan cookies menurun. Selain itu, kerenyahan tersebut juga


dipengaruhi oleh banyaknya substitusi tepung tempe yang dapat
meningkatkan kekerasan kemampuan mengikat air (Rohmani, 2015).
Dari uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan ada perbedaan nyata
(p<0,05) terhadap mutu tekstur cookies. Sedangkan, perbedaan mutu
tekstur cookies ditunjukkan pada cookies F4, F2, F1 dan F3, F2 dan F1.
Uji sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan ada perbedaan nyata
(p<0,05) pada kesukaan panelis terhadap tekstur cookies. Uji lanjut
Duncan (Lampiran 7) menunjukkan formula yang paling disukai
berdasarkan penilaian tekstur adalah formula dengan 70%. Hal ini
menunjukkan bahwa cookies dengan tekstur agak renyah sampai dengan
renyah dapat diterima oleh panelis.

3. Rasa Cookies Tempe


Rasa

dapat

dipakai

sebagai

indikator

kesegaran

dan

penyimpangan bahan pangan. Rasa lebih banyak melibatkan pancaindera,


yaitu lidah. Agar dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat
mengadakan hubungan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang
dikirim melalui syaraf ke pusat syaraf (Winarno, 1997 dalam Murni,
2013).

44

Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa cookies tempe dapat


dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Rasa
Formula
Skor Daya Terima*
Mutu Rasa**
Substitusi 0%
3,7
3,6
Substitusi 70%
3,5
2,5
Substitusi 80%
3,0
2,4
Substitusi 90%
2,0
2,0
*1=sangat tidak suka, sampai 5=sangat suka; **1=sangat tidak manis , sampai
5=rmanis

Pada penilaian rasa (Lampiran 6) menunjukkan terdapat


perbedaan antara formula 0% dengan formula 70%, 80% dan 90%.
Cookies dengan formula 0% memiliki rasa yang manis dibandingkan
dengan cookies dengan formula lainnya. Namun, selain rasa manis
karena penggunaan gula, terdapat pula rasa gurih yang dihasilkan dari
penambahan tepung tempe. Penggunaan tepung tempe yang mengandung
protein dan lemak yang tinggi sehingga memberikan rasa gurih pada
cookies. Rasa gurih tepung tempe diimbangi oleh bahan lainnya,
margarin, telur, susu full cream dan garam. Menurut Winarno (1997)
dalam Murni (2013), penyebab terjadinya rasa gurih dari suatu produk
ditentukan oleh besarnya kandungan protein dan lemaknya. Penilaian
rasa pada cookies menunjukkan bahwa rata-rata produk cookies yang
dihasilkan memiliki rasa tidak manis sampai agak manis. Dari uji sidik
ragam (Lampiran 4) menunjukkan ada perbedaan nyata (p>0,05)
terhadap mutu rasa cookies. After taste pahit dapat dapat disebabkan oleh
hidrolisis asam-asam amino yang terjadi pada reaksi Maillard, baik saat
proses pembutan tepung tempe maupun saat pemanggangan cookies.
Asam amino lisin merupakan asam amino yang memiliki rasa paling
pahit dibandingkan dengan asam amino penyebab rasa pahit lainnya
(Kurniawati, 2012). Bau dan rasa langu merupakan salah satu masalah
dalam pengolahan kedelai. rasa langu yang tidak disukai ini dihasilkan
oleh adanya enzim lipoksidase pada kedelai. Hal ini terjadi karena enzim
lipoksidase menghidrolisis lemak pada kedelai menjadi senyawa-

45

senyawa penyebab bau langu, yaitu heksanal dan heksanol. Senyawasenyawa tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat menyebabkan
bau langu. Disamping rasa langu, faktor penyebab off-flavor yang lain
dalam kedelai adalah rasa pahit dan rasa kapur yang disebabkan oleh
adanya senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai (Santoso, 2009).
Sedangkan, perbedaan mutu rasa cookies ditunjukkan pada cookies F2,
F3 dan F4 dengan F1.
Uji sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan ada perbedaan nyata
(p<0,05) pada kesukaan panelis terhadap rasa cookies. Uji lanjut Duncan
(Lampiran 7) menunjukkan formula yang paling disukai berdasarkan
penilaian tekstur adalah formula dengan substitusi 70%. Hal ini
menunjukkan bahwa cookies dengan rasa tidak manis sampai agak manis
dapat diterima oleh panelis. Namun, selain rasa manis karena
penggunaan gula, terdapat pula rasa gurih yang dihasilkan dari
penambahan tepung tempe. Penggunaan tepung tempe yang mengandung
protein dan lemak yang tinggi sehingga memberikan rasa gurih pada
cookies. Rasa gurih tepung tempe diimbangi oleh bahan lainnya,
margarin, telur, susu full cream dan garam.

4. Aroma Cookies Tempe


Aroma merupakan salah satu faktor penerimaan panelis terhadap
bahan. Menurut deMan (1989) dalam Mandasari dkk. (2015), bahwa
dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena
cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk. Aroma atau bau
sendiri sukar untuk diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat
yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya (Kartika, 1988 dalam
Mandasari dkk, 2015).
Perbedaan pendapat disebabkan tiap orang memiliki perbedaan
penciuman meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap
orang mempunyai kesukaan yang berlainan (Mandasari dkk, 2015). Nilai
rata-rata kesukaan kesukaan panelis terhadap aroma cookies tempe dapat
dilihat pada Tabel 4.5.

46

Tabel 4.5
Skor Rata-rata Daya Terima dan Mutu terhadap Aroma
Formula
Skor Daya Terima*
Mutu Aroma**
Substitusi 0%
3,7
4,0
Substitusi 70%
3,5
3,3
Substitusi 80%
3,0
3,0
Substitusi 90%
2,3
2,4
*1=sangat tidak suka, sampai 5=sangat suka; **1=sangat langu , sampai
5=tidak langu

Pada penilaian aroma menunjukkan bahwa terdapat perbedaan


aroma diantara ke empat formula. Penggunaan tepung tempe diatas 30%
menyebabkan aroma tepung tempe sangat kuat. Menurut Suhendri (2009)
dalam Sholeha dkk. (2015), suhu pemanasan yang lebih tinggi pada
tempe dapat menyebabkan perubahan aroma yang lebih cepat karena
perubahan struktur kimia yang lebih cepat seperti perubahan senyawa
volatil. Aroma pada cookies tidak hanya dipengaruhi oleh tepung tempe
namun juga dipengaruhi oleh penggunaan bahan lain, seperti gula, telur,
vanili dan margarin

yang memiliki aroma khas masing-masing.

Penilaian aroma pada cookies menunjukkan bahwa rata-rata produk


cookies yang dihasilkan memiliki aroma agak tidak langu sampai agak
langu. Dari uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan ada perbedaan
nyata (p<0,05) terhadap mutu aroma cookies. Sedangkan, perbedaan
mutu aroma cookies ditunjukkan pada cookies F4, F3, F2 dan F4, F2, F1.
Uji sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan ada perbedaan nyata
(p<0,05) pada kesukaan panelis terhadap aroma cookies. Uji lanjut
Duncan (Lampiran 7) menunjukkan formula yang paling disukai
berdasarkan penilaian tekstur adalah formula dengan substitusi 70%.

5. Penentuan Cookies Terpilih


Berdasarkan hasil analisis statistik sudah didapatkan produk yang
memiliki nilai paling tinggi atau nilai yang mendekati formula kontrol
berdasarkan hasil uji mutu hedonik dan uji hedonik. Untuk mendapatkan
kesimpulan mengenai produk yang unggul berdasarkan penilaian warna,

47

tekstur, rasa dan aroma, maka dilakukan pehitungan skor total yang
kemudian diambil rata-ratanya.
Dari Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 dapat diambil kesimpulan bahwa
cookies yang memiliki nilai tinggi berdasarkan nilai mutu dan daya
terima panelis adalah cookies dengan substitusi tepung tempe 70%.
Tabel 4.6 Nilai Rata-rata Mutu Setiap Formula
Formula
Formula
Formula
Formula
Mutu
0%
70%
80%
90%
Warna
3,7
3,5
2,6
3,3
Tekstur
3,6
3,2
2,7
2,5
Rasa
3,6
2,5
2,4
2,0
Aroma
4,0
3,3
3,0
2,4
3,7
3,1
2,7
2,6
Rata-rata
Keterangan : 5 = cokelat tua, 4 = cokelat, 3 = cokelat muda, 2 = cokelat
kekuningan, 1 = kuning muda; 5 = renyah, 4 = agak tidak renyah, 3
= agak renyah, 2 = tidak renyah, 1 = sangat tidak renyah; 5 =
manis, 4 = agak tidak manis, 3 = agak manis, 2 = tidak manis, 1 =
sangat tidak manis; 5 = tidak langu, 4 = agak langu, 3 = agak tidak
langu, 2 = langu, 1 = langu; 0% = substitusi tepung tempe 0%,
70% = substitusi tepung tempe 70%, 80% = substitusi tepung
tempe 80%, 90% = substitusi tepung tempe 90%.
Tabel 4.7 Nilai Rata-rata Daya Terima Setiap Formula
Formula
Formula
Formula
Formula
Mutu
0%
70%
80%
90%
Warna
3,4
3,5
3,5
3,0
Tekstur
3,5
3,7
2,0
2,0
Rasa
3,7
3,5
3,0
2,0
Aroma
3,7
3,5
3,0
2,3
3,6
3,6
3,0
2,3
Rata-rata
Keterangan : 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak
suka; ; 0% = substitusi tepung tempe 0%, 70% = substitusi tepung
tempe 70%, 80% = substitusi tepung tempe 80%, 90% = substitusi
tepung tempe 90%.

Cookies dengan substitusi tepung tempe 70% memiliki nilai yang


mendekati nilai pada cookies dengan substitusi tepung tempe 0%.
Dengan skor tersebut menunjukkan bahwa cookies dengan substitusi
tepung tempe 70% dapat diterima hampir sama dengan formula kontrol.

48

6. Deskripsi Produk Cookies Terbaik


Tujuan dari pembuatan cookies dengan substitusi tepung tempe
adalah untuk meningkatkan daya simpan makanan olahan dengan
campuran bahan

dari tempe dan meningkatkan nilai gizi terutama

protein dan serat. Tepung tempe memiliki kandungan protein dan serat
yang lebih tinggi bila dibandingkan tepung terigu. Sedangkan, cookies
yang dibuat oleh peneliti memiliki sasaran, yaitu orang dewasa muda
dengan kategori umur 19-29 tahun.
Produk cookies yang terpilih berdasarkan uji mutu hedonik dan
uji hedonik adalah cookies dengan substitusi tepung tempe 70%. Produk
cookies formula 70% memiliki nilai mutu hedonik, yaitu warna cokelat,
tekatur yang agak renyah, rasa yang agak manis dan aroma yang agak
tidak langu.
Nilai kandungan gizi cookies menjadi komponen yang penting
dalam produk cookies yang terbaik. Tujuan ditentukannya produk
cookies yang terbaik adalah untuk mendapatkan produk cookies sumber
protein dan serat yang disukai oleh orang dewasa muda. Uji kimia zat
gizi pada produk cookies (Lampiran 8) dilakukan di Laboraturium Balai
Besar Industri Agro Bogor. Nilai kandungan gizi pada cookies tempe
yang terbaik adalah sebagai berikut.
Tabel 4.8
Hasil Analisis Proksimat dan Serat pada 100 gram Cookies Tempe Terpilih
Parameter
Satuan
Hasil Analisis
SNI 01-2973-2011
Air
%
8,2
Maksimum 5
Abu
%
1,89
Maksimum 1,2
Protein
%
23,35
Minimum 5
Lemak
%
29,4
Minimum 9,5
Karbohidrat
%
37,2
Minimum 70
Energi
kkal
506,8
Minimum 400
Serat pangan
%
9,98

a. Kadar Air
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam
udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dan
kelembabab udara disekitarnya (Zulidar, 2011). Kadar air pada cookies

49

tempe dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanggangan. Air dapat


mengontrol suhu adonan, menjaga kelembaban, serta menentukan
besarnya rendemen produk. Air juga melarutkan bahan-bahan seperti
gula, garam, ragi, susu bubuk dan menyebarkan ke seluruh bagian
adonan dan memungkinkan proses gelatinisasi selama pemanggangan
(Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
Setelah proses pemanggangan, kadar air cookies 8,2 atau lebih
dari 5%. Perlakuan proporsi tepung tempe terhadap tepung terigu
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air cookies.
Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh kadar protein pada
cookies. Menurut Paran (2009), molekul-molekul protein dapat
mengikar air dengan stabil, karena sejumlah asam-asam amino rantai
samping, yaitu rantai hidrokarbon yang dapat berikatan dengan air.
Semakin tinggi protein yang terkandung dalam suatu bahan maka bahan
tersebut akan semakin sulit melepas air pada suhu pemanasan yang
sama.

b. Kadar Abu
Abu adalah residu anorganik dari hasil pengabuan. Kadar abu
merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96%
bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur
mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar
abu tersebut dapat menunjukkan totoal mineral dalam suatu bahan
pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar
tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut kadar abu
(Winarno, 1992). Kadar abu pada cookies tempe berjumlah 1,87%.
Kadar tersebut melebihi jumlah maksimum pada syarat mutu menurut
SNI cookies.

50

c. Kadar Protein
Protein berfungsi tidak hanya sebagai zat pembangun tetapi juga
dapat menghasilkan kalori untuk dipergunakan sebagai zat tenaga. Bila
karbohidrat dan lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori tubuh,
maka protein dioksidasi untuk menambahkan kalori tersebut. Fungsi
protein diantaranya adalah untuk membrntuk jaringan tubuh, mengganti
sel-sel yang telah rusak dan aus, membuat air susu, enzim dan hormon,
membuat protein darah, menjaga keseimbangan asam dan basa dari
cairan tubuh dan saluran darah, serta memberi tenaga (Muchtadi dan
Sugiyono, 2013).
Kadar protein pada cookies tempe berjumlah 23,35%. Nilai
kadar protein tersebut telah memenuhi syarat mutu menurut SNI
cookies, yaitu mengandung protein minimum 5% dalam 100 gram.
Protein pada cookies tempe berasal dari tepung terigu, tepung tempe,
telur ayam, margarin dan susu full cream. Dengan nilai kadar protein
mencapai 23,35% dari 100 gram menunjukkan bahwa cookies tempe
dapat dijadikan kudapan sumber protein sesuai dengan klaim
kandungan zat gizi, yaitu nilai protein 20 gram per 100 gram.

d. Kadar Lemak
Lemak merupakan sumbet zat tenaga yang kedua setelah
karbohidrat. Lemak memberikan rasa gurih dan halus pada makanan
dan dapat memberikan rasa kenyang lebih lama. Lemak murni harus
terdapat dalam makanan bertujun untuk melarutkan berbagai vitamin
dan untuk mendapatkan beberapa jenis asam lemak yang essensial
(Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
Kadar lemak pada cookies tempe berjumlah 29,4%. Nilai kadar
lemak tersebut telah memeuhi syarat mutu menurut SNI cookies, yaitu
mengandung lemak minimum 9,5% dalam 100 gram. Lemak pada
cookies tempe berasal dari telur ayam, margarin dan susu full cream.

51

e. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia.
Sebanyak 60-80% dari kalori yang diperoleh tubuh berasal dari
karbohidrat (Almatsier, 2009). Pati merupakan sumber energi yang
sangat penting karena sebagian besar karbohidrat terdapat dalam bentuk
pati (Muchtadi dan Sugiyono, 2011).
Kadar karbohidrat pada cookies tempe berjumlan 37,2%. Nilai
kadar karbohidrat tersebut termasuk dalam kategori rendah karena tidak
memenuhi syarat mutu menurut SNI cookies, yaitu minimum 70%
dalam 100 gram. Tepung tempe yang disubstitusikan pada jumlah
tepung terigu, serta bahan-bahan lainnya seperti margarin dan telur
ayam mempengaruhi kadar karbohidrat pada cookies tempe. Bila tidak
ada atau kurangnya jumlah karbohidrat, asam amino dan gliserol yang
berasal dari lemak dapat diubah menjadi glukosa untuk keperluan
energi otak dan sistem saraf pusat (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).

f. Energi
Energi adalah kapasitas tubuh, jaringan, atau sel untuk bekerja,
yang diukur dalam kilokalori (Kamus Gizi, 2009). Nilai energi
makanan dapat diperoleh dari konversi protein, lemak, dan karbohidrat
menjadi energi. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kkal.
Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi
per gram, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi
sebesar 4 kkal per gram (Almatsier, 2002).Kadar energi pada cookies
tempe berjumlah 506,8 kkal. Komponen zat gizi yang memberikan nilai
energi terbesar adalah lemak dan protein. Nilai tersebut telah memenuhi
syarat mutu menurut SNI cookies, yaitu 400 kkal.
Cookies biasa dijadikan makanan selingan. Menurut Almatsier
(2004), kebutuhan energi yang harus dipenuhi pada waktu camilan
adalah 20% dari kebutuhan energi selama satu hari. Waktu camilan
dibagi dua kali dalam sehari, yaitu selingan pagi dan selingan sore
dengan pembagian 10% kebutuhan energi per satu kali waktu selingan

52

(Almatsier, 2004). Kebutuhan energi orang dewasa muda (19-29 tahun)


pada jenis kelamin perempuan 2250 kkal dan jenis kelamin laki-laki
2725 kkal (AKG, 2013). Jika diambil 20%, maka kebutuhan energi
dalam dua kali waktu makan selingan yaitu sekitar 450-545 kkal per
hari.

g. Serat Makanan
Serat dalam makanan lazim disebut sebagai dietary fiber sangat
baik untuk kesehatan manusia. Serat makanan ini semakin mendapat
perhatian sejak tahun 1900-an, yaitu sejak kelompok peneliti Burkitt et
al. (1972) dan Trowel (1972) memelopori penelitian serat dengan
pendekatan epidemiologi. Hampir semua fungsi metabolisme serat
makanan berkaitan dengan kolon. Flora bakteri bekerja aktif di dalam
kolon. Setelah mencapai kolon, serat relatif tidak ada perubahan saat di
lambung dan usus halus. Serat makanan dapat berikatan dengan garam
asam lemak di dalam usus halus, dan kemudian dilepaskan untuk kerja
bakteri di dalam kolon. Kandungan serat yang tinggi dalam diet akan
meningkatkan fecal output. Di bagian atas usus, conjugated bile acids
berperanan dalam pembentukan micelle dengan lipid dan tidak diserap
oleh serat (Eastwood dkk, 1968 dalam Kusharto, 2006). Di dalam
kolon, asam empedu bebas akan banyak diserap oleh serat makanan
(Kusharto, 2006).
Mengingat serat makanan tidak dicerna di dalam usus, maka
tidak berkepentingan dengan pembentukan energi. Akan tetapi serat
dimetabolisme oleh bakteri yang berada dan melalui saluran
pencernaan. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya
volume feses, meningkatkan pengaruh laksatif, melunakkan konsistensi
feses, memperpendek transit time di usus, memproduksi flatus, hasil
produksi metabolisme bakteri dan keluaran anion organiknya akan
mengubah garam empedu dan asam lemak berantai pendek yang
menguntungkan kesehatan (Kusharto, 2006).

53

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (2013), kebutuhan


serat orang dewasa muda (19-29 tahun) pada jenis kelamin perempuan
adalah 32 gram dan pada jenis kelamin laki-laki adalah 38 gram. Klaim
suatu produk makanan agar dapat disebut sebagai makanan sumber
serat adalah tidak kurang dari 3 gram per 100 gram.
2. Saran Penyajian
Takaran saji cookies tempe mengacu pada klaim produk sebagai
sumber protein dan serat, serta sumber energi sebanyak 20% yang harus
penuhi dari makanan selingan. Berat cookies tempe per keping, yaitu 10
gram, sehingga dengan mengkonsumsi 4-5 keping cookies untuk 2 kali
waktu makan selingan dapat memenuhi kebutuhan energi sebesar 20-22%,
kebutuhan protein 38-42% dan kebutuhan serat 26-31% dalam sehari pada
orang dewasa muda (19-29 tahun).
Uraian tentang zat gizi yang dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi
merupakan kandungan masing-masing zat gizi per sajian. Oleh karena itu,
tulisan pada Informasi Nilai Gizi harus dicantumkan dengan huruf besar
(kapital) dan tebal (bold) (PKBPOM No. 9 Tahun 2016) sebagai berikut.
1. Kandungan energi total dicantumkan dalam satuan kkal per takaran saji
dengan tulisan tebal (bold).
2. Kandungan lemak total dicantukn dalam gram per sajian dan dalam
persentase AKG lemak, dengan tulisan tebal (bold).
3. Kandungan protein dicantumkan dalam gram per sajian dan dalam
persentase AKG, dengan tulisan tebal (bold).
4. Kandungan karbohidrat total dinyatakan dalam gram per sajian dan
dalam persentase AKG, dengan tulisan tebal (bold).
5. Energi dari lemak wajib dicantumkan apabila terdapat dalam jumlah
yang berarti, yaitu lebih dari 0,5 gram lemak (energi dari lemak sebesar
4,5 kkal) per sajian.
6. Serat pangan wajib dicantumkan apabila terdapat dalam jumlah yang
berarti, yaitu lebih dari 0,5 gram per sajian.

54

Label informasi nilai gizi cookies tempe (PKPBOM No. 9 Tahun


2016) dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Informasi Nilai Gizi Kemasan (Per Sajian)
INFORMASI
NILAI GIZI
Takaran saji: 50 g
(5 keping)
Jumlah Sajian per Kemasan : 12
JUMLAH PERSAJIAN
Energi total
250 kkal
Energi dari lemak
130 kkal
Lemak
Protein
Karbohidrat Total
Serat Pangan

15 g
12 g
19 g
5g

%AKG*
22 %
20 %
6%
17 %

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2150 kkal. Kebutuhan energi anda
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.

3. Analisis Biaya Cookies Tempe


Pembuatan produk perlu dilakukan analisis biaya untuk mengetahui
harga jual produk cookies tempe. Cookies tempe formula 4 (formula terbaik)
terbuat dari bahan tepung terigu, tepung tempe, telur ayam, margarin, gula
halus, susu bubuk full cream, garam, pasta cokelat, baking powder, serbuk
kayu manis dan vanili. Analisis biaya diperoleh dari perhitungan biaya
bahan baku dan biaya produksi berupa biaya sumber energi termasuk listrik
dan kompor serta biaya upah pekerja. Hasil perhitungan biaya produksi
dapat dilihat pada Tabel 4.10.

55

Tabel 4.10 Biaya Pembuatan Cookies Tempe dalam 1 kali Resep

Bahan

Harga
(Rp/Kg/
pact)

Tepung terigu
10000
Tempe
18000
Telur ayam
23000
Margarin
47000
Susu bubuk full 48500
cream
Gula halus
18000
Vanili
10000
Garam
7000
Pasta cokelat
8000
Serbuk kayu manis
40000
Total biaya
Listrik dan kompor (10%)
Pekerja (15%)
Pengemasan (toples)
Total biaya cookies
Keuntungan (20%)
Harga cookies per kemasan

Harga
(Rp/g)

Berat Bahan
(g)

10
18
23
47
48,5

81
530
55
100
40

18
10
7
8
40

100
1
1
10
4

Harga
sesuai
penggunaan
(Rp)
810
9540
1265
4700
1940
1800
10
7
80
160
20312
2032
3047
10000
35391
7078,2
42469,2

Berdasarkan hasil perhitungan, biaya pembuatan cookies tempe


adalah sebesar Rp 35391 per satu kali resep atau 64 keping cookies dengan
harga jual per kemasan Rp 42469,2 yang dibulatkan menjadi Rp 42500/640
gram cookies. Harga cookies tempe sangat terjangkau dengan kelebihan,
yaitu sumber protein dan serat.

56

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pembuatan tepung tempe

melalui beberapa proses, yaitu pengukusan,

pemotongan dan pengeringan. Rendemen yang dihasilkan sebanyak 35,7%,


dari 227 gram tempe kedelai murni dihasilkan 81 gram tepung tempe. Hasil
analisa kimia kandungan protein dan serat dalam 100 gram tepung tempe
yaitu 47,1 gram dan 5,78 gram.
2. Perlakuan dalam pembuatan cookies dilakukan dengan substitusi tepung
tempe terhadap jumlah tepung terigu, yaitu substitusi 0% (formula 1),
substitusi 70% (formula 2), substitusi 80% (formula 3) dan substitusi 90%
(formula 4). Proses pembuatan cookies tempe terdiri atas beberapa tahap,
yaitu pencampuran bahan penyusun (tepung terigu, tepung, margarin, gula
halus, telur, susu full cream bubuk, vanili, garam, baking powder, pasta
cokelat dan garam), pencetakan adonan, dan pemanggangan menggunakan
oven listrik.
3. Hasil uji sidik ragam substitusi tepung tempe pada cookies dapat
memberikan pengaruh yang nyata terhadap mutu tekstur, rasa dan aroma
cookies dengan p-value (<0,05), sedangkan tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap mutu warna cookies dengan p-value (>0,05). Hasil uji
sidik ragam untuk uji hedonik (kesukaan) substitusi tepung tempe
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesukaan warna, tekstur, rasa
dan aroma cookies dengan p-value (<0,05). Formula terbaik dalah formula
cookies dengan substitusi tepung tempe 70% dengan perbandingan tepung
terigu dan tepung tempe, yaitu 3 : 7. Formula 1 memiliki nilai rata-rata uji
hedonik tertinggi, yaitu 3,6.
4. Cookies tempe terbaik memiliki kandungan air 8,2%, kadar abu 1,87%,
protein 23,35%, lemak 29,4%, karbohidrat 37,2%, energi 506,8 kkal dan
serat pangan 9,98%. Cookies tempe terbaik dengan takaran saji 50 gram
memiliki kandungan energi 250 kkal, lemak 15 gram, protein 12 gram,
karbohidrat 15 gram dan serat 4 gram per takaran saji. Dengan
mengkonsumsi dua kali takaran saji cookies tempe untuk dua kali waktu
56

57

selingan dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan energi sebesar 20-22%,


kebutuhan protein 38-42% dan kebutuhan serat 26-31% dalam sehari pada
orang dewasa muda (19-29 tahun).

Produk cookies tempe ini dapat

dikatakan sebagai pangan sumber protein dan sumber serat karena


mengandung protein lebih dari 20% dan serat lebih dari 6% dalam 100 gram
sesuai dengan klaim produk pangan sumber protein yaitu 20 gram dalam
100 gram dan klaim produk pangan sumber serat yaitu 3 gram dalam 100
gram.

B. Saran
1. Cookies tempe telah memenuhi klaim gizi sebagai makanan sumber protein
dan sumber serat, namun peneliti tidak menguji kandungan serat yang larut
dan tidak larut, serta kandungan natrium. Sehingga, untuk penelitian
lanjutan dapat disarankan untuk melakukan uji kandungan serat yang larut
dan tidak larut serta natrium.
2. Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti melakukan modifikasi
resep dasar agar dapat memperbaiki mutu hedonik cookies.
3. Untuk penelitian lanjutan dapat disarankan untuk melakukan aplikasi
penggunaan tepung tempe pada produk lain seperti brownies atau bolu.

58

DAFTAR PUSTAKA
Afiani, D. (2011). Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Universitas Sumatera
Utara Angkatan 2010 Tentang Asupan Makanan Berserat Terhadap
Kelancaran Buang Air Besar. Fakultas Kedokteran. Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Sumatera Utara.
Afrisanti, D. W. (2010). Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci
dengan Penambahan Tepung Tempe. Diss. Universitas Sebelas Maret.
Almatsier, S. (2002). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2004). Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Almatsier, S. (2009). Ilmu Gizi Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Departement of Food Sciences
and Technology. Bogor Agricultural University.
Astrup, A., Bovy, M. W. L., Nackenhorst, K., & Popova, A. E. (2006). Food for
thought or thought for food?a stakeholder dialogue around the role of
the snacking industry in addressing the obesity epidemic. Obesity reviews,
7(3),6.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI). (2011).
Pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011,3.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Pengawasan
Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Badan Standarisasi Nasional. (2009). Standar Nasional Indonesia: Tempe
Kedelai. SNI, 3144, 2009.
Baking Industry Research Trust (2010). Birt Defining Biscuits (& Cookies)
Information Sheet. 2 Januari, 2016.
Baliwati, Y. F., & Marliyati, S. A. (2011). Analisis potensi dan gizi pemanfaatan
bekatul dalam pembuatan cookies.
Bastian, F., Ishak, E., Tawali, A. B., & Bilang, M. (2013). Daya terima dan
kandungan zat gizi formula tepung tempe dengan penambahan semi
refined carrageenan (SRC) dan bubuk kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan, 2(1), 3-15.
Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan Anak. (2014). Angka Kecukupan Gizi Yang
Dianjurkan Bagi Bangsa Indoesia. Jakarta: Kemenkes RI.

59

Budimarwanti, C. (2007). Sintesis senyawa bibenzil dari bahan awal vanilin


melalui reaksi wittig dan hidrogenasi katalitik. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta. 34-39.
Data, P., & Pertanian, S. I. (2013). Buletin konsumsi pangan. Buletin Konsumsi
Pangan, 4(01), 1-51.
E-Book Pangan (2006). Serat Makanan dan Kesehatan. Teknologi Pangan
UNIMUS.
28
Maret,
2016.
http://tekpan.unimus.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/SERAT-MAKANAN-DAN-KESEHATAN.pdf
Faizah, Diah Nur. (2012). Subsitusi Tepung Tempe pada Produk Beragi. Diss.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Fara, T., & Noor, D. (2012). Pemanfaatan Tepung Ampas Tahu Pada Pembuatan
Produk Cookies (Chocolate Cookies, Bulan Sabit Cookies, Dan Pie Lemon
Cookies). Diss. Universitas Negeri Yogyakarta.
Florensia, S., Dewi, P., & Utami, N. R. (2012). Pengaruh Ekstrak Lengkuas pada
Perendaman Ikan Bandeng terhadap Jumlah Bakteri Pengaruh Ekstrak
Lengkuas pada Perendaman Ikan Bandeng terhadap Jumlah Bakteri.
Unnes Journal of Life Science, 1(2), 115.
Hazizah, H., & Estiasih, T. (2013). Karakteristik Cookies Umbi Inferior Uwi
Putih (Kajian Proporsi Tepung Uwi: Pati Jagung dan Penambahan
Margarin). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 1(1), 138-147.
Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang
Pertanian, 27(4), 124-130.
Indah, H. D. (2011). Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan
Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis. Skripsi. Departemen Teknologi
Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.
Irawan, A. M. A., Thaha, A. R., & Virani, D. (2013). Hubungan asupan energi
dan protein dengan status IMT dan LILA ibu prakonsepsional di
Kecamatan Ujung Tanah dan Biringkanaya Kota Makassar.
Jakhetia, V., Patel, R., Khatri, P., Pahuja, N., Garg, S., Pandey, A., & Sharma, S.
(2010). Cinnamon: a pharmacological review. Journal of advanced
scientific research, 1(2), 19-23.
Kemendag RI. (2013). Laporan Akhir Analisis Dinamika Konsumsi Pangan
Masyarakat Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan.
Kementerian Pertanian RI. (2013). Buletin Komsumsi Pangan. Jurnal Pusat Data
dan Informasi Sistem Pertanian, Vol. 4 No. 3, 7-10.

60

Koswara, S. (2009) Teknologi Pengolahan Telur . eBook Pangan.com.


MAGISTRA,
23(75),
2-3.9
Februari,
2016
http://bkp.madiunkab.go.id/downlot.php?file=TEKNOLOGIPENGOLAHAN-TELUR.pdf
Kurniawati. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Tempe
Dan Tepung Ubi Jalar Kuning Terhadap Kadar Protein, Kadar B-karoten,
Dan Mutu Organoleptik Roti Manis. Journal Of Nutrition College,
Volume 1.
Kusharto, C. M. (2006). Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal
Gizi dan Pangan, 1(2), 45-54.
Maharani, D. M. (2013). Jenis Panelis dan Preparasi Sampel. 2 Februari, 2016.
http://dewimayamaharani.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/6.-Jenis-PanelisPreparasi-Sampel.pdf
Makaryani, R. Y. (2013). Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian
Overweight Pada Remaja Putri SMA Batik 1 Surakarta. Diss. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Mandasari, R., Amanto, B. S., & Achmad Ridwan, A. (2015). Kajian
Karakteristik Fisik, Kimia, Fisikokimia Dan Sensori Tepung Kentang
Hitam (Coleus Tuberosus) Termodifikasi Menggunakan Asam Laktat.
Jurnal Teknosains Pangan Vol, 4(3).
Manley, D. (2011). Manleys technology of biscuits, crackers and cookies (4th
ed.).Cambridge: Woodhand Publishing.
Manurung, R. (2016). Daya Terima Cookies Substitusi Tepung Ampas Tahu
dengan Tepung Beras Merah dan Nilai Gizinya. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Modul
Biokimia.
(2010).
27
Desember,
2015.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%2010.pdf.
Muchtadi, T. R. Sugiyono. (2013). Prinsip, Proses dan Teknologi Pangan.
Bandung: Alfabeta.
Murdopo, M. (2014). Kadar Serat Pangan Dan Sifat Organoleptik Cookies
Dengan Penambahan Tepung Biji Kluwih (Antocarpus communis) dan
Angkak Sebagai Pewarna Alami. Diss. Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Murni, M. (2013). Kajian Penambahan Tepung Tempe pada Pembuatan Kue
Basah terhadap Daya Terima Konsumen. Rekapangan, 4(2).
Nifah, K., & Astuti, N. (2015). Pengaruh Proporsi Tepung (TapiokaTempe) dan
Metode Pembuatan Adonan terhadap Sifat Organoleptik dan Fisik
Kerupuk Tempe. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan, 4(1), 3.
Paran, S. (2009). 100+ Tip Anti Gagal Bikin Roti, Cake, Pastry, & Kue Kering.
Jakarta: Kawan Pustaka.
Pengujian Organoleptik dalam Industri Pangan. (2013). 30 Desember, 2015.

61

Permenkes RI. (2013). Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa
Indonesia. Jakarta: Permenkes.
PERSAGI. (2009). Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:
Kompas.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). (2009). Tabel Komposisi Pangan
Indonesia (TKPI). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Studi Teknologi Pangan UMS. (2013). Pengujian Organoleptik. 5 Januari,
2016.
Puspitasari, D. S., Elisa D. J., Amalia S., Yurista P. (2014). Buku Survei Konsumsi
Makanan Individu dalam Studi Diet Total Provinsi DKI Jakarta 2014.
Jakarta: Balitbangkes Kemenkes.
Putri, R.R. Hertisa Kusuma. (2012). Uji Organoleptik Formulasi Cookies Kaya
Gizi sebagai Makanan Tambahan dalam Upaya Penanggulangan Anemia
Pada Ibu Hamil di Rangkapan Jaya Depok Tahun 2011. Skripsi. FKM
Universitas Indonesia.
Putri, S. A. A. (2011). Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Dengan
Metode Iodometri Berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Laporan
Tugas Akhir. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Ramayulis, R. (2014). Detox is Easy. Jakarta:Penebar Plus.
Rao, P. V., & Gan, S. H. (2014). Cinnamon: A multifaceted medicinal plant.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2014, 1-12.
Rohmani, A. S. (2015). Pengaruh Substitusi Tepung Tempe terhadap Kekerasan,
Warna dan Daya Terima Cookies Ubi Jalar Kuning. Naskah Publikasi.
Program Studi Gizi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ruku, S. (2008). Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering Menjadi Produk
Olahan Setengah Jadi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.
Safitri, E. Y., & Fitranti, D. Y. (2015). Hubungan Asupan Kafein Dengan Kalsium
Urin Pada Laki-Laki Dewasa Awal. Doctoral dissertation. Diponegoro
University.
Santiko, A., & Santiko, A. (2008). Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dengan
Tepung Tempe dan Tepung Bekatul Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat
dan Daya Terima Kue Kering Kayu Manis (Doctoral dissertation, Program
Studi Ilmu Gizi).
Santoso, I. A. (2011). Serat pangan (dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan.
Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian Unwidha Klaten, 75(XXIII), 4-5.
Santoso. 2009. Susu Kedelai dan Soygurt. Malang: Faperta UWG.
Sari, I. P. (2014). Formulasi sediaan lipstik ekstrak etanol biji coklat (Theobroma
Cacao L.) dalam bentuk likuid. Diss. Widya Mandala Catholic University.

62

Septriani, R. S., & Fitranti, D. Y. (2013). Hubungan Asupan Protein dan Kafein
dengan Kepadatan Tulang Pada Wanita Dewasa Muda. Diss. Universitas
Diponegoro.
Setyaningsih, D., Apriyantono, A., & Sari, M. P. (2010). Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Setyowati, W. T., & Nisa, F. C. (2014). Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian
Proporsi Bekatul Jagung: Tepung Terigu dan Penambahan Baking
Powder). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3), 224-231.
Sholeha, R., Herawati, N., & Efendi, R. (2015). Kandungan Mineral (Fe, Ca Dan
P) Kukis Sukun dengan Rasio Tepung Tempe dan Tepunga Udang Rebon.
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian, 2(1), 1-11.
Shurtleff, W., & Aoyagi, A. (2007). A Special Report on The History of
Traditional Fermented Soyfoods : History of tempeh. Soyinfo
Center:California.
Siswanto dkk. (2014). Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Indonesia.
Jakarta: Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes.
Soraya, A. (2010). Pra Rancangan Pabrik Margarin dari Minyak Jagung dan
RBDP Stearin dengan Kapasitas 7.000 Ton/Tahun. Skripsi. FT
Universitas Sumatera Utara.
Springer. (2010). Food Analysis (4th ed.). New York:Authors.
Sunarti, E., Briawan, D., & Herawati, T. (2007). Pengaruh biskuit multigizi ibu
hamil dan pemberian asi ekslusif terhadap perkembangan motorik bayi
pada usia enam bulan. Jurnal Media Gizi dan Keluarga, 32 (1); 5664.
Suryaningrum, A. (2009). Penilaian gizi kerja pada penyelenggaraan makan
siang di pt. petrosea, Tbk gunung bayan project Kalimantan Timur. Diss
Universitas Sebelas Maret.
Universitas Gadjah Mada (UGM). (2013). Komposisi dan Kualitas Telur. 27
Desember,
2015.
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/29067/0fdde299fd0bc397a12
631ce7930b0a8.
University of North Dakota. Factsheet of Protein. 03 Januari, 2016.
https://und.edu/student-life/dining/_files/docs/fact-sheets/protein.pdf.
Utami, I. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu Mengenai Susu Dan
Faktor Lainnya Dengan Riwayat Konsumsi Susu Selama Masa Usia
Sekolah Dasar Pada Siswa Kelas 1 SMP Negeri 102 Dan SMPI PB
Sudirman Jakarta Timur Tahun 2009. Skripsi. FKM Universitas
Indonesia.
Wardana, A.S. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Slamet Riyadi Surakarta. FTP/VI/2, 41.

63

Wardani, N. E. J., & Roosita, K. (2008). Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan
Produktivitas Kerja Pria Dewasa: Studi Kasus di Perkebunan Teh Malabar
Ptpn Viii Bandung, Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan, 3(2), 71.
Wheat Foods Council. (2009). Type of Flour. 05 Januari, 2016.
http://www.wheatworld.org/wp-content/uploads/about-wfc-flour-typesbooklet.pdf.
WHFoods. (2011). Tempeh. The George Mateljan Foundation. 04 Januari, 2016.
http://www.whfoods.com/genpage.php?tname=foodspice&dbid=126.
Winarno, F. G., Pangan, K., & Gizi, P. T. (1992). Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wondrak, G. T., Villeneuve, N. F., Lamore, S. D., Bause, A. S., Jiang, T., &
Zhang, D. D. (2010). The cinnamon-derived dietary factor cinnamic
aldehyde activates the Nrf2-dependent antioxidant response in human
epithelial colon cells. Molecules, 15(5), 3338-3355.
Zulidar, J. (2011). Penetapan Kadar Air Pada Mie Instant Menggunakan Metode
Oven Di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Medan.

64

LAMPIRAN

65

Lampiran 1 Kuesioner Uji Organoleptik


FORMULIR UJI MUTU HEDONIK
Nama

Tanggal Pengujian

Jenis Contoh

: Cookies

Petunjuk
Di hadapan Anda terdapat empat jenis cookies, Anda diminta untuk mencicipi
keempat cookies tersebut.
1. Sebelum merasakan cookies berikutnya, Anda diminta untuk minum air putih yang
telah disediakan. silahkan minum dan berkumur terlebih dahulu sebelum melanjutkan
mencicipi dan merasakan cookies berikutnya,
2. Nyatakan penilaian Anda dan berikan tanda () pada pernyataan yang sesuai dengan
penilaian Anda.
3. Mohon untuk tidak menbandingkan antar sampel cookies saat sedang memberikan
penilaian.
4. Mohon untuk memberikan komentar Anda pada tempat yang tersedia.
PENILAIAN WARNA

159

Kode
261
372

483

159

Kode
261
372

483

159

Kode
261
372

483

Cokelat tua
Cokelat
Cokelat muda
Cokelat kekuningan
Kuning pekat

PENILAIAN TEKSTUR
Sangat tidak renyah
Tidak renyah
Agak renyah
Renyah
Sangat renyah

PENILAIAN RASA
Sangat tidak manis
Tidak manis
Agak manis
Manis
Sangat manis

66

PENILAIAN AROMA
Sangat tidak langu
Tidak langu
Agak langu
Langu
Sangat langu

159

Kode
261
372

483

67

FORMULIR UJI HEDONIK


Nama

Tanggal Pengujian

Jenis Contoh

: Cookies

Petunjuk
Di hadapan Anda terdapat empat jenis cookies, Anda diminta untuk mencicipi
keempat cookies tersebut.
5. Sebelum merasakan cookies berikutnya, Anda diminta untuk minum air putih yang
telah disediakan. silahkan minum dan berkumur terlebih dahulu sebelum melanjutkan
mencicipi dan merasakan cookies berikutnya,
6. Nyatakan penilaian Anda dan berikan tanda () pada pernyataan yang sesuai dengan
penilaian Anda.
7. Mohon untuk tidak menbandingkan antar sampel cookies saat sedang memberikan
penilaian.
8. Mohon untuk memberikan komentar Anda pada tempat yang tersedia.
PENILAIAN WARNA

159

Kode
261
372

483

159

Kode
261
372

483

159

Kode
261
372

483

Sangat tidak suka


Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
PENILAIAN TEKSTUR
Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
PENILAIAN RASA
Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka

68

PENILAIAN AROMA
Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka

159

Kode
261
372

483

69

Lampiran 2 Penilaian Mutu Cookies Tempe


Warna

Panelis

Tekstur

Rasa

Aroma

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

P11

P12

P13

P14

P15

P16

P17

P18

P19

P20

P21

P22

P23

P24

P25

P26

P27

P28

P29

P30

Rata-rata

3,7

3,5

2,6

3,3

3,6

3,2

2,7

3,6

2,5

2,4

3,3

2,4

Jumlah

111

104

77

99

108

95

81

75

107

74

74

55

121

100

96

72

Keterangan

:
F1 = Formula 0%
F2 = Formula 70%
F3 = Formula 80%
F4 = Formula 90%

70

Lampiran 3 Penilaian Tingkat Kesukaan Cookies Tempe


Warna

Panelis

Tekstur

Rasa

Aroma

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

F1

F2

F3

F4

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

P11

P12

P13

P14

P15

P16

P17

P18

P19

P20

P21

P22

P23

P24

P25

P26

P27

P28

P29

P30

Rata-rata

3,4

3,5

3,5

3,5

3,7

2,5

3,7

3,5

2,9

2,4

3,7

3,5

2,3

Jumlah

101

104

104

94

105

111

74

60

112

104

86

71

112

104

82

70

Keterangan

:
F1 = Formula 0%
F2 = Formula 70%
F3 = Formula 80%
F4 = Formula 90%

71

Lampiran 4 Uji ANOVA Mutu Hedonik Cookies Tempe

ANOVA
Sum of
Squares
penilaian warna

20,338

6,779

Within
Groups

76,950

116

,663

Total

97,288

119

18,767

6,256

85,917

116

,741

104,684

119

Between
Groups

20,190

6,730

Within
Groups

84,746

116

,731

104,936

119

Between
Groups

36,131

12,044

Within
Groups

134,865

116

1,163

Total

170,996

119

Within
Groups
Total

Total
penilaian aroma

df

Between
Groups

penilaian tekstur Between


Groups

penilaian rasa

Mean
Square

Sig.

10,220

,000

8,446

,000

9,212

,000

10,359

,000

72

Lampiran 5 Uji ANOVA Hedonik Cookies Tempe

ANOVA
Sum of
Squares
penilaian warna

2,321

,774

Within
Groups

67,995

116

,586

Total

70,316

119

50,881

16,960

85,795

116

,740

136,676

119

Between
Groups

24,655

8,218

Within
Groups

86,998

116

,750

111,653

119

Between
Groups

28,350

9,450

Within
Groups

84,863

116

,732

113,213

119

Within
Groups
Total

Total
penilaian aroma

df

Between
Groups

penilaian tekstur Between


Groups

penilaian rasa

Mean
Square

Total

Sig.

1,320

,271

22,931

,000

10,958

,000

12,917

,000

73

Lampiran 6 Uji Lanjut Duncan Mutu Hedonik

penilaian warna
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies

3
4
1
2
Sig.

1
30
30
30
30

2,560

1,000

3,220
3,567
3,570
,119

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
penilaian tekstur
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies

4
3
2
1
Sig.

1
30
30
30
30

2,607
2,723

,601

3,237
3,587
,118

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

penilaian rasa
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies
3
2
4
1
Sig.

1
30
30
30
30

2,477
2,627
2,627
,526

3,513
1,000

74

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
penilaian aroma
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies
4
3
2
1
Sig.

1
30
30
30
30

2,423
3,137
3,420
1,000

,311

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

3,420
3,943
,063

75

Lampiran 7 Uji Lanjut Duncan Hedonik

penilaian warna
Duncan

Subset for
alpha = 0.05
formula cookies

4
2
1
3
Sig.

1
30
30
30
30

3,080
3,277
3,333
3,467
,076

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
30,000.
penilaian tekstur
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies

4
3
1
2
Sig.

1
30
30
30
30

2,060
2,423
3,287
3,687
,074

,104

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
penilaian rasa
Duncana
Subset for alpha = 0.05
formula cookies
4
3
2
1
Sig.

1
30
30
30
30

2,467
2,937

1,000

1,000

3,410
3,647
,292

76

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

penilaian aroma
Duncan

Subset for alpha = 0.05


formula cookies
4
3
2
1
Sig.

1
30
30
30
30

2,460
2,770

,163

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

3,473
3,637
,461

77

Lampiran 8 Hasil Uji Kimia Tepung Tempe dan Cookies Tempe

78

79

80

81

82

83

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian


Pembuatan Tepung Tempe

Pembuatan Cookies

84

Uji Organoleptik

85

86

RIWAYAT HIDUP

Annisa Putri Larasati adalah nama penulis skripsi ini. Penulis lahir pada
tanggal 20 September 1993 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara oleh ibu Lilik Sumarni dan bapak Dany W.S. Kadir. Penulis
menempuh pendidikan di SD Islam Al-Falaah tahun 2001-2007, SMPN 3 Tangsel
tahun

2007-2009,

SMA

Dua

Mei

tahun

2009-2012

dan

Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Program Studi Gizi tahun 2012-2016.


Selama menempuh pendidikan, pengalaman organisasi penulis sebagai
bendahara kelas sejak tahun 2011-2012 dan Ketua Bidang Bahasa Karya Ilmiah
Remaja sejak tahun 2010-2011 di SMA Dua Mei, dan ketua PKM kewirausahaan
tahun 2015. Penulis juga aktif sebagai penanggung jawab mata kuliah manajemen
sistem penyelenggaraan makanan institusi semester 4, volunteer penyuluhan
sarapan sehat oleh AIPGI pada Februari 2015, penyelenggara dan fasilitator
dalam Indonesia on International Dot Day pada September tahun 2014 dan tahun
2015 dan konsultan gizi di pameran gizi PBL Desa 2015.
Dengan motivasi, ketekunan, dukungan dan doa, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pemanfaatan Tepung Tempe dalam Pembuatan Cookies Sumber
Protein dan Serat.

Вам также может понравиться