Вы находитесь на странице: 1из 20

MEMAHAMI HIRARKI PENGALAMAN BERAGAMA

(SYARIAT, HAKIKAT, TAREKAT, DAN MARIFAT)


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliyah : Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Soeparyo, M.Ag

Disusun Oleh :
Dina Milati Azka
Hidayatul Istifaiyah

(133511002)
(133511025)

Lailatus Saadah (133511036)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISNGO
SEMARANG

2015
I.

PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan cabang ilmu yang menekankan aspek spiritual,
dalam tasawuf ada

beberapa dimensi salah satunya dimensi pengalaman

sesorang dalam beragama islam. Pengalaman beragama berisi 4 hal pokok yang
akan dibahas yaitu syariat, hakikat, tarekat dan marifat. Masing-masing pokok
tersebut memiliki arti tersendiri, syariat merupakan suatu aturan yang dibuat
oleh syari (Allah dan RasulNya) untuk mengaturr kehidupan mukallaf baik
aturan yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Syariat dan hakikat adalah dua hal yang takkan terpisah. Syariat yang tidak
dikuatkan dengan hakikat maka tidak akan diterima dan hakikat yang tidak
dikuatkan syariat maka tidak diterima.
Tarekat merupakan kesadaran menjadikan pengalaman ajaran agama
sebagai jalan atau alat untuk mengarahkan jiwa dan moral, sedangkan marifat
merupakan pengetahuan melalui pengalaman secara langsung tanpa perantara.
Dalam empat pokok pembahasan tersebut saling berkaitan. Hakekat tanpa
sandaran syariat berbahaya, dan marifat tanpa hakekat tidak sempurna dan
tarekat merupakan jalan untuk mencapai hakikat dan marifat.

II.

RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian Syariat?
B. Apa pengertian Hakikat?
C. Bagaimana kesatuan antara Syariat dan Hakikat?
D. Apa pengertian Tarekat?
E. Apa saja macam-macam Tarekat?
F. Apa pengertian dan apa alat untuk mencapai Marifat?
G. Bagaimana Integrasi antara Syariat, Hakikat, Tarekat dan Marifat?

III.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Syariat
Syariat adalah kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan
dalam ajaran agama melalui Alquran dan sunnah. Atau hukum suci yang
diwahyukan; ajaran atau aturan yang diwahyukan.
Ath-Thusi dalam Al-Luma mengatakan bahwa syariat adalah
suatu ilmu yang mengandung dua pengertian, yaitu riwayah dan dirayah
yang berisikan amalan-amalan lahir dan batin. Syariah jika diartikan
sebagai ilmu riwayah adalah ilmu teoretis tentang segala macam hukum
sebagaimana terurai dalam ilmu fikih atau ilmu lahiriah. Sedangkan syariat
dalam arti dirayah adalah makna batiniah dari ilmu lahiriah atau makna
hakikat dari ilmu fikih. Syariat dalam konotasi dirayah ini kemudian
dikenal dengan nama ilmu tasawuf.1
Di kalangan kaum sufi, istilah syariat mempunyai makna tersendiri
yang dapat dikatakan berbeda dari pengertian yang diberikan oleh para ahli
hukum Islam.
Di kalangan ahli-ahli hukum Islam, syariah diartikan seluruh
ketentuan yang ada di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, baik yang
berhubungan dengan akidah, akhlak, maupun aktivitas manusia, baik yang
berupa Ibadah maupun Muamalah.
Syariat dan fiqh memiliki perbedaan-perbedaan terutama setelah
masa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Asaf.A.A.Fyzee, misalnya
mengatakan:

1 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu TASAWUF, ( Jakarta:
AMZAH, 2005), hlm. 217

Syariat mempunyai ruang lingkup yang lebih luas meliputi seluruh


aspek kehidupan manusia, sedangkan ruang lingkup fiqh lebih sempit dan
hanya dapat menyangkut hal-hal yang pada umumnya dipahami sebagai
aturan-aturan hukum. Syariat senantiasa mengingatkan kita bahwa ia
bersumber pada wahyu, ilmu pengetahuan tentang wahyu itu tidak akan
dapat diperoleh kecuali dari perantara Al-Quran dan Al-Sunnah.
Dari penjelasan itu terlihat bahwa syariat meliputi seluruh aspek
kehidupan, baik akidah, ibadah, maupun muamalah dan juga akhlak. Di
kalangan para sufi syariat berarti amal ibadah lahiriah.
Agama ditegakkan di atas syariat, karena syariat adalah peraturan
dan undang-undang yang bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan
larangannya jelas dan dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia.
Syariat dikukuhkan oleh hakikat dibuktikan oleh syariat.
Adapun syariat adalah bukti pengabdian manusia yang diwujudkan
berupa ibadah, melalui wahyu yang disampaikan kepada para Rasul dan
legislasi cara kita mencari sesuatu yang pasti.2
B. Pengertian Hakikat
Para sufi menyebutkan dirimereka ahl al-haqiqah. Penyebutan ini
mencerminkan obsesi mereka terhadap kebenaran yang hakiki. Karena itu,
mudah dipahami kalau mereka menyebut Tuhan dengan al-haqq, seperti
yang tercermin dalam ungkapan al-Hallaj, ana al-Haqq (aku adalah Tuhan).
Obsesi terhadap hakikat (realitas absolut) ini tercermin dalam penafsiran
mereka terhadap formula la ilaha illa Allah yang mereka artikan tidak ada
realitas yang sejati kecuali Allah.
2 Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, AKHLAK TASAWUF,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 77-78

Bagi mereka Tuhanlah satu-satunya yang hakiki, dalam arti yang betlbetul ada, keberadaan yang absolut, sedangkan yang lain keberadaannya
tidaklah hakiki, atau nisbi, dalam arti tergantung pada kemurahan Tuhan.
Dialah yang Awal dan yang Akhir yang Lahir dan yang Batin, penyebab dari
segala yang ada dan tujuan akhir, tempat mereka kembali. Ibarat matahari,
Dialah yang memberi cahaya kepada kegelapan dunia, dan menyebabkan
terangnya objek-objek yang tersembunyi di dalam kegelapan tersebut. Dia
jugalah pemberi wujud, sehingga benda-benda dunia menyembul dari
persembunyiannya yang panjang.
Al-Quran menggambarkan Tuhan sebagai al-Awwal dan AlAkhir al-Zhahir dan al-Bathin. Al-Awwal dipahami para shufi sebagai
sumber atau prinsip atau asal dari segala yang ada. Dia-Lah causa prima, sebab
pertama dari segala yang ada (maujudat) didunia. Dia yang akhir diartikan
sebagai tujuan akhir atau tempat kembali dari segala yang ada didunia ini
termasuk manusia. Dialah pulau harapan kemana bahtera kehidupan manusia
berlayar. Dialah kampung halaman kemana jiwa manusia yang sedang
mengembara didunia, rindu kembali. Dialah muara kemana perjalanan
spiritual seorang shufi mengalir. Dialah sang kekasih kemana sang pencinta
selalu mendamba pertemuan. Inilah tujuan akhir, tempat sang shufi
mengorientasikan seluruh eksistensinya.

C. Kesatuan Syariat dan Hakikat


Syariat dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi , yang lahir dan yang
batin, ibarat gelas dan air yang ada didalam gelas. Keduanya tidak bisa
dipisahkan. Shalat dilihat dari sisi syariat adalah perbuatan dan perkataan yang
diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam beserta rukun-

rukunnya dan inti dari shalat adalah mengingat Allah. Sesorang tidak boleh
hanya mengingat Allah tanpa melaksanakan shalat yang telah disyariatkan
dengan segala syarat dan rukunnya. Dan sebaliknya seseorang tidak boleh
melaksanakan shalat dengan segala rukunnya akan tetapi hatinya kosong tidak
nyambung dengan Allah. Ia tidak memahami apa yang dia ucapkan. Allah
berfirman: (Quran Surat An-Nisa:43)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah


kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,.. (QS An-Nisa:43)
Dengan demikian tidak dapat dibenarkan sama sekali bagi orang yang
mengaku sudah merasa makrifat kepada Allah dan mersa telah mencapaia pada
derajat tertentu sehingga tidak perlu lagi sholat, puasa, zakat, haji, sholat
berjamaah, sholat jumat dan sebagainya. Dan salah besar bagi orang yang
mengatakan bahwa syariat hany diperuntukkan bagi orang awam dan tidak lagi
diperlukan bagi orang tertentu. Nabi Muhammad adalah orang yang paling

bertaqwa dan paling makrifat namun masih tetap melaksanakan syariat,


tahajud, melaksanakan sholat berjamaah, dan lain sebagainya.
Hakekat tanpa sandaran syariat akan membahayakan hakikat itu
sendiri. Boleh jadi justru hakikat yang tanpa syariat sebenarnya bukan hakikat
akan tetapi hakikat tiruan yang sengaja dihiaskan oleh syetan kedalama hati
orang yang tidak berpegang pada syariat. Syetan senantiasa akan memberikan
bisikan kepada orang yang menjauhi syariat sementara syariat tidak mungkin
palsu karena syariat merupakan produk Allah dan RasulNya. Allah adalah yang
Maha Benar (Al-Haq) sementara RasulNya memproduk syariat bukan atas
hawa nafsunya akan tetapi atas dasar wahyu yang diberikannya.
Imam Al-Qusyairi mengatakan :
Setiap syariat yang tidak dikuatkan dengan hakikat maka tidak akan
diterima. Dan setiap hakikat yang tidak dikuatkan dengan syariat maka tidak
diterima.3
D. Pengertian Tarekat
Tarekat secara bahasa berarti jalan atau metode. Sedangkan tarekat
dalam istilah tasawuf diartikan sebagai suatu metode praktis untuk
membimbing seorang pencari (salik, talib, murid) dengan menelusuri jalan
berfikir, merasa dan bertindak melalui tahapan-tahapan menuju pengalaman
realitas ketuhanan (hakikat). Hubungan seorang pembimbing (mursyid) dengan
yang dibimbing (murid) dan yang dibimbing dengan yang dibimbing lainnya
lama-kelamaan mengikat satu persaudaraan tarekat yang disebut dengan ordo
tarekat atau persaudaraan shufi.
Akhirnya tarekat tidak hanya dikonotasikan pada suatu metode praktis
tetapi dikonotasikan sebagai lembaga bimbingan calon shufi, yang elemennya
adalah guru (syekh, mursyid), murid, tempat, (yang disebut dengan zawiyah),
3Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010),
hlm. 78-80

perjanjian antara guru dan murid (baiat), doa dan wirid khusus, adanya
penyebaran oleh bekas murid setelah mendapat ijazah dari gurunya dengan
silsilah yang diakui kebenarannya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.4
Kata tarekat berasal dari bahasa arab At-thariq yang berarti jalan
yang ditempuh melalui jalan kaki. Dari pengertian ini kemudian kata tersebut
digunakan dalam konotasi makna cara seseorang melakukan pekerjaan baik
terpuji maupun tercela. Perkataan tarekat dalam terminologi tasawuf islam yang
bermakna jalan tadi menurut Zamakhsari Dhofier dimaksudkan sebagai
jalan menuju surga. Sewaktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut
pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya
sebagai manusia dan mendekatkan dirinya kesisi Allah SWT. Menurut istilah
tasawuf, tarekat adalah perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan
menuju Allah SWT. Syarat bagi setiap orang yang ingin mengikuti tarekat yaitu
bertakwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya ,menyiapkan diri dengan
senjata dzikir, bertekad bulat untuk tetap dalam tarekat hingga akhir hayatnya,
dan harus memiliki kawan tetap dalam menjalankan ibadah secara bersamasama membaca wirid bersama, tolong-menolong demi kebaikan.5
Latar belakang ordo tarekat pada awalnya merupakan berkumpulnya
para murid mengelilingi guru sufisme terkenal untuk mencari pelatihan melalui
persatuan dan kebersamaan dan tidak terkait dengan upacara tapabrata dan baiat
apapun. Selain ordo tarekat menjadi suatu ikatan yang sangat ketat dengan
adanya berbagai aturan seperi baiat, ijazah, silsilah dan sebagainnya.
Banyak pendapat yang menjelaskan tentang latar belakang munculnya
(ordo) tarekat. Diantaranya adalah adanya doktrin bahwa belajar tasawuf harus
melalui guru, sebab barang siapa yang tidak berguru, maka gurunya adalah
4 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf (Jakarta:Rasail, 2010), hlm. 115-116.
5 Totok Jumantoro, M.A., Kamus Ilmu Tasawuf, hlm. 238-240.

setan. Dari sini muncul hubungan yang erat antara guru dan murid. Setelah
murid dapat mencapai suatu tingakatan tertentu diizinkan untuk mengajarakan
tarekat gurunya kepada murid baru dipusat lain.Latarbelakang lain adalah
karena tasawuf selama ini hanya dinikmati orang-orang khas (tertentu,
istimewa) untuk membantu orang-orang awam agar bisa mencicipi tujuan
tasawuf (marifat) maka diselenggarakan pendidikan shufi untuk membimbing
mereka yang selanjutnya disebut dengan tarekat. Sebab lain adalah
sebagaimana diketahui abad ke VI H merupakan ciri tasawuf falsafi dimana
tasawuf bercampur filsafat. Oleh sebagian kalangan tasawuf filsafi ini telah
melenceng dari tradisi Rasul dan sahabatnya. Oleh karena itu untuk memagari
tasawuf agar senantiasa berada pada koridor syariat diadakan sebuah tarekat
dimana didalam tarekat sangat ketat terutama unsur ijazah dan silsilah yang
dianggap mampu menjaga penyelewengan.6

E. Macam-macam Tarekat yang berkembang di Indonesia dan di dunia Islam


1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya
yaitu Abd al-Qadir Jilani. Tarekat ini menempati posisis yang sangat penting
dalam sejarah spiritualitas Islam karena karena tidak saja sebagai pelopor
lahirnya oganisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya cabang tarekat
didunia islam.Syaikh Abd al-Qadir lahir didesa Naif kota Gilan tahun
470/1077, yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad.Aspek ajaran
Syaikh Abd al-Qadir Jilani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran
pokok Islam, terutama golongan Ahlusunnah wal-Jamaah.Sebab, beliau sangat
menghargai para pendiri madzab fikih empat dan teologi Asyariyah.
2. Tarekat Syadziliyah
6 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm. 117.

Tarekat Syadziliyah nama pendirinya adalah Ali bin Abdullah bin


Abd.Slsilah keturunaannya memiliki hubungan dengan orang-orang garis
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dengan demikian juga keturunan Siti
Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW.Berdasarkan ajaran yang
diturunkan al-Syadzili kepada muridnya, kemudian terbentuklah tarekat yang
dinisbahkan kepadanya, yaitu tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat
antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriyah, dan Semenanjung
Arabia, juga di Indonesia (khususnya) diwilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf
terkenal yakni Muhammad bin Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-Bukhori
Naqshabandi, dilahirkan disebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari
Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ciri menonjol tarekat Naqsyabandiyah
adalah diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang
menyebabkan penolakan terhadap music dan tari, yang lebih menyukai dzikir
dalam hati.
4. Tarekat Khalwatiyah
Nama tarekat Khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan
pejuang Makassar abad ke 17, syaikh Yusuf al-Makassari al-Khalwati yang
sampai sekarang masih sangat dihormati.Tarekat al-Khalwatiyah di Indonesia
banyak dianut oleh suku Bugis dan Makasar disulaesi Selatan.Konsep utama
tasawuf al-Makassari adalah pemurnian kepada kepercayaan (aqidah) kepada
keesaan Tuhan, taubah, muhasabah dan lain-lain.
5. Tarekat Syattariyyah

Nama tarekat Syattariyyah diambil dari nama Syaikh abd Allah alSyaththari. Tarekat ini lebih diarahkan pada perjuangan untuk meningkatkan
nilai moral dan spiritual melalui penyebaran berbagai ajaran islam.
6. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin Abd al-karim al-madani alsyafiI al-samman,ia lahir dimadinah dari keluarga quraisy. Tarekat ini adalah
tarekat pertama yang mendapat pengikut missal diNusantara. Hal ini menarik
dari Tarekat Samaniyyah yang mungkin menjadi cirri khas adalah wahdat alwujud yang dianut dan syahadat yang terucapkan tidak bertentangan dengan
syariat.
7. Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah
Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyyah ialah sebuah tarekat gabungan
dari tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah.Tarekat ini didirikan oleh
Syaikh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis Kitab
Fath al-Arifin.Ajaran tarekat ini menjelaskan tentang dzikir dan tiga syarat yang
harus dipenuhi oleh orang yang sedang berjalan menuju Allah , yaitu dzikir
diam dalam mengingat Allah , merasa selalu diawasi Allah pengabdian kepada
Syaikh.
8. Tarekat Chisytiyah
Chisytiyah adalah salah satu tarekat sufi utama diAsia Selatan. Pendiri
tarekat Chisytiyah diIndia adalah Khwajah Muin al-Din Hasan .
9. Tarekat Mawlawiyah
Tarekat yang secara harfiah berarti jalan kecil ,memiliki dua pengertian yang
berbeda, tetapi tetap berhubunganYang pertama tarekat ini dimengerti sebagai
perjalanan spiritual menuju Tuhan.Yang kedua, tarekat dipahami sebagai

persaudaraan atau spiritual , yang biasanya merupakan perkumpulan spiritual


yang dipimpin oleh seorang guru.
10. Tarekat Nimatullahi
Tarekat Nimatullah adalah suatu madzb sufi Persia yang segera
setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8 atau 14 mengalihkan
loyalitasnya kepada islam.Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian
pondok sufi.Pengabdian ini dilakukan sesuai kode etik yang sudah sangat tua
dan dijabarkan terperinci, karena menurut pepatah tasawuf,seluruhnya adalah
adab.
11. Tarekat Sanusiyah
Tarekat Sanusiyah yang menyebar luas dan berpengaruh diwilayah
Afrika Utara, terutama diLibya, termasuk tarekat yang belum lama
didirikan .Tarekat ini muncul pada akhir paruh pertama abad ke-18.Mungkin
Tarekat Sanusiyah adalah satu-satunya tarekat yang selalu dihubungkan
dengan sejarah berdirinya sebuah negara modern.Pendiri tarekat ini adalah Ali
Sanusi, yang biasanya dipanggil dengan Sanusi Agung.Sanusi dilahirkan
dikota al-wasitho, dekat kota Mustaghanim, diprovinsi Oran, Aljazair.7

F. Pengertian dan Alat untuk Mencapai Marifat


1. Pengertian marifat
Marifat secara bahasa berasal dari bahasa Arab arafa, yarifu, arafah,
irfan, dan marifah yang berarti pengetahuan yang sangat jelas.8 Dalam hal ini
marifat berbeda dengan al-ilm, al-ilm merupakan pengetahuan yang
7 Sri mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah diIndonesia,(Jakarta:Kencana
Prenada Media Grup, 2004),hlm. 26-396.

8 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.101

menggunakan perantara sedangkan marifat merupakan pengetahuan tanpa


melalui perantara yang didapatkan melalui pengalaman secara langsung
Dalam istilah tasawuf marifat adalah pengetahuan yang pasti megenai
Tuhan melalui pengalaman langsung.9 Pengalaman langsung disini merupakan
pengetahuan yang langsung dirasakan oleh kaum shufi melalui hati dalam
bentuk ilham. Apabila orang awam mengetahui Tuhan melalui informasi para
filosof melalui akalnya, orang shufi mengetahui Tuhan melalui hati.
Dalam mengenal Tuhan Dzun Nun al-Misri membagi tiga kelompok yaitu:
a. Kelompok awam dimana mereka mengenal Tuhan melalui ucapan kalimat
syahadat.
b. Kelompok filosof dan teolog mereka mengenal Tuhan melalui pembuktian
akal. Dalam kelompok ini tidak mudah mengakui dan menerima Tuhan begitu
saja, mereka membuktikan adanya Tuhan dengan dalil yang ditetapkan untuk
membuktikan adanya Tuhan.
c. Kelompok shufi yang mengenal Tuhan dengan hati sanubari.10
Pendapat Dzun Nun al-Misri diatas menunjukkan bahwa marifat
semata-mata anugrah Tuhan. Untuk mendapatkan anugrah itu para sufi tidak
henti-hentinya beribadah, berdzikir dan berdoa untuk kesucian rohani. Para
sufi berharap akan mendapatkan marifat, hal ini disinyalir dengan tasawuf
bahwa seorang shufi berusaha dengan keras mendekatkan diri dari bawah
dan Tuhan menurunkan rahmat-Nya berupa marifat dari atas.

11

dalam hal

ini marifat datang ketika cinta shufi dari bawah dan dibalas oleh Tuhan dari
atas.
9 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102
10 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102
11 Risan Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2013), hlm.64

Selain pendapat Dzun Nun al-Misri ada juga Abu Hamid al-Ghazali
yang membagi iman menjadi tiga tingkatan yaitu:
a. Iman orang awam bersifat taqlid hanya mengikuti begitu saja
b. Iman Mutakallimin yakni iman yang tercampur dengan penyimpulan dalil
pemikiran.
c. Iman orang-orang arifin (orang yang marifat) yakni iman dalam bentuk
penyaksian melalui cahaya keyakinan (nur al-yaqin).12

2. Alat untuk mencapai marifat


Alat untuk mencapai marifat adalah qalb (hati). Menurut al-Qusyairi
qalb terdapat ruh dan sirr, sirr merupakan alat musyahadah (menyaksikan
alam gaib) sedangkan ruh merupakan alat muhabbah (mencintai Tuhan).
Sedangkan al-qalb tempat pengetahuan (marifat),13
Selain al-Qusyairi, Abu Hamid al-Ghazali mengumpamakan qalb
sebagai cermin, dimana cermin dapat menghasilkan kebenaran dari segala hal,
termasukk yang tertulis di dalam lauh al-mahfudz.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas hati merupakan alat untuk
mencapai marifat, apabila hati mengalami pengurangan fungsinya maka
marifat akan sulit dicapai. Berikut hal-hal yang merupakan berkurangnya
fungsi hati:14
12 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.102
13 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.103
14 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm.104

a. Kurang sempurnanya hati sehingga tidak menampakkan gambar pengetahuan.


Seperti hati anak-anak.
b. Kotoran maksiat yang menumpuk di atas permukaan hati. Apabila seseorang
selalu berbuat maksiat maka hatinya bisa tertutup kalau tidak segera bertaubat
bahkan hati itu segera terkunci.
c. Hati tidak lurus ke arah yang dituju. Hati seorang yang shalih dan taat, tidak
terlihat kebenarannya manakala hati itu tidak memilik arah dan tujuan.
d. Keyakinan yang dibawa sejak kecil melalui taqlid yang terlanjur menempel
dihati sehingga menghalangi kebenaran yang muncul didalam hati.
G. Integrasi Syariat, Thariqat, Hakekat, dan Marifat
Antara syariat, tarekat, makrifat dan hakikat tidak bisa dipisahkan. Syariat
adalah bentuk lahir dari hakikat dan hakikat adalah bentuk batin dari syariat.
Syariat adalah landasan awal menuju hakikat dan penyingkapan hakikat tidak
menggugurkan syariat, bahkan menguatkan kebenaran syariat. Jika bertentangan
maka penyingkapan tersebut diragukan, yang boleh jadi itu adalah kerjaan setan.
Untuk sampai pada hakikat, maka dibutuhkan metode dan disiplin diri
yang aturan dasarnya sudah ditentukan oleh syariat. Proses menuju realitas sejati
(hakikat) inilah yang disebut tarekat. Ketika selubung hijab terbuka maka
tampaklah realitas sejati, maka saat itu pula penempuh jalan spiritual
memperoleh makrifat. Syariat merupakan ibarat ilmu bagi amalan, lahir atau
amalan hati (Tasawuf). Ini adalah langkah pertama dalam tertib beramal. Ia
melibatkan tentang ilmu peraturan hukum-hukum, halal-haram, sah-batal, dan
lain sebagainya. Ilmu perlu dalam beramal, tanpa ilmu kita tidak tahu cara
beramal sesuai yang Tuhan kehendaki. Saat kita mencintai Tuhan, takut
kepadaNya dan menyembahnya, kita tidak boleh melakukannya sesuka hati tanpa
ada syariat atau pedoman yang sudah ditetapkan. Tarekat merupakan cara
menghidupkan ilmu secara istiqomah dan bersungguh-sungguh. Dalam hal ini

tarekat ibarat kita menanam biji atau benih (syariat) hingga ia berkecambah,
tumbuh dan menjadi sebatang pohon. Hakikat, diibaratkan buah. Selepas kita ada
syariat kemudian kita amalkan syariat hingga naik ketingkatan tarekat yakni
menjadi sebatang pohon maka akan menghasilkan buah. Buah tarekat adalah
akhlak dan peningkatan peringkat nafsu atau pencapaian maqam-maqam
mahmudah. Hakikat adalah perubahan jiwa atau perubahan peringkat nafsu dari
syariat dan tarekat yang dibuat dengnan paham dan dihayati. Makrifat adalah
hasil dari hakikat yaitu hal-hal yang dapat dirasai secara istiqomah. Makrifat
adalah satu tahap kemajuan rohaniah yang tertinggi hingga dapat benar-benar
mengenal Allah dan rahasia-rahasia-Nya. Orang yang sudah sampai tahap
makrifat digelar Al Arifbillah.15

15 http://mitra-sbm.blogspot.com/2012/09/mengetahui-arti-syariattarekat-hakikat.html. Diaksese pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 11:36

IV.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Syariat adalah kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan
dalam ajaran agama melalui Al-Quran dan sunnah. Atau hokum suci
yang diwahyukan; ajaran atau aturan yang diwahyukan.
Haqiqah (kebenaran atau kenyataan seakar dengan kata Al-Haaq,
reality, absolute). Makna Haqiqah menunjukkan kebenaran esoteric
yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis.
Dalam pengertian ini , haqiqah merupakan unsure ketiga setelah
syariat (hukum) yang merupakan kenyataan eksoteris, tarekat (jalan)
sebagai tahapan esoterisme, yang ketiga adalah hakekat, kebenaran
yang esensial.
Syariat dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi , yang lahir
dan yang batin, ibarat gelas dan air yang ada didalam gelas.
Tarekat secara bahasa berarti jalan atau metode.Sedangkan tarekat
dalam istilah tasawuf diartikan sebagai suatu metode praktis untuk
membimbing seorang pencari (salik, talib, murid) dengan menelusuri
jalan berfikir, merasa dan bertindak melalui tahapan-tahapan menuju
pengalaman realitas ketuhanan (hakikat).Macam-macam Tarekat yaitu
Tarekat Qadiriyah,Tarekat Syadziliyah, Tarekat Naqsabandiyah,
Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyyah, Tarekat Sammaniyah,
Tarekat Chistiyah, Tarekat Mawlawiyah, Tarekat Nimatullah, Tarekat
Sanusiyah.
Marifat secara bahasa berasal dari bahasa Arab arafa, yarifu, arafah,
irfan, dan marifah yang berarti pengetahuan yang sangat jelas. Alat
untuk mencapai marifat adalah qalb (hati) .Tingkat keimanan
seseorang menentukan tingkat kemarifatan sseorang, oleh karena itu
marifat dekat sekali dengan keimanan dan keyakinan..

B. Penutup
Demikianlah makalah ini kami susun dan tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua

DAFTAR PUSTAKA
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu TASAWUF, ( Jakarta:
AMZAH, 2005), hlm. 217
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, AKHLAK TASAWUF,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 77-78
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 7880
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf (Jakarta:Rasail, 2010), hlm. 115-116.
Totok Jumantoro, M.A., Kamus Ilmu Tasawuf, hlm. 238-240.
Sri mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah diIndonesia,(Jakarta:Kencana
Prenada Media Grup, 2004),hlm. 26-396.

Вам также может понравиться