Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering dialami oleh lansia namun penyakit ini sulit terdeteksi
karena penyakit ini sering menimbulkan gejala yang tidak spesifik. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan
antara angka kejadian depresi dengan insomnia pada lansia.Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik
dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada 28 November 2015 di Panti Werdha Dharma Bakti KM 7
Palembang. Populasi penelitian adalah semua lansia yang ada di Panti Werdha Dharma Bakti KM 7 Pelambang.
Sampel penelitian adalah semua lansia di Panti Werdha Dharma Bakti KM 7 Pelambang yang memenuhi kriteria
inklusi. Responden diwawancara menggunakan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS), DSM IV dan
Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta- Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Data dianalisis secara univariat dan
bivariat dengan Chi-square. Terdapat 31 orang lansia yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 8 (25,8%) laki-laki
dan 23 (74,2%) perempuan dengan rata-rata usia 71,6 tahun dan rata-rata pendidikan menengah bawah. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat 10 (32,3 %) lansia yang menderita depresi dan 8 (80%) diantaranya mengalami
insomnia. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa hubungan angka kejadian depresi dengan insomnia adalah (P
value 0,021, OR 10.000). Terdapat hubungan antara angka kejadian depresi dengan insomnia. Orang yang depresi 10
kali lebih tinggi untuk menderita insomnia dari pada orang normal.
Kata kunci: Depresi, insomnia, Geriatric Depression Scale, lansia.
Abstract
Depression is the most common type of mental dissorder in elderly, but sometimes depression can be diffcult to
detected because depression have unspecipic symptoms. This research wass done to see the relationship between
depression incidence with insomnia in elderly. This research is an analytic observational with cross sectional design,
done on 28 November 2015 in Panti Werdha Dharma Bakti KM 7 Palembang. Population in this research is all
elderly in Panti Werdha Dharma Bakti KM 7 Palembang. Sample in this research is all elderly in Panti Werdha
Dharma Bakti KM 7 Palembang who met in inclusion criteria. Respondents will be interviewed by three
questionnaires. Geriatric Depression Scale (GDS), DSM IV dan Kelompok Studi Psikiatri Biologi JakartaInsomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Data will be analyzed by using univariate and bivariate with the Chi-square.
There are 31 elderly who fit in the inclusion criteria, consist of 8 (25,8%) male and 23 (74,2%) female, with an
average age of 71,6 years old and an average eduaction is lower secondary education. The result showed there are 10
(32,3%) elderly who suffer from depression and 8 (80%) of them suffer from insomnia too. The Chi-square test
result of relationship between depression incidence with insomnia in elderly is (P value 0,021, OR 10.000).There is
relationship between depression incidence with insomnia in elderly which is, an elderly who suffer from depression,
10 times larger to suffer from insomnia than normal elderly.
Key word: Depression, insomnia, Geriatric Depression Scale, elderly
1. Pendahuluan
2. Metode Penelitian
4. Pembahasan
Penyebab suatu kelainan kongenital
kadang-kadang sangat sukar ditentukan pada
saat bayi baru lahir. Kurang lebih 35-40% dari
kelainan
kongenital
tidak
diketahui
penyebabnya
dengan
pasti,
25-30%
disebabkan oleh faktor genetik dan 6-9%
disebabkan oleh faktor lingkungan.5 Pada
penelitian ini, penulis menggunakan riwayat
keluarga sebagai faktor risiko kejadian
kelainan kongenital yang disebabkan oleh
faktor genetik. Riwayat keluarga dilihat dari
keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan saudara
kandung. Terdapat 3 bayi yang memiliki
faktor
keluarga
mengalami
kelainan
kongenital. Kelainan kongenital yang dialami
adalah hisprung dan atrial septal defect
(ASD). Bayi yang mengalami hisprung
memiliki riwayat kakak kandung memiliki
penyakit yang sama ketika lahir, sedangkan
pada bayi yang mengalami ASD, keduanya
memiliki riwayat orang tua (ayah) mengalami
penyakit jantung bawaan. Dari 50 bayi yang
ikut dalam penelitian, hanya satu bayi yang
tercatat mengalami down syndome dan bayi
tersebut tercatat tidak memiliki riwayat
keluarga mengalami kelainan kongenital. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat
keluarga tidak memiliki hubungan yang
signifikan
terhadap
kejadian
kelainan
kongenital (p=0,242), yaitu hanya 6% bayi
yang memiliki riwayat keluarga mengalami
kelainan kongenital. Keadaan ini dipengaruhi
oleh sampel penelitian penulis yang terbatas
dan riwayat keluarga yang diteliti hanya
riwayat keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan
saudara kandung.
Kegagalan atau ketidaksempurnaan
dalam
proses
embriogenesis
dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada
jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang
9.
10.
Daftar Acuan
1. World
Health Organization. 2015.
Congenital
Anomlies.
(http://www.who.int/mediacentre/factsheet
s/fs370/en/, Diakses 11 September 2015)
2.
11.
12.
13.
14.