Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB III

PEMBAHASAN
Manajemen nyeri yang sering digunakan terdapat 2 jenis, yaitu manajemen nyeri
secara farmakologi dan non-farmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi
adalah manajemen nyeri dengan menggunakan obat-obat analgesik, sedangkan
manajemen nyeri non-farmakologi adalah manajemen nyeri tanpa penggunaan
obat seperti relaksasi napas dalam, distraksi, terapi bermain, imajinasi terbimbing
dan teknik-teknik lainnya. Dalam pembahasan ini akan membahas jurnal-jurnal
mengenai manajemen nyeri secara non-farmakologi:
1. Pada penelitian Houghty et al (2010) yaitu penurunan skala nyeri dengan
terapi bermain terbukti bahwa terapi bermain dapat menurunkan skala nyeri
pada anak. Karena bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sukarela untuk memperoleh kepuasan dan kesenangan. Bermain adalah
salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak dan
penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Campbell dan
Glasper, 1995 dalam Houghty et al, 2010). Focus dari terapi bermain adalah
untuk menolong anak melepaskan emosi, perasaan dan masalah anak.
Terapi bermain digunakan untuk meningkatkan koping terhadap nyeri dan
menggunakan permainan untuk menghambat nyeri. Karena permainan ini
akan mendistraksi anak dari rasa nyeri. Selain itu dengan menggunakan
terapi bermain juga dapat menurunkan kecemasan anak karena hospitalisasi
dan pelaksaan prosedur medis. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Li
Lopez dan Lee (2007, dalam Houghty et al, 2010) menunjukkan bahwa anak
yang menerima intervensi bermain memiliki tingkat kecemasan yang lebih
rendah pada periode sebelum dan sesudah operasi daripada anak yang
hanya nmenerima informasi rumah sakit. Pada hasil penelitian Azevedor et
al., (2008 dalam Houghty, 2010) menunjukkan adanya penurunan tingkat
stres pada anak karena hopitalisasi dan membantu anak saat pelaksanaan
prosedur medis dengan diadakannya terapi bermain. Sehingga terapi
bermain dapat menjadi salah satu manajemen nyeri non-farmakologi yang
dapat diterapkan pada anak. Namun terapi bermain bukan merupakan terapi
yang pasti dapat menurunkan skala nyeri karena hal ini dapat dipengaruhi
oleh berbagai responden mengenai nyeri. Menurut Hockenberry dan Wilson
(2007, dalam Houghty, 2010) menjelaskan bahwa reaksi anak terhadap nyeri

dipengruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman nyeri sebelumnya


dan pengalaman dirawat di rumah sakit, sistem dukungan yang tersedia,
keseriusan penyakit dan keterampilan koping dalam mengatasi nyeri.
2. Berdasarkan hasil penelitian Rosdianto dkk (2012) menunjukkan bahwa
distraksi audio dengan music dapat menurunkan intensitas nyeri selama
penggantian balutan setelah pembedahan abdomen. Menurut Smeltzer &
Bare (2002, dalam Rosdianto dkk, 2012) dengan stimulus yang nyaman dan
menyenangkan tersebut akan merangsang sekresi endorphin sehingga
stimulus nyeri yang dirasakan akan menjadi berkurang. Melalui distraksi
musik, fokus pasien menjadi teralihkan dari nyeri yang dirasakan. Dengan
pelepasan hormon endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin yang
disuplai oleh tubuh, sehingga pada saat reseptor nyeri di saraf perifer
mengirimkan sinyal ke sinaps, kemudian terjadi transmisi sinapsis antara
neuron saraf perifer dan neuron yang menuju otak tempat yang seharusnya
substansi P akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut endorfin akan
memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik sehingga sensasi nyeri
menjadi berkurang (Potter & Perry, 2006 dalam Rosdianto dkk, 2012).
Menurut Nurvinasari (2011 dalam Rosdianto dkk, 2012) mengungkapkan
bahwa distraksi aktif dan pasif memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat
nyeri post operasi pada 13 orang anak usia sekolah. Berdasarkan penelitian
tersebut terapi musik yang digunakan merupakan musik instrumentalia dan
klasikal, pada penelitian ini peneliti menggunakan distraksi audio dengan
memperdengarkan musik yang tenang dan disukai oleh pasien selama
prosedur ganti balutan berlangsung.
3. Pada penelitian yang dilakukan Ilmiasih, dkk (2015) mengungkapkan bahwa
penerapan teori comfort dalam melakukan asuhan keperawatan dalam
mengatasi nyeri pada anak pasca operasi dapat meningkatkan kepuasan
keluarga dan efektif menurunkan nyeri pada pasien yang dipengaruhi
kecemasan. Teori ini dilakukan melalui pendekatan family cented care dalam
mengatasi nyeri. Teori ini dapat digunakan pada nyeri berskala ringan atau
nyeri yang disebabkan kecemasan. Dalam intervensi keperawatan, keluarga
dapat melakukan distraksi seperti memberikan sentuhan, memijat, ciuman,
menggendong anak, mendengarkan music, membacakan buku cerita,
memfasilitasi kenyamanan untuk anak dan distraksi lainnya. Hal ini sesuai
dengan penelitian Kakkunen, et al (2009 dalam Ilmiasih dkk, 2015) yang
menyatakan bahwa manajemen nyeri non-farmakologi yang dilakukan

keluarga lebih efektif dalam menurunkan nyeri dan stres pada anak pasca
pembedahan.
4. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan ilmiasih (2013) tentang manajemen
nyeri non-farmakologi oleh keluarga terhadap pasien pasca operasi telah
terbukti bahwa kegiatan yang dilakukan keluarga seperti memberikan
ciuman, sentuhan, lingkungan yang nyaman, memeluk, mendekap anak,
menghibur anak, memberikan makanan kesukaan dan lain-lain dapat
merubah perilaku anak menjadi lebih baik, anak mau kooperatif dalam
prosedur perawatan, dan mendistraksi anak dari nyeri sehingga dapat
menurunkan nyeri yang dirasakan anak. Sehingga selain perawat dalam
melakukan manajemen nyeri, peran keluarga juga sangat dibutuhkan untuk
membantu mengatasi nyeri pada anak.
5. Pada penelitian kualitatif yang dilakukan Valizadeh, et al (2016) juga
membuktikan bahwa peran keluarga dalam mengatasi nyeri pada anak
sangat dibuthkan. Dala penelitiannya membahas mengenai hal yang
diabaikan selama manajemen nyeri paca operasi pada anak berdasarkan
pengalaman orangtua. Seperti halnya peraturan rumah sakit yang hanya
memperbolehkan 1 pengunjung yang menemani anak, dalam wawancara
yang dilakukan, salah satu partisipan mengatakan bahwa anaknya
menginginkan kedua orangtuanya berada di sampingnya saat dia merasa
kesakitan, namun ayahnya tidak diperbolehkan untuk bersamanya karena
peraturan sehingga anaknya hanya menangis saat mendenagrkan suara
ayahnya melalui telepon. Selain itu juga ada partisipan yang mengatakan
bahwa mereka memilih suaminya ada bersama mereka saat anaknya merasa
kesakitan daripada hanya menghadapi sendirian kondisi anaknya yang
seperti itu. Selain peraturan juga fasilitas yang tidak memadai seperti tempat
orangtua yang menemani untuk makan atau tidur, sehingga mereka juga
tidak dapat secara maksimal merawat anak mereka. Para orangtua juga
menyatakan

bahwa

kurangnya

kepedulian

tenaga

kesehatan

dalam

mengawasi dan manajemen nyeri karena mereka hanya diberitahu bahwa


nyeri setelah operasi adalah hal yang wajar dan saat mereka melaporkan
anak mereka sedang nyeri, perawat tidak langsung melakukan pemeriksaan
dan datang dengan terlambat dan saat para orangtua melaporkan anaknya
sedang kesakitan, perawat hanya menjawab akan merawatnya namun tidak
memberitahu

orangtua

apa

yang

harus

dilakukan.

Sehingga

dapat

disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, kita sebagai tenaga kesehatan juga
perlu melibatkan keluarga anak dalam manajemen nyeri.
Berdasarkan jurnal-jurnal yang telah dibahas, bahwa manajemen nyeri secara
non-farmakologi juga dapat menurunkan nyeri yang dirasakan oleh anak.
Sehingga manajemen nyeri yang telah disebutkan diharapkan dapat diterapkan
baik di rumah sakit maupun perawatan di rumah.

Daftar Pustaka
Houghty, Grace Solely, et al. 2010. Penurunan Skala Nyeri pada Anak Usia
Prasekolah

Di

Ruang

Pediatrik

Melalui

Terapi

Bermain.

(Online),

http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2688/1/ncj-02-02-2014penurunan_skala_nyeri_pada.pdf, diakses pada tanggal 15 Agustus 2016.


Ilmiasih, Reni. 2013. Promosi Manajemen Nyeri Nonfarmakologi Oleh Keluarga
pada Pasien Post Operasi Di Ruang BCH RSUPN Dr. Ciptomangun Kusumo
Jakarta. Jurnal Keperawatan. 4 (2): 116-121.
Ilmiasih, Reni, dkk. 2015. Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalam Mengatasi Nyeri
Pada Anak Pasca Pembedahan Laparotomi Di Ruang BCH RSUPN Dr.
Ciptomangun Kusumo Jakarta. Jurnal Keperawatan. 6 (1): 27-33.
Rosdianto, Aziiz Mardanarian, dkk. 2012. Pengaruh Teknik Distraksi Audio
terhadap Intensitas Nyeri Selama Prosedur Ganti Balutan pada Pasien
Posoperasi Bedah Abdomen Di RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta Tahun
2012. Bhakti Kencana Medika. 2 (4).
Valizadeh, Fateme, et al. 2016. Neglect of Postoperative Pain Management in
Children: A Qualitative Study Based on the Experience of Parents. Journal of
Pediatrc Nursing ELSEVIER: 1-10.

Вам также может понравиться