Вы находитесь на странице: 1из 4

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi
mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan taraf
kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota memberikan mereka
jaminan kehidupan yang lebih layak, dan tersedianya lapangan
pekerjaan. Namun, faktanya seiring terus bertambahnya para urban
yang datang ke kota-kota besar di Indonesia malah menimbulkan
masalah baru bagi daerah tujuan. Hal ini berdampak terhadap
lingkungan fisik dan sosial kota. Di Kota Bandung pun dengan terdapat
berbagai macam masyarakat dengan latar belakang budaya yang
beragam akan mengalami masalah yang sama dengan kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Salah satu masalah yang timbul adalah tidak
terserapnya tenaga kerja oleh lapangan kerja yang tersedia,
sementara itu kaum urban dengan mayoritas merupakan tenaga kerja
dengan latar belakang pendidikan yang rendah dan keterampilan yang
kurang. Hal ini berakibat meningkatnya jumlah pengangguran di kotakota besar. Di sinilah para kaum urban memilih alternatif pekerjaannya
pada sektor informal agar dengan keterbatasan modal dan
keterampilan yang dimiliki, mereka masih dapat memenuhi
kebutuhannya.
Salah satu alternatif yang mereka pilih diantaranya adalah
menjadi PKL. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan mata
pencaharian ini. Namun realitanya, PKL di kebanyakan kota besar
terutama di Bandung menjadi polemik tersendiri. Hal ini disebabkan
karena PKL kebanyakan menggunakan ruang publik seperti trotoar dan
bahu jalan raya, atau bahkan fasilitas umum seperti mesjid dan.
Sejauh ini peran sektor informal khususnya pedagang kaki lima di
perkotaan masih menimbulkan banyak masalah, karena berdasarkan
kondisi di lapangan mereka selalu termarginalkan dari arus kehidupan
kota, tidak memiliki status hukum yang jelas sehingga selalu menjadi
objek penertiban dan penataan di sebuah perkotaan. Untuk tetap eksis
mereka harus tetap bertahan dengan kondisi perkotaan yang majemuk
dengan berbagai aktifitas yang beragam. Pedagang kaki lima memang
sangat nyata terlihat sebagai salah satu bagian dari suatu kota dan
biasanya tersebar pada kawasan strategis seperti perdagangan
terutama di pusat kota dan mereka hadir secara alami bersama
perkembangan yang terjadi pada sektor formal seperti swalayan,
supermarket, mall, ruko, dan seterusnya.
Di Bandung, khususnya di kawasan perguruan tinggi seperti
Institut Teknologi Bandung. Pedagang kaki lima sangat menjamur,
karena memang kawasan yang sangat strategis dimana kebutuhan
para mahasiswa untuk mendapatkan makanan murah dan cepat yang
menjadikan pedagang kaki lima di kawasan ini laku keras. Namun jika

ditinjau kembali sebenarnya peruntukan PKL di Kota Bandung dibagi


menjadi tiga zona, yakni zona merah, dimana tidak ada sama sekali
PKL yang boleh berjualan, zona kuning yang diperbolehkan tutup dan
buka berdasarkan waktu dan tempat serta zona hijau, lokasi dimana
PKL boleh berjualan. Zona merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf a merupakan wilayah sekitar tempat ibadat, rumah sakit,
komplek militer, jalan nasional, jalan provinsi dan tempat-tempat lain
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan kecuali
ditentukan lain berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pada pasal 20 PKL dilarang :a. melakukan kegiatan berdagang di
zona merah; b. melakukan kegiatan berdagang di jalan, trotoar, ruang
terbuka hijau, dan fasilitas umum,kecuali lokasi tersebut telah
ditetapkan/ditunjuk/diizinkan oleh Walikota; Juga dalam perda ini juga
diatur bahwa sanksi terhadap masyarakat yang membeli dari PKL pada
zona merah, dikenakan denda biaya paksa penegakan hukum sebesarbesarnya 1.000.000 rupiah. Jika ditinjau lebih rinci, Peraturan walikota
mengenai petunjuk pelaksanaan perda tentang penataan dan
pembinaan PKL, menyatakan bahwa zona merah merupakan wilayah
sekitar tempat ibadat, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional,
jalan provinsi dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota ini. Pada pasal 11, tempat
tempat lain yang dimaksud salah satunya huruf c. lokasi sekolah, e.
jalan tertentu dan huruf g. kawasan lindung. Lokasi sekolah dijelaskan
salah satunya adalah pada pasal 14 huruf m. lokasi Perguruan Tinggi.
Pasal 15 nomor 11. dan nomor 12. secara spesifik dijelaskan bahwa
Lokasi jalan tertentu yang dimaksud pada pasal 11 huruf e. ialah
termasuk Jalan Dayang Sumbi (PKL Gerbang Belakang) dan Jalan
Ganesha (PKL depan Salman).
Kesimpulan sementara, bahwa PKL di Gerbang Belakang, PKL di
Jalan Ganesha melanggar banyak ketentuan legal karena PKL tersebut
berjualan di kawasan lindung (jalur hijau sempadan jalan), di zona
merah (sekitar kawasan sekolah, khususnya perguruan tinggi, dan
terletak pada jalan tertentu yang diatur lebih rinci yakni Jalan Ganesha
dan Jalan Dayang Sumbi).
Namun dalam praktiknya semakin tahun justru semakin banyak
PKL yang membuka lapaknya di sekitaran kampus ITB, walaupun
menurut Perda dan Peraturan Walikota tidak diperbolehkan. Bahkan
banyak yang berebut untuk mendapatkan lokasi berjualan di kawasan
ini, mengingat kawasannya yang sangat strategis. Dengan kondisi

yang sangat berkebalikan dengan peraturan yang ada, diduga praktek


jual beli atau sewa lahan di kawasan ITB tersebut mengandung unsur
penyuapan atau tindak pidana korupsi yang membuat para pelaku
merasa terlindungi walaupun melawan hukum. Hal ini yang
melatarbelakangi kami untuk mempelajari permasalahan ini dan
mencoba menemukn metode yang tepat utuk mencegah tindak
penyuapan atau korupsi di kawasan ITB.
1.2 Tujuan
Laporan ini dibuat bertujuan untuk:
1) Mengetahui penyebab banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di
sekitar kampus ITB
2) Mengetahui hubungan adanya PKL dengan indikasi korupsi
3) Metode yang dapat digunakan untuk mengatasi PKL
4) Memenuhi persyaratan kelulusan pada mata kuliah KU-4079 Pendidikan
Anti Korupsi, Institut Teknologi Bandung
1.3 Metode Pengumpulan Data
Data dan referensi pada laporan ini kami dapatkan dengan cara :
1) Studi Literatur
Mendapatkan pemahaman akan adanya PKL di kota Bandung baik dari tata
cara hingga hukum yang berlaku.
2) Proses Perkuliahan
Wawasan dan pengetahuan tim pengajar menjadi salah satu sumber kami
yang sangat dominan dalam menyusun laporan.
3) Studi Lapangan
Secara langsung melihat kegiatan yang berhubungan dengan adanya PKL di
kawasan kampus ITB.
1.4 Garis Besar Laporan
BAB I
Bab ini menjelaskan alasan/latar belakang pemilihan metode pencegahan
indikasi korupsi dan hubungannya dengan adanya pedagang kaki lima di
kawasan kampus ITB, serta tujuan dibuatnya laporan ini guna kepentingan
masyarakat Indonesia.
BAB II
Bab ini menyajikan penjelasan lebih lanjut mengenai landasan teori
perparkiran yang benar dan pelanggaran yang dapat terjadi beserta dasar
hukum yang berlaku di Indonesia mengenai pedagang kaki lima.
BAB III
Bab ini memaparkan kasus-kasus yang terjadi akibat adanya praktik PKL di
kota Bandung.
BAB IV
Bab ini berisikan metode pencegahan dari kasus PKL yang kami angkat.

BAB V
Bab ini berisikan kesimpulan secara menyeluruh khususnya setelah
melakukan pengamatan lebih dalam akan metode pencegahan kasus PKL
yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Вам также может понравиться