Вы находитесь на странице: 1из 6

http://refida.blogspot.co.id/2010/11/sistem-dan-rekayasa-penimbunan-batubara.

html

SISTEM DAN REKAYASA PENIMBUNAN BATUBARA (COAL STOCKPILING


SYSTEM AND ENGINEERING)
Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :

a. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya masa
penimbunan/penyimpanannya
b.

luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia

c.

topografi lokasi daerah tempat penimbunan

d.

kondisi iklim, dan

e.

dampak lingkungan dan keselamatan.


Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu :
1. pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard)
2. dengan menggunakan storage bin atau bunker.
Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka cara
penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed stocking yard
atau stockyard.
Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan batubara
yang aman dalam rangka :

a). untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion)


supaya jangan sampai terjadi hot coal,
b). untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas
komersialnya yaitu berupa :
+ kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai
bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, atau
+ penurunan nilai kalori batubara sebagai bahan bakar (solid fuel).
Untuk mencapai tujuan ini, maka prosedur operasional yang baku menganjurkan atau
merekomendasikan bahwa supaya :

a.

tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda ukuran (bongkahan, kasar
atau halus)

b.

tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang segar (fresh) dengan yang teroksidasi
atau lapuk ( oxydized or weathered coal)

c.

tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda kecenderungannya terhadap


swabakar

d.

tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kering dengan yang basah, atau

e.

tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kotor (ROM-/raw- coal) dengan yang
bersih (washed/clean coal)
Beberapa faktor teori dan praktek yang harus dipertimbangkan untuk merekayasa sistem
manajemen penimbunan batubara yang baku dalam rangka menciptakan kondisi lokasi dan
prosedur operasional penimbunan batubara (coal stockyardand its operational procedure))
yang aman adalah sebagai berikut :

1.

Lokasi tempat penimbunan batubara

2.

Sistem penimbunan batubara

3.

Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran

4.

Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan.


Lokasi tempat penimbunan batubara
Lokasi daerah tanah lapangan tempat penimbunan batubara (coal stockyard) harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- harus terletak di daerah yang stabil, rata dan luas,
- harus dilengkapi dengan sistem pengeringan air dan selokan buangan air

- harus dilengkapi dengan jalan masuk untuk semua jenis kendaraan (muat-angkut-tumpah =
load-haul-dump), khususnya alat gali/muat berupa tyre-wheeled loader, melalui pintu-pintu
pada tanggul/dinding penahan aliran angin yang mengelilingi tempat timbunan batubara
tersebut,
- harus dilengkapi dengan tanggul/dinding tanah di sekeliling tempat timbunan batubara sebagai
penahan aliran angin (wind shielder/breaker) setinggi sekitar 4,0 m disamping sebagai
penahan hanyutan partikel batubara halus keluar lokasi timbunan batubara, dan
- harus dilengkapi dengan peralatan pemadaman kebakaran berupa hydrant.
Sistem penimbunan batubara

Karena swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan
umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara dan panas, maka pencegahan terjadinya
swabakar hanya dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan atau
ditiadakan melalui tindakan pemadatan dalam memperkecil terjadinya kontak antara partikel
batubara dengan oksigen dari udara. Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan
atau penyimpanan jangka panjang (reserve storage or long term consolidated stockpile (untuk
jangka waktu penimbunan lebih dari 3 bulan) untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas
batubara disamping untuk mengurangi bahaya swabakar yang menyebabkan kebakaran.
Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara sistematis yaitu dilakukan secara lapis
demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata setebal katakanlah 0,5 sampai 1,0 m
dan langsung dipadatakan dengan rubber-tired heavy mobile equipment, seperti loader dari
pada dengan bulldozer yang umumnya memakai track, untuk mencegah kehancuran partikel
batubara lebih lanjut.
Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus
dikompakan.

Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah

pengeringan air dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan batubara
sebaiknya dilapisi dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah masuknya aliran
udara ke dalam timbunan batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama untuk tempat timbunan
batubara yang dikompakan berjangka panjang (reserve storageor long term consolidated
stockpile), sudut sisi miring sampai ke puncak timbunan harus kurang dari sudut alami yang
terbentuk oleh batubara yang ditimbunkan (angle of repose) sekitar 45 o. Biasanya sudut ini
dibuat selandai mungkin sekitar 15o dan 30o atau rata-rata 20o dari bidang datar tanah supaya
alat pengompakan bisa bekerja aman.
Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah
kira-kira 2 3 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROMcoal) maupun yang bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan
dengan waktu penimbunan berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated
stockpile). Dengan sistem penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi
timbunan batubaranya bisa mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan
batubara bersih.
Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran
Suhu timbunan batubara harus dipantau secara teratur untuk mengetahui apakah ada
tanda-tanda (clues) terjadinya gejala swabakar dalam timbunan batubara tersebut atau tidak.

Adanya tanda-tanda naiknya suhu timbunan menunjukkan adanya oksidasi batubara (selfheating) yang akan menimbulkan swabakar berupa hot coal dan kalau gejala ini tidak diatasi
atau dicegah, maka akan terjadi kebakaran.
Pekerjaan pengukuran suhu timbunan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan
thermometer yang dimasukkan ke dalam sebuah pipa besi yang diberi lobang-lobang dan
berujung runcing dengan dasar tertutup. Pipa-pipa pemantauan suhu ini sebagai titik-titik
pemantauan suhu (temperature monitoring points) dipasang tegak lurus ke dalam timbunan
sedalam kira-kira 1,5 m dari permukaan timbunan dengan jarak antar titik-titik pemantauan
sekitar 5 m dengan pola persegi (square grid) yang meliputi seluruh daerah timbunan yang
diawasi tersebut. Suhu yang dicatat berupa data pengukuran suhu diplot di peta daerah
penimbunan batubara yang bersangkutan. Pekerjaan pemantauan suhu pada tempat timbunan
batubara yang berjangka panjang (reserve storage) sebaiknya dilakukan 2 (dua) kali se
minggu. Jika suhu timbunan menaik lebih dari 5 oC di atas suhu sekitarnya di permukaan
(ambient temperature), pemantauan suhu sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Suhu kritis
suatu jenis batubara tergantung pada kemampuan dari batubara tersebut untuk beroksidasi
(penyerapan oksigen = self-heating) yaitu umumnya jenis batubara yang berkadar air-lembab
(lengas), oksigen dan zat-terbang = VM yang tinggi mempunyai kemampuan menyerap
oksigen lebih tinggi, terutama dari jenis batubara berperingkat rendah seperti sub-bituminous
dan lignit). Karena itu, suhu kritis timbunan dari jenis batubara berperingkat (kelas = rank)
tinggi yaitu anthrasit dan bituminous adalah 70o 80oC, sedangkan dari jenis batubara yang
berperingkat rendah yaitu sub-bituminous dan lignit adalah 50o 55oC. Jika suhu kritis ini
dilampaui, maka batubara panas (hot coal) akan terjadi dan segera harus diatasi atau dicegah
supaya tidak terjadi kebakaran dengan cara membongkar/menggalinya serta disebarkan
supaya dingin atau dipadamkan dengan semprotan air.
Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi gejala awal terjadinya

self-heating batubara yang

akhirnya dapat menyebabkan terjadinya swabakar berupa hot coal yaitu sebagai berikut :
a). Fisika : perkembangan self-heating batubara selalu diikuti dengan munculnya tanda-tanda : keluarnya
keringat (pengembunan uap air), kabut (haze), bau (odour), panas (heat), dan asap.
b). Kimia : karena gas swabakar pada hot coal spot adalah CO 2, CO, dan H2O, maka emisi CO dapat
dipakai sebagai tanda adanya gejala terjadinya swabakar.
Berbagai pilihan metode dan prosedur yang dapat diterapkan untuk mengendalikan atau
memadamkan hot coal akibat swabakar adalah sebagai berikut :

inertisasi (inertization)

penggalian hot coal (excavating the hot spot or fire)

penyekatan (sealing off) dengan stoppings (dam semen, pasangan bata atau
sandbags)

perendaman (flooding or inundation)

pengeimbangan tekanan yang dilokalisir sehingga tidak terjadi kebocoran


udara (localized pressure balancing), dan

pelapisan (coating) permukaan timbunan batubara dengan bahan bitumen atau


ter, atau

penyuntikan atau penambalan kebocoran udara pada lapisan batuan di sekitar


dinding lubang bukaan tambang dengan menggunakan resin, gypsum atau
beton (sealants)

Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan


Karena luasnya daerah tempat penimbunan batubara, maka pada prinsipnya ada 2 (dua)
bagian daerah kegiatan yaitu daerah tempat penimbunan sementara (live storage) untuk
batubara yang dapat dijual (saleable coals) sesuai dengan syarat mutu baku pasaran batubara
baik yang dari tambang atau yang dari terminal batubara ekspor dan daerah tempat
penimbunan batubara yang sebenarnya untuk jangka panjang (reserve storage) dimana proses
penaburan (spreading) batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis melalui stacker
boom yang dapat dilanjutkan dengan pemadatan per lapis dengan menggunakan tyre-wheeled
loader. Dengan kata lain, sistem pengaturannya adalah bahwa batubara dari live storage
sesuai dengan urutan kedatangan atau penerimaan dan asal pengiriman batubara ditangani
lagi secara sistematis yaitu first in first out untuk ditimbunkan ke tempat timbunannya
sebenarnya (reserve storage) sebelum didistribusikan juga secara sistematis untuk siap
dikosumsi atau dipakai oleh unit PLTU Batubara secara sistematis. Biasanya posisi kedua
daerah kegiatan ini saling berdampingi mengikuti arah memanjang timbunan batubara (lihat
Gambar 4.1) dimana peralatan yang umum digunakan pada lokasi timbunan batubara (coal
stockpile) yang luas, terbuka dan rata ini terdiri dari : seperti alat gusur/gali berupa bulldozer,
alat muat berupa tyre-wheeled loader yang merangkap sebagai alat pemadatan partikel

batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis, alat penimbun (tripper stacker) dan alat
pengambil batubara kembali (reclaimer).

Вам также может понравиться