Вы находитесь на странице: 1из 12

PEMANFAATAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) MENJADI BAKSO

DALAM RANGKA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DAN UPAYA


MENINGKATKAN NILAI EKONOMISNYA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh perbandingan proporsi ikan gabus dan tepung tapioka yang
tepat sehingga diperoleh bakso ikan gabus yang berkualitas baik secara fisik, kimia dan organoleptik serta
mengetahui aspek kelayakan finansial produksi bakso ikan gabus skala industri kecil.
Hasil penelitian tahap I menunjukkan perlakuan terbaik adalah perlakuan tapioka 70% dan ikan gabus
30% dengan kadar air 49,27%, kadar abu 10,365 mg/100 g, tekstur 13,05 N, kadar pati 18,805%, kadar lemak
1,7675%, kadar protein 22,8275%, kesukaan : warna 5,95 (mendekati suka), kekenyalan 5,35 (antara agak suka
sampai suka), aroma 6,4 (antara suka sampai sangat suka) dan rasa 5,45 (antara agak suka sampai suka).
Hasil penelitian tahap II menghasilkan perhitungan aspek finansial produk bakso ikan gabus skala industri kecil
yang berkapasitas produksi 118 g bakso ikan gabus / hari layak secara finansial dengan kriteria-kriteria sebagai
berikut: PBP sebesar 4,941 tahun, Net BC ratio= 1,223 , RCR = 1,372, NPV (pada suku bunga pinjaman 15%) =
Rp. 8.659.111,91, IRR = 16,53% , BEP = 4.851,86 unit atau Rp. 37.775.000,08 atau 6,9%.
Kata Kunci : Bakso Ikan Gabus

PENDAHULUAN
Ikan merupakan sumber pangan hewani yang sudah dikenal berbagai lapisan masyarakat di
berbagai belahan negara. Di Indonesia, ikan merupakan sumber protein yang banyak dikonsumsi saat
ini, mengingat sumber protein hewani lain seperti daging sapi sangat mahal yaitu Rp. 50.000/kg,
sedangkan daging ayam yang relatif lebih murah banyak ditakuti masyarakat karena merebaknya
kasus flu burung.
Mahalnya harga-harga produk pangan sumber protein hewani dibarengi meningkatnya kasus
gizi buruk di Indonesia menyebabkan perlunya mencari alternatif sumber protein yang murah.
Alternatif sumber protein hewani yang saat ini memungkinkan untuk dikembangkan adalah ikan gabus
(Ophiocephalus striatus) atau di Jawa dikenal sebagai ikan kutuk. Ikan gabus merupakan ikan yang
banyak terdapat secara alami di sungai-sungai dan bendungan serta belum pernah dibudidayakan. Nilai
giziikan gabus cukup tinggi, yaitu protein sebesar 42% , lemak 1,7 %, dan juga mengandung berbagai
mineral dan vitamin A; dengan demikian ikan gabus sangat potensial untuk dikembangkan dalam
industri pangan.
Pengolahan ikan gabus perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan nilai komersial ikan gabus
dan memperpanjang umur simpan. Berbagai teknologi pengolahan produk ikan telah banyak
dilakukan, antara lain pembuatan nuggets, berbagai jenis sosis, abon maupun bakso; namun
pengolahan ikan yang relatif paling sederhana, murah, tidak membutuhkan bahan-bahan kimia
tambahan dan mudah dilakukan oleh rumah tangga adalah bakso. Bakso juga merupakan jenis
makanan yang sudah umum dikenal baik dikota bahkan di pelosok-pelosok pedesaan, terjangkau oleh
berbagai kalangan ekonomi dan digemari oleh berbagai lapisan usia; berbeda dengan nuggets dan
sosis yang selama ini lebih dikenal sebagai produk pangan untuk kalangan menengah keatas.
Untuk memperoleh produk bakso ikan gabus yang berkualitas dan disukai konsumen, maka proses
pembuatan bakso harus diperhatikan. Faktor yang terutama sangat mempengaruhi kualitas bakso
adalah jumlah penambahan tapioka, oleh karena itu perbandingan proporsi ikan dan tepung tapioka
yang tepat perlu diteliti sehingga didapatkan bakso ikan gabus yang berkualitas baik dari karakteristik
fisik, kimia dan tentunya disukai konsumen.
Kelayakan finansial produksi bakso ikan gabus skala rumah tangga pun perlu dikaji apakah
menguntungkan atau tidak, mengingat bahwa pada saat ini tingkat inflasi dan suku bunga selalu naik
turun dan usaha skala rumah tangga biasanya sangat rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus)
Ikan gabus merupakan ikan karnivora yang suka memakan hewan lain yang lebih kecil, seperti
cacing, udang, ketam, plankton dan udang renik (Djuhanda, 1981). Jenis-jenis ikan keluarga
Ophiocephalus adalah ikan gabus, tomang, kerandang, yang hampir ditemukan di seluruh wilayah
Indonesia.
Suprayitno (2006) Protein ikan gabus segar mencapai 25,1%, sedangkan 6,224 % dari protein
tersebut berupa albumin. Jumlah ini sangat tinggi dibanding sumber protein hewani lainnya. Albumin

merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen dan bersinergi
dengan mineral Zn yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan sel maupun pembentukan jaringan
sel baru seperti akibat luka dan penyembuhan luka akibat operasi. Selain itu, kadar lemak ikan gabus
relatif rendah dibandingkan kadar lemak jenis-jenis ikan lain (tongkol 24,4% dan lele 11,2% lemak)
kemungkinan mengalami ketengikan lebih lama.
Bakso
Bakso adalah salah satu bentuk olahan restrukturisasi daging yang merupakan produk pangan
berbentuk bola atau yang lain, yang diperoleh dari campuran daging / ikan yang telah dihaluskan
dengan cara digiling (kadar daging/ikan minimal 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa
penambahan bahan-bahan kimia lain serta bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI, 1995).
Menurut Hardoko (1994) daging ikan sebagai bahan utama pembuatan bakso merupakan sumber
protein myofibril yang membentuk gel. Sedangkan pati yang ditambahkan berfungsi sebagai
pembentuk sekaligus memperbaiki adonan, meningkatkan daya ikat air dan memperbaiki tekstur.
Kriteria mutu untuk tekstur bakso adalah tekstur kompak, elastis, tidak ada serat daging, tidak
ada duri dan tulang, tidak basah berair dan rapuh (Wibowo, 1999). Proses pengikatan ini merupakan
suatu reaksi yang dipengaruhi oleh pemanasan, karena daging dalam keadaan segar (Hardoko, 1994).
Proses pembuatan bakso ikan meliputi: pencucian ikan segar, pemisahan daging ikan dari duri dan
jerohan, penggilingan, penirisan, pencampuran dengan tepung tapioka dan bumbu-bumbu yaitu
bawang putih, merica, gula, garam, MSG yang telah dihaluskan; kemudian pencetakan berbentuk bola,
o
perendaman dalam air hangat 40 C 15 menit, perebusan sampai mengapung (matang) dan penirisan
(Wibowo, 1999).
Tepung Tapioka
Pengolahan ubi kayu (Manihot esculenta, Crantz) menjadi tepung tapioka dalam industri
makanan Indonesia sebesar 19,7 % dari total industri (Anonim, 2006).
Jones dan Amos (1967) dalam Saraswati (1986) mengatakan bahwa pati yang berasal dari
ubikayu yaitu tapioka merupakan bahan dasar pembuatan kerupuk. Penggunaan tapioka dalam
pembuatan kerupuk didasarkan atas kemampuan daya kembang yang tinggi dibandingkan dengan
jenis tepung lainnya. Tapioka mengandung amilosa 17% dan amilopektin 83% dengan ukuran granula
3-3,5 mikron, dengan nisbah amilosa-amilopektin cukup tinggi sehingga proses penyerapan air selama
pemasakan juga meningkat.
METODE PENELITIAN
Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan satu variable bebas yaitu proporsi
penambahan tepung tapioka dan tujuh variable tergantung yaitu kadar pati, kadar protein, kekenyalan,
warna, tekstur, aroma dan rasa. Rancangan pecobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok factor
tunggal.
Prosedur Penelitian
a. Analisis proksimat daging ikan gabus
Ikan gabus dicuci bersih dan diambil sample daging secukupnya untuk dilakukan analisis
proksimat yang meliputi: kadar air, kadar protein, kadar lemak, tekstur, kadar pati dan kadar abu.
Masing-masing analisis dilakukan tiga kali (triplo) untuk memperoleh nilai rata-rata ( x ) dan
simpangan baku (Sd) Pembuatan bakso ikan gabus

b.
c.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan analisis karakteristik kimia yaitu kadar pati
dan kadar protein; karakteristik fisik yaitu kekenyalan dan karakteristik organoleptik yaitu kesukaan
terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa. Data yang meliputi karakteristik kimia dan fisik diperoleh
dari laboratorium, sedangkan data karakteristik organoleptik diperoleh dari pengisian skor kesukaan
oleh panelis minimal 20 orang. Skala nilai kesukaan mulai dari 1 (sangat tidak suka ) sampai 7 (sangat
suka).
Analisis Data
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan perbandingan proporsi
daging ikan dan tepung tapioka terhadap kadar pati, kadar protein, kekenyalan , warna, tekstur, aroma dan
rasa. Apabila dari hasil analisis ragam terdapat pengaruh perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Beda
Duncan (Duncan Multiple Range Test) terhadap data kuantitatif ( kadar protein, kadar pati dan
kekenyalan) untuk mengkaji perlakuan mana yang berbeda nyata. Untuk parameter-parameter bersifat
kualitatif yaitu kesukaan warna, tekstur, aroma dan rasa dilakukan analisis ragam dengan metode
Friedman (Basker, 1988).

Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan dilakukan untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik dengan
mempertimbang-kan ke tujuh variable tergantung tersebut. Metode pengambilan keputusan yang
dipergunakan adalah Metode Indeks Efektivitas (De Garmo, 1980).
Analisis Kelayakan Finansial dan Analisis Sensitivitas
Analisis kelayakan finansial dilakukan terhadap perlakuan proporsi ikan gabus dan tepung
tapioka yang terpilih berdasarkan tahap 5 diatas. Kriteria-kriteria kelayakan finansial yang akan diukur
meliputi (Husnan dan Suwarsono, 1991) :
- Net Present Value
- Break Even Point (kg, Rp)
- Internal Rate of Return
- Payback Period
Sedangkan analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan variabel
eksogen (asumsi-asumsi) terhadap keputusan investasi, yaitu sampai seberapa jauh variabel-variabel
eksogen tersebut (naik/turun) dapat ditolerir tanpa merubah keputusan investasi. Variabel-variabel
eksogen yang dipertimbangkan:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Air
Kadar air bakso ikan gabus berkisar antara 46,72% (tapioka 90% dan ikan gabus 10%) hingga
53,21% (tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan
ikan gabus dengan kadar air bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tingginya kadar air bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y = 1,1705x
+ 45,546. koefisien regresi sebesar 94,98% menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan gabus dan
tapioka mempunyai pengaruh besar terhadap kadar air bakso ikan

Gambar 1. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kadar air
54
52
Kadar Air (% )

50

kadar air

48

Linear (kadar air)

46

y = 1,1705x + 45,546
2
R = 0,9498

44
42
T90G10T80G20 T70G30

T60G40 T50G50 T40G60

perlakuan

Tabel 1. Kadar Air Bakso Ikan Gabus


Perlakuan

Kadar Air

Tapioka 90% - ikan gabus 10%

46,7175c

Tapioka 80% - ikan gabus 20%

48,1975bc

Tapioka 70% - ikan gabus 30%

49,27b

Tapioka 60% - ikan gabus 40%

49,51b

Tapioka 50% - ikan gabus 50%

50,9525b

Tapioka 40% - ikan gabus 60%

53,21a

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air bakso tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 40% ikan gabus 60%, sedangkan kadar air terendah adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan gabus 10%
dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan Tapioka 80% - ikan gabus 20%. Tampak pada Tabel 3
bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus menyebabkan makin tinggi kadar air
bakso. Hal ini berkaitan dengan proses gelatinisasi pati yang terkandung dalam tapioka dan
pembentukan ikatan silang antara pati dengan protein yang telah mengalami denaturasi.
Eskin et al. (1971) dalam Wibowo (1999) menyatakan bahwa reaksi gelatinisasi pati dan
denaturasi protein menyebabkan air terperangkap dalam matriks kompleks pati-protein, sedangkan

gelatinisasi pati tersebut terjadi pada suhu relatif tinggi (lebih dari 60 C) menyebabkan granula pati
membengkak terisi air. De Mann (1997) menyatakan bahwa adanya molekul-molekul protein yang
tinggi dalam bahan makanan akan mengikat uap air dengan baik; hal ini karena kemampuan ikat air
dari asam amino rantai samping yaitu hidrokarbon. Hal ini mengakibatkan bakso dengan proporsi ikan
gabus yang lebih tinggi menghasilkan bakso dengan kadar air yang lebih tinggi pula.
Kadar Abu
Kadar abu bakso ikan gabus berkisar antara 10,205% (tapioka 90% dan ikan gabus 10%)
hingga 10,5175% (tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi
tapioka dan ikan gabus dengan kadar abu bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 2.
10,6

Kadar Abu (%)

10,5
10,4

kadar abu

10,3

Linear (kadar abu)

10,2

y = 0,0599x + 10,178
2
R = 0,9245

10,1
10
T90G10T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60
perlakuan

Gambar 2. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kadar abu

Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tingginya kadar abu bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y = 0,0599x
+ 10,178. koefisien regresi sebesar 92,45% menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan gabus dan
tapioka mempunyai pengaruh besar terhadap kadar abu bakso ikan. Tabel 2 menunjukkan rerata kadar
abu akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu bakso tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 40% ikan gabus 60% meskipun tidak berbeda dengan Tapioka 50% - ikan gabus 50% maupun Tapioka
60% - ikan gabus 40%, sedangkan kadar abu terendah adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan
gabus 10%.
Tabel 2. Kadar Abu Bakso Ikan Gabus
Kadar
Perlakuan
Abu
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
10,205b
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
10,34ab
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
10,365ab
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
10,39a
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
10,51a
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
10,5175a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tampak pada Tabel 2 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tinggi kadar abu bakso. Hal ini berkaitan dengan kandungan alami mineral yang
terkandung dalam ikan gabus. Hadiwiyoto (1993) menya-takan bahwa ikan gabus mengandung
beberapa mineral yaitu Zinc sebesar 1,74 mg/100 g, Besi 0,9 mg/100 g, Kalsium 62,0 mg/100 g dan
Fosfor 176 mg/100 g.
Tekstur
Tekstur bakso ikan gabus berkisar antara 10,05 N (tapioka 90% dan ikan gabus 10%) hingga 17,025 N
(tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan
gabus dengan tekstur bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 3.
20

Tekstur ( N)

18

y = 1,5293x + 8,46
2
R = 0,9649

16
14
Tekstur

12

Linear (tekstur)

10
8
T90G10 T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60
perlakuan

Gambar 3. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan tekstur

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tingginya tekstur bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y = 1,5293x +
8,46. koefisien regresi sebesar 96,49% menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka
mempunyai pengaruh besar terhadap tekstur bakso ikan. Tabel 3 menunjukkan rerata tekstur akibat
perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 3. Tekstur Bakso Ikan Gabus
Perlakuan
Tekstur
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
10,05d
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
10,95d
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
13,05c
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
15,425b
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
16,375ab
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
17,025a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa tekstur bakso tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 40% ikan gabus 60% meskipun tidak berbeda dengan Tapioka 50% - ikan gabus 50%, sedangkan tekstur
terendah adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan gabus 10% dan tidak berbeda dengan Tapioka
80% - ikan gabus 20%.Tampak pada Tabel 3 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi
ikan gabus menyebabkan makin tinggi tekstur bakso, atau bakso makin kenyal sehingga butuh energi
lebih besar untuk menekannya. Hal ini berkaitan dengan pembentukan matriks antara pati dan protein
selama proses pemasakan.
Pada matriks terebut terdapat ikatan silang antara protein yang telah terdenaturasi dan pati
yang mengalami gelatinisasi. Muchtadi dkk (1988) menyatakan bahwa ikatan saling silang antara pati
dan protein merupaka ikatan ionik dan kovalen sehingga membentuk tekstur yang kuat, sedangkan
gelatinisasi pati tanpa adanya protein membentuk jembatan hidrogen yang lebih ikatannya lebih lemah
dan berakibat pda tekstur yang lebih lunak (Hardoko, 1994).

Pati (%)

Kadar Pati
Kadar pati bakso ikan gabus berkisar antara 22,65 % (tapioka 90% dan ikan gabus 10%) hingga 14,7%
(tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan
gabus dengan kadar pati bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 4.
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14

pati
Linear (pati)

y = -1,4108x + 23,427
2

R = 0,9579

T90G10

T80G20

T70G30 T60G40

T50G50 T40G60

Perlakuan

Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kadar pati

Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tingginya kadar pati bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y = 1,4108x + 23,427. koefisien regresi sebesar 95,79% menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan
gabus dan tapioka mempunyai pengaruh besar terhadap kadar pati bakso ikan. Tabel 4 menunjukkan
rerata kadar pati akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 4. Kadar Pati Bakso Ikan Gabus
Kadar
Perlakuan
Pati
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
22,6525d
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
19,8975c
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
18,805bc
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
17,8825b
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
17b
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
14,7a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar pati bakso terrendah adalah akibat perlakuan Tapioka 40%
- ikan gabus 60%, sedangkan kadar pati tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan gabus

10%. Tampak pada Tabel 4 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin rendah kadar pati bakso, sebaliknya makin tinggi kadar tapioka dan makin
rendah kadar ikan gabus menyebabkan makin tingginya kadar pati yang diperoleh. Hal ini karena
tapioka memang merupakan sumber pati (amilum) yang berasal dari singkong, sehingga makin banyak
proporsi pati mengakibatkan makin tingginya kadar pati. Saraswati menyatakan bahwa kandungan
karbohidrat (yaitu pati) dalam tapioka adalah sebesar 88,2 g per 100 g bahan.
Kadar Lemak
Kadar lemak bakso ikan gabus berkisar antara 1,535 % (tapioka 90% dan ikan gabus 10%)
hingga 1,9825 % (tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi
tapioka dan ikan gabus dengan kadar lemak bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 5.
2,1

lemak (%)

y = 0,0828x + 1,4948
2

R = 0,9658

1,9
1,8
1,7

lemak

1,6

Linear (lemak)

1,5
1,4
T90G10

T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60


perlakuan

Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabusdengan kadar lemak

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan
gabus menyebabkan makin tingginya kadar lemak bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y =
0,0828x + 1,4948. koefisien regresi sebesar 96,58 % menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan
gabus dan tapioka akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar lemak bakso tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka
40% - ikan gabus 60%, sedangkan kadar lemak tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan
gabus 10%. Tampak pada Tabel 5 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tinggi kadar lemak bakso, sebaliknya makin tinggi kadar tapioka dan makin
rendah kadar ikan gabus menyebabkan makin rendahnya kadar lemak yang diperoleh.
Hal ini karena ikan gabus, sebagaimana kelompok ikan pada umumnya, memang mengandung
lemak, sebagaimana dinyatakan oleh Hadiwiyoto (1993) bahwa kandungan lemak ikan gabus adalah
sebesar 2,7 g / 100 g bahan. Sedangkan tapioka juga mengandung lemak namun relatif lebih sedikit
yaitu 0,5 g / 100 g bahan (Saraswati, 1986) sehingga kandungan lemak ikan jelas lebih berpengaruh
terhadap kadar lemak bakso.
Tabel 5. Kadar Lemak
Gabus

Bakso Ikan
Kadar
Lemak
1,535d

Perlakuan
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
Tapioka 80% - ikan gabus 20%

1,6925c

Tapioka 70% - ikan gabus 30%

1,7675bc

Tapioka 60% - ikan gabus 40%

1,8425b

Tapioka 50% - ikan gabus 50%

1,8875b

Tapioka 40% - ikan gabus 60%

1,9825a

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Kadar Protein
Kadar protein bakso ikan gabus berkisar antara 20,3025 % (tapioka 90% dan ikan gabus 10%)
hingga 27,205 % (tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi
tapioka dan ikan gabus dengan kadar protein bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 6.

kadar protein (%)

28
27

y = 1,3503x + 18,675

26

R = 0,9839

25
24
23

protein

22

Linear (protein)

21
20
19
T90G10T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60
perlakuan

Gambar 6. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kadar protein

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan
gabus menyebabkan makin tingginya kadar protein bakso, dengan mengikuti pola persamaan linear y
= 1,3503x + 18,675. koefisien regresi sebesar 98,39 % menunjukkan bahwa perlakuan proporsi ikan
gabus dan tapioka mempunyai pengaruh besar terhadap kadar protein bakso ikan. Tabel 8
menunjukkan rerata kadar protein akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar protein bakso tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka
40% - ikan gabus 60%, sedangkan kadar protein tertinggi adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan
gabus 10% meskipun tidak berbeda dengan Tapioka 80% - ikan gabus 20%.
Tabel 6. Kadar Protein
Gabus

Bakso Ikan

Kadar
Perlakuan
Protein
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
20,3025e
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
21,1325e
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
22,8275d
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
23,92c
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
25,0175b
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
27,205a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tampak pada Tabel 6 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tinggi kadar protein bakso, sebaliknya makin tinggi kadar tapioka dan makin
rendah kadar ikan gabus menyebabkan makin rendahnya kadar protein yang diperoleh. Hal ini karena
ikan gabus, sebagaimana kelompok ikan pada umumnya, memang merupakan sumber protein,
sebagaimana dinyatakan oleh Hadiwiyoto (1993) bahwa kandungan protein ikan gabus adalah sebesar
25,2 g / 100 g bahan. Suprayitno (2003) menyatakan bahwa dalam protein ikan gabus terkandung
albumin yang cukup tinggi. Sedangkan tapioka juga mengandung protein namun relatif lebih sedikit
yaitu 1,1 g / 100 g bahan (Saraswati, 1986) sehingga kandungan protein ikan jelas lebih berpengaruh
terhadap kadar protein bakso.
Kesukaan Kekenyalan
Kesukaan kekenyalan bakso ikan gabus berkisar antara 3,15 yaitu antara agak tidak suka
hingga ragu-ragu (tapioka 90% dan ikan gabus 10%) hingga 6,05 yaitu antara suka hingga sangat suka
(tapioka 40% dan ikan gabus 60%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan
gabus dengan Kesukaan kekenyalan bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 7.
kekenyalan

kesukaan kekenyalan

7
6
5
4
kekenyalan

3
2
1
0
T90G10 T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60

perlakuan

Gambar 7. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kesukaan
kekenyalan
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tapioka dan semakin tinggi ikan
gabus menyebabkan makin tingginya kesukaan terhadap kekenyalan bakso. Kesukaan kekenyalan
tampak semakin meningkat apabila proporsi tapioka menurun dan proporsi ikan gabus ditingkatkan.
Tabel 9 menunjukkan jumlah rangking kesukaan kekenyalan akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan
tapioka. Tapioka 60% - ikan gabus 40% dan Tapioka 40% - ikan gabus 60% memiliki skor kesukaan
kekenyalan yang hampir sama.

Tabel 7. Kekenyalan Bakso Ikan Gabus


Jumlah
rangking
Perlakuan
kesukaan
kekenyalan
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
22.5c
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
41.5c
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
74.5b
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
107.0a
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
73.5b
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
101.0a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tabel 7 menunjukkan bahwa kesukaan kekenyalan bakso tertinggi adalah akibat perlakuan
Tapioka 40% - ikan gabus 60%, dan tidak berbeda dengan Tapioka 60% - ikan gabus 40%, sedangkan
kesukaan kekenyalan terendah adalah akibat perlakuan Tapioka 90% - ikan gabus 10% meskipun tidak
berbeda dengan Tapioka 80% - ikan gabus 20%.
Tampak pada Tabel 7 bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus
menyebabkan makin tinggi kesukaan kekenyalan bakso, sebaliknya makin tinggi kadar tapioka dan
makin rendah kadar ikan gabus menyebabkan makin rendahnya kekenyalan yang diperoleh. Kesukaan
terhadap kekenyalan makin tinggi apabila daging ikan gabus yang ditambahkan makin banyak karena
teksturnya padat, sedangkan tapioka yang makin tinggi disertai ikan yang makin rendah menyebabkan
kesukaan kekenyalan menurun karena tekstur bakso lebih lembek dan lengket, kurang padat. Fungsi
daripada tapioka sebenarnya adalah filler sekaligus binderuntuk membantu terbentuknya tekstur
bakso (Wibowo, 1999), apabila tidak ada tapioka sama sekali maka saat dipanaskan bakso akan pecah
sedangkan apabila tapioka terlalu banyak maka terjadi penyerapan air yang berlebih oleh tapioka saat
pemanasan sehingga bakso jadi lembek. Secara kimiawi, dengan adanya pencampuran daging ikan
dengan tapioka pada proporsi yang tepat maka akan terbentuk matriks kompleks protein pati selama
proses pemanasan, dimana pada saat itu terjadi peristiwa gelatinisasi pati dan denaturasi protein yang
selanjutnya kedua komponen saling membentuk ikatan silang (Hardoko, 1994).
Kesukaan Warna
Kesukaan warna bakso ikan gabus berkisar antara 4,95 yaitu cenderung agak suka (tapioka
40% dan ikan gabus 60%) hingga 5,95 cenderung suka (tapioka 70% dan ikan gabus 30% dan tapioka
60% dan ikan gabus 40%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan
Kesukaan warna bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 8.
6,5

Kesukaan Warna

5,5
warna
5
4,5
4
T90G10 T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60

perlakuan

Gambar 8. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kesukaan
warna
Gambar 8 menunjukkan bahwa kesukaan warna tertinggi adalah perlakuan Tapioka 70% ikan gabus 30% dan Tapioka 60% - ikan gabus 40%. Tapioka yang cenderung tinggi masih lebih
disukai warnanya daripada ikan gabus yang terlalu tinggi. Tabel 8 menunjukkan jumlah rangking
kesukaan warna akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.

Tabel 8. Warna Bakso Ikan Gabus

Tapioka 90% - ikan gabus 10%

Jumlah
rangking
kesukaan
warna
73.0b

Tapioka 80% - ikan gabus 20%

66.0b

Tapioka 70% - ikan gabus 30%

90.5a

Tapioka 60% - ikan gabus 40%

90.5a

Tapioka 50% - ikan gabus 50%

51.0bc

Perlakuan

Tapioka 40% - ikan gabus 60%


49.0c
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tampak pada Tabel 8 bahwa Tapioka 70% - ikan gabus 30% dan Tapioka 60% - ikan gabus
40% lebih disukai warnanya daripada perlakuan lainnya. Namun perlakuan dengan tapioka cenderung
tinggi dan ikan gabus rendah masih lebih disukai warnanya daripada perlakuan dengan ikan gabus
tinggi dan tapioka rendah. Hal ini karena tapioka cenderung tinggi dan ikan gabus rendah
menghasilkan bakso dengan warna yang cenderung pucat / terang, sedangkan perlakuan dengan ikan
gabus tinggi dan tapioka rendah menghasilkan bakso berwarna abu-abu gelap.
Bakso akibat perlakuan Tapioka 70% - ikan gabus 30% dan Tapioka 60% - ikan gabus 40%
menghasilkan warna yang relatif bagus, mendekati warna bakso pada umumnya yaitu abu-abu terang.
Terbentuknya warna keabu-abuan ini karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatis antara asam
amino dengan gula reduksi pada suhu pemanasan yang relatif tinggi (Saraswati. 1986), dalam
penelitian ini bahan-bahan tersebut terkandung dalam bahan-bahan bakso, baik daging ikan gabus,
tapioka maupun bumbu-bumbu yang ditambahkan.
Kesukaan Aroma
Kesukaan aroma bakso ikan gabus berkisar antara 3,1 yaitu cenderung agak tidak suka
(tapioka 40% dan ikan gabus 60%) hingga 6,4 yaitu antara suka hingga sangat suka (tapioka 70% dan
ikan gabus 30%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan
Kesukaan aroma bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 9.

Kesukaan Aroma

7
6,5
6
5,5
5
4,5

aroma

4
3,5
3

2,5 2
T90G10

T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60

perlakuan

Gambar 9. Hubungan perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kesukaan aroma

Gambar 9 menunjukkan bahwa kesukaan aroma tertinggi adalah perlakuan Tapioka 70% ikan gabus 30% . Bakso dengan kadar apioka yang cenderung tinggi masih lebih disukai aromanya
daripada basko dengan kadar ikan gabus yang terlalu tinggi. Tabel 9 menunjukkan jumlah rangking
kesukaan aroma akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 9 menunjukkan Tapioka 70% - ikan gabus 30% lebih disukai warnanya daripada
perlakuan lainnya, sedangkan proporsi ikan gabus yang terlalu tinggi lebih tidak disukai aromanya.
Hal ini karena aroma ikan gabus cenderung tajam (amis) sehingga beberapa panelis terutama yang
kurang suka aroma ikan akan memberikan skor rendah.
Tabel 9. Aroma Bakso Ikan Gabus
Jumlah
rangking
Perlakuan
kesukaan
aroma
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
81.5b
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
93.0ab
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
104.0a
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
73.0bc
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
44.5c
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
24.0d
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Kesukaan Rasa
Kesukaan rasa bakso ikan gabus berkisar antara 3,25 yaitu antara agak tidak suka hingga raguragu (tapioka 40% dan ikan gabus 60%) hingga 5,55 yaitu antara agak suka hingga suka (tapioka 60%
dan ikan gabus 40%). Grafik hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan
Kesukaan rasa bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 10.
6
5,5
Kesukaan Rasa

5
4,5
4

rasa

3,5
3

2,5
2

T90G10 T80G20 T70G30 T60G40 T50G50 T40G60

perlakuan

Gambar 10. Hubungan antara perlakuan proporsi tapioka dan ikan gabus dengan kesukaan rasa

Gambar 10 menunjukkan bahwa kesukaan rasa tertinggi adalah perlakuan Tapioka 60% - ikan
gabus 40% . Bakso dengan kadar tapioka yang cenderung tinggi masih lebih disukai rasanya daripada
bakso dengan kadar ikan gabus yang terlalu tinggi. Tabel 10 menunjukkan jumlah rangking kesukaan
rasa akibat perlakuan proporsi ikan gabus dan tapioka.
Tabel 10. Rasa Bakso Ikan Gabus
Jumlah
rangking
Perlakuan
kesukaan
rasa
Tapioka 90% - ikan gabus 10%
85.5ab
Tapioka 80% - ikan gabus 20%
56.0b
Tapioka 70% - ikan gabus 30%
99.5a
Tapioka 60% - ikan gabus 40%
103.0a
Tapioka 50% - ikan gabus 50%
40.0bc
Tapioka 40% - ikan gabus 60%
36.0c
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5%

Tampak pada Tabel 10 bahwa Tapioka 60% - ikan gabus 40% lebih disukai rasanya meskipun
tidak berbeda dengan perlakuan Tapioka 70% - ikan gabus 30% maupun Tapioka 90% - ikan gabus
10%, sedangkan proporsi ikan gabus yang terlalu tinggi lebih tidak disukai rasanya. Cita rasa
merupakan kombinasi antara rasa, flavor dan rangsangan mulut (Soekarto, 1985).
Rasa bakso ikan gabus akiba tperlakuan Tapioka 60% - ikan gabus 40% , perlakuan Tapioka
70% - ikan gabus 30% maupun Tapioka 90% - ikan gabus 10% adalah asin, sedikit manis akibat
adanya ikan gabus dengan flavor yang tidak terlalu kuat, sedangkan ikan gabus yang terlalu banyak
menghasilkan flavor ikan yang kuat sehingga megurangi selera panelis.
Pengambilan Keputusan
Analisis pengambilan keputusan menggunakan metode Indeks Efektivitas. Pertimbangan
penggunaan metode tersebut adalah:
1. Karena bakso ikan sudah umum dikonsumsi sehingga panelis dapat menentukan bobot
kepentingan.
2. Perlakuan berpengaruh terhadap semua parameter yang ada baik untuk parameter fisikokimia dan
parameter organoleptik, sehingga mengindikasikan bahwa terdapat parameter yang lebih penting dan
kurang penting.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Indeks Efektivitas, maka diperoleh
bahwa perlakuan terbaik untuk parameter organoleptik adalah tapioka 70% dan ikan gabus 30%
dengan nilai hasil tertinggi yaitu sebesar 0,914498. Sedangkan perlakuan terbaik untuk parameter
fisikokimia adalah tapioka 40% dan ikan gabus 60% dengan nilai hasil tertinggi sebesar 0,719048.
Perlakuan tapioka 70% dan ikan gabus 30% menghasilkan kadar air 49,27%, kadar abu 10,365
mg/100 g, tekstur 13,05 N, kadar pati 18,805%, kadar lemak 1,7675%, kadar protein 22,8275%,
kesukaan : warna 5,95 (mendekati suka), kekenyalan 5,35 (antara agak suka sampai suka), aroma 6,4
(antara suka sampai sangat suka) dan rasa 5,45 (antara agak suka sampai suka). Perlakuan tapioka 40%
dan ikan gabus 60% menghasilkan kadar air 53,21 %, kadar abu 10,5175 mg/100 g, tekstur 17,025 N,
kadar pati 14,7%, kadar lemak 1,9825%, kadar protein 27,205%, kesukaan : warna 4,95 (mendekati
agak suka), kekenyalan 6,05 (mendekati suka), aroma 3,1 (cenderung agak tidak suka) dan rasa 3,25
(cenderung agak tidak suka).
Berdasarkan hal diatas ternyata bahwa kandungan gizi bakso akibat perlakuan tapioka 40%

dan ikan gabus 60% lebih tinggi daripada perlakuan tapioka 70% dan ikan gabus 30%, namun ternyata
panelis lebih menyukai bakso akibat perlakuan tapioka 70% dan ikan gabus 30%. Karena bakso ikan
gabus direncanakan akan diproduksi dalam suatu skala usaha (merupakan teknologi terapan) maka
yang lebih diutamakan adalah kesukaan panelis yang mewakili konsumen. Meskipun kandungan gizi
sangat bagus namun jika konsumen tidak suka, maka tentunya suatu produk pangan tidak layak secara
finansial untuk diproduksi. Dengan demikian perlakuan terbaik yang dipilih adalah perlakuan tapioka
70% dan ikan gabus 30%.
Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial didasarkan pada beberapa asumsi berikut:
1. Usaha bakso ikan gabus merupakan usaha skala kecil
2. Kapasitas bahan baku ikan gabus 50 kg / hari dan tapioka 70 kg/ hari
4. Waktu produksi 25 hari kerja / bulan atau 300 hari kerja / tahunUsia guna proyek 10 tahun
5. Tidak ada persediaan produk, semua langsung dijual begitu produk jadi
6. Lokasi perusahaan dekat sungai yang menghasilkan ikan gabus, di desa Pager, Pasuruan
7. Wilayah pemasaran adalah daerah-daerah sekitar Pasuruan.
8. Kapasitas produksi 118 kg bakso ikan gabus / hari dalam kemasan berisi 500 gram.
9. Pinjaman bank sebesar 70% dari total modal
10. Suku bunga pinjaman 15% per tahun
11. Suku bunga deposito 9% per tahun
12. Harga jual naik 4%/tahun mulai tahun ke 3
13. Penjualan 80% tahun ke 1, 90% tahun ke2 dan 100% tahun ke 3-10
14. Pengeluaran /tahun naik 4%
15. Rendemen sebesar 98,33% (berat produk 118 kg dibagi dengan berat bahan baku yaitu baku ikan
gabus 50 kg dan tapioka 70 kg)
Hasil perhitungan Harga Pokok Produksi sebesar Rp. 4.202,25 / 500 gram dan harga jual
sebesar Rp 6.093,27 dengan mengambil keuntungan 45%. PBP sebesar 4,941 tahun (layak karena
kurang dari 10 tahun), Net BC ratio = 1,223 (layak karena <1), RCR = 1,372 (layak karena <1), NPV
= Rp. 8.659.111,91, IRR = 16,53% (layak karena lebih besar dari suku bunga deposito), BEP =
4.851,86 unit atau senilai Rp. 37.775.000,08 atau 6,9%. Apabila asumsi penjualan diturunkan, yaitu
penjualan sebesar 70% tahun ke 1, 80% tahun ke-2 dan 95% tahun ke 3 -10, maka Payback Period
menjadi 8,1 tahun (lebih kecil dari usia guna proyek tetapi pada kenyataannya terlalu lama karena
pada umumnya suatu usaha kecil mengharapkan dalam kurun waktu paling lama setengah dari usia
guna proyek, modal sudah kembali), Net BCR = 0,45 (tidak layak karena bernilai <1), RCR = 1,289
(layak karena bernilai >1), IRR bernilai negatif sehingga tidak layak, NPV pada suku bunga 15%
sebesar Rp. 563.490.522,36 (bernilai negatif sehingga tidak layak) sedangkan BEP = 4.851,86 unit
atau Rp. 37.775.000,08 atau 6,9%. Apabila biaya produksi naik, yaitu biaya-biaya variabel naik
dengan perincian berikut :
Tabel 11. Kenaikan Biaya Produksi
Jenis
ikan gabus (kg)
tapioka (kg)
garam (kg)
bawang putih (kg)
merica bubuk (kg)
bawang merah (kg)
air (liter)
minyak tanah (liter)
plastik sablon
kapasitas 500 g
bensin (liter)
tenaga kerja
pemasaran

Unit/
produksi

Harga
Satuan
(Rp)

50
70
1
3
0,5
3
300
10

7.000,00
5.000,00
1.500,00
8.000,00
6.000,00
7.000,00
75
2.800,00

236
5
4
1

275
4.800,00
27.500,00
22.500,00

Maka diperoleh kriteria-kriteria kelayakan finansial sebagai berikut : Payback Period 17,846
tahun (tidak layak karena lebih dari usia guna proyek), Net BC rati o= -0,163 (tidak layak karena lebih
kecil dari 1), RCR = 1,204 (layak karena bernilai >1), IRR = bernilai negatif sehingga tidak layak,
NPV pada suku bunga 15% sebesar Rp. -1.050.161.569,18, BEP = 5.664,75 unit atau Rp.
89.172.697,25 atau 8,00%.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:
- perlakuan proporsi tapioka dan daging ikan gabus berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu,
tekstur, kadar protein, kadar lemak, kadar pati, kesukaan : warna, kekenyalan, aroma dan rasa.
- Perlakuan terbaik adalah perlakuan tapioka 70% dan ikan gabus 30% dengan kadar air 49,27%,
kadar abu 10,365 mg/100 g, tekstur 13,05 N, kadar pati 18,805%, kadar lemak 1,7675%, kadar protein
22,8275%, kesukaan : warna 5,95 (mendekati suka), kekenyalan 5,35 (antara agak suka sampai suka),
aroma 6,4 (antara suka sampai sangat suka) dan rasa 5,45 (antara agak suka sampai suka).
- Kapasitas produksi 118 kg bakso ikan gabus / hari layak secara finansial dengan kriteria-kriteria
sebagai berikut: PBP sebesar 4,941 tahun, Net BC ratio= 1,223 , RCR = 1,372, NPV (pada suku bunga
pinjaman 15%) = Rp. 8.659.111,91, IRR = 16,53% , BEP = 4.851,86 unit atau Rp. 37.775.000,08 atau
6,9%.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1997. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Air Tawar. Dinas
PerikananPropinsi Dati I Jatim. Surabaya
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists.
Association of Official AnalyticalChemists,Washington D.C.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung.
Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan.Tarsito. Bandung
Hadiwiyoto,

1993

Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Pen. Liberty. Jogjakarta

Hardoko, 1994. Pembuatan Fish Cake (Kamaboko) dari Daging Ikan Tengiri dengan Tepung
Gandum dan Tepung Sagu. Buletin Ilmiah Perikanan. Faperik Unibraw Malang, III : p.63-72.
Saraswati, 1986. Pembuatan Keripik Ikan

Tengiri. PT. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

SNI. 1995. Bakso Ikan. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.


Sudarminto dan Yuwono, 2002.Analisis Karakteristik Fisik Bahan Pangan. Jurusan THP Fakultas
Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya. Malang
Suprayitno, E. 2003. Potensi Serum Albumin dari Ikan Gabus. Kompas Cyber Media 4 Januari
2003.
Wibowo,S. 1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Pen. swadaya. Jakarta.

Вам также может понравиться