Вы находитесь на странице: 1из 21

15. Apa Hukum Mengakikahi Anak yang Sudah Besar?

Apabila seseorang diberi rezki anak yang banyak dan belum diaqiqahi, hingga umur mereka
mencapai 4 tahun lebih, bolehkah mengaqiqahi mereka setelah usia mereka sebesar ini? Dan
apabila boleh, bisakah menyembelihkan aqiqah atas mereka di luar tempat kelahiran mereka?
Karena tempat kelahiran mereka tidak ada faqir miskin yang membutuhkan daging. Tapi disana
ada sebuah kampung yang jauh dari tempat kelahiran mereka dan ada orang-orang yang berhak
menerima sedekah. (Pertanyaan saya), bolehkah menyembelih disana dan menyedekahkan
daging sembelihan kepada mereka? Atau pada sembelihan aqiqah tidak disyaratkan harus
dimakan faqir miskin?
Jawabannya, boleh, boleh baginya menyembelih aqiqah atas anak-anaknya meskipun usia
mereka melebihi enam bulan, tapi yang baik dan utama (afdhal) seseorang menyegerakannya.
Akan tetapi apabila terlambat, tidak ada larangan dalam hal ini. Dia bisa menyembelihkan aqiqah
anak-anaknya kapan dia senggang.
Adapun berkaitan dengan tempat menyembelih aqiqah, tidak ada tempat khusus dalam
menyembelih aqiqah. Bahkan boleh seseorang menyembelih aqiqah ditempat kelahirannya atau
selain tempat kelahirannya. Karena aqiqah ini adalah bentuk taqarrub (ibadah) dan ketaatan yang
tidak memiliki tempat pelaksanaan yang khusus.
Adapun masalah memakan (sembelihan), perkara aqiqah hukumnya seperti hewan kurban.
Disunnahkan (disukai) baginya untuk memakan sebagian dan menyedekahkan sebagian dan
sisanya dia hadiahkan kepada tetangga dan teman-temannya.

16. Apa arti Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya ?


Apa arti hadits ((Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya. Disembelihkan atas dia pada hari ke
tujuh, dicukur dan diberi nama)).

Imam Ahmad mengatakan: Artinya anak ini tertahan dari memberi syafaat pada kedua
orangtuanya. Dan rahn (tergadaikan) menurut bahasa Arab artinya: tertahan. Allah berfirman:
((Setiap jiwa dengan apa yang ia perbuat, tertahan Al Muddatsir: 38)). Dan lahiriyah hadits ini
bahwa diri si anak yang tergadaikan, terhalangi, tertahan dari kebaikan yang diharapkan darinya.
Dan bukan berarti bahwa si anak akan dihukum karena hal ini kelak di akhirat, meskipun ia
tertahan karena kedua orangtuanya tidak mengakikahinya. Bahwa si anak tertahan dari manfaat
yang bisa dicapai orangtuanya dengan mengakikahinya. Dan terkadang luput dari si anak suatu
kebaikan disebabkan orangtuanya menelantarkan akikah meskipun kebaikan itu bukan hasil
usahanya (si anak) seperti pembahasan tentang jima dimana apabila suami-istri membaca
basmalah, syaithan tidak akan mencelakakan anaknya. Dan apabila tidak membacanya si anak
tidak mendapat perlindungan ini.

Dan juga, sesungguhnya hal ini menunjukkan bahwa akikah adalah keharusan yang mesti
dikerjakan. Karena keharusan dan tidak terbebasnya si anak dari kondisinya yang tertahan
diserupakan dengan rahn (gadai). Dan hadits ini juga dijadikan dalil oleh para ulama yang
berpendapat akikah wajib, seperti Laits bin Sad dan Al Hasan Al Bashri serta Ahli Dzahir.
Wallahualam.
Zaadul Maad, Ibnul Qayyim

17. Bolehkah Mengundang Teman Makan-makan dalam Acara Akikah?


Benarkah bagi seseorang yang dikaruniai anak untuk memasak makanan dan mengundang
saudaranya sesama kaum muslimin?
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mensyariatkan aqiqah apabila yang lahir bayi laki-laki
maka baginya dua ekor kambing dan apabila perempuan maka cukup satu. Sebagaimana beliau
juga mensyariatkan bagi orang tua untuk memakan (sembelihannya), menghadiahkan dan
menyedekahkan.
Apabila seseorang dikaruniai anak lalu ia membuat makanan dan mengundang saudaranya
sesama muslim dan menjadikan bersamaan dengan makanan itu daging sembelihan maka hal ini
boleh saja, bahkan perbuatan ini termasuk ihsan. Adapun seperti yang dilakukan sebagian orang
memasak makanan di hari kelahiran si bayi dan menamakannya dengan ulang tahun lalu hal ini
terus diulang-ulang sesuai kehendak si orangtua atau si anak sendiri ketika besar atau selain
mereka, hal ini tidak ada syariatnya (dalam Islam) bahkan ia adalah bidah. Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda; Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang tidak ada
perintah dari kami maka ia tertolak dan beliau juga bersabda; Barangsiapa mengada-ngada
dalam urusan kami (agama) ini yang bukan darinya maka ia tertolak.
Hanya kepada Allah kita mohon taufiq
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan keluarga serta
shahabatnya.
Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 11/436)

18. Aqiqah
Akikah (bahasa Arab: , transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai
penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat
adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits. Kemudian ada ulama

yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya
kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.

Definisi akikah
Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa,
akikah berarti pemotongan.[butuh rujukan] Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu,
bahkan sebagian ulama menyatakan wajib.

Syariat 'akikah
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Kabiyah bahwa ia bertanya kepada
rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi
anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah
(sembelihan itu) jantan atau betina.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aq qah
anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing
untuk 'Aq qah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wilidayhi, artinya
jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada
hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa
kelahiran seorang anak".

Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal
ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya'? Ada hadits lain
yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya)
dengan 1 ekor kambing'? Status hukum akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan
mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas.
Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya
akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan
seandainya akikah wajib, maka rasulullah S.A.W juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum akikah
adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas, "Kullu ghulimin murtahanun bi

'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan
dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang
tuanya hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri'iyyat)
akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih
utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunnah.

Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala.
Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan
mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut.

Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah S.A.W bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia
diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?.
Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh.
Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau
hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan
akikah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan
ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.

Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka
sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka
boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Akikah anak laki-laki berbeda dengan
akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami
sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah
anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah
S.A.W mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor
kambing.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah
anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing
untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan
anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada
perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas.
Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi
kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.

Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak
mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan hikmah tafa'ul (berharap) akan
keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. 'Akikah sah jika memenuhi syarat seperti syarat
hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti
dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak
kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan
unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban
yang mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh
dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw.

Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan
mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Hikmah syariat akikah yakni dengan
akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai
tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang
menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya, dan lebih dari itu semua,
bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.

Hikmah Akikah
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana
dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
Menghidupkan sunah Nabi Muhammad S.A.W dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam
tatkala Allah Subhanahu wa Taala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang
terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: Setiap anak itu tergadai dengan
akikahnya. . Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan
syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim AlJauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada
hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi
kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Taala sekaligus sebagai
wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang
anak.
Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam &
bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.

Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat
yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya :
Membebaskan anak dari ketergadaian
Pembelaan orang tua di hari kemudian
Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan
Ibrahim

Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya


Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan
memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang
baru lahir
Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.

Syarat Akikah
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal
satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, namun jika tidak mampu
maka 1 ekor kambing untuk 'Aq qah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.[butuh
rujukan].

Hewan Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih
untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.
Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah
(kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam AsySyafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam
qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan apa yang
tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi
dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah,
baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi atau unta, itu
hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

Kadar Jumlah Hewan


Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: Sesungguh-nya nabi S.A.W mengakikahi Hasan dan
Husain satu domba satu domba. (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua
ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini :
Ummu Kurz Al Kabiyyah berkata, yang artinya: Nabi S.A.W memerintahkan agar dsembelihkan
akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor. (Hadis sanadnya shahih
riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: Nabi S.A.W memerintahkan mereka agar
disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu
ekor. (Shahih riwayat At Tirmidzi)
dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak
perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.

Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi
'S.A.W, yang artinya: Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke
tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama. (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan
dishahihkan oleh At Tirmidzi)
dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas,
dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari
ayahnya dari Nabi S.A.W', dia berkata yang artinya: Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh,
keempatbelas, dan keduapuluhsatu. (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu,
karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah
dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya,
bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan
ibunya.
Akikah adalah syariat yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di
sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari
dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia
mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."

Pembagian daging akikah

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya,
dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan
darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang
sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya
kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh
mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan
semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya
atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari
kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal
serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah."

19. AQIQAH
Aqiqah adalah sembelihan hewan untuk yang baru lahir baik laki-laki mapun perempuan di hari
ketujuh dari hari kelahirannya.
Hukum aqiqah dikalangan ahli fiqih terjadi ikhtilaf yang perbedaan tersebut disebabkan
perbedaan dalam memahami mafhum hadits. Golongan Zhahiriyah memandang aqiqah itu
suatu kewajiban, sedangkan Imam Hanafi memandang aqiqah itu tidak fardhu tidak pula sunah
akan tetapi tathawwu (suka rela), akan tetapi jumhur berpendapat bahwa aqiqah adalah sunah.
Kontek hadits yang menunjukkan kewajiban adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Samurah ra. Sebagai berikut: Tiap-tiap anak tergadai pada aqiqahnya yang disembelih
untuknya pada hari ketujuhnya dan kotoran dibersihkan daripadanya. Sedangkan kontek hadits
yang menunjukkan sunah adalah sebagai berikut: Aku tidak suka kenakalan (kenakalan anak
terhadap orang tuanya). Barang siapa dianugerahi anak (bayi) kemmudian ia hendak
menyembelih hewan untuk anaknya, hendaknya diperbuatnya.
Menurut jumhur, hewan yang biasa dipakai untuk aqiqah adalah hewan yang bisa dipakai
untuk qurban. Imam Malik lebih suka memakai kambimh domba, sesuai pendapatnya tentang
qurban. Adapun ulama-ulama yang lain tetap memegangi aturan pokok, yaitu unta lebih utama
dari sapi, dan sapi lebih utama dari kambing.
Tentang bilangan hewan untuk aqiqah, para ulama memperselisihkannya. Imam Malik
berpendapat baik untuk laki-laki maupun perempuan adalah satu kambing. Sedangkan Imam
Syafii, Abu Tsaur, Abu Dawud dan Ahmad berpendapat untuk laki-laki dua ekor kambing dan
untuk perempuan satu ekor kambing.
Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu penyembelihan hewan aqiqah. Menurut
Imam Malik, kalau bayi itu dilahirkan siang hari maka siangnya itu tidak dihitung dalam
bilangan tujuh hari, sedangkan menurut Abdul Malik ibn al-Madjassum, bahwa siang harinya
dihitung. Manurut Imam al-Qasim dalam kitabnya Al-Atabiyyah menerangkan kalau
penyembelihan aqiqah dilakukan pada malam hari maka tidak boleh.

Ulama-ulama Maliki berbeda-beda pendapat tentang awal waktu yang mencukupi. Menurut
satu pendapat bahwa awal waktu tersebut adalah waktu dhuha. Menurut pendapat yang lain awal
waktu tersebut adalah sesudah fajar sesuai dengan pendapat Imam Malik sendiri tentang
penyembelihan hadyu (qurban). Dan sudah barang tentu, bagi fuqaha yang memperbolehkan
berqurban di malam hari maka ia memperbolehkan aqiqah di malam hari pula. Ada pendapat
lain yang mengatakan bahwa penyembelihan dapat dilangsungkan pada hari ke tujuh, jika tidak
maka pada hari keempat belas, dan jika yang demikian masih tidak memungkinkan maka dapat
dilakukan kapan saja. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi: Disembelih pada hari
yang ketujuh dan hari yang keempat belas dan pada kedua puluh satu. Akan tetapi para ulama
bersepakat hari yang paling afdhal (lebih utama) untuk penyembelihan aqiqah adalah hari yang
ketujuh.
Sebagaimana daging qurban, daging aqiqah pun dibagi-bagikan kepada fakir miskin.
Daging tersebut agar dimasak terlebih dahulu karena hal ini adalah sunah, kemudian
disedekahkan kepada fakir miskin atau tetangga-tetangganya. Bagi yang memperbuat aqiqah
boleh memakan sedikit dari daging aqiqah sebagaimana qurban, kalau aqiqah tersebut adalah
sunah bukan aqiqah nadzar.

20. Pengertian Aqiqah


Menurut bahasa Aqiqah artinya : memotong. Asalnya dinamakan Aqiqah, karena dipotongnya
leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi
hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong Ada pula yang
mengatakan bahwa aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia
keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14,
atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.
Dalil-dalil Pelaksanaan
Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Semua anak bayi tergadaikan
dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan
dicukur rambutnya. [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad]
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing
yang sama dan bayi perempuan satu kambing. [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]
Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari
ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama. [HR Ahmad]
Dari Salman bin Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : Aqiqah dilaksanakan
karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.
[Riwayat Bukhari]

Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :
Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka
hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu
kambing. [HR Abu Dawud, Nasai, Ahmad]
Dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah ber aqiqah untuk Hasan dan Husain pada
hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan
kotoran dari kepalanya (dicukur). [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4, hal. 264]
Keterangan : Hasan dan Husain adalah cucu Rasulullah SAW.
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda :
Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan
rambutnya. [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]
Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua
puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk
Madinah, Imam Syafii dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan
ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu
yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, Anak tergadai dengan
aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya). (HR al-Tirmidzi,
Hasan Shahih)
Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan dan
bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya). (HR: Ahmad, Al Bukhari dan
Ashhabus Sunan)
Perkataan: maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan adalah perintah, namun
bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu:
Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan
lakukan. (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan: ingin menyembelihkan,.. merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada
dasarnya wajib menjadi sunnah.
Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan
udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan
sakit. Imam Asy-Syafiiy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang
tidak diperbolehkan dalam qurban.

Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami
mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu.
Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul)
kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]
Dari Aisyah, ia berkata, Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka beraqiqah
untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah aqiqah, lalu ketika mencukur rambut
si bayi mereka melumurkan pada kepalanya. Maka Nabi SAW bersabda, Gantilah darah itu
dengan minyak wangi.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini
berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, Seorang anak terikat dengan
aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa
dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia
mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas
dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10
(sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah
memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS.Al Baqarah:185)
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda
Nabi SAW, yang artinya: Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya
pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama. (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan,
dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke
empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits
Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh
satu. (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah
mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah
sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari
ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di
dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syariat yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di
sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih
aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh

ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya,
wallahu Alam.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika
tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh
satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri
di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, ada orang yang belum
diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri? Imam Ahmad menjawab,
Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat
dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh.
Para pengikut Imam Syafii juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah
dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah
sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan
Husain satu domba satu domba. (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan
berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
Ummu Kurz Al Kabiyyah berkata, yang artinya: Nabi SAW memerintahkan agar dsembelihkan
aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor. (Hadits sanadnya
shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan
aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.
(Shahih riwayat At Tirmidzi)
Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan aqiqah
Yang berhubungan dengan sang anak
1. Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak
hari iahirnya. Misalnya lahir pada hari Ahad, aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
2. Bagi anak laki-laki disunnatkan beraqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak
perempuan 1 ekor.

3. Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh
keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).
4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra.,
Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak
perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan
disedekahkan pada hari ketujuh. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang nonmuslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah.
Dalilnya adalah firman Allah, Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan,
dengan perasaan senang. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudmah, tawanan pada saat itu
adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.
Yang berhubungan dengan binatang sembelihan
1. Dalam masalah aqiqah, binatang yang boleh dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah
kambing, tanpa memandang apakah jantan atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari Ummu Kurz AI-Kabiyah, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
aqiqah. Maka sabda beliau SAW, Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan satu ekor kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina.
[HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar 5 : 149]
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya binatang selain
kambing yang dipergunakan sebagai aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7
semenjak kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil riwayat Aisyah dan Samurah di atas]
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian
dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia
mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan
daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya,
menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi
kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas
memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian
mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-

teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh
Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal
tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: Kemudian Aslam semoga Allah
menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan
Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa
makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah maknamakna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari maknamaknanya. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama
(Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi
SAW, beliau pun bertanya: Siapa namamu? Aku jawab: Hazin Nabi berkata: Namamu
Sahl Hazn berkata: Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku Ibnu Al-Musayyib
berkata: Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya. (HR. Bukhori)
(At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang
tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman
yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda:
Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku. (HR. Bukhori 2014
dan Muslim 2133)
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang
baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, Setiap anak terikat dengan
aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur. (HR.
at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwathth` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut
Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut
harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang
lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya
Allah- semakin besar pula sedekahnya.

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah


Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati
muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga
Muhammad serta dari ummat Muhammad. (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
Doa bayi baru dilahirkan
Innii uiidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli
aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala
gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa
akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam
sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS
tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak
yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: Setiap anak itu tergadai
dengan aqiqahnya. [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih
terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang
dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah bahwa lepasnya dia dari syaithan
tergadai oleh aqiqahnya.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya
kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: Dia tergadai dari
memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya).
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Taala sekaligus
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Taala dengan
lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syariat Islam &
bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari
kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.

Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.

21. Fatwa Ulama: Hukum Aqiqah Sesudah Dewasa


,

,
:
Saudaraku seiman
Di bawah ini terdapat beberapa fatwa ulama tentang hukum aqiqah bagi anak yang belum
diaqiqahi orangtuanya semasa kecil sehingga dewasa, apakah masih diaqiqahi, apakah boleh
mengaqiqahi diri sendiri jika orangtua masih tidak mampu? ataukah boleh memberikan uang
kepada orangtua agar mampu membeli kambing aqiqah?
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata:

]
.[
Jika belum diaqiqahi atasmu, maka aqiqahkanlah atas dirimu, meskipun kamuseorang lelaki
dewasa. Lihat Kitab Al Muhalla, 2/204 dan Syarh As Sunnah, 11/264.
Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:

]
.[
Aku mengaqiqahkan atas diriku dengan seekor onta betina setelah aku dewasa. Lihat kitab
Syarah As Sunnah, 11/264.

] :
[
Dinukilkan dari Imam Ahmad bahwasanya ia lebih baik jika belum diaqiqahi seseorang dimasa
kecilnya maka ia mengaqiqahkan atas dirinya ketika dirinya sudah besar, beliau juga berkata:
Jika dilakukan oleh seseorang maka aku tidak membencinya. Lihat kitab Tuhfat Al Mawdud Bi
Ahkam Al Mawlud, (hal. 69 Asy Syamela).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:

. : .

: .



.

.

Dan jika belum diaqiqahi sama sekali lalu sang anak mencapai baligh dan berpenghasilan, maka
tidak ada kewajiban aqiqah atasnya. Imam Ahmad ditanya tentang permasalahan ini, beliau
berkata: (Aqiqah) itu kewajiban orangtua, maksudnya adalah ia tidak (boleh) mengaqiqahi atas
dirinya, karena menurut sunnah (mewajibkan) dalam hak selainnya. Berkata Atha, Al Hasan:
Ia (boleh) mengaqiqahi atas dirinya, karena aqiqah ini disyariatkan atasnya dank arena ia
tergadaikan dengannya, maka semestinya ia menyegerakan pembebasan dirinya, dan menurut
kami, bahwa aqiqah adalah disayriatkan pada kewajiban irangtua maka tidak boleh
mengerjakannya selainnya, seperti orang lain dan seperti sedekah fitr. Lihat Al Mughnni, (22/7
Asy Syamela).
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:

: : "
:
. :
Pasal ke 19: Hukum siapa yang belum diaqiqahi atasnya kedua orantunya, apakah ia
mengaqiqahi dirinya jika sudah baligh, berkata Al Khallal: Bab Anjuran bagi siapa yang belum
diaqiqahi atasnya semasa kecil, maka ia boleh mengaqiqahi atas dirinya sendiriketika dewasa.
Kemudian ia menyebutkan pertanyan-pertanyaan Ismail bin Said Asy Syalinji, ia berkata: Aku
pernah bertanya kepada Imam Ahmad tentang seseorang yang orangtuanya memberitahukkannya
kepadanya bahwa ia belum diaqiqahi, apakah boleh untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri?
Beliau menjawab: (Aqiqah) itu kewajiban bapak. Lihat kitab Tuhfat Al Mawdud Bi Ahkam Al
Mawlud, (hal. 80 Asy Syamela).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah berkata:

"
) : :
(
: :
,
. (26/266) " " "
Dan pendapat yang pertama lebih jelas, yaitu dianjurkan ia mengaqiqahi dirinya, karena aqiqah
adalah sunnah muakkadah dan orangtuanya telah meninggalkannya, maka disyariatkan
kepadanya agar melakukan jika ia mampu, yang demikian itu berdasarkan keumuman beberapa
hadits, diantaranya; Sabda RAsululah shallallahu alaihi wasallam: Setiap anak tergadaokan
dengan aqiqahnya, disembelih atasnya (hewan aqiqahnya) pada hari ke tujuhnya, dgunduli
kepalanya dan memberikan nama. HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, dari Samurah bin
Jundub radhiyallahu anhu dengan sanad yang shahih. Dan termasuk diantaranya; hadits Ummu
Al Kurz Al Kabiyyah bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: beliau
memerintahkan anak lelaki agar diaqiqahi dengan dua ekor kambing dan anak perempuan agar
diaqiqahi dengan satu ekor kambing. HR. Imam yang lima dan Tirmidzi menshahihkan riwayat
yang semisal yaitu dari riwayat Aisyah dan hadits ini tidak ditujukan kepada siapa-siapa, maka

berarti mencakup anak, ibu dan selain keduanya dari para kearabat anak yang terlahir tersebut.
Lihat kitab Majmu Fatawa Syeikh Ibnu Baz, (26/266).
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin rahimahullah berkata:



Sebagian ulama berpendapat bahwa anak jika sudah mencapai umur rusyd (dewasa) maka
gugur (aqiqah) pada haknya dan sebagian ulama nerpendapat bahwa ia mengaqiqahi dirinya
sendiri dan belum tetap dalam hal itu satu dalil shahihpun.
Syeikh Al Fauzan hafizhahullah berkata:

.
Jika orangtua mengerjakannya (aqiqah) maka sungguh ia telah meninggalkan sunnah dan jika
orangtuanya belum mengaqiqahinya kemudian ia mengaqiqahi dirinya sendiri, maka hal itu tidak
mengapa, sepenglihatan saya, wallahu alam. Lihat kitab Al Muntaqa min Fatawa Al Fawzan,
(5/84 Asy Syameal).
Syeikh Al Fawzan hafizhahullah berkata:


:

Yang utama (aqiqah) dilakukan pada hari ke tujuhnya, ini adalah paling utama yang telah
ditegaskan atasnya, maka jika terlambat dari itu tidak mengapa, dan tidak ada batasan untuk
akhir waktunya kecuali sebagian para ulama berkata: Jika anak yang lahir sudah besar maka
waktu aqiqahnya sudah lewat, maka tidak dianjurkan untuk melakukan aqiqah atas seorang yang
sudah besar. Dan (sedangkan) mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada larangan untuk itu
meskipun sudah besar. Lihat kitab Al Muntaqa min Fatawa Al Fawzan, (4/84 Asy Syamela).
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan, maka tidak mengapa ia mengaqiqahi dirinya sendiri
ketika sudah besar, jika ia belum diaqiqahi pada masa kecil. Wallahu alam

22. Dalil dan Hukum Aqiqah


Dalil Aqiqah :
dari salman bin amir adh dhaby, dia berkata, rasulullah bersabda, aqiqah dilaksanakn karena
kelahiran bayi, maka sembelihlah semua gangguan darinya. (HR. Bukhari)

Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkadah, walaupun orang tua sang bayi dalam keadaan
kesusahan. Aqiqah dilakukan oleh rasulullah SAW. dan para sahabat beliah, pendapat ini
didukung oleh imam malik, imam syafii, imam ahmad, imam ishaq, imam abu tsaur, dan imam
thabari al laits, abu daud, hasan bashri, buraidah al salami, abu zamad berpendapat bahwa hukum
aqiqah adalah wajib sebagaimana hukum qurban. Hanya saja pada saat beraqiqah tidak boleh
digabungkan dengan qurban.

23. Hukum Akikah Ketika Dewasa


Bolehkah anak diakikahi oleh orang tuanya ketika telah dewasa? Sedangkan mengenai anak mengakikahi
dirinya sendiri sudah diulas oleh Rumaysho.Com dalam artikel Hukum Akikah Diri Sendiri.
Akikah pada Hari Ketujuh
- -


Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Setiap anak tergadaikan
dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.
(HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hari ketujuh inilah waktu yang disepakati oleh para ulama untuk akikah.
Jika Luput dari Hari Ketujuh
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa akikah jadi gugur jika luput dari hari ketujuh.
Ulama Hambali berpendapat bahwa jika luput dari hari ketujuh, akikah dilaksanakan pada hari ke-14, jika
tidak pada hari ke-21.
Sedangkan ulama Syafiiyah mengatakan bahwa akikah masih jadi tanggung jawab ayah hingga waktu si
anak baligh. Jika sudah dewasa, akikah jadi gugur. Namun anak punya pilihan untuk mengakikahi diri
sendiri. Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyyah, 30: 279.
Penulis kitab Mughnil Muhtaj, Asy Syarbini rahimahullah berkata, Jika telah mencapi usia baligh,
hendaklah anak mengakikahi diri sendiri untuk mendapati yang telah luput. (Mughnil Muhtaj, 4: 391).

Akikah Ketika Dewasa


Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah berkata, Hukum akikah adalah sunnah
muakkad. Akikah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor
kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan.

Anjuran akikah ini menjadi tanggung jawab ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu
dianjurkannya akikah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan fakir (tidak mampu),
maka ia tidak diperintahkan untuk akikah. Karena Allah Taala berfirman (yang artinya), Bertakwalah
kepada Allah semampu kalian (QS. At Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya
akikah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka akikah masih tetap jadi perintah bagi ayah, bukan
ibu dan bukan pula anaknya. (Liqo-at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin,
kaset 214, no. 6)
Kesimpulan
Kesimpulan dari penulis, akikah ketika dewasa tidak perlu ada dengan alasan:
1- Akikah jadi gugur ketika sudah dewasa.
2- Mengakikahi diri sendiri tidaklah perlu karena tidak ada hadits yang mendukungnya, ditambah akikah
menjadi tanggung jawab orang tua dan bukan anak. Lihat bahasan sebelumnya: Hukum Akikah Diri
Sendiri.
3- Jika ingin mengakikahi ketika dewasa, maka tetap jadi tanggungan orang tua. Dilihat apakah saat
kelahiran, orang tua dalam keadaan mampu ataukah tidak. Jika tidak mampu saat itu, maka tidaklah perlu
ada akikah karena akikah tidaklah bersifat memaksa. Jika mampu saat itu, maka hendaklah orang tua
menunaikan akikah untuk anaknya. Lihat pembahasan Rumaysho.Com sebelumnya: Jika Belum
Diakikahi Ketika Kecil. Dan akikah pun simpel, cuma ada penyembelihan kambing dengan niatan akikah,
itu sudah disebut menunaikan akikah, lihat: Pengertian Akikah.

24. AQIQAH
1.

Pengertian dan Hukum Aqiqah

Aqiqah berasal dari kata bahasa Arab aqqa yang artinya membelah dan memotong. Menurut istilah
syara, aqiqah adalah menyembelih hewan ternak sebagai tanda syukur atas anak yang baru lahir. Aqiqah
yang paling utama dilaksanakan pada hari ketujuh anak baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
Pada hari ini dilaksanakan penyembelihan hewan, pengguntingan rambut, dan pemberian nama. Hukum
Aqiqah adalah sunah muakad, artinya sunah yang hampir mendekati wajib. Untuk anak laki-laki
menyembelh dua ekor kambing/domba dan untuk anak perempuan cukupsatu ekor kambing/domba
2.

Syarat Penyembelihan Hewan Aqiqah


a. Orang yang menyembelih hendaknya seorang muslim yang sudah baliq dan berakal sehat.
b. Binatang yang akan diaqiqahkan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Kambing/domba harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat.
- Hewan yang disembelih sudah cukup umur.

- Daging untuh aqiqah 1/3 bagian untuk orang yang beraqiqah, 1/3 bagian disedakan, 1/3 bagian untuk
dibagikan kepada orang lain.

3. Tata Cara Penyembelihan Hewan Aqiqah


a. Berniat memotong hewan aqiqah
b. Penyembelihan dilakukan dengan sengaja dan menyebut nama Allah SWT
c. Alat menyembelih harus tajam dan tidak boleh menggunakan kuku, gigi dan tulang.
d. Hewan yang disembelih digulingkan kerusuk kiri dan dihadapkan kearah kiblat
e. Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
4. Fungsi Aqiqah
a. Sebagai penebus gadai karena rasul, anak yang baru lahir seperti digadaikan sampai orang tua
menembus gadai aqiqah.
b. Sebagai ungkapan syukur kepada Allah dalam bentuk amal nyata kepada orang lain.
c. Sebagai sedekah kepada sanak saudara, tetangga dan fakir miskin.
d. Mendekatkan diri kepada allah.
e. Menjalin keakraban dengan tetangga dan handai taulan.

25. Pentingya Sebuah Aqiqah


APA PENTINGNYA AQIQAH ? Apabila kita memiliki barang dan bisa mendatangkan manfaat
serta bangga memilikinya namun barang tersebut dalam keadaan tergadai, bagaimanakah sikap
kita terhadap barang tersebut? Tentunya kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menebusnya. Begitu juga aqiqah, karena ia adalah upaya menebus anak kita yang masih tergadai.
Rasulullah bersabda:
Setiaap anak yang lahir tergadai dengan aqiqahnya, ia disembelih (kambing) pada hari ke tuuh
dari kelahirannya, lalu anak tersebut diberi nama dan dicukur rambutnya. (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi dan Nasai dari Samurah bin Jundab)
Di samping itu aqiqah merupakan realisasi rasa syukur kita atas anugerah anak sekaligus amanah
yang diberikan Allah kepada kita. Mengingat sunnah ini mulai terlihat jarang dilaksanakan oleh
kaum muslimin, maka upaya menghidupkannya sangat terpuji dan insya Allah akan
mendapatkan pahala yang sangat besar.

Вам также может понравиться