Вы находитесь на странице: 1из 9

1

Nama Peserta

: dr. Dina Atrasina Satriawan

Nama Wahana

: RSUD Kanujoso Djatiwibowo

Topik

: Cedera Kepala Ringan

Tanggal Kasus

: 28 Maret 2014

Tanggal Presentasi :
Pendamping

: dr. Elvi Agustina dan dr. Normasari

Tempat Presentasi

Objektif Presentasi :
Keilmuan / Keterampilan / Penyegaran / Tinjauan Pustaka
Diagnostik / Manajemen / Masalah / Istimewa
Neonatus / Bayi / Anak / Remaja / Dewasa / Lansia / Bumil
Deskripsi

: Laki-laki 25 tahun dengan benturan kepala sisi kiri akibat KLL

Tujuan

: Mengobati masalah pasien dengan diagnosis dan terapi yang tepat

Bahan Bahasan

: Tinjauan Pustaka / Riset / Kasus / Audit

Cara Membahas

: Diskusi / Presentasi dan Diskusi / Email / Pos

Nama

: Tn. A

No. RM

: 5479838

Usia

: 25 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: MT Haryono

Pendidikan

: SMK

Pasien dari IRD diterima di ruangan pukul 18.00


Data Utama Untuk Bahan Diskusi
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesis melalui kedua orang
tua pasien.
Keluhan Utama
Pasien datang karena kepala sisi kiri terbentur saat kecelakaan lalu lintas.
Diagnosis / Gambaran Klinis

Laki-laki, usia 25 tahun datang dengan keluhan kepala terbentur saat kecelakaan lalu
lintas. Pasien sedang mengemudikan motor dengan kecepatan 40-60 km/jam saat terjatuh dari
motor karena menghindari lubang di jalan. Pasien terlempar dan jatuh dengan posisi
terlentang, kepala sisi kiri terbentur aspal, pasien menggunakan helm.
Pasien sempat tidak sadarkan diri selama 15 menit, mengeluh sakit kepala, dan
muntah sebanyak 2 kali. Kejang disangkal, perdarahan dari telinga, hidung, dan mulut
disangkal, kelemahan pada tubuh disangkal.
Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
somnolen, GCS E5V4M6. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Terdapat luka robek pada
kepala sisi kiri sepanjang 5 cm, dasar tengkorak, perdarahan aktif (-),

krepitasi (-).

Pemeriksaan fisik lainnya terlampir.


Riwayat Pengobatan
Pasien langsung dilarikan ke RSKD tanpa diberikan pengobatan sebelumnya.
Riwayat Kesehatan / Penyakit
Kejang (-), operasi (-), alergi (-), asma (-)
Riawayat Keluarga
Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.
Lain-lain
Pasien tidak ada riwayat ketergantungan obat maupun penyalahgunaan obat
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hasil Pembelajaran

1. Diagnosis CKS
2. Pemeriksaan penunjang CKS
3. Panatalaksanaan CKS

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


1. Subjektif
Pasien mengalami benturan pada kepala sisi kiri. Pasien mengeluh sakit kepala,
muntah 2x, sempat tidak sadarkan diri selama 15 menit. (Terlampir di anamnesis)
2. Objektif
Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
somnolen, GCS E5V4M6. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Terdapat luka robek
pada kepala sisi kiri sepanjang 5 cm, dasar tengkorak, perdarahan aktif (-), krepitasi (-).
Pemeriksaan fisik lainnya terlampir.
Pemeriksaan Fisik 28 Maret 2014

KU

tampak

sakit

Mata

: kojungtiva anemis

sedang

(-), sklera ikterik (-), pupil

Kesadaran : kompos mentis

isokor 3mm/3mm, r. cahaya +/+

Nadi

: 90x/menit, reguler,

deformitas

-/-,

serumen -/-, darah -/-

isi cukup

Pernapasan : 18x/menit, reguler

Suhu

: 36.70C

BB

: 65 kg

Kepala

deformitas
sinistra

Hidung

deformitas

(-),

darah -/
(-),

krepitasi (-), luka robek pada


temporal

Telinga

Mulut

deformitas (-),

mukosa oral basah

Paru
dada

sudah

:
simetris,

vesikular

dilakukan hecting

+/+,

pengembangan
bunyi
ronkhi

napas
-/-,

wheezing -/

Jantung

: iktus kordis tidak

terlihat, teraba di ICS V linea

midclavicularis dekstra, bunyi

Abdomen : datar, supel, bising

jantung I dan II reguler, murmur

usus (+), nyeri tekan (-), hati dan

(-), gallop (-)

limpa tidak teraba

Ekstremitas :

akral

hangat,

CRT<2
Hasil Laboratorium 28 Maret 2014

Hb : 12 g/dl

Basofil

: 0.1 %

Ht : 36.0 %

Segmen

: 52.4 %

Leukosit

Limfosit

: 37.3 %

Trombosit : 253.000 /uL

Monosit

: 9.9 %

Eritrosit

Hitung jenis

: 11.600 /uL

Calsium

: 1.26 mmol/L

Natrium

: 139 mmol/L

: 0.3 %

Kalium

: 5.3 mmol/L

: 5.3 jt/uL

Eosinofil

3. Assessment
Cedera kepala dapat dibagi menjagdi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma
Scale) yaitu:
CKR (Cedera Kepala Ringan):
o GCS > 13
o Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
o Lama dirawat di RS < 48 jam
CKS (Cedera Kepala Sedang):
o GCS 9-13
o Ditemukan kelainan pada CT scan otak
o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
o Dirawat di RS setidaknya 48 jam
CKB (Cedera Kepala Berat):
o Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS < 9

Diagnosis
Pemeriksaan Fisik:
Glasgow Coma Scale Pada Dewasa
Membuka Mata (E)

Skor

Spontan

Terhadapa Suara/ Panggilan

Dengan Rangsang Nyeri

Tidak Ada Reaksi

Respon Verbal (V)

Skor

Baik, Tidak Ada Disorientasi

Kacau

Tidak Tepat

Mengerang

Tidak Ada Jawaban

Respon Motorik (M)

Skor

Menurut Perintah

Melokalisasi Nyeri

Reaksi Menghindar

Reaksi Fleksi (Dekortikasi)

Reaksi Ekstensi (Deserebrasi)

Tidak Ada Reaksi

Amnesia Pascatrauma (Post-Traumatic Amnesia/PTA)


Merupakan indeks lain yang digunakan secara luas untuk menentukan tingkat
cedera kepala adalah durasi amnesia pascatrauma (PTA).

PTA didefinisikan

sebagai lamanya waktu setelah cedera kepala saat pasien merasa bingung
(confused), disorientasi, konsentrasi menurun, atensi menurun, dan atau
ketidakmampuan untuk membentuk memori baru
Panduan Amnesi Pascatrauma
PTA 1 hari atau kurang: perbaikan yang cepat dan sepenuhnya dengan terapi yang
sesuai. Pada beberapa kasus ditemukan disabilitas yang menetap biasanya post-ok
syndrome
PTA lebih dari 1 haru, tapi kurang dari 1 minggu: masa penyembuhan lebih

6
panjang, biasanya beberapa minggu sampai bulan. Penyembuhan sepenuhnya
sangat mungkin dengan perawatan yang baik
PTA 1-2 minggu: penyembuhan memerlukan waktu beberapa bulan, pada
beberapa pasien masih terdapat gejala sisa, pada umumnya dapat kembali bekerja,
pasien dapat melakukan aktivitas sosial dengan perawatan yang baik
PTA 2-4 minggu: proses penyembuhan beralngsung lama, biasanya 1 tahun atau
lebih. Didapatkan defisit permanen, sebagian tidak dapat melakukan fungsional
(bekerja atau melakukan aktivitas sosial)
PTA lebih dari 4 minggu: terdapat defisit dan disabilitas yang permanen,
dibutuhkan pelatihan dari perawtan jangka panjang

Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos Kepala. Foto polos kepala/ otak memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intrakranial. Pada era CT scan, foto

polos kepala mulai ditinggalkan


CT Scan Kepala. CT scan kepala merupakan standard baku untuk mendeteksi
perdarahan intrakranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan
hanya dengan indikasi tertentu seperti:
o Nyeri kepala hebat
o Adanya tanda - tanda fraktur basis kranii
o Adanya riwayat cedera yang berat
o Muntah lebih dari 1 kali
o Penderita lansia (usia > 65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau

amnesia
o Kejang
o Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat - obat antikoagulan
o Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis
o Rasa baal pada tubuh
o Gangguan keseimbangan atau berjalan
MRI Kepala. MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan
dengan CT scan; kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh
MRI. Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan

CT scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat


PET & SPECT. Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon
Emission Computer Tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan
pemeriksaan neurologis tidak memeperlihatkan kerusakan. Namun, spesifitas

7
penemuan abnormalitas tersebut masih dipertanyakan. Saat ini , penggunaan PET
atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan

Survei Primer (Primary Survey)

Jalan Napas. Memaksimalkan oksigen dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus
diimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar, head block, dan

diikat pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal


Pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung

laju

pernapasan,

memperhatikan kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot otot

pernapasan tambahan, dan auskultasi bunyi napas di kedua aksila


Sirkulasi. Resustiasi cairan intravena, yaitu cairan isotonik, seperti Ringer Laktat
atau Normal Salin (20 ml/ kgBB) jika pasien syok, transfusi darah 10- 15 ml/ kgBB

harus dipertimbangkan.
Defisit Neurologis. Status neurologis diniali dengan meniali tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan
GCS. Hiperventilasi menurunkan pCO 2 dengan sasaran 35-40 mmHg, sehingga
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah di otak, yang menurunkan aliran darah ke otak
dan menurunkan tekanan intrakranial. Penggunaan manitol juga dapat menurunkan
tekanan intrakranial yaitu dengan diberikan manitol 20% dengan dosis 1-2 g/ kgBB
atau 100 gr IV selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0.25-0.5 g/ kgBB atau 25 g

setiap 6 jam.
Kontrol pemaparan/ lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga semua
luka dapat terlihat. Waspada terjadi hipotermia, selalu persiapkan selimut untuk
menghangatkan tubuh pasien

Survei Sekunder (Secondary Survey)


Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah
dipastikan penderita cedera kepala tidak memiliki maslaah dengan jalan napas, pernapasan
dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat
cedera disertai observasi tanda vital dan defisit neurologis. Selain itu, pemakaian penyangga
leher diindikasikan jika:
Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher
Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher
Rasa baal pada lengan
Gangguan keseimbangan atau berjalan
Kelemahan generalisata
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:
Penurunan kesadaran

Gangguan daya ingat


Nyeri kepala hebat
Mual dan muntah
Kelainan neurologis fokal
Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan
Abnormalitas otak berdasarkan CT scan

Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan perawatannya di rumah.
Namun bila tanda-tanda diatas dietmukan pada observasi 24 jam pertama, penderita harus
dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi cedera
kepala sedang atau berat dengan penanganan yang berbeda.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom subdural
(SDH), maka indikasi bedah adalah:

Indikasi Bedah pada Perdarahan Epidural (EDH)


o EDH simtomatik
o EDH simtomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm (EDH yang lebih besar
daripada ini akan sulit diresorpsi)
o EDH pada pasien pediatri
Indikasi Bedah pada Perdarahan Subdural (SDH)
o SDH simtomatik
o SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada pediatri

4. Plan
a. Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat
ditegakkan diagnosis cedera kepala ringan.
b. Pengobatan
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Cefotaxime IV 2x1 gram
Ketorolac IV 3x1 ampul
Ranitidin IV 2x1 ampul
c. Pendidikan

Dilakukan pemberian edukasi pada keluarga mengenai kondisi pasien agar


dilakukan pemantauan terhadap kesadaran dan keadaan umum pasien oleh keluarga di
rumah. Mendorong pasien agar melakukan kontrol ke poliklinik pasca cedera kepala.
d. Konsultasi
Pasien dikonsultasikan ke dokter spesialis saraf dan spesialis bedah saraf jika
diperlukan operasi.
e. Rujukan
Tidak diperlukan rujukan karena fasilitas di RSKD sudah memadai.
f. Kontrol
Pasien harus kembali ke pelayanan kesehatan jika kondisinya mengalami
perburukan, terdapat penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan muntah terusmenerus.

Вам также может понравиться