Вы находитесь на странице: 1из 17

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi Lahan
Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana
lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi
penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep
lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk
di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa
lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981). Kualitas lahan
merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan. Masing- masing kualitas
lahan mempunyai keragaan tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya
untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau
lebih karateristik lahan (FAO, 1976).
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk
tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung dkk., 2007). Evaluasi lahan
merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan
penggunaan lahan (land use planning).
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian lahan jika diperlukan untuk
tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk
lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi
dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan.
Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi
kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2006).

Universitas Sumatera Utara

B. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau
diestimasi. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei
atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan
yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut dapat
digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas
tertentu. Karakteristik lahan yang digunakan adalah temperatur udara, curah
hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation
liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan
sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, bahaya di permukaan, dan singkapan
batuan (Djaenudin dkk., 2003).
Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan
diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu,
misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan
sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh
kesesuaian antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman
bersangkutan.
Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi
lebih sering merupakan gabungan antara karateristik secara berkaitan. Kombinasi
berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan
(kualitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar, peredaran
udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara, dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Universitas Sumatera Utara

C. Persyaratan Tumbuh Tanaman


Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan diperlukan oleh
masing-masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan)
mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam
menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan
karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau
penggunaan lahan tersebut merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang
paling sesuai (S1), sedangkan kualitas lahan di bawah optimum merupakan
batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan atau
sesuai marginal (S3). Selain batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara
fisik tergolong tidak sesuai (N). Semua jenis komoditas, termasuk tanaman
pertanian, dan perikanan berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan
berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, terdiri atas energi
radiasi, temperatur (suhu), kelembaban, oksigen, hara, dan kualitas media
perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah,
serta kedalaman efektif tanah (Rayes, 2007).

D. Satuan Lahan
Satuan lahan homogen merupakan cara pendekatan dalam inventarisasi
sumber daya alam (Wiradisastra, 1989). Pengembangan konsep ini biasanya
dikaitkan dengan dipakainya sarana seperti foto udara dan peta tematik untuk
pengumpulan data awal. Dengan menggunakan peta-peta yang tersedia, konsep
satuan lahan dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dideliniasi (dipisahpisahkan, kemudian ditarik batas-batasnya).

Universitas Sumatera Utara

Satuan lahan dapat dibangun dengan menumpangtindihkan (overlay)


berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan
lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan
(tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang
dapat diidentifikasikan langsung di lapangan. Bila salah satu parameter berubah
maka satuan lahan akan berubah pula. Dalam proses evaluasi lahan, satuan lahan
homogen ini dianggap sebagai satuan peta (mapping unit) dengan ciri karateristik
atau kualitas lahan yang akan dipadankan (matching) dengan persyaratan tumbuh
tanaman.
Melihat proses pembentukan satuan lahan homogen dengan cara overlay
dari parameter penyusunnya diatas, maka pendekatannya dinamakan Pendekatan
Sistem Informasi Geografi atau GIS Approach (Wiradisastra, 1989). Sistem
informasi ini terdiri dari set data dan informasi yang telah disusun dalam bentuk
peta-peta sumberdaya alam. Untuk tujuan analisis dengan menggabungkan
berbagai parameter lahan pada suatu evaluasi lahan, maka dilakukan
tumpangtindih peta-peta tersebut yang akan menghasilkan unit area yang
mempunyai kesamaan sifat yang secara spasial telah terdeliniasi dan dianggap
mempunyai sifat sesuai dengan jumlah parameter yang ditumpangtindihkan.

E. Klasifikasi Kemampuan Lahan


Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah
penilaian

lahan

(komponen-komponen

lahan)

secara

sistematik

dan

pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang


merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.
Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu

Universitas Sumatera Utara

macam atau tingkat penggunaan umum. Perbedaan dalam kualitas tanah dan
bentuk lahan (land form) seringkali merupakan penyebab utama terjadinya
perbedaan satuan peta tanah dalam suatu areal (Arsyad, 2006).
Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai
penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk
berproduksi secara lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik.
Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor-faktor penghambat serta
potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil
klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan
secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan
produksi, dan sebagainya (Wahyuningrum dkk., 2003).

F. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan


Lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas,
dan satuan kemampuan (capability units) atau satuan pengelolaan (management
unit). Pengelompokkan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor
penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan
huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat
berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII (Arsyad, 2006).
Pengelompokan ke dalam kelas kemampuan lahan didasarkan pada
besarnya faktor pembatas atau kendala (penghambat). Dalam klasifikasi ini, tanah
atau lahan dikelompokkan ke dalam kelas menggunakan huruf romawi (I sampai
dengan VIII). Tanah dalam kelas I tidak memiliki pembatas utama bagi
pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah yang termasuk dalam kelas VIII memiliki

Universitas Sumatera Utara

pembatas yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk pertanian atau
produksi tanaman secara komersial. Dengan demikian, semakin tinggi kelasnya
(semakin besar angka kelas) semakin rendah kualitas lahannya (Rayes, 2007).
Pengelompokan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor
penghambat atau ancaman. Terdapat empat jenis utama penghambat atau ancaman
yang dikenal, yaitu ancaman erosi, ancaman kelebihan air, pembatas
perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim (Arsyad, 2006).
Lahan digolongkan menjadi kelas, sub kelas, dan satuan pengelolaan
berdasarkan faktor pembatas yang ada dalam sistem USDA (The United States
Departement of Agriculture). Faktor pembatas yang digunakan adalah faktorfaktor atau sifat tanah dan lahan yang berpengaruh terhadap erosi, disebut sebagai
faktor pembatas utama. Dalam sistem yang dikembangkan USDA, digunakan tiga
sifat yang menyatakan kualitas tanah, yaitu kedalaman efektif, tekstur, dan
permeabilitas tanah, serta dua sifat yang menyatakan kualitas lahan, yaitu
kemiringan dan tingkat erosi yang telah terjadi. Pada sistem yang digunakan di
Indonesia ditambahkan drainase sebagai faktor pembatas (Utomo, 1989).

G. Kelas Kemampuan Lahan


Arsyad (2006) mengemukakan delapan kelas kemampuan lahan yang
dapat dilihat pada Tabel 1. Kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing
faktor penghambat yang mempengaruhi penggunaan lahannya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Kelas kemampuan lahan


No.

Kelas

Ciri-Ciri

1.

2.

II

3.

III

4.

IV

5.

6.

VI

7.

VI

8.

VIII

Mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya, sesuai untuk


berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman
pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan
cagar alam.
Memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan
penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang
sedang.
Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau
memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan yang terdapat
pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman
semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas
tersebut.
Dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada
umumnya tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung
dan cagar alam.
Tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis
untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai
untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung
dan cagar alam.
Mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai
untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau
padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam.
Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau
hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat.
Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam
keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat
rekreasi atau cagar alam.

Sumber: Arsyad (2006)

H. Klasifikasi Kemampuan Lahan


Menurut Hadmoko (2012), beberapa metode klasifikasi kemampuan lahan
adalah sebagai berikut:
1. Metode kualitatif/deskriptif
Metode ini didasarkan pada analisis visual/pengukuran yang dilakukan
langsung dilapangan dengan cara mendiskripsikan lahan. Metode ini bersifat
subyektif dan tergantung pada kemampuan peneliti dalam analisis.
2. Metode statistik
Metode ini didasarkan pada analisis statistik variabel penentu kualitas
lahan yang disebut diagnostic land characteristic (variabel x) terhadap kualitas
lahannya (variabel y)

Universitas Sumatera Utara

3. Metode matching
Metode ini didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan
dengan data kualitas lahan. Evaluasi kemampuan lahan dengan cara matching
dilakukan dengan mencocokkan antara karakteristik lahan dengan syarat
penggunaan lahan tertentu.
4. Metode pengharkatan (scoring)
Metode ini didasarkan pemberian nilai pada masing-masing satuan lahan
sesuai dengan karakteristiknya.
Kriteria faktor pembatas yang menentukan kelas atau subkelas maupun
satuan kemampuan lahan menurut Arsyad (2006), yaitu:
1. Iklim
Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu
temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan
pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi
temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara
yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 1 setiap
100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air secara alami berupa curah
hujan yang terbatas atau rendah di daerah agak basah (sub humid), agak kering
(semi arid), dan kering (arid) mempengaruhi kemampuan tanah.
2. Lereng
Ancaman erosi dan erosi yang telah terjadi kerusakan tanah oleh erosi
sangat nyata mempengaruhi penggunaan tanah, cara pengelolaan atau keragaan
(kinerja) tanah disebabkan oleh alasan-alasan berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Suatu kedalaman tanah yang cukup harus dipelihara agar didapatkan produksi
tanaman yang sedang sampai tinggi.
b. Kehilangan lapisan tanah oleh erosi mengurangi hasil tanaman.
c. Kehilangan unsur hara oleh erosi adalah penting tidak saja oleh karena
pengaruhnya terhadap hasil tanaman akan tetapi juga oleh karena diperlukan
biaya penggantian unsur hara tersebut untuk dapat memelihara hasil tanaman
yang tinggi.
d. Kehilangan lapisan permukaan tanah merubah sifat-sifat fisik lapisan olah yang
akan sangat jelas kelihatan pada tanah yang lapisan bawah bertekstur lebih
halus.
e. Kehilangan tanah oleh erosi menyingkap lapisan bawah yang memerlukan
waktu dan perlakuan yang baik untuk dapat menjadi media pertumbuhan yang
baik bagi tanaman.
f. Bangunan-bangunan pengendalian air dapat rusak oleh sedimen yang berasal
dari erosi.
g. Jika terbentuk parit-parit oleh erosi (gully) maka akan lebih sulit pemulihan
tanah untuk menjadi produktif kembali.
Kecuraman lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng semuanya mempengaruhi
besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman lereng tercacat atau dapat
diketahui pada peta tanah.
3. Kedalaman Tanah (k)
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak
dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah

Universitas Sumatera Utara

sampai sejauh mana tanah dapat ditumbuhi akar, menyimpan cukup air dan hara,
umumnya dibatasi adanya kerikil dan bahan induk atau lapisan keras yang lain,
sehingga tidak lagi dapat ditembus akar tanaman (Utomo, 1989).
4. Tekstur Tanah (t)
Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat
fisik dan kimia tanah lainnya.
5. Permeabilitas (p)
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan
udara (Utomo, 1989).
6. Drainase (d)
Drainase adalah kondisi mudah tidaknya air menghilang dari permukaan
tanah yang mengalir melalui aliran permukaan atau melalui peresapan ke dalam
tanah (Utomo, 1989).

I. Kriteria Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Rahmawaty (2010)
merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability)
suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas)
lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya,
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha
pemeliharaan kelestariannya (Fauzi dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian


lahan yaitu dengan pendekatan pembatas, parametrik, dan kombinasi pendekatan
pembatas dan parametrik.
1. Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan
atau karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode ini membagi lahan
berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan.

Pembatas lahan adalah

penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang


memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1993).
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat
tingkatan, sebagai berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2
2. Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian
nilai pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala
normal diberi nilai maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan
jika sifat lahan optimal untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan
(Sys et al., 1993).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria
yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang

Universitas Sumatera Utara

obyektif; keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi.


Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal
pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk
mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya
diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1985)
3. Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering
digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu.
Penentuan kelas kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat
berdasarkan nilai kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan
yang dicirikan oleh bobot terkecil (Sys et al., 1993).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam
Djaenudin (2003), dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:
1) Ordo menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum. Pada tingkat ordo,
kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan
yang tergolong tidak sesuai (N).
2) Klas menunjukkan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas,
lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu:
a. Lahan sangat sesuai (S1) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas
yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas
lahan secara nyata.

Universitas Sumatera Utara

b. Cukup sesuai (S2) yaitu lahan yang

mempunyai faktor pembatas dan

berpengaruh terhadap produktivitasnya serta memerlukan tambahan


masukan. Pembatas ini biasanya dapat dibatasi petani sendiri.
c. Sesuai marginal (S3) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang
berat dan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi
faktor pembatas, diperlukan modal yang tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta.
d. Tidak sesuai (N) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat dan sulit diatasi.
3) Sub-klas menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat
4) Unit menunjukkan tingkatan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan
yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Dalam praktek evaluasi lahan,
kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Berbagai

sistem evaluasi

lahan

dilakukan

dengan

menggunakan

pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan


parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.

J. Kesesuaian Lahan Aktual


Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa

Universitas Sumatera Utara

karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh


tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat
ini (current suitability) atau kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum
mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap
satuan peta. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula
dilakukan penilaian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasar atas
karekteristik lahan terjelek, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan
berdasar atas kualitas lahan terjelek.

K. Kesesuaian Lahan Potensial


Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai
setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial
merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan
tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat
produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Kesesuaian
lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila
dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan
konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang
produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat
ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih

sesuai

(Ritung dkk., 2007).


Untuk menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus
diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas
lahan. Karakteristik lahan dapat dibedakan menjadi karakteristik lahan yang dapat

Universitas Sumatera Utara

diperbaiki dengan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang


akan diterapkan, dan karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki (Tabel 2).
Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial
No Kualitas dan
karateristik lahan

Tingkat
pengelolaan
Sedang Tinggi

Jenis perbaikan

1
2
3
4

Rejim radiasi
Rejim suhu
Kelembaban udara
Ketersediaan air
- Bulan kering
- Curah hujan
Media perakaran
- Drainase
- Tekstur
- Kedalaman tanah

+
+

++
++

Sistem irigasi/pengairan
Sistem irigasi/pengairan

+
-

++
+

- Kematangan gambut
- Ketebalan gambut
Retensi hara
- KTK
- pH
Ketersediaan hara
- N total
- P tersedia
- K dapat ditukar
Bahaya banjir
- Periode

Pembuatan saluran draianse


Umumnya tidak dapat diperbaiki,
kecuali terdapat lapisan padas lunak
-

+
+

++
++

Penambahan bahan organik


Pengapuran

+
+
+

++
++
++

Pemupukan
Pemupukan
Pemupukan

++

++

++

Reklamasi

11

- Frekuensi
Kegaraman
- Salinitas
Toksisitas
- Kejenuhan Alumanium
- Kedalaman pirit
Kemudahan pengolahan

Pembuatan tanggul penahan banjir


serta
Pembuatan saluran drainase

+
-

++
+
+

Pengapuran
Pengaturan sistem tata air tanah
Pengaturan kelembaban tanah utuk
pengelolaan

12
13

Potensi mekanisasi
Bahaya erosi

++

Pembuatan teras, penanaman sejajar


kontur, penanaman penutup lahan

9
10

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)

Satuan peta yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak
akan mengalami perubahan kelas kesesuaian lahannya, sedangkan yang
kerakteristik lahannya dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahannya dapat berubah
menjadi satu atau dua tingkat lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

L. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan


Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem pengelolaan
informasi yang juga menyediakan fasilitas analisis data. Sistem ini sangat
bermanfaat dalam perencanaan dan pengelolaan SDA, antara lain untuk aplikasi
inventarisasi dan monitoring hutan, kebakaran hutan, perencanaan penebangan
hutan, rehabilitasi hutan, konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi
keragaman hayati. Untuk SIG bisa dipakai secara efektif untuk membantu
perencanaan dan pengelolaan SDA diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM)
dengan keterampilan yang memadai (Puntodewo dkk., 2010).
Aplikasi GIS telah digunakan di banyak bidang, seperti pertanian, militer,
pemasaran minyak tanah, transportasi, lingkungan, dan ilmu kehutanan. Cruz
(1990) dalam Rahmawaty (2009) sebagai contoh, menggunakan GIS untuk
penggolongan kemampuan lahan dan penilaian kesesuaian penggunaan lahan di
Ibulao di bagian Pilipina. Pada sisi lain, Oszaer (1994) dalam Rahmawaty (2009)
menggunakan GIS untuk menggolongkan penggunaan lahan yang ada, yaitu
mengevaluasi kemampuan lahan, dan menilai kesesuaian penggunaan lahan di
Waeriupa, Kairatu, Seram, Maluku, Indonesia.
Harjadi (2007) menggunakan aplikasi penginderan jauh dan SIG untuk
penetapan tingkat kemampuan penggunaan lahan (KPL) di DAS Nawagaon
Maskara,

Saharanpur-India.

Parsa

dkk.,

(2008)

menggunakan

aplikasi

penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografi untuk menganalisis


kesesuaian lahan dan arahan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Provinsi
Jambi. Rahmawaty (2009) menggunakan aplikasi GIS sebagai informasi sistem
lahan (land system) yang digunakan sebagai dasar penyusunan peta kesesuaian

Universitas Sumatera Utara

lahan di DAS Besitang. Fauzi dkk., (2009) menggunakan aplikasi GIS untuk
menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Kota Bengkulu.
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan
sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih
mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk
mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya.
(Fauzi dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться