Вы находитесь на странице: 1из 28

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR

LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

KETEBALAN DAN KEDALAMAN


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Data

dalam

ilmu

kebumian

selalu

berkaitan

dengan

kedalaman dan ketebalan. Oleh karena itu, seorang ahli ilmu kebumian
harus

mempunyai kemampuan untuk menentukan kedalaman dan ketebalan.

Kedalaman sendiri sebenarnya adalah lokasi sebuah titik, yang diukur secara
vertikal

terhadap ketinggian titik acuan. Dalam ilmu Geofisika misalnya. Dikenal

klasifikasi gempaberdasarkan kedalaman. Menurut Fowler, 1990, Seperti halnya


kedalaman, kemampuan untuk menentukan ketebalan jugasangat diperlukan dalam
ilmu kebumian. Dengan mengetahui cara menghitungketebalan, ahli kebumian bisa
menyelidiki ketebalan lapisan-lapisan penyusunbumi sehingga kita bisa mengetahui
bahwa ketebalan kerak bumi mencapai 100km, ketebalan matel adalah sekitar 2900
km, liquid outer core sekitar 2200 km,dan solid inner core sekitar 1250 km. Jadi
jelaslah bahwa sangat bermanfaat sekali, khususnya bagi orang-orang yang
mempelajari

ilmu

kebumian,

untuk

mengetahui

(cara)

danmenentukan

kedalaman. Karena mempelajari bumi berarti mempelajari segalayang ada di


dalamnya. Dan itu berhubungan langsung dengan kedalaman danketebalan

1.1 Maksud dan Tujuan


1.1.1 Maksud
Adapun maksud dilaksanakan praktikum ini adalah umtuk memenuhi mata
kuliah Geologi Struktur yang berjumlah tiga sks di Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia, serta untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan.
1.1.2

Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah:

1. Agar kami dapat memahami tentang ketebalan dan kedalaman.


2. Agar kami dapat menghitung ketebalan dan kedalaman dari suatu singkapan
batuan.
FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR


LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

1.2 Alat dan Bahan


1.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Alat tulis menulis
2. Penggaris
1.2.2

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Kertas kalkir ukutan A4
2. Kertas A4
3. Problem set

FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR


LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ketebalan
Ketebalan adalah jarak tegak lurus antara dua bidang sejajar yang merupakan
lapisan batuan Ketebalan lapisan bisa ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan pada
suatu keadaan tertentu, misalnya lapisan horisontal yang tersingkap pada tebing
vertikal atau lapisan vertikal yang tersingkap pada topografi datar. Sedangkan pada
topografi miring dapat digunakan alat Jacobs staff yaitu tongkat yang dilengkapi
dengan handlevel, knilometer atau kompas pada bagian atasnya.

Gambar 2.1 Pengukuran ketebalan dengan menggunakan tongkat Jacob


(Compton, 1985).
Apabila keadaan medan, struktur yang rumit atau ketebalan alat yang dipakai
tidak memungkinkan pengukuran secara langsung, tetapi sebaiknya diusahakan
pengukuran mendekati secara langsung. Pengukuran tidak langsung yang paling
sederhana adalah pada lapisan miring, tersingkap pada permukaan horisontal, dimana
lebar singkapan diukur tegak lurus jurus, yaitu w dengan menggunakan kemiringan
lapisan () maka ketebalannya T = w sin .

FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR


LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

Gambar 2.2 Pengukuran ketebalan perlapisan miring pada daerah datar.


Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus jurus (I) maka lebar
sebenarnya harus dikoreksi lebih dulu w = I sin , dimana adalah sudut antara jurus
dengan arah pengukuran. Ketebalan yang didapat adalah T = I sin sin
panjang.Dengan cara yang sama dapat dipakai apabila pengukuran lebar singkapan
dilakukan permukaan miring. Dalam hal ini ketebelan merupakan fungsi dari sudut
miring () dan sudut lereng (). Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan cara mengukur jarak antara titik, yang
merupakan batas lapisan sepanjang lintasan tegak lurus jurus. Pengukuran ini
dilakukan apabila bentuk lereng tidak teratur. Bisa juga menghitung ketebalan
lapisan dari peta geologi.Untuk mengukur ketebalan pada lereng, apabila pengukuran
tidak tegak lurus jurus digunaka persamaan trigonometri berikut:
T = I [ sin cos sin = sin cos ]
Dimana:
= Kemiringan lereng terukur
d = Sudut kemiringan lapisan
= Sudut lereng terukur

FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR


LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

= Sudut antara jurus dan arah pengukuran


Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan mengatur jarak antar titik, yang merupakan batas lapisan sepanjang
lintasan tegak lurus jurus, pengukuran ini dilakukan apabila bentuk lereng tidak
teratur. Bias juga menghitung ketebalan dari peta geologi. Beberapa kemungkinan
lereng dan perhitungannya yakni:

t = A sin + v cos
sin - v cos

Untuk mengukur ketebalan pada lereng apabila pengukuran tidak tegak lurus
jurus, digunakan persamaan trigonometri:
t = 1 [sin cos sin sin - cos ]
Dimana:
= kemiringan lereng terukur
Perhitungan dengan cara lain dapat juga dilakukan dengan mencari lebih
dahulu kemiringan lereng yang tegak lurus jurus lapisan. Untuk mencari kemiringan
lereng yang tegak lurus jurus lapisan (), dapat dilakukan dengan menggunakan table
koreksi atau aligment nomograph yaitu dengan menggunakan kemiringan lereng
tegak lurus jurus sebagai kemiringan sebenarnya. Dengan menggunakan rumus
persamaan:
= sin tan
Dimana:
= sudut antara jurus dengan arak pengukuran
= sudut lereng terukur

FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR


LABORATORIUM DINAMIS
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

Dari perhitungan diatas dapat diperoleh lebar singkapan yang tegak lurus
jurus (w), dengan mengguanakan persamaan:

1 sin
w=
sin
Dengan menggunakan salah satu persamaan diatas untuk dapat menentukan
ketebalan. Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus jurus (1), maka
lebar sebenarnya harus dikoreksi terlebih dahulu, w = 1 sin , dimana adalah sudut
Antara jurus dengan arahh pengukuran. Ketebalan yang didapatkan adalah:
t = 1 sin sin
Dimana:
t = W sin
W = lebar singkapan
1 = panjang pengukuran
= besar kemiringan lapisan
Beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng dan perhitungan
ketebalannya adalah:

FIRA OKTAVIA. S
09320130044

LA ODE DZAKIR

Gambar 2.3 Posisi lapisan terhadap lereng

2.2 Thick Savvy (Definisi Tebal)


Ketebalan adalah jarak tegak lurus antara dua bidang sejajar yang merupakan
lapisan batuan Ketebalan lapisan bisa ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pengukuran secara langsung dapat dilakukan pada suatu keadaan tertentu,
misalnya lapisan horisontal yang tersingkap pada tebing vertikal atau lapisan vertikal
yang tersingkap pada topografi datar. Apabila keadaan medan, struktur yang rumit
atau ketebalan alat yang dipakai tidak memungkinkan pengukuran secara langsung,

tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran mendekati secara langsung. Pengukuran


tidak langsung yang paling sederhana adalah pada lapisan miring, tersingkap pada
permukaan horisontal, dimana lebar singkapan diukur tegak lurus jurus, yaitu w
dengan menggunakan kemiringan lapisan () maka ketebalannya T = w sin
Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus jurus (I) maka lebar
sebenarnya harus dikoreksi lebih dulu w = I sin , dimana adalah sudut antara jurus
dengan arah pengukuran. Ketebalan yang didapat adalah T = I sin sin panjang.
Dengan cara yang sama dapat dipakai apabila pengukuran lebar singkapan
dilakukan permukaan miring. Dalam hal ini ketebelan merupakan fungsi dari sudut
miring () dan sudut lereng (). Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan cara mengukur jarak antara titik, yang
merupakan batas lapisan sepanjang lintasan tegak lurus jurus. Pengukuran ini
dilakukan apabila bentuk lereng tidak teratur. Bisa juga menghitung ketebalan
lapisan dari peta geologi.Untuk mengukur ketebalan pada lereng, apabila pengukuran
tidak tegak lurus jurus digunaka persamaan trigonometri berikut:
T = I [ sin cos sin = sin cos ]
Dimana:
= Kemiringan lereng terukur
d = Sudut kemiringan lapisan
= Sudut lereng terukur
= Sudut antara jurus dan arah pengukuran
2.3 Depth Savvy (Definisi Kedalaman)
Kedalaman ialah jarak vertikal dari ketinggian tertentu (umumnya permukaan
bumi) kearah bawah terhadap suatu titik, gambar atau bidang.
Menghitung ketebalan lapisan ada beberapa cara, diantaranya:
1. Menghitung secara matematis
2. Dengan Alignment diagram
3. Secara grafis
Dengan cara perhitungan matematis, yang perlu diperhatikan adalah
kemiringan lereng, kemiringan lapisan dan jarak jurus dari singkapan ke titik

tertentu. Pada permukaan horisontal, kedalaman lapisan (d) dapat dihitung dengan
rumus:
D = m tag
Dimana:
M = jarak tegak lurus dari singkapan ketitik tertentu
= ketinggian lapisan
Apabila tidak tegak lurus jurus, maka kemiringan lapisan yang dipakai adalah
kemiringan semu:
D = m [sin = cos tan ]
Dimana:
m = jarak
= kemiringan lereng
= kemiringan lapisan
Untuk menghitung kedalaman bias juga dipergunakan Aligment nomograph
atau dengan kurva yang penggunaannya yakni:

Gambar 2.4 Deskripsi kedalaman

2.3.1 Spatial Depth (Kedalaman Ruang)


Pada kondisi tertentu, seluruh komponen dalam foto diharapkan untuk
nampak tajam, karenanya kedalaman ruang akan dibuat besar. Pada kondisi yang
lain, kedalaman ruang yang lebih kecil menjadi efektif untuk penekanan
subyekfotografi pada latar depan (foreground) atau latar belakang (background).
Padasinematografi, kedalaman ruang yang besar sering disebut deep focus dan
kedalaman ruang yang kecil disebut shallow focus. Perubahan kedalaman ruang
dipengaruhi oleh tiga faktor:
Jarak fokus (focus distance) dari kamera, lebar ruang tajam berbanding lurus
dengan kuadrat jarak obyek. Jika kita mengubah jarak antara kamera dengan objek
sebesar 3x (lebih jauh - dengan menggeser kamera mundur dari posisi semula) maka
lebar ruang tajam akan menjadi 9x lebar semula. Dengan kriterialingkaran
gamang (circle of confusion).
Saat fokus ditetapkan pada jarak hiperfokal (hyperfocal distance), kedalaman
ruang akan berkisar antara setengah dari jarak hiperfokal hingga tak berhingga, dan
merupakan kedalaman ruang terbesar untuk sebuah nilai bukaan.
Bukaan (f-number) dari rana, lebar ruang tajam berbanding lurus dengan rana.
Contoh: jika rana dinaikkan 2 stop dari f/8 ke f/16, maka lebar ruang tajam akan
menjadi 2x lebar semula.
Panjang Fokus (focal length) dari lensa yang digunakan, lebar ruang tajam
berbanding terbalik dari kuadrat panjang fokus. Dengan kata lain, lebar ruang tajam
akan menjadi 4x lebar semula jika kita mengubah lensa dari 100mm ke 50mm
(panjang fokus lensa setengah dari semula).
Besar format (format size) bidang fokal, dengan subyek pada jarak moderat,
kedalaman ruang ditentukan oleh pembesaran (magnification ratio) subyek dan
bukaan rana (f-number). Pada bukaan tertentu, penambahan pembesaran, baik
dengan bergerak mendekati subyek maupun dengan penggunaan lensa dengan
panjang fokus yang lebih besar, akan menurunkan kedalaman ruang; sebaliknya
menurunkan pembesaran akan

membesarkan

kedalaman

ruang.

Pada

pembesaran tertentu, menaikkan nilai bukaan (mengecilkan diameter rana) akan


membesarkan kedalaman ruang; menurunkan nilai bukaan akan membesarkan
kedalaman ruang.

Ketika sebuah foto dibuat dengan dua besar format yang berbeda pada
bukaan danlensa yang memberikan sudut pandang yang sama, besar format yang
lebih kecil akan memberikan kedalaman ruang yang lebih besar.
Ketika sebuah foto dibuat dengan dua besar format yang berbeda pada
bukaan, panjang fokus lensa dan jarak fokus (focal distance), jarak antara subyek
denganbidang fokal) yang sama, besar format yang lebih kecil akan menghasilkan
kedalaman ruang yang lebih dangkal.

2.3.2 Focus Depth (Kedalaman fokus)


Kedalaman fokus (bahasa Inggris: depth of focus) adalah suatu istilah optika
yang

mengukur

toleransi

ketajaman

(bahasa

Inggris:sharpness)

subyek fotografiterhadap pergeseran bidang fokal (bahasa Inggris: focal plane) yang
berkaitan dengan lensa. Kedalaman fokus terkadang disebut juga lens-to-film
tolerance. Walaupun frasa kedalaman fokus dahulu, dan sampai sekarang masih
digunakan untuk menjelaskan kedalaman ruang, pada era modern kedalaman fokus
digunakan sebagai ukuran pergeseran (bahasa Inggris: displacement) bidang
fokal dengan mempertahankan ketajaman fokus subyek pada bidang fokusnya. Pada
kamera format kecil, kecilnya jarak antara lingkaran gamang (bahasa Inggris:circle
of confusion) berakibat pada kecilnya kedalaman fokus. Pada kamera sinematografi,
montase lensa yang berbeda mempunyai ukuran flange focal depth untuk kalibrasi
lensa.

2.4 Dimensi Kedalaman


Pada kondisi tertentu, seluruh komponen dalam foto diharapkan untuk
nampak tajam, karenanya kedalaman ruang akan dibuat besar. Pada kondisi yang
lain, kedalaman ruang yang lebih kecil menjadi efektif untuk penekanan
subyekfotografi pada latar depan (foreground) atau latar belakang (background).
Pada sinematografi, kedalaman ruang yang besar sering disebut deep focus dan

kedalaman ruang yang kecil disebut shallow focus. Perubahan kedalaman ruang
dipengaruhi oleh tiga faktor :
Jarak fokus (focus distance) dari kamera, lebar ruang tajam berbanding lurus
dengan kuadrat jarak obyek. Jika kita mengubah jarak antara kamera dengan objek
sebesar 3x (lebih jauh - dengan menggeser kamera mundur dari posisi semula) maka
lebar ruang tajam akan menjadi 9x lebar semula. Dengan kriterialingkaran
gamang (circle of confusion).
Saat fokus ditetapkan pada jarak hiperfokal (hyperfocal distance), kedalaman
ruang akan berkisar antara setengah dari jarak hiperfokal hingga tak berhingga, dan
merupakan kedalaman ruang terbesar untuk sebuah nilai bukaan.
Bukaan (f-number) dari rana, lebar ruang tajam berbanding lurus dengan rana.
Contoh: jika rana dinaikkan 2 stop dari f/8 ke f/16, maka lebar ruang tajam akan
menjadi dua kali lebar semula.
1. Panjang Fokus (focal length) dari lensa yang digunakan, lebar ruang tajam
berbanding terbalik dari kuadrat panjang fokus. Dengan kata lain, lebar ruang
tajam akan menjadi 4x lebar semula jika kita mengubah lensa dari 100mm ke
50mm (panjang fokus lensa setengah dari semula).
2. Besar format (format size) bidang fokal, dengan subyek pada jarak moderat,
kedalaman ruang ditentukan oleh pembesaran (magnification ratio) subyek dan
bukaan rana (f-number). Pada bukaan tertentu, penambahan pembesaran, baik
dengan bergerak mendekati subyek maupun dengan penggunaan lensa dengan
panjang fokus yang lebih besar, akan menurunkan kedalaman ruang; sebaliknya
menurunkan pembesaran akan

membesarkan

kedalaman

ruang.

Padapembesaran tertentu, menaikkan nilai bukaan (mengecilkan diameter rana)


akan membesarkan kedalaman ruang; menurunkan nilai bukaan akan
membesarkan kedalaman ruang.
a. Ketika sebuah foto dibuat dengan dua besar format yang berbeda pada
bukaan

danlensa yang

memberikan sudut

pandang yang

sama, besar

format yang lebih kecil akan memberikan kedalaman ruang yang lebih
besar.
b. Ketika sebuah foto dibuat dengan dua besar format yang berbeda pada
bukaan, panjang fokus lensa dan jarak fokus (focal distance), jarak antara
subyek denganbidang fokal) yang sama, besar format yang lebih kecil akan
menghasilkan kedalaman ruang yang lebih dangkal.

III. PROBLEM SET


a. Kemiringan Lapisan Horizontal (00) atau vertical (900)
1. Suatu singkapan batuabar ditemukan dengan kedudukan N135 0E/00 dengan slope
650 dan tebal semu 67 m. Hitunglah tebal nyata dari singkapan tersebut
2. Suatu singkapan batuabar ditemukan dengan kedudukan N45 0E/900 dengan slope
350 dan tebal semu 87 m. Hitunglah tebal nyata dari singkapan tersebut
b. Kemiringan lapisan/dip () searah dengan kemiringan lereng/slope ()
1. Suatu singkapan batubara memiliki kedudukan N450E/650 dimana dip lebih
besar dari kemiringan lereng/slope (450) dan tebal semu 89 m. Hitunglah
ketebalan nyata dari singkapan tersebut
2. Suatu singkapan batubara memiliki kedudukan N2250E/350 dimana dip lebih
kecil kemiringan lereng/slope (750) dan tebal semu 100 m. Hitunglah ketebalan
nyata dari singkapan tersebut
c. Kemiringan lapisan/dip ()

berlawanan

arah

dengan

kemiringan

lereng/slope ()
1. Suatu singkapan batubara memiliki kedudukan N3250E/650 dimana dip lebih
besar dari kemiringan lereng (450) dan tebal semu 77 m. Hitunglah ketebalan
nyata dari singkapan tersebut.
2. Suatu singkapan batubara memiliki kedudukan N2650E/250 dimana dip lebih
kecil dari kemiringan lereng (550) dan tebal semu 86 m. Hitunglah ketebalan
nyata dari singkapan tersebut.
3. Suatu singkapan batubara memiliki kedudukan N1250E/450 dimana dip sama
dengan kemiringan lereng (450) dan tebal semu 98 m. Hitunglah ketebalan nyata
dari singkapan tersebut.
d. Kemiringan lereng slope (00) dan (900)
1. Suatu singkapan batubara dengan kedudukan N1350E/350 dengan slope 00 dan
tebal semu 97 m, hitunglah tebal nyata dari singkapan tersebut
2. Suatu singkapan batubara dengan kedudukan N450E/750 dengan slope 00 dan
tebal semu 45 m, hitunglah tebal nyata dari singkapan tersebut
3. Suatu singkapan batubara dengan kedudukan N1750E/670 dengan slope 900 dan
tebal semu 125 m, hitunglah tebal nyata dari singkapan tersebut
e. Menghitung Volume
1. Ditemukan suatu singkapan batubara dengan kedudukan N550E/450 dengan slope
00 dengan tebal semu 94 m. hitunglah volume batubara tersebut pada luas area
100 x 100 m.

2. Ditemukan suatu singkapan batubara dengan kedudukan N1230E/350 dengan


slope 00 dengan tebal semu 64 m. hitunglah volume batubara tersebut pada luas
area 150 x 95 m.
3. Ditemukan suatu singkapan batubara dengan kedudukan N2250E/750 dengan
slope 350 dengan tebal semu 35 m. hitunglah volume batubara tersebut pada luas
area 99 x 78 m jika panjang penyebaran batubara 99m.
4. Ditemukan suatu singkapan batubara dengan kedudukan N3250E/530 dengan
slope 230 dengan tebal semu 72 m. hitunglah volume batubara tersebut pada luas
area 160 x 250 m jika panjang penyebaran batubara 250 m.
5. Ditemukan suatu singkapan batubara dengan kedudukan N550E/450 dengan slope
450 dengan tebal semu 94 m. hitunglah volume batubara tersebut pada luas area
300 x 150 m jika panjang penyebaran batubara 300 m

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Kemiringan lapisan horizontal (00) atau vertikal (900) yaitu:
1. Diketahui
: Kedudukan : N1350E/00
Slope ()
: 65
Dip ()
: 0

: 67 m
Ditanya
:t
=......?
Penyelesaian
:

t = sin
= 67 m sin 65
= 67 m x 0,906
= 60,702 m
Jadi, pada penggambaran pertama ini pada singkapan batubara dengan
kedudukan N1350E/00 dengan slope 650, tebal semu 67 m dan dip 0 0, diperoleh
tebal sebenarnya barubara 60,702 m dengan lapisan horizontal terhadap
kemiringan lereng.
2. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

:t
:

: N 450E/ 900
: 35
: 90
: 87 m
=......?

90

35
t

t = cos
= 87 m sin 35
= 87 m x 0,819
= 71,253 m

Jadi, pada penggambaran kedua ini pada singkapan batubara dengan kedudukan
N450E/ 900 dengan slope 350, tebal semu 87 m dan dip 900, diperoleh tebal
sebenarnya barubara 71,253 m dengan lapisan vertikal terhadap kemiringan
lereng.
b. Kemiringan lapisan/dip () searah dengan kemiringan lereng/slope ()
1. Diketahui
: Kedudukan : N450E/650
Slope ()
: 45
Dip ()
: 65

: 89 m
>
Ditanya
:t
=......?
Penyelesaian
:
45

89m

65

t = sin (180 - (+))


= 89 m sin (180 - (65+45))
= 89 m sin 70
= 89 m 0,939
= 83,571 m
Jadi, pada penggambaran pertama ini pada singkapan batubara dengan
kedudukan N450E/900 dengan slope 450, tebal semu 89 m dan dip 90 0, diperoleh
tebal sebenarnya barubara 83,571 m.
2. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

<
:t
:

: N2250E/350
: 75
: 35
: 100 m
=......?

35

o
o

75

t
100m

t = sin (-)
= 100 m sin (75-35)
= 100 m sin 40
= 100 m 0,643
= 64, 3 m
Jadi, pada penggambaran pertama ini pada singkapan batubara dengan
kedudukan N2250E/350 dengan slope 750, tebal semu 100 m dan dip 350,
diperoleh tebal sebenarnya barubara 64, 3 m dengan lapisan horizontal terhadap
kemiringan lereng
c. Kemiringan lapisan/dip () berlawanan arah dengan kemiringan lereng/slope ()
1. Diketahui
: Kedudukan : N3250E/650
Slope ()
: 45
Dip ()
: 65

: 77 m
>
Ditanya
:t
=......?
Penyelesaian
:
65 o

45o
77 m

t = sin (180 - (+))


= 77 m sin (180 - (65+45))
= 77 m sin 70
= 77 m 0,939
= 72,303 m

Jadi, pada penggambaran pertama ini pada singkapan batubara dengan


kedudukan N3250E/650 dengan slope 450, tebal semu 77 m dan dip 65 0, diperoleh
tebal sebenarnya barubara 72,303 m
2.

Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

<
:t
:
25

55

: N2650E/250
: 55
: 25
: 86 m
=......?

86m

t = sin (+)
= 86 m sin (25+55)
= 86 m sin 80
= 86 m 0,985
= 84,71 m
Jadi, pada penggambaran kedua ini pada singkapan batubara dengan kedudukan
N2650E/250 dengan slope 550, tebal semu 86 m dan dip 25 0, diperoleh tebal
sebenarnya barubara 84,71 m
3.

Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()

=
:t
:
45

45

98 m

t=
t = 98 m

: N1250E/450
: 45
: 98 m
=......?

Jadi, pada penggambaran ketiga ini pada singkapan batubara dengan kedudukan
N1250E/450 dengan slope 450, tebal semu 98 m dan dip 45 0, diperoleh tebal
sebenarnya barubara 98 m
d.
1.

Kemiringan lereng/slope (00) dan (900)


Diketahui
: Kedudukan : N1350E/350
Slope ()
: 0
Dip ()
: 35

: 97 m
Ditanya
:t
=......?
Penyelesaian
:
97 m

35

t = sin
= 97 m sin 35
= 97 m 0,573
= 55,581 m
Jadi, pada penggambaran pertama ini pada singkapan batubara dengan
kedudukan N1350E/350 dengan slope 00, tebal semu 97 m dan dip 35 0, diperoleh
tebal sebenarnya barubara 55,581 m
2.

Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

:t
:

: N450E/750
: 0
: 75
: 45 m
=......?

45 m

75

t = sin +
= 45 m sin 75
= 45 m 0,966
= 43, 47 m

Jadi, pada penggambaran kedua ini pada singkapan batubara dengan kedudukan
N450E/750 dengan slope 00, tebal semu 45 m dan dip 75 0, diperoleh tebal
sebenarnya barubara 43,47 m.
3.

Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

:t
:

: N1750E/670
: 90
: 67
: 125 m
=......?

o
6 7

125m

t = sin (180- )
= 125 m sin (180 - 670 900)
= 125 m sin 0,391
= 48, 875 m
Jadi, pada penggambaran ketiga ini pada singkapan batubara dengan kedudukan
N1750E/670 dengan slope 900, tebal semu 125 m dan dip 67 0, diperoleh tebal
sebenarnya barubara 48, 875 m
e. Menghitung Volume
1. Diketahui
: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

Luas area
Ditanya
: V.Batubara
Penyelesaian
:

: N550E/450
: 0
: 45
: 94 m
: 100 x 100 m
=......?

94 m

6m

45

100 m

t = sin
= 94 m sin 45
= 94 m 0,707
= 66,458 m
d = m tan
= (100 - 94) m tan 45
=6m1
=6m
x = m2 + d2
= 6 2 + 62
= 72
= 8,485 m
v=pxlxt
= 100 m x 8,485 m x 66,458 m
= 56. 389,613 m3
2. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan : N1230E/350
Slope ()
: 0
Dip ()
: 35

: 64 m
Luas area
: 150 x 95 m
P.penyebaran : 150 m
: V.Batubara = . . . . . . ?
:

64 m

31 m

5
3

95 m

t = sin
= 64 m sin 35
= 64 m 0,573
= 36,708m
d = m tan
= (95 - 64) m tan 35
= 31 m 0,700
= 21,706 m
x = m2 + d2
= (31)2 + (21,706)2
= 961 + 471,150
= 1432,15
= 37,843m
v=pxlxt
= 150 m x 37,843m x 36,708m
= 224,551 m3
3. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan : N2250E/750
Slope ()
: 35
Dip ()
: 75

: 35 m
Luas area
: 99 x 78 m
P.penyebaran : 95 m
: V.Batubara = . . . . . . ?
:

99

75

35
35

t = sin (dip slope)


= 35 m sin (75 - 350)
= 35 m sin 400
= 35 m 0,642
= 22,497
d = m tan

4. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

= (78 - 35) m tan 40


= 43 m 0,893
= 36,081 m
x = m2 + d2
= (43)2 + (36,081)2
= 1849 + 1301,838
= 3150,838
= 56,132m
v=pxlxt
= 95 m x 56,132m x 22,497m
= 12501,358 m3
: Kedudukan : N3250E/750
Slope ()
: 23
Dip ()
: 75

: 72 m
Luas area
: 160 x 250 m
P.penyebaran : 250 m
: V.Batubara = . . . . . . ?
:

t = sin (dip slope)


= 72 m sin (75 - 23)

= 72 m sin 52
= 72 m 0,788
= 56,736 m
d = m tan
= (160 - 72) m tan 52
= 88 m 1,729
= 112,634 m
x = m2 + d2
= (88)2 + (112,634)2
= 7744 + 12686,417
= 20430,417
= 142,935m
v=pxlxt
= 250 m x 142,935m x 56,736m
= 2027390,04 m3
5. Diketahui

Ditanya
Penyelesaian

: Kedudukan
Slope ()
Dip ()

Luas area
: V.Batubara
:

: N1550E/450
: 45
: 45
: 94 m
: 300 x 150 m
=......?

t = = 94
d = m sin 45
= 56 m sin 45
= 56 m x 0,707
= 39,592 m
x = d cos 45
= 39,592 m x cos 45
= 39,592 m x 0,707
= 27,99 m
v=pxlxt
= 300 m x 94 m x 27,99 m
= 789,318 m3

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum secara langsung dan meyelesaikan laporan
kesimpulan yang diperoleh ialah:
1. Ketebalan adalah garis tegak lurus antara dua buah bidang sejajar yang
merupakan batas lapisan batuan. Sedangkan kedalaman adalah jarak vertikal dan
ketinggian tertentu (umumnya permukaan bumi) kearah bawah, terhadap satu
titik, garis atau bidang.
2. Menghitung ketebalan dan kedalaman dapat dilakukan dengan cara mengetahui
data-data lapangan seperti kedudukan, slope, dip serta ketebalan semu dari suatu
singkapan, dapat juga dihitung volume dari lapisan batuan tersebut.
5.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan ialah agar tidak melakukan praktikum
di ruangan yang tidak nyaman seperti di dekat toilet karena dapat mengangu proses
belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
Korps Asisten, 2015, Penuntun Geologi Struktur, Universitas Muslim Indonesia,
Makassar.
http://core.ac.uk/download/pdf/11703381.pdf
http://kartono.sttnas.ac.id/Geologi%20Struktur/14.%20KEDALAMAM%20DAN
%20KETEBALAN.pdf
http://ilmugeologistpertambangan.blogspot.co.id/2010/11/tebal-dankedalaman.html.pdf

Вам также может понравиться