Вы находитесь на странице: 1из 32

TUGAS STRATEGI BELAJAR

Hubungan Strategi Pembelajaran dengan


Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran
dan Evaluasi Hasil Belajar

DISUSUN OLEH KELOMPOK V

SURYANA SYUAIB (161051301061)


ADE ASHAR R.

JURUSAN BIOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman modern sekarang ini yang menuntut setiap manusia untuk
meningkatkan kemampuannya dalam segala bidang salah satunya adalah dalam
bidang pendidikan. Pendidikan adalah pintu gerbang setiap manusia untuk menuju
dalam pergerakan zaman yang globalisasi yang menuntut untuk bergerak cepat
menggunakan teknologi yang semakin modern dan semakin canggih. Dengan
pendidikan tentunya perubahan zaman dapat berkembang dngan baik menuju arah
yang positif. Meningkatkan sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan
dunia luar salah satunya adalah dengan pendidikan. Pendidikan tidak akan
berfungsi jika tidak diimbangi dengan sistem belajar yang baik. Maka dari itu
strategi belajar yang baik perlu dikembangkan oleh siswa dan guru dalam
mengajar.
Strategi belajar mengajar yang menunjang perkembangan pendidikan
atau yang dapat meningkatkan penguasaan materi peserta didik adalah yang
menekankan pada metode dan teknik pengajaran yang sesuai. Dalam menunjang
setiap pembelajaran, tentu saja tidak terlepas dari faktor pendukung dalam
pengguaan strategi pembelajaran tersebut. Dengan mengetahui berbagai faktor
pendukung atau faktor yang mempengaruhi strategi belajar mengajar tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas output dari proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran faktor yang sangat penting adalah keberadaan guru dan siswa.
Dimana hubungan antara guru dan siswa tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Kegiatan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kegiatan mengajar guru,
karena dalam proses pembelajaran guru tetap mempunyai suatu peran yang
penting dalam memberikan suatu ilmu kepada anak didiknya. Peserta didik pun
harus mempunyai strategi belajar sendiri agar apa yang disampaikan oleh guru
dapat terealisasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peserta didik

dapat mengaplikasikan apa yang diajarkan oleh guru. Faktor-faktor yang


mempengaruhi pemanfaatan strategi belajar mengajar harus dimengerti oleh guru
dan peserta didik. Sehingga pembelajaran dapat mencapai tujuan secara
maksimal.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari strategi pembelajaran?
2. Apakah pengertian dari tujuan pembelajaran?
3. Bagaimanakah hubungan antara strategi pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran?
4. Apakah pengertian dari materi pelajaran?
5. Bagaimnakah hubungan antara strategi pembelajaran dengan materi
pelajaran?
6. Apakah pengertian dari evaluasi hasil belajar?
7. Bagaimnakah hubungan antara strategi pembelajaran dengan evaluasi hasil
belajar?
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui pengertian dari strategi pembelajaran.
2. Mampu mengetahui tujuan pembelajaran.
3. Mampu mengetahui hubungan antara strategi pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran.
4. Mampu mengetahui pengertian dari materi pembelajaran.
5. Mampu mengetahui hubungan antara strategi pembelajaran dengan materi
pembelajaran.
6. Mampu mengetahui pengertian evaluasi hasil belajar.
7. Mampu mengetahui hubungan anatara strategi pembelajaran dengan
evaluasi hasil belajar.

BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang
diartikan sebagai cara pengguanaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan
suatu peperangan. Seorang yang berperan dalam mengatur strategi, untuk
memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan
menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari
kuantitas maupun kualitas; misalnya kemampuan setiap personal, jumlah dan
kekuatan persenjataan, motivasi pasukannya dan lain sebagainya. Selanjutnya, ia
juga akan mengumpulkan informasi tentang kekuatan lawan, baik jumlah
prajuritnya maupun keadaan persenjataannya. Setelah semuanya diketahui, baru
kemudian ia akan menyusun tindakan apa yang harus dilakukannya, baik tentang
siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik, dan tekhnik peperangan, maupun
waktu yang pas untuk melakukan suatu serangan dan lain sebagainya. Dengan
demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik
ke dalam maupun ke luar (Sanjaya, 2008).
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti ilmu perang
atau panglima perang. Berdasarkan pengertian ini maka strategi adalah suatu seni
merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau
siasat berperang, angkatan darat atau laut. Strategia dapat pula diartikan sebagai
suatu keterampilan mengatur suatu kejadian atau peristiwa. Secara umum sering
dikemukakakan bahwa strategi merupakan suatu tekhnik yang digunakan untuk
mencapai suatu tujuan (Iskandarwassid, 2009).
Menurut Poerwadarminta, Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata
instruction yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau intruere yang berarti
menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan
pikiran

atau

ide

yang

telah

diolah

secara

bermakna melalui

pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku


perubahan. Muhammad Surya memberikan pengertian pembelajaran ialah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian ini lebih menekankan kepada


murid (individu) sebagai pelaku perubahan. Strategi pembelajaran adalah suatu
rencana yang dilaksanakan pendidik (guru) untuk mengoptimalkan potensi peserta
didik agar siswa terlibat aktif dan mencapai hasil seperti yang diharapkan
(Moedjiono, 1991).
Hal ini dapat disimpulkan strategi digunakan untuk memeperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan
strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976). Jadi dengan demikian
strategi pembelajran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama,
strategi pembelajaran merupakan rancangan tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk rancangan penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai suber daya/
kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai
pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua,
strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian,
penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan
sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab
itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas, yang dapat
diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu
strategi. Tidak semua tujuan dapat dicapai hanya dengan satu strategi saja
(Sanjaya, 2008).
Kemp (1995) dalam Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada
dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) dalam Sanjaya (2008) juga
menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.

Strategi pembelajaran meliputi kegiatan atau pemakaian tekhnik yang


dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, samapai
ke tahap evaluasi, serta program tinbdak lanjut yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu pengajaran. Sedangkan yang
dimaksud

dengan

kemampuan

mengelola

proses

pembelajaran

adalah

kesanggupan atau kecakapan para pengajar dalam menciptakan suasana


komunikasi yang edukatif antara pengajar dengan peserta didik yang mencakup
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Semuanya berlangsung dalam upaya
mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan
tindak lanjutnya agar tercapai tujuan pengajaran (Iskandarwassid, 2009).
Subyantoro dkk (2004) dalam Iskandarwassid (2009) mengukngkapkan
jenis-jenis utama strategi belajar dilihat dari karakteristik belajar setiap individu
yang terbagi atas:
a. Strategi Mengulang
Strategi mengulang terdiri atas mengulang sederhana dan mengulang
kompleks. Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekadar membaca
ulang materi tertentu dan hanya untuk menghapal saja. Sedangkan penyerapan
bahan belajar yang lebih kompkleks memerlukan strategi mengulang kompleks.
Menggaris bawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan
kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari kegiatan
mengulang kompleks.
b. Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi
baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi pengkodean lebih
mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu
pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke
jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi
baru dengan yang pernah ada.
c. Strategi Organisasi
Strategi organisasi

membantu

pelaku

belajara

meningkatkan

kebermaknaan baha-banhan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi


organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi bagian
yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengidentifikasi ide-ide

atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Bentuk strategi
organisasi adalah outlining, yakni membuat garis besar.
d. Strategi Metakognitif
Mentakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik tentang
berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan strategi belajar dengan
tepat. Metakognisi memiliki dua komponen, yakni pengalaman tentang kognisi
dan

mekanisme

pengendalian

atatu

monitoring

kognisi.

Metakognisi

mementingkan learning how to learn, yaitu belajar bagaimana belajar.


2. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi
dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan (Mudjiono, 2006).
Henry Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah
pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Menurut Standar Proses
pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan
proses dan hasil belajaran yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai
dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses
belajar dan hasil akhir belajar pada suatu kompetensi dasar. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat diuraikan jika tujuan pembelajaran adalah tercapainya
perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yaitu
perubahan perilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar dan tujuan tersebut dirumuskan dalam
bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik bahwa perumusan tujuan
pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara
tertulis (written plan) (Hamalik, 2001).

Menurut Sanjaya (2006), ada beberapa alas an mengapa tujuan perlu


dirumuskan dalam merancang suatu program pembleajaran, sebagai berikut:
a. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
keberhasilan proses pembelajaran. Suatu peruses p[embelajaran dikatakan
berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan
itu merupakan indicator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran.
b. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan
kegioatan belajar siswa. Tujuan yang dan tepat dapat membimbing siswa dalam
melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan itu guru juga dapat
merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan
untuk membantu siswa belajar.
c. Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain system pembelajaran.
Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan
materi pelajaran, metode, atau strategi pembelajaran, alat, media, dan sumber
belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat
keberhasilan belajar siswa.
d. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai control dalam menentukan
batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru
bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan
sesuai dengan tujuan dantuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan
tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
Dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional ditetapkan pada pasal 4 dalam Undang-undang tersebut, bahwa
Pendidikan

Nasional

bertujuan

mencerdaskan

kehidupan

bangsa

dan

mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa


terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (Nuryani, 2005).
Tujuan pendidikan nasional seperti dikutip di atas merupakan tujuan
yang sangat umum dan luas. Untuk dapat mencapainya tentu saja tujuan tersebut
perlu dijabarkan, dirinci dan dirumuskan agar dapat bersifat operasional. Menurut
Arikunto (2009) mengemukakan,

dengan demikian maka tujuan pendidikan

nasional memiliki fungsi sebagai frame of reference untuk selanjutnya dijabarkan


menjadi tujuan instruksional. Semua lembaga (institusi) pendidikan sesuai dengan
jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang diembannya, masing-masing memiliki
tujuan pendidikannya, yang semuanya mengacu dan mendukung ketercapaian
tujuan pendidikan nasional tersebut. Hal ini tertuang dalam tujuan pendidikan
masing-masing lembaga tersebut dan dikenal sebagai tujuan pendidikan lembaga
atau tujuan pendidikan institusional, disingkat tujuan institusional. Penjabaran
tujuan institusional tersebut dikenal dengan tujuan kurikuler, yang tertulis dalam
tujuan setiap mata pelajaran. Selanjutnya, tujuan kurikuler mata pelajaran
dijabarkan lagi dalam beberapa tujuan pembelajaran umum untuk setiap kelas,
dan tujuan pembelajaran umum dijabarkan lagi menjadi tujuan pembelajaran
khusus (Nuryani, 2005).
TPN adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran
akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap
lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusann itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum
biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan
hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintan dalam bentuk
undan-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman usaha penyelenggaraan
pendidikan (Sanjaya, 2006).
Menurut Arikunto (2009), untuk dapat memenuhi harapan dicapainya
penguasaan terhadap program kurikuler ini, dirumuskanlah suatu tujuan yang
disebut tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang dirumuskan untuk
masing-masing bidang studi. Sebegitu jauh pembicaraan tentang tujuan ini,
apabila digambarkan dalam bentuk bagan akan terlihat sperti berikut ini.

T. Kur. T. Kur.

TI
T. Kur.

T. Kur.

T. Kur.

T. Kur.

T. Kur. T. Kur. T. Kur. T. Kur.

: Tujuan Institusional
: Tujuan Kurikuler

Bagan 2.1. Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional dan


Tujuan Kurikuler.
a. Menurut Sanjaya (2006), tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai
oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini dapat
didefenisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah
mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu lembaga
pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam kompetensi lulusan setiap
jenjang pendidikan. Sedangkan menurut Arikunto (2009), tujuan institusional
adalah tujuan dari masing-masing institusi atau lembaga. Misalnya tujuan
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan sebagainya yang masingmasing sudah dicanangkan sesuai harapan lulusannya.

b. Menurut Arikunto (2009), tujuan kurikuler adalah tujuan dari masing-masing


bidang studi. Miaslnya tujuan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial dan sebagainya, yang akan berbeda dari satu bidang studi
ke bidang studi lain, dan juga dari tingkat institusi yang satu ke tingkat institusi
yang lain. Sanjaya (2006), tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai
oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler
dapat didefenisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah
mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga
pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara
untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan
kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional.
c. Tiap-tiap tujuan, baik institusional maupun tujuan kurikuler selalu merupakan
sumbangan bagi tercapainya tujuan umum, yakni tujuan pendidikan nasional.
d. Tujuan Instruksional (Instruksional Objectives)
Materi sesuatu bidang studi tidak mungkin menjadi milik kita, tanpa
dipelajari terlebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh oleh guru.
Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi
belajar-mengajar atau pengajaran (instruksional). Dari perkataan pengajaran atau
instruksional inilah maka timbul istilah tujuan instruksional, yaitu tujuan yang
menggambarkan pengetahuan kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus
dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam
bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur (Soemarsono,
1978).
Menurut Arikunto (2009), ada 2 macam tujuan instruksional yaitu Tujuan
Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Pembedaan
atas 2 macam tujuan ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan dicapai,
sehingga apabila dibagankan akan terlihat seperti di bawah ini ini:

Bagan 2.2. Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus.


Menurut Arikunto (2009), di dalam merumuskan tujuan instruksional
harus diusahakan agar tampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu terjadi adanya
perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan intelektual, sikap/minat
maupun keterampilan yang oleh Bloom dan kawan-kawannya dikenal sebagai
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Menurut Soemarsono (1978),
tujuan instruksional umum adalah pernyataan umum tentang tujuan yang hendak
dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Karena rumusannya bersifat umum, TIU
masih belum dapat membantu guru menentukan strategi pembelajaran. Tujuan
instruksional khusus merupakan pernyataan yang jelas dan lebih spesifik tentang
tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan pembelajaran. TIK dirumuskan
dengan mengacu kepada TIU yang telah ada dalam GBPP (Garis-garis Besar
Program Pembelajaran).
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau yang
disebut juga dengan tujuan instruksional, merupakan tujuan yang paling khusus.
Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler dapat
didefenisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah
mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk
memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran di suatu
sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajarn ini adalah tugas guru. Sebelum

guru melakukan proses belajar mengajar, perlu merumuskan tujuan pembelajaran


yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Bagaiman hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai
tujuan khusus dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 2.3. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan.


Bagan tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional yang
merupakan sasaran akhir dari proses pendidikan, melahirkan tujaun-tujuan
institusional atau tujuan lembaga pendidikan. Tujuan lembaga pendidikan itu
selanjutnya dijabarkan ke dalam beberapa tujuan kurikuler atau tujuan bidang
studi, dan kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan pembelajaran, atau tujuan
yang harus dicapai dalam satu kali pertemuan (Sanjaya, 2006).
Rumusan tujuan instruksional khusus yang lengkap mencangkup ABCD
(audience, behaviour, condition, dan degree). Tiga aspek pertama diperlukan
untuk membatasi rumusan yang lebih operasional. Rumusan tujuan pembelajaran
mengandung dua aspek, yaitu aspek konsep dikenal sebagai tujuan konsep,
sedangkan tujuan yang terutama mengungkap aspek proses dinamakan tujuan
proses. Tingkah laku hasil belajar (behavior), dinyatakan dalam bentuk kata kerja
operasional, artinya kata kerja yang harus dapat dilakukan oleh siswa (workable),
dapat diamati (observable) oleh guru atau penilai dan harus dapat diukur tingkat
keberhasilannya.

Kata

kerja

operasional

yang

dapat

digunakan

dalam

merumuskan TIK berdasarkan taksonomi Ranah (domein) Cognitive-C, Affektive-

A, dan Psychomotor-P serta relevansinya dengan pengembangan keterampilan


proses sains. Ranah Cognitive-C meliputi tingkatan menghafal (C1), memahami
(C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta
(C6). Ranah

Affektive-A meliputi jenjang kemampuan menerima (A1),

menanggapi (A2), keyakinan (A3), mengorganisasi (A4), dan menyatakan (A5).


Ranah Psychomotor-P meliputi jenjang peniruan/imitasi (P1), memanipulasi (P2),
ketepatan (P3), artikulasi (P4), dan pengalamiahan (P5) (Nuryani, 2005).
3. Hubungan Antara Strategi Belajar Dengan Tujuan Pembelajaran
Tujuan yang ingin dicapai merupakan salah satu yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan strategi pembelajaran. Pertimbangan ini
merupakan pertimbangan pertama yang harus kita perhatikan. Apabila kita
analogikan dengan sistem tubuh manusia, tujuan itu adalah jantungnya. Adakah
manusia yang hidup tanpa jantung? Demikian juga dengan pembelajaran. Tidak
mungkin ada proses pembelajaran tanpa tujuan. Semakin kompleks tujuan yang
ingin dicapai maka semakin rumit juga strategi pembelajaran yang harus
dirancang, strategi dirancang tiada lain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(Sanjaya, 2008).
Kemp (1995) dalam Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan
sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab
itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas, yang dapat
diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu
strategi. Tidak semua tujuan dapat dicapai hanya dengan satu strategi saja
(Sanjaya, 2008).
Seorang guru dalam memilih dan menetapkan strategi pembelajaran tidak
lepas dari tujuan pembelajaran karena tujuan pembelajaran merupakan awal dan
muara dari kegiatan pembelajaran itu sendiri. Guru professional harus dapat
merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat
diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah

mengikuti pelajaran. Ada dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan
guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta
bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku; dengan
menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan
menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah
seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah
psikomotor (Moedjiono, 1991).
4. Pengertian Materi Pelajaran
Setelah menetapkan tujuan, langkah berikutnya yang harus dilakukan
guru adalah memilih materi pelajaran yang sesuai. Materi pelajaran merupakan
salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam suatu program pengajaran
karena materi pelajaran merupakan dasar pijakan bagi pencapaian tujuan-tujuan
dalam pembelajaran. Setiap materi pelajaran mengandung bukan hanya
mengembangkan aspek-aspek kognitif saja, tetapi juga aspek psikomotor dan
afektif yang mengarah kepada sistem pendidikan nilai dan moral. Untuk
mengukur tingkat pencapaian penguasaan materi pelajaran ini diperlukan
pedoman sehingga penilaiannya pun dapat mencakup ketiga aspek pendidikan
tersebut. Dalam pembelajaran ini tentu diperlukan suatu proses kegiatan belajar
yang melibatkan unsur siswa dan guru maupun sarana pembelajarannya (Nuryani,
2005). Dengan demikian keterkaitan komponen materi pelajaran dengan proses
belajar mengajar (PBM), dan penilaian dapat dirumuskan dalam bagan di bawah
ini.

Bagan 2.4. Keterkaitan Materi, PBM dan Penilaian.

Materi pelajaran yang tercantum dalam Garis-garis Program Pengajaran


(GBPP), kurikulum adalah materi yang harus dikuasai secara minimal oleh siswa,
sehingga seyogyanya pengetahuan guru harus lebih dalam lagi dari hal tersebut.
Sumber utama dari materi pelajaran adalah buku sumber. Oleh karena itu
idealnya, buku sumber untuk setiap mata pelajaran yang disiapkan untuk wacana
siswa adalah berbeda dengan untuk wacana gurunya, mengingat target
penguasaan kedalamannnya adalah berbeda pula. Dalam sajian materi pelajaran
dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum yang
melahirkan suatu teori. Masalahnya adalah bagaimana wacana pengetahuan yang
menjadi materi pelajaran pelajaran bagi siswa ini diorganisasikan, yaitu
bagaimana fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum
dikemas menjadi suatu teori atau mata pelajaran sebagai wacana bagi siswa?
(Nuryani, 2005).
Pengorganisasian

atau

pengemasan

materi

pelajaran

sangat

mempengaruhi jenis proses pembelajaran yang akan terselenggarakan. Materi


pelajaran yang disajikan secara asal-asalan menjadi wacana bagi siswa akan
berbeda daya serap pemahamannya dengan wacana yang diorganisasikan
berdasarkan asas-asas pedagogi sendiri dalam sajian materi pelajarannnya, yang
dikenal oleh Nelson Siregar (1999) dengan istilah pedagogi materi-subjek
(Nuryani, 2005).
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa Materi pembelajaran
(instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari
keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran
dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya,
materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang
benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar,serta tercapainya indikator. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin
untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan

kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan


materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment)
terhadap materi pembelajaran. Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya
guna dan berhasil guna, dituntut memahami berbagai aspek yang berkaitan
dengan pengembangan materi pembelajaran, baik berkaitan dengan hakikat,
fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan materi serta mengukur
efektivitas persiapan tersebut. (Zahara, 1995).
Materi pembelajaran mengacu pada kurikulum persekolahan yang
berlaku. Materi pembelajaran yang termuat dalam kurikulum merupakan materi
esensial dalam suatu ilmu yang harus dimiliki oleh siswa. Kaharmi (2000) dalam
Komalasari (2011) mengemukakan beberapa criteria materi esensial dari suatu
ilmu yang dimuat ke dalam kurikulum sekolah, antara lain: (1) materi yang
mengungkapkan gagasan kunci dari ilmu, (2) materi sebagai struktur pokok suatu
mata pelajaran, (3) materi menerapkan penggunaan metode Iinquiry secara tepat
pada setiap mata pelajaran, (4) konsep dan prinsip memuat pandangan global
secara luas dan lengkap terhadap dunia, (5) keseimbangan antara materi teoritis
dengan materi praktis, dan (6) materi yang mendorong daya imajinasi peserta
didik.
Komalasari (2011) mengemukakan

materi dan kurikulum perlu

dikembangkan dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa dalam


mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Terdapat lima jenis materi
pembelajaran, yaitu:
a. Materi fakta: segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi
nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambing, nama tempat, nama orang, nama
bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Fakta merupakan semua
pengetahuan yang telah diketahui oleh manusia, tetapi belum terorganisasikan
secara sistematis. Dalam suatu fakta terdapat konsep-konsep dan prinsipprinsip yang digunakan untuk menguraikan suatu kejadian, bahkan mungkin
dikemukakan hokum-hukum yang melahirkan suatu teori.

b. Materi konsep: segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa


timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi defenisi, pengertian, ciri khusus,
hakikat, inti/isi, dan sebagainya.
c. Materi prinsip: berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting,
meliputi dalil, rumus, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan
implikasi sebab-akibat.
d. Materi prosedur: meliputi langkah-langkah secara sistematis atau berurutan
dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu system.
e. Sikap atau nilai: merupakan hasil belajar aspek afektif, misalnya nilai
kejujuran, kasih saying, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan
bekerja, dsb.
Komalasari (2011), berikut ini gambaran tuntutan pembelajaran
berdasarkan kelima jenis materi pembelajaran tersebut.
Tabel 2.1. Klasifikasi Materi Pembelajaran Menjadi Fakta, Konsep, Prinsip,
dan Prosedur
Jenis Materi Pelajaran
Fakta
Konsep

Tuntutan Pembelajaran
Menyebutkan nama, kapan, berapa, dimana
Mendefenisi, mengidentifikasi, mengklasifikasi,
menyebutkan cirri-ciri.
Pemahaman dan penerapan dalil, hukum, atau

Prinsip
Prosedur
Sikap atau nilai

rumus, hipotesis, hubungan antarvariabel.


Pembuatan bagan arus (flowchart), langkahlangkah mengerjakan secara urut.
Bersikap dan berprilaku jujur, kasih saying, tolongmenolong, semangat belajar, kemandirian, dsb.

Materi pembelajaran hendaknya dikembangkan menjadi suatu ilmu


pengetahuan bagi peserta didik. Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) memiliki sifat-sifat atau ciri kebenaran ilmiah, yaitu: (1) objektif; (2)
koheren; (3) dapat dipercaya; (4) sahih (valid); (5) akurat; (6) memiliki
generalisasi, formula, hukum, dali; (7) dapat melakukan prediksi yang umunya
terbukti (Komalasari, 2011).
Kebenaran ilmu pengetahuan dalam materi pembelajaran yang akan
dibelajarkan hendaknya mengikuti alur struktur batang tubuh ilmu (a body of

knowledge) dalam tingkatan ilmu levels of knowledge sebagai hasil peneltian


dengan metode ilmiah tentang suatu pokok permasalahan tertentu (subject metter),
yaitu: fakta, konsep, generalisasi dan teori (Komalasari, 2011).

Bagan 2.5. Levels of Knowledge


(Diadopsi dari Woolever (1987) dalam Komalasari (2011))
Woolever (1987) dalam Komalasari (2011), menjelaskan tentang gambar
ini bahwa tingkat ilmu yang terbawah adalah fakta, dimana fakta didefenisikan A
fact is a true statement about specific people, things, events, or ideas in the social
or physical world. Fakta adalah sebuah pernyataan yang benar tentang manusia
yang spesifik, benda, kejadian, atau pendapat dalam dunia fisik atau social.
Konsep didefenisikan a concept is a word or pharase that us used to label a
group of similar people, things, events or ideas. Konsep adalah sebuah kata atau
ungkapan yang digunakan untuk label sebuah kelompok manusia, benda,
kejadian, atau pendapat yang serupa. Kemudian generalisasi merupakan tingkatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan fakta dan konsep, generalisasi
didefenisikan a generalization is a statement of relationships between two or
more concepts or facts. Generalisasi adalah sebuah pernyataan hubungan antara
dua atau lebih konsep atau fakta. Sementara teori, merupakan tingkat yang
tertinggi dalam tingkat ilmu pengetahuan, teori didefenisikan a theory is a set of

interrelated definitions, facts, concepts, and generalization that provides a


systematic view of wide range of phenomena by stating relationship among
variables and by explaining and predictimg phenomena. Teori adalah
sekumpulan antarhubungan defenisi, fakta, konsep, generalisasi, yang terdiri atas
suatu pendapat yang sistematik melalui tingkat kedalaman fenomena yang tetap
berhubungan antara variable dan penjelasan serta prediksi fenomena. Berdasarkan
struktur batang tubuh ilmu, maka proses pengembangan materi pembelajaran
dapat digambarkan dalam gambar berikut ini:

Bagan 2.6. Proses Pemilihan Materi Pembelajaran


Menuurut Nuryani (2005), Analisis Materi Pelajaran (AMP) adalah salah
satu bagian dari rencana kegiatan pembelajaran yang berhubungan erat dengan
materi pelajaran dan strategi penyajiannya. AMP adalah hasil kegiatan yang
berlangsung sejak seorang guru mulai meneliti isi GBPP, lalu mengkaji materi dan
menjabarkannya serta mempertimbangkan penyajiannya. Kegiatan AMP adalah
selain melakukan kegiatan pemilihan materi pelajaran yang dianggap memiliki
power (kekuatan) atau materi esensial, dan juga memikirkan bagaimana terjadinya

pemerolehan konsep sehingga mudah diserap dan dipahami siswa. Oleh karena itu
sasaran AMP dan komponen utamanya mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Terjabarkannya konsep menjadi sub-subkonsep


Terpilihnya metode yang efektif dan efisien
Terpilihnya sarana pembelajaran yang paling cocok
Tersedianya alokasi waktu sesuai dengan lingkup materi (kedalaman/keluasan
materi).

5. Hubungan Antara Strategi Pembelajaran Dengan Materi Pelajaran


Materi atau pengalaman belajar merupakan perimbangan kedua yang
harus kita perhatikan. Materi pelajaran yang sederhana misalnya, materi pelajaran
berupa data yang harus dihafal, maka pengalaman belajar pun cukup sederhana
pula, barangkali siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, mencatat dan
menghafalnya. Dengan demikian, maka strategi yang dirancangpun sederhana
pula. Berbeda manakala materi pelajaran berupa generalisasi, teori atau mungkin
keterampilan, maka pengalaman belajarpun harus dirancang sedemikian rupa
sehingga materi pelajaran dan pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan (Sanjaya, 2008).
Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran
secara keseluruhan memegang peranan penting. Pada bagian ini guru diharapkan
dapat menarik minat peserta didik atas materi pelajaran yang akan disampaikan.
Kegiatan

pendahuluan

yang

disampaikan

dengan

menarik

akan

dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Cara guru memperkenalkan materi


pelajaran melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara
guru meyakinkan apa manfaat memelajari pokok bahasan tertentu akan sangat
mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Persoalan motivasi ekstrinsik ini
menjadi sangat penting bagi peserta

didik yang belum dewasa, sedangkan

motivasi intrinsik sangat penting bagi peserta didik yang lebih dewasa karena
kelompok ini lebih menyadari pentingnya kewajiban belajar serta manfaatnya
bagi mereka. Melakukan apersepsi, berupa kegiatan yang merupaka n jembatan
antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
Tunjukkan pada peserta didik tentang eratnya hubungan antara pengetahuan yang
telah mereka milik i dengan pengetahuan yang akan dipelajari (Sunhaji, 2008).

Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan yang


paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan
salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan
pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar
maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti. Guru yang
mampu menyampaikan informasi dengan baik, tetapi tidak melakukan kegiatan
pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam kegiatan
pembelajaran selanjutnya (Sunhaji, 2008).
Dalam kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan
kondisi yang dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat
ditangkap oleh peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi
(Sunhaji, 2008).
a. Urutan Penyampaian
Urutan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola yang
tepat. Urutan materi yang diberikan berdasarkan tahapan berpikir dari hal-hal
yang bersifat konkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari hal-hal yang
sederhana atau mudah dilakukan ke hal-hal yang lebih kompleks atau sulit
dilakukan. Selain itu, perlu juga diperhatikan apakah suatu materi harus
disampaikan secara berurutan atau boleh melompat-lompat atau dibolak-balik,
misalnya dari teori ke praktik atau dari praktik ke teori (Sunhaji, 2008).
b. Ruang Lingkup yang Disampaikan
Besar kecilnya materi yang disampaikan atau ruang lingkup materi
sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang
dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan
tujuan pembelajaran. ApabilaTPK berisi muatan tentang fakta maka ruang
lingkupnya lebih kecil dibandingkan dengan TPK yang berisi muatan tentang
suatu prosedur. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan
besar kecilnya materi adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan
bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu kesatuan yang bermakna apabila
dipelajari secara ke seluruhan, dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagianbagian kecil tadi (Sunhaji, 2008).
c. Materi yang Akan Disampaikan

Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang


berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi
pendapat, ide,saran, atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merril (1977) membedakan
isi pelajaran m enjadi 4 jenis, yaitu fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Dalam isi
pelajaran ini terlihat masing-masing jenis pelajaran sudah pasti memerlukan
strategi penyampaian yang berbeda-beda (Sunhaji, 2008).
Tujuan pembelajaran terdapat dalam GBPP kurikulum, sedangkan untuk
merumuskan Tujuan Intruksional Khusus (TIK) harus disusun oleh guru sesuai
ruang lingkup materi pelajaran yang dipayungi oleh tujuan pembelajarannya. TPK
harus merujuk kepada Tujuan Intruksional Umum (TIU) yang telah dirumuskan
dalam GBPP Kurikulum, dan juga merujuk kepada Tujuan Pendidikan Nasional.
Dalam pembahasan tujuan pendidikan, terutama penetapan TIK sedikitnya
memenuhi empat criteria (ABCD), yaitu menentukan subjek (A= Audience) yang
akan dievaluasi, perilaku subjek (B= Behaviour), jenis kegiatan yang mesti
dialami oleh subjek (C= Condition), dan tingkat pencapaian penguasaan materi
pelajaran (D= Degree). TIK yang memenuhi unsure ABCD ini disebut TIK
operasional (Nuryani, 2005).
Berdasarkan sistem belajar tuntas, kriteria untuk merumuskan TIK adalah
menunjukkan sedikitnya 85% penguasaan materi pelajaran yang diberikan. Dalam
hal, materi pelajaran membantu dalam penetapan TIK, yaitu dalam pendekatan
sistem instruksional adalah merumuskan TIK bukan ditentukan oleh uraian materi
pelajaran, melainkan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang sudah
ditentukan. Tugas guru adalah merencanakan dengan APA agar tujuan
pembelajaran IPA-Biologi yang telah ditetapkan dalam GBPP kurikulum dapat
tercapai. Uraian tentang sub-subkonsep dalam GBPP dijadikan standar ruang
lingkup untuk merumuskan TIK, karena dengan pemberian materi pelajaran pada
pelaksanaannya untuk mencapai TIK (Nuryani, 2005).
Dalam kegiatan belajar mengajarnya atau pemberian materi pelajaran
tersebut perlu dipikirkan bagaimana kosep-konsep disajikan menjadi fakta-fakta
yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memproses sesuatu yang
dipelajarinya dalam bentuk tingkah laku belajar. Dalam kegiatan pembelajaran

inilah siswa dipacu untuk mengembangkan berbagai ranah dan keterampilan


proses sehingga diperoleh konsep-konsepnya. Kemampuan-kemampuan siswa
dalam memperoleh pengalaman belajar perlu dievaluasi sampai sejauhmana
tingkat keberhasilan belajarnya, baik dalam hal peningkatan pengetahuannya,
keterampilannya, maupun perubahan sikapnya. Perubahan tingkah laku pada
siswa yang diharapkan adalah berupa peningkatan hasil belajar atau prestasi, sikap
nilai, dan moral dan sebagainya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Akhirnya hasil evaluasi belajar ini berupa prestasi, sikap, nilai yang
sudah dicapai dalam pembelajaran saat itu berguna untuk menentukan program
tindak lanjutnya (Nuryani, 2005).
6. Evaluasi
Menurut Sahabuddin (2007), evaluasi adalah perkiraan pertumbuhan dan
perkembangan siswa menuju tujuan atau nilai dalam kurikulum, perkiraan sampai
sejauh manakah peserta didik itu maju kearah tujuan yang harus dicapai. Evaluasi
juga berarti penentuan sejauh mana sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.
Menurut Arikunto (2010), evaluasi berarti menilai namun dilakukan dengan
mengukur terlebih dahulu. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat
diketahui dengan mengadakan evaluasi hasil belajar. Evaluasi adalah proses
sistematis yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan seluruh subjek belajar
yang menempuh suatu program pembelajaran serta berfungsi memberi gambaran
mengenai instrument evaluasi yang digunakan proses pembelajaran.
Evaluasi pendidikan ialah taraf pelaksanaan yang di dalamnya guru
memeriksa dan memberi penilaian terhadap bahan pengetahuan dan kecakapan
yang telah dianjurkan kepada siswa. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui
kemajuan atau prestasi belajar siswa dan mengetahui tingkat efesiensi metode
penyajian pengajaran. Dalam pendidikan, kita mengenal evaluasi produk dan
evaluasi proses. Evaluasi produk adalah evaluasi terhadap hasil yang diperoleh
siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar., yang memusatkan perhatian
produk atau efek yang dihasilkan oleh siswa sesuai dengan tujuan instruksional
yang seharusnya dicapai. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap proses belajar

mengajar, yang memusatkan perhatian pada komponen-komponen proses belajar


mengajar itu sendiri (Sahabuddin, 2007).
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi yaitu adanya
triangulasi atau hubungan erat antara tiga komponen yaitu tujuan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran atau KBM dan evaluasi. Adapun penjelasan hubungan
ketiga komponen tersebut yaitu: (1) Hubungan antara tujuan dengan KBM:
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana pembelajaran
disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah
pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga
mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan
pemikirannya ke KBM. (2) Hubungan antara tujuan dengan evaluasi: Evaluasi
adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah
tercapai, begitu juga dalam menyusun alat evaluasi mengacu pada tujuan yang
sudah dirumuskan. (3) Hubungan antara KBM dengan evaluasi: Selain mengacu
pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang
dilaksanakan (Arikunto, 2010).
Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
Tujuan
KBM Gambar 2.1. Bagan Triangulasi
Evaluasi
(Arikunto, 2010)
Kegiatan

belajar

mengajar

yang

dirancang

dalam

bentuk

rencana

pembelajaran disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan antara keduanya
mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi
juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan
pemikirannnya ke KBM. Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk
mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka
anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Disisi lain, jika dilihat dari
langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah

dirumuskan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau
disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar
mengajar dilakukan oleh guru dengan menitik beratkan pada keterampilan,
evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukan hanya aspek
pengetahuan (Arikunto, 2010).
Evaluasi umumnya dilakukan dalam bentuk tes. Oleh sebab itu, syarat-syarat
evaluasi yang baik adalah syarat-syarat tes yang baik. Syarat-syarat itu meliputi
hal berikut : (a) Harus taat asas: Suatu evaluasi adalah reliabel bila memiliki
konsistensi atau taat asas artinya evaluasi itu sama dengan dirinya sendiri. Jika
suatu evaluasi diberikan kepada sekelompok subjek sekarang, kemudian diberikan
ke subjek yang sama pada kesempatan lain, hasilnya sama atau hampir sama,
evaluasi itu memiliki ketaatasasan yang tinggi. Untuk menyelidiki ketaatasasan
suatu evaluasi digunakan teknik korelasi. Hasil evaluasi pertama dikorelasikan
dengan hasil evaluasi kedua. (b) Harus Valid: Suatu evaluasi adalah valid jika
evaluasi itu mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya tes matematika.
Untuk menyelidiki validitas suatu evaluasi, biasanya hasil evaluasi yang sedang
diselidiki validitasnya, dibandingkan dengan hasil evaluasi yang dianggap sudah
baik. Bila korelasinya tinggi berarti evaluasi itu memiliki validitas yang tinggi,
demikian pula sebaliknya. (c) Harus Objektif: Objektifitas adalah suatu faktor
yang sangat mempengaruhi validitas dan ketaatasasan suatu evaluasi. Ada dua
aspek objektifitas yaitu yang berhubungan dengan skor tes dan yang berhubungan
dengan penafsiran skor tes tersebut. (d) Harus diskriminatif: Suatu evaluasi
bersifat diskriminatif/membedakan jika disusun sedemikian rupa sehingga dapat
menunjukkan perbedaan yang kecil sekalipun. Makin baik suatu evaluasi, makin
dapat ia menunjukkan perbedaannya.

Tingkat diskriminatif suatu evaluasi

biasanya didasarkan pada penyelidikan mengenai daya pembeda dari evaluasi


yang

bersangkuta.

(e)

Harus

komprehensif:

Suatu

evaluasi

dikatakan

komprehensif jika evaluasi itu mencakup segala persoalan yang harus diselidiki.
Evaluasi harus dapat memberi informasi mengenai seluruh bahan yang telah
diajarkan bukan hanya sebagian saja. (f) Harus mudah digunakan: Suatu evaluasi
harus praktis, mudah digunakan, dan sedapat mungkin tidak membingungkan para

pemakai. Jika syarat-syarat yang dikemukakan telah dipenuhi oleh suatu evaluasi
maka penggunaannya akan memperoleh kemudahan (Sahabuddin, 2007).
7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Untuk mengevaluasi hasil belajar siswa yang
diharapkan, diperlukan tujuan yang bersifat operasional yaitu tujuan berupa
tingkah laku yang dapat dikerjakan dan diukur. Tujuan berkaitan dengan sifat
secara operasional dan tujuan pembelajaran khusus (Subiyanto, 1988).
Menurut Gunawan dan Anggarini (2010), taksonomi bloom yang telah
direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yaitu sebagai berikut
.
a) Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari
memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun
yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan
penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan
pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat
meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali
berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan
hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan
memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan
pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat (Gunawan dan Anggarini, 2010).
b) Memahami/mengerti (Understand)
Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari
berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti
berkaitan

dengan

aktivitas

mengklasifikasikan

(classification)

dan

membandingkan (comparing). Membandingkan merujuk pada identifikasi


persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan,

atau situasi. Membandingkan dengan proses kognitif menemukan satu persatu


ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan (Gunawan dan Anggarini, 2010).
c) Menerapkan (Apply)
Menerapkan
mempergunakan

menunjuk
suatu

pada

prosedur

proses
untuk

kognitif

memanfaatkan

melaksanakan

percobaan

atau
atau

menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi pengetahuan


prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan
prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menjalankan
prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah dan
melaksanakan percobaan dimana siswa sudah mengetahui informasi tersebut dan
mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan
(Gunawan dan Anggarini, 2010).
d) Menganalisis (Analyze)
Menganalisis

merupakan

memecahkan

suatu

permasalahan

dengan

memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiaptiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat
menimbulkan

permasalahan.

Kemampuan

menganalisis

merupakan

jenis

kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah.


Berbagai mata pelajaran menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis
dengan baik. Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis
sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain
seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar
mengarahkan

siswa

untuk

mampu

membedakan

fakta

dan

pendapat,

menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung. Menganalisis


berkaitan

dengan

proses

kognitif

memberi

atribut

(attributeing)

mengorganisasikan (organizing) (Gunawan dan Anggarini, 2010).


e) Mengevaluasi (Evaluate)

dan

Evaluasi

berkaitan

dengan

proses

kognitif

memberikan

penilaian

berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau
standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa
kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu
diketahui

bahwa

tidak

semua

kegiatan

penilaian

merupakan

dimensi

mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan


penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang
merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika
standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan
dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka
apa yang dilakukan siswa merupakan kegiatan evaluasi. Evaluasi meliputi
mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek mengarah pada
kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi
atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan
mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan sejauh
mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian
suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal.
Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian
dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan
penilaian menggunakan standar ini (Gunawan dan Anggarini, 2010).
f) Menciptakan (Create)
Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara
bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa
untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur
menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat
berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya.
Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara
total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan
meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi (producing).

Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan permasalahan dan


penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan
dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi
mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan
(Gunawan dan Anggarini, 2010).

BAB III
Penutup

Kesimpulan
1. .

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Iskandarwassid. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosdakarya.
Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Moedjiono. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Mudjiono dan Dimyati. 2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, & Bhineka Cipta.
Nuryani, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Surabaya: Universitas
Negeri Malang.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soemarsono. 1978. Tujuan Instruksional. Jakarta: Pusat Pengembangan
Kurikulum.
Sunhaji. 2008. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Strategi Pembelajaran:
Konsep dan Aplikasinya. Purwokerto: P3M STAIN INSANIA.
Zahara, Idris.H, H. lisman Jamal. 1995. Pangantar Pendidikan. Jakarta: PT
Grasindo. Cet. Ke- II.

Вам также может понравиться