Вы находитесь на странице: 1из 15

Celupan Ilahi

Expand Messages

pedepokan
Apr 9, 2006
Sabtu, 08 April 2006
Celupan Ilahi
Oleh : A Ilyas Ismail
Dalam pengertiannya yang umum (generik), Islam mengandung makna
kepatuhan dan kepasrahan manusia secara total kepada Allah SWT.
Doktrin kepatuhan kepada Allah SWT ini dapat dipandang sebagai
hakikat atau intisari dari ajaran semua agama samawi yang dibawa
oleh para Nabi sejak dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW.
Dalam pengertian ini, semua Nabi dan Rasul Allah disebut Muslim,
yaitu orang yang tunduk patuh serta berserah diri secara total pada
kehendak Allah SWT. Sikap mental Islam inilah yang dipesankan oleh
Allah SWT kepada para Nabi dan seluruh kaum beriman.
''Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub, dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa yang diberikan kepada nabinabi dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di
antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. '' (QS AlBaqarah: 136).
Doktrin Islam berupa sikap mental tunduk patuh kepada Allah SWT
seperti dikehendaki ayat di atas disebut Allah SWT sebagai shibghah
Allah SWT yang secara harfiah berarti celupan Allah SWT. Shibghah
Allah SWT ini dipandang sebagai celupan terbaik, tanpa tandingan,
karena mampu membentuk pribadi Muslim yang tunduk patuh serta
bersujud hanya kepada-Nya. ''Shibghah Allah, dan siapakah yang lebih
baik shibghah-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami
menyembah.'' (QS Al-Baqarah: 138).
Menurut ulama tafsir Al-Razi, agama Islam dinamakan shibghah Allah
SWT atau celupan Ilahi karena dua alasan. Pertama, seperti celupan,
agama itu harus meresap atau diresapi hingga menembus ke lubuk hati
yang paling dalam. Kedua, seperti celupan, agama itu harus membentuk
jati diri, sosok, bahkan warna (citra) diri yang khas karena iman
dan kepatuhannya yang tulus kepada Allah SWT.

Dengan celupan agama itu, manusia membangun dirinya menjadi Muslim


sejati yang dalam pemikiran Syaikh Mahmud Syaltut harus diupayakan
melalui enam program. Pertama, iman dengan keyakinan yang
menggetarkan hati. Kedua, ibadah dengan ketundukan secara mutlak
kepada Allah SWT.
Ketiga, sosial dengan membangun hubungan dan kerja sama yang baik
dalam kebajikan dan takwa. Keempat, akhlak al-karimah dengan menjaga
kesucian diri dan keluhuran budi pekerti.
Kelima, dakwah dengan mengajak manusia ke jalan Tuhan melalui
taushiyah dan amar makruf nahi munkar. Keenam, ikhlas dengan
mengorientasikan semua aktivitas demi dan untuk Allah SWT semata.
Tanpa memperhatikan celupan Ilahi, manusia akan tertipu oleh barang
tiruan, yaitu celupan palsu buatan manusia yang akan membawanya
terjungkal ke dalam kawah kemusyrikan dengan dosa tanpa ampun.
(Dari Republika Online)

TASAWUF
Istilah Sufi diambil dari bahasa Arab yaitu saf yang
berarti suci bersih. Sebutan Sufi diberi kepada mereka
yang hati dan jiwanya suci bersih dan disinari dengan
cahaya hikmah, tauhid, dan 'kesatuan dengan Allah.
Itulah hal yang menyebabkan seseorang disebut sebagai
Sufi. Penyebab lainnya yang mernbuat mereka
dianugerahi gelar Sufi ialah karena mereka dapat
berhubungan batin dengan para sahabat Nabi yang diberi
gelar "sahabat-sahabat yang berpakaian bulu kambing
biri-biri."
Gelar itu diberikan mungkin juga karena mereka
berpakaian kasar yang dibuat dari bulu domba (dalam
bahasa Arab disebut Suf) ketika mereka berada di
peringkat awal suluk (perjalanan menuju Allah dalam
din). Dan pakaian yang rnereka kenakan sepanjang hayat
itu bertambal di sana-sini.
Pada keadaan zahirnya, mereka tampak miskin, papa, dan
suka merendah diri. Begitu pula dengan kehidupan
keseharian mereka di dunia kurang makan, kurang minum,
kurang tidur, bahkan segala kesenangan dan kemewahan
dunia mereka tinggalkan. Cara hidup mereka sehari-hari
sangat wara'. Hikmah kebijaksanaan mereka terpantul

pada sifat mereka yang lemah lembut, penuh santun, dan


berakhlak mulia. Ini yang menjadi daya tarik
orang-orang yang ingin mengetahui keadaan kaum Sufi.
Pendek kata, mereka menjadi contoh bagi manusia.
Mereka mematuhi syari'at Islam. Pada sisi Allah,
mereka adalah rnanusia yang berada di peringkat
pertama. Pada pandangan orang- orang Salik (orangorang yang sedang dalam perjalanan menuju Allah),
mereka tampak indah meskipun pada keadaan lahirnya
mereka tampak buruk. Mereka berada di peringkat
Tauhid, bersatu dengan Allah. Dalam peringkat
'bersemadi dengan Allah, segala gerak-geriknya,
kata-katanya, dan perbuatannya, tunduk di bawah
perintah dan kehendak Allah Maha Agung.
Tasawuf Menurut Pengertian Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab istilah tasawuf terdiri atas empat
huruf yaitu Ta', Shad, Wau, dan Fa'. Huruf Ta' berarti
Taubat. Taubat adalah langkah pertama dalam perjalanan
rnenuju Allah. Taubat ini terbagi rnenj adi dua
bagian, yaitu zahir dan batin. Langkah zahir dalam
bertaubat dilakukan melalui perkataan, perbuatan, dan
perasaan, yaitu dengan cara membersihkan diri dari
dosa dan noda, lebih banyak mentaati perintah Allah,
dan berbuat dan berniat sesuai dengan ketentuan Allah
Swt. Dan semua ini tidak akan berlaku tanpa terlebih
dahulu muncul sifat khauf (takut) dan raja' (harapan)
dalam diri orang yang menjalani tasawuf.
Orang yang tidak takut kepada Allah adalah orang yang
tidak berakal. Begitu pula dengan orang yang tidak
mempunyai harapan kepada Allah adalah orang yang
bodoh. Bandar yang tidak mempunyai pengawal keamanan
akan porak-poranda kehidupan konsumennya. Sama seperti
kambing yang berada di padang rumput tanpa dijaga oleh
seorang penggembala. la akan menjadi mangsa binatang
buas. Agama adalah petunjuk. Orang yang beragama
semestinya mengikuti petunjuk agamanya dan merasa
takut bila melanggar perintahnya.
Tujuan si Salik ialah sampai kepada Al-Haq, yaitu
Allah. Walaupun perjalanan yang akan ditempuhnnya jauh
atau dekat, susah atau senang, si Salik akan terus
mengarunginya hingga sampai ke tempat tujuan.
Perjalanan yang ditempuh si Salik merupakan perjalanan
ruhani, yakni perjalanan rahasia ke tempat rahasia
(Sirr). Apabila ia tiba di pintu destinasinya, batin
si Salik akan memohon izin untuk masuk ke dalamnya.
Bila si tamu telah berada di pintu, ketuklah pintu itu
hingga dibukakan oleh penghuninya. Sabarlah menunggu
dan Insya Allah akhirnya pintu itu akan terbuka. Tamu
yang tadinya menunggu di luar akhirnya masuk dan

diterima oleh tuan rumah dengan penuh mesra dan rasa


sayang . Itulah perumpamaan manusia yang mencari
Allah, yang kemudian diterima oleh Allah dengan penuh
kasih sayang.
Ahlullah adalah khalifah Allah, baik di dunia maupun
di akhirat. Mereka tidak takut kepada siapapun selain
Allah dan mereka takut hanya kepada Allah. Karena itu
mereka dititahkan menjadi khalifah Allah di muka dunia
ini. Bintang yang cerlang di dalam hatinya menjadi
bulan, dan bulan berganti rnenjadi matahari, yang
cahayanya tentu lebih terang- benderang. Sehingga
akhirnya apa yang tersembunyi terlihat jelas, dan apa
yang tampak pada batin akan membekas.
Taubat Ruhani
Taubat ruhani atau taubat batin peranannya ada di
dalam hati. Peranannya adalah membersihkan dan
mensucikan hati dari keinginan-keinginan duniawi yang
diimbangi dengan kesungguhan serta penuh harap untuk
mencapai dan mengenal Allah.
Taubat ialah keadaan di mana manusia menyadari
kesalahan atau dosa yang telah diperbuat dan mulai
menyadari perbuatan yang baik dan benar, sehingga
muncul perasaan menyesal, yang kemudian membangkitkan
dirinya untuk meninggalkan dosa-dosa itu dan berjuang
untuk mendapat kebaikan dan kebenaran.
Peringkat kedua ialah keadaan damai dan sentosa. Ini
berarti Shafa' yang dilambangkan dengan huruf Shad.
Tingkatan ini juga terbagi menjadi dua langkah yang
perlu dilaksanakan. Pertama, langkah menuju
pembersihan hati. Kedua, langkah menuju pusat rahasia
(secret centre).
Hati yang damai dan tenteram adalah hati yang bebas
dari keresahan dan perasaan gundah-gulana. Perasaan
negatif ini disebabkan oleh beban hidup yang bersifat
kebendaan, seperti makan, minum, tidur, perbincangan
yang sia-sia, dan sebagainya.
Beban-beban duniawi itu seperti tarikan gravitasi
bumi, menarik hati ke bawah dan mematikan tindakan
untuk membebaskan hati. Selain itu, ada pula
masalah-masalah duniawi yang mengikat atau mengekang
hati, seperti hawa nafsu, harta benda yang kita
miliki, uang, dan kecintaan kepada keluarga. Semua itu
dapat mengikat hati ke bumi dan menghalanginya terbang
ke langit tinggi.
Zikrullah (mengingat Allah) atau berzikir kepada Allah
Swt. adalah cara untuk memerdekakan dan membersihkan

hati. Pada tingkat Permulaan, zikir dibacakan secara


zahir, yaitu dengan membaca berkali-kali nama-nama
Allah dengan suara keras didengar oleh diri sendiri
dan orang lain. Ketika zikir telah menjadi kebiasaan
dan dilakukan secara berkesinambungan, itu pertanda
bahwa zikrullah yang dilakukannya telah menyerap ke
dalam hati. Setelah yakin bahwa zikir yang
dinyanyikannya dengan suara keras sudah cukup, maka ia
boleh melantunkan zikir itu di dalam hati, yakni dalam
suasana hening tanpa suara. Firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah
hatinya dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka, dan kepada
Tuhannyalah mereka bertawakal" (Al Anfal: 2).
Gemetar
Gemetar dalam surat Al-Anfal ayat 2 tersebut berarti
kagum, takut, dan cinta kepada Allah. Dengan mengingat
dan menyebut nama-nama Allah itu, hati mereka akan
terjaga dari tidurnya yang lelap. Mereka dikejutkan
oleh sebutan nama-nama Allah Yang Maha Suci dan Maha
Agung.
Ketika itu pula hati akan menjadi bersih, suci, dan
bersinar. Semua debu angan-angan yang mengotori
permukaan hati akan terkikis habis. Kini hati itu
sunyi dari segala yang mengganggunya. Bahkan berbagai
rahasia dari alam gaib menembus masuk ke dalam hati
dan terbayang olehnya menelusuri pintu ilham yang
dibuka oleh cahaya di permukaan hati itu. Hanya dalam
keadaan seperti itu hati akan menangkap karunia halus
yang dilimpahkan Allah kepadanya, yakni ketika orang
yang berilmu zahir selalu sibuk menggali dan menimbang
ilmunya dengan akal dan pikirannya, sedangkan ahli
kebenaran yang telah mengenal hakikat terus sibuk
membersih dan mengilaukan hati dengan berzikir
sebanyak-banyaknya dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Kedamaian dan ketenteraman pusat rahasia hati dapat
dicapai dengan membersihkan hati dari semua
ghairullah' (yang selain Allah) dan mempersiapkan
hatinya agar dapat 'memandang Allah' dan hanya
menerima Allah yang akan masuk ke dalam hatinya
apabila hati itu telah dihiasi dengan rasa cinta
terhadap Allah.
Cara untuk membersihkan hati itu ialah dengan selalu
berzikir dalam hati kepada Allah dan membaca Laailaha
illallah.
Apabila hati dan pusat rahasia yang ada di dalamnya

telah tenteram maka sempurnalah sudah tingkatan kedua


yang dilambang dengan huruf Shad.
Huruf ketiga ialah Wau. Wau bermakna Wilayah
(Kewalian), yaitu keadaan kudus dan hening yang ada
pada jiwa para kekaAllah dan Waliullah. Keadaan ini
tergantung pada kesucian batin seseorang. Allah
berfirman tentang Waliullah, seperti berikut:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak
merasa khwatir terhadap diri mereka dan tidak merasa
bersedih hati" (Yunus: 62).
Firman-Nya lagi:
"Mereka mendapat berita gembira dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat" (Yunus: 64).
Orang yang sampai ke tahap kudus dan suci ini,
mendapat kesadaran, rasa cinta, dan rasa 'bersatu'
sepenuhnya dengan Allah. Allah akan menghiasinya
dengan akhlak yang mulia dan tingkah laku yang
terbaik. Ini adalah anugerah Allah kepada orang yang
suci.
Pada tingkatan ini si Salik akan melepaskan sifat dan
perangainya yang lebih mengedepankan masalah-masalah
keduniaan yang fana' ini. Kemudian Allah akan
memberinya pakaian yang mengandung sifat-sifat atau
akhlak Ketuhanan. Apabila Allah telah rnencintai
seorang hamba-Nya, niscaya segala kehendak dan
masyiah-Nya akan ditakdirkan kepada orang itu,
sehingga ia dapat melihat dengan mata Allah, mendengar
dengan telinga Allah, dan berkata-kata dengan lisan
Allah, dan bertindak serta berkuasa dengan tindakan
dan kekuasaan Allah.' Demikianlah perumpamaan betapa
dekatnya seseorang Waliullah itu dengan Tuhannya.
Perasaan ini hanya dapat dialami oleh para Waliullah
dan para kekasih Allah yang telah sarnpai pada tahap
rasa 'bersatu dan berpadu' dengan Allah. Mereka
benar-benar merasakan kedekatan yang alami tersebut
dalam sanubari mereka.
Bersihkan dirimu dari ghairullah dan itsbat-kan Allah
saja dalam dirimu, karena:
"Yang haq telah datang, maka hancuriah yang bathil.
Sesungguhnya
yang bathil itu pasti hancur" (AI-Isra': 8 1).
Haqq dan Bathil Selalu Bertentangan
Apabila datang yang haqq maka yang bathil akan lenyap.

Dan sempurnalah peringkat Wilayah (Kewalian).


Huruf yang keempat ialah huruf Fa' yang melambangkan
fana', yaitu penghapusan dan pengosongan diri dari
segala rupa dan bentuk. Kekosongan inilah yang
dituntut ada dalam diri manusia. Tegasnya, kebathilan
(kepalsuan) akan musnah bila sifat-sifat Ketuhanan
datang ke dalam diri seseorang. Jika sifat dan pikiran
tentang dunia yang sangat banyak itu lenyap dari hati
seseorang, keesaan dan kesatuan (dengan Allah) akan
menggantikannya.
Sebenarnya Yang Haqq itu selalu ada. la tidak hilang
dan binasa, yang terjadi ialah Si Salik itu menyadari
dan merasakan perasaan 'bersatu' dengan Tuhannya.
Dengan perasaan bersatu itu, si Salik menerima
keridhaan Allah. Wujud yang sementara (insan)
menjumpai wujudnya yang sebenarnya dengan menyadari
rahasia yang qadim itu. Firman Allah:
"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah"
(Al-Qasas: 88).
Untuk menyadari Yang Haqq diperlukan keridhaan dan
izin Allah. Apabila kita berbuat sesuatu karena Allah
dan perbuatan itu sesuai dengan keridhaan dan
izin-Nya, kita akan dekat dengan Dia. Kemudian kita
akan merasakan semuanya lenyap, kecuali rasa 'bersatu'
antara Yang Ridha (Allah) dengan yang diridhai
(insan), karena jika Allah tidak mengizinkan sesuatu
terjadi, walaupun manusia menghendakinya, apa yang
diinginkan manusia itu tidak akan pernah terlaksana.
Hal itu dapat dibuktikan melalui firman Allah Swt.
yang berbunyi:
"Apabila hamba-hamba-Ku bertanya padamu tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku Dekat! " (Al-Baqarah. 186).
Jelasnya, Allah Dekat kepadanya kaena taqarrub hamba
itu kepada Allah Swt. Dan taqarrub itu harus dilakukan
dengan mengenyampingkan 'ghairullah', yakni yang
selain Allah, dalam batinnya.
Jika seseorang bertindak dan hidup untuk ghairullah,
berarti ia menyekutukan Allah. Ia meletakkan
ghairullah di tempat Allah. Perbuatan ini adalah dosa
yang paling besar, yang tidak diampuni Allah karena ia
telah berbuat syirik atau menyekutukan Allah dengan
ghairullah. Orang yang berbuat syirik akan binasa.
Apabila seseorang lenyap, yakni dalam keadaan fana',
maka ia akan sampai kepada peringkat 'bersatu' dengan
Allah.

Firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam
taman- taman dan sungai-sungai. Di tempat yang
disenanginya, yakni di sisi Tuhan Yang Kuasa"
(Al-Qamar. 54-55).
Tempat itu adalah tempat Hakikat yang sebenarnya,
Hakikat bagi segala hakikat, tempat kesatuan dan
keesaan dengan Allah Swt. Itulah tempat makhluk yang
dinamakan 'hamba' untuk bertatap muka dengan Khaliq
yang disembahnya sebagai 'Tuan', tempat yang
dikhususkan bagi para Nabi, para Waliullah, dan para
kekasih Allah. Allah beserta orang yang benar.
Wujud Diri dan Sirrus-sirr
Wujud diri yang paling halus ialah perasaan ruhani
yang muncul di dalam batin yang disebut dengan
Sirrus-sirr, yakni rahasia dari rahasia. Hal ini dapat
dirasakan oleh siapa pun yang telah diberi karunia
oleh Allah. Nabi Musa a.s. meninggalkan keluarganya
ketika beliau melihat api di lereng bukit Thursina.
Apakah yang beliau lihat sebenarnya? Mata kepalanya
melihat api, yakni Naar, tetapi mata hatinya melihat
cahaya, yakni Nur. Mata kepalanya melihat makhluk
(khalqan), tetapi mata hatinya metihat Al-Haqq
(Haqqan) sesuai dengan firman Allah Swt.:
"Dia berkata kepada keluarganya, 'Tunggulah di sini!
Sesungguhnya aku melihat api di sana!'(Thaha: 10).
Api itu menarik perhatian Nabi Musa a.s. dan hatinya
terkesiap. Karena itu beliau pergi ke tempat api itu
berada dan berusaha mengambil percikan apinya. Beliau
memerintahkan anak dan isterinya supaya menunggu di
tempatnya hingga beliau kembali.
Sebenarnya panggilan ruhani telah menjemputnya dari
tempat yang tinggi (lereng bukit Thursina) dan menarik
Nabi Musa a.s. untuk datang ke tempat itu, sehingga
beliau sanggup meningalkan anak isterinya di tempat
yang gelap-gulita di padang pasir yang luas. Itulah
takdir yang sudah ditentukan Tuhan untuk menarik
ahlullah ke tempat yang sudah ditentukan dan pada masa
yang telah ditentukan pula.
Wahai hukum! Tetaplah di tempatmu. Wahai ilmu! Majulah
dengan nama Allah. Wahai diri yang rendah! Tetaplah di
tempatmu. Wahai hati dan sirr, marilah ke mari dan
beranjaklah.
Alangkah ruginya mereka yang tidak memahami dan tidak
mencintai peristiwa ini, yang tidak percaya karena

tidak mengalaminya. Alangkah ruginya mereka! Alangkah


jauhnya mereka dari Al-Haqq! Alangkah muflisnya
mereka!
Allah berfirman:
semoga Aku dapat membawa suatu berita kepadamu!"
(Thaha: 1 0).
Coba renungkanlah kembali firman-Nya itu, bila yang
tercantum pada firman itu adalah, "Tunggulah di sini!
semoga aku dapat membawa suatu berita kepadamu!".
Meskipun lisan Musa a.s. mengatakan kata-kata itu
dengan maksud yang zahir, yaitu untuk mendapatkan
sepercik api untuk menghangatkan badan di tengah malam
yang dingin di padang pasir yang menghampar. Namun
hati dan sirr menariknya kepada takdir yang lain
Beliau diundang untuk menghadap Allah dan menerima
berita bahwa beliau telah diangkat menjadi Nabi dan
Rasul bagi kaumnya, yaitu Bani Israel.
Beliau sebenarnya telah tersesat di tengah padang
pasir itu. Tanda ke tempat tujuannya sudah tidak
tampak lagi. Naqibun-Nuqabak, yaitu Malaikat Jibril
a.s. telah berada di hadapan Musa a.s., padahal
sebelumnya Malaikat itu tidak pernah berhadapan secara
zahir di hadapannya. Malaikat itu berkata kepada Musa
a.s., "Engkau tentu ingin agar engkau tidak pernah
dijadikan sebagai Nabi, tetapi takdir Allah telah
menjadikanmu. Apakah engkau mengetahui mengapa engkau
dipilih Allah untuk menjadi Nabi?"
Ketika Hamba dan Tuan Saling Berhadapan
Apabila wujud makhluk 'bersatu' dengan wujud Khaliq
maka wujud keduanya tidak lagi dapat dipisahkan. Pada
hakikatnya mereka adalah Wujud Yang Satu jua.
Apabila semua hubungan dengan dunia telah diputus oleh
seorang hamba yang telah 'bersatu' dengan Allah, maka
ia akan menerima kekudusan atau kesucian yang kekal,
di mana tidak ada cacat dan cela. Mereka akan menjadi
orang yang dipilih oleh Tuhan, seperti yang ada dalam
firman-Nya, "Mereka itu adalah penghuni surga dan
mereka kekal di dalamnya" (Al-Araf. 42).
Tidak seorangpun dapat menjadi penghuni surga,
melainkan sesuai dengan syarat-syaratnya. Kemudian
Allah menyebutkan siapa sebenarnya mereka, sesuai
dengan bunyi firman-Nya:
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh"
(Al-Araf.. 42).

Syarat itu memang terasa berat bagi orang yang jauh


dari Tuhannya, tetapi sangat ringan bagi mereka yang
sudah Tuhan Penciptanya melalui hakikat pengenalan,
yakni makrifat. Walau demikian, Allah Swt. Maha
Pengasih. Dia tidak akan membebani hamba-Nya dengan
kewajiban, melainkan sekadar yang mampu dilakukannya.
Kewajiban yang diberikan Allah itu berbeda-beda untuk
setiap manusia, sesuai dengan pakaian makrifatnya
masing-masing.
Allah berfirman:
"Kami tidak memikulkan kewajiban kepada seseorang,
melainkan sesuai dengan kemampuannya" (Al-Araf. 42).
Dalam memikul tugas dan kewajibannya terhadap Tuhan
Sang Pencipta, mereka harus mengimbanginya dengan
banyak bersabar dan berhati teguh, baik dalam keadaan
sadar atau tidak, namun yang pasti, Allah selalu
bersama mereka yang bersabar.
Firman-Nya.
"Allah bersama orang-orang yang sabar " (Al-Anfal.
66).
Demikianlah tentang perjalanan keruhanian Salik menuju
Allah dan pengalaman keruhanian mereka dalam
perjalanan itu.
Ketika Nafsu yang Rendah Musnah
Ketika nafsu yang rendah (Nafs) musnah di dalam hati
dan jiwa, kepatuhan kepada perintah Allah akan
menggantikan tempatnya. Ketika itu pula sang hamba
akan menjadi buta terhadap semua ghairullah, dan hanya
mampu melihat Wujudullah, yakni Adanya Allah dan
Kekalnya Allah. Begitu pula, apabila dunia hilang dan
musnah di dalam hati dan perasaan, tempatnya akan
digantikan oleh ingatan dan pandangan tentang akhirat.
Sang hamba akan memalingkan diri dari semua yang
dinamakan dunia dan keindahannya dan akan mengharapkan
akhirat dan keindahannya. Inilah martabat para Wali
Allah dan orang-orang yang dikasihi Allah dalam
martabatnya atau derajatnya yang tertinggi.
Namun, sang hamba itu masih dapat meningkat ke tempat
yang lebih tinggi lagi, yaitu ke puncak tingkat,
tingkat dari segala tingkat. Ini terjadi bila ingatan
dan pandangannya tentang akhirat telah musnah, karena
ia telah mengenali satu keadaan yang tiada ternilai
harganya dibandingkan dengan semua nilai murni, tidak
lagi tempat yang dapat diperbandingkan. Maka tempatnya
itu akan diganti dengan taqarrub, atau kedekatan

dengan Allah dan berada di sisi-Nya. Dalam kedekatan


semacam itu, sang hamba akan merasa aman, damai, dan
sentosa.
Hamba tersebut telah benar-benar berada di dalam
hakikat makrifat. Dia telah mengenali dirinya sebagai
'Hamba' di samping mengenali Tuhannya sebagai 'Tuan
Sang 'Hamba' harus mematuhi dan tunduk terhadap
Tuannya. Yang dilakukannya adalah tugas dan kewajiban
yang tidak boleh tidak dilaksanakan. Karena itu ia
tidak boleh meminta balasan. Bahkan ia tidak boleh
merayu Tuhan untuk memberikan balasan-Nya. Sang
'Hamba' tidak mempunyai hak sedikit pun untuk meminta
sesuatu ketika 'Tuan' nya melakukan apa saja terhadap
dirinya. Ditempatkan di mana pun, ia tidak boleh
membantah atau menunjukkan muka masam. Itulah
perhambaan, yakni ubudiyah yang hakiki terhadap Tuhan
yang bersifat uluhiyah yang hakiki pula.
Rabi'ah Al-Adawiyah, wanita Sufi yang agung
mengatakan, "Aku menyembah Tuhanku, bukan karena takut
kepada neraka-Nya atau menginginkan syurga-Nya. Tetapi
aku adalah hamba-Nya, dan Dia adalah Tuanku yang harus
aku sembah sebagai Tuhan. Aku tidak mempunyai apa-apa,
sedangkan Dia memiliki semua yang aku milliki. "
Berkata Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, "Dinding agama
sedang runtuh, sementara orang sibuk meminta
pertolongan di sana- sini untuk membina dinding yang
runtuh agar tegak seperti semula. Sungai agama dilanda
kekeringan, namun Allah tidak dipedulikan dan tidak
disembah sebagaimana sang hamba menyembah Tuhannya.
Kalau pun Dia disembah, penyembahan itu hanya sembahan
yang penuh kebohongan atau kepura-puraan. Tanyalah
pada dirimu, siapa yang dapat membantu membangun
dinding agama yang runtuh itu? Siapa pula yang dapat
mengalirkan air di dalam Sungai yang kering kerontang
itu? Ulama di sekitarnya banyak yang berwajah dua,
munafik! Maka siapa yang dapat menyingkirkan mereka,
kalau bukan Tuhan?! Kalau bukan Tuhan yang patut
disembah dengan sebenar-benarnya sembahan! "
Aku, Abdul Qadir, berbicara dengan bahasa ilmu yang
tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata biasa, dan
tidak dapat diajarkan kepada Malaikat yang akan
menyampaikannya kembali kepada siapa pun.
Gunung Thursina Lambang Kesucian
Hati adatah tempat menyimpan semua rahasia. Bila
rahasia yang akan disimpan adalah rahasia yang baik,
tempat itu perlu dibersihkan dan disucikan terlebih
dahulu agar nur atau cahaya yang baik itu masuk dan
menempati permukaan hati. Tetapi jika yang disimpan

itu adalah segala yang berhubungan dengan hal-hal


keduniaan yang penuh dengan daki dan berkarat,
mungkinkah nur akan duduk bersama di dalam sebuah
wadah yang penuh kotoran itu? Pahamilah perumpamaan
ini baik-baik!
Gunung Thursina ibarat hatimu, demikian kata Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani. Tidak ada iblis atau syetan
yang dapat berhadapan dengannya, apalagi melihatnya,
atau merusaknya. Dia juga kebal dan dapat ditaklukkan
oleh pemerintah di dunia ini. Bukankah Allah
sampai-sampai bersumpah dengan nama gunung Thursina
ini? Dia juga memilih tempat itu, yakni gunung
Thursina untuk berbicara dengan Nabi Musa a.s.,
seorang Nabi kekasih dan Kalim-Nya, yakni orang yang
dipilih untuk berbicara dengan-Nya. Di situlah, Allah
bertajalli kepada Musa a.s. dan berbicara kepadanya.
Maka lapanglah hati yang kecil itu hingga dapat
merangkum jin, rnanusia, dan malaikat. Jika tidak ada
lagi pandangan lain yang sisa tinggal di dalam hati
itu, kecuali hanya memandang kepada Allah, Allah pun
akan menarik hati itu untuk datang berdekatan
dengan-Nya. Demikianlah perumpamaannya, menurut Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani.
Memang banyak keajaiban yang terjadi di hati, karena
hati adalah raja dan segala anggota tubuh manusia.
Bila hati berkehendak, semua anggota tubuh yang
lainnya akan segera menurutinya.
Selain itu, hati mungkin rnengalami atau didatangi
perasaan Warid (ekstasi), sernacam perasaan gaib.
Dalam keadaan didatangi Warid itu, sangat mungkin hati
merasakan gejolak yang tidak tertanggungkan lagi
rasanya yang di-sebabkan oleh kuatnya semangat yang
berkobar-kobar yang menyelumuti dirinya, seperti
keadaan seorang ibu yang tiba- tiba menjerit sambil
menangis serta mengoyak-ngoyakkan pakaiannya sendiri
tatkala mendengar berita sedih, bahwa anak
kesayangannya telah meninggal dunia. Pikiran sang ibu
ketika itu terlalu lemah untuk menanggung perasaan
yang berkobar- kobar itu.
Hal ini tidak saja berlaku bagi orang yang sedang
sedih. Malah orang yang sedang bersuka cita dan
gembira sekali pun tidak kurang hebatnya memiliki
gejolak yang berkobar-kobar bila perasaan itu terus
terekam dalam hatinya, wabhu-a'lam.
Sumber : Rahasia Sufi
Oleh : Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
Penerjemah : Abdul Majid Hj. Khatib
Editor : Ita Dian Novita
Penerbit : Futuh, Yogyakarta

Haqq dan Bathil Selalu Bertentangan


Posted by Admin Labels: Artikel
Apabila datang yang haqq maka yang bathil akan lenyap. Dan sempurnalah peringkat
Wilayah
(Kewalian).
Huruf yang keempat ialah huruf Fa' yang melambangkan fana', yaitu penghapusan dan
pengosongan diri dari segala rupa dan bentuk. Kekosongan inilah yang dituntut ada dalam
diri manusia. Tegasnya, kebathilan (kepalsuan) akan musnah bila sifat-sifat Ketuhanan datang
ke dalam diri seseorang. Jika sifat dan pikiran tentang dunia yang sangat banyak itu lenyap
dari hati seseorang, keesaan dan kesatuan (dengan Allah) akan menggantikannya.
Sebenarnya Yang Haqq itu selalu ada. la tidak hilang dan binasa, yang terjadi ialah Si Salik
itu menyadari dan merasakan perasaan 'bersatu' dengan Tuhannya. Dengan perasaan bersatu
itu, si Salik menerima keridhaan Allah. Wujud yang sementara (insan) menjumpai wujudnya
yang sebenarnya dengan menyadari rahasia yang qadim itu. Firman Allah:
"Tiap-tiap

sesuatu

pasti

binasa,

kecuali

Allah"

(Al-Qasas:

88).

Untuk menyadari Yang Haqq diperlukan keridhaan dan izin Allah. Apabila kita berbuat
sesuatu karena Allah dan perbuatan itu sesuai dengan keridhaan dan izin-Nya, kita akan dekat
dengan Dia. Kemudian kita akan merasakan semuanya lenyap, kecuali rasa 'bersatu' antara
Yang Ridha (Allah) dengan yang diridhai (insan), karena jika Allah tidak mengizinkan
sesuatu terjadi, walaupun manusia menghendakinya, apa yang diinginkan manusia itu tidak
akan pernah terlaksana. Hal itu dapat dibuktikan melalui firman Allah Swt. yang berbunyi:
"Apabila hamba-hamba-Ku bertanya padamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Dekat! "
(Al-Baqarah.
186).
Jelasnya, Allah Dekat kepadanya karena taqarrub hamba itu kepada Allah Swt. Dan taqarrub
itu harus dilakukan dengan mengenyampingkan 'ghairullah', yakni yang selain Allah, dalam
batinnya.
Jika seseorang bertindak dan hidup untuk ghairullah, berarti ia menyekutukan Allah. Ia
meletakkan ghairullah di tempat Allah. Perbuatan ini adalah dosa yang paling besar, yang
tidak diampuni Allah karena ia telah berbuat syirik atau menyekutukan Allah dengan
ghairullah.
Orang
yang
berbuat
syirik
akan
binasa.
Apabila seseorang lenyap, yakni dalam keadaan fana', maka ia akan sampai kepada peringkat
'bersatu'
dengan
Allah.
Firman

Allah:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman- taman dan sungai-sungai.
Di tempat yang disenanginya, yakni di sisi Tuhan Yang Kuasa" (Al-Qamar. 54-55).
Tempat itu adalah tempat Hakikat yang sebenarnya, Hakikat bagi segala hakikat, tempat

kesatuan dan keesaan dengan Allah Swt. Itulah tempat makhluk yang dinamakan 'hamba'
untuk bertatap muka dengan Khaliq yang disembahnya sebagai 'Tuan', tempat yang
dikhususkan bagi para Nabi, para Waliullah, dan para kekasih Allah. Allah beserta orang yang
benar.

AL WAKIIL dan AL MATIIN


No description
by

Hilmy Nadya
on 2 September 2014
1426
Comments (0)
Please log in to add your comment.
Report abuse
Transcript of AL WAKIIL dan AL MATIIN
Ibnu Faris menjelaskan bahwa materi dasar dari nama ini (yaitu huruf mim, ta dan nun-red)
menunjukkan kekokohan pada sesuatu, yang disertai (makna) tinggi
Al-Fairz Abadi menjelaskan di antara makna dasar kata ini adalah permukaan bumi yang
sangat kokoh dan tinggi
Imam Ibnul Atsr mengatakan, (Arti nama Allh) al-Matn adalah Yang Maha Kuat dan
Kokoh, yang dalam melakukan semua perbuatan-Nya, Allh Azza wa Jalla tidak merasa
susah, berat maupun payah
Segala (daya dan) kekuatan hanya milik Allh Azza wa Jalla , tidak akan ada orang yang
mendapatkan kemenangan kecuali orang yang ditolong-Nya serta tidak akan ada yang
mendapatkan kemuliaan kecuali orang yang dimuliakan-Nya. Orang yang tidak ditolong oleh
Allh Azza wa Jalla pasti akan kalah dan orang orang yang dihinakan-Nya pasti akan hina
Pengertian
Makna al-Matin adalah Yang Maha sangat kuat.Dia (Maha Mampu) memberlakukan
perintah dan ketentuan-Nya kepada semua makhluk-Nya (tanpa ada satupun yang mampu
menghalangi). Dia mampu memuliakan siapapun yang dikehendaki-Nya dan mampu
menjadikan hina siapapun yang dikehendaki-Nya. Allh Azza wa Jalla mampu menolong
siapa yang dikehendaki-Nya serta tidak menolong siapa yang dikehendaki-Nya.

Pengertian
Q. S Al - A'raf : 183
Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.
Q.S Az - Zariyat : 58
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh.
Dalil Aqli
Allah adalah Maha Sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam
prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya, sebagaimana manusia.
Maha Sempurna Allah SWT dari sifat manusiawi. Allah juga maha kukuh dalam kekuatankekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat Al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh
dari kekuatan yang tidak ada taranya. Dengan begitu, Kekukuhan Allah yang memiliki
rahmat dan azab terbukti ketika Allah memberikan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Tidak ada apapun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya.
Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah pembalasan-Nya. Kemurkaan dan
azab-Nya akan mengenai sasaran tanpa meleset sedikitpun atau sekalipun. Seorang hamba
harus mengharapkan agar semua kebaikan dan keindahan datang dari Allah SWT dan hanya
takut kepada azab Allah SWT. Dengan demikian, semua rasa takut yang lain hilang dari hati
hamba-hamba-Nya yang telah tertambat kepadaTuhan mereka.
Kita harus memiliki pendirian / prinsip yang kuat dan kokoh dalam menyikapi suatu urusan
Jangan plin-plan dan gegabah dalam mengambil suatu keputusan
Kita harus memiliki tujuan hidup yang jelas dan kuat
Pengertian
Dalil Naqli dan Aqli
AL MATIIN
Penerapan

Вам также может понравиться