Вы находитесь на странице: 1из 9

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN


POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION
Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru
Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Kristen Satya Wacana,
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Jawa Tengah Indonesia
e-mail: alvaphysics@yahoo.com, tlp.081342954313

ABSTRAK
Keterbatasan penyandang tunanetra untuk membaca bacaan konvensional mengakibatkan diperlukannya
suatu pengembangan alat yang dapat mengenali pola tulisan yang kemudian diubah ke dalam besaran fisis
lain. Langkah awal dalam pengembangan tersebut dapat menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST).
Metode JST yang dipakai adalah algoritma backpropagation. Pada pemrograman JST dalam penelitian
ini, terdapat proses pelatihan yang dilakukan pada 1 sampai 10 unit hidden dengan 168 buah huruf
kapital, di mana semakin banyak jumlah unit hidden, semakin baik pula pengenalan pola huruf yang
diberikan, ditandai dengan nilai performance (unjuk kerja) serta nilai R pada regresi yang semakin baik.
Namun, penambahan jumlah unit hidden yang sangat banyak tidaklah efisien, karena waktu pelatihannya
pun semakin lama, sedangkan output yang dihasilkan jaringan pun tidak jauh berbeda (khususnya 5 -10
unit hidden). Dalam proses aplikasi jaringan, dengan menggunakan 78 buah huruf kapital (termasuk 26
huruf tulisan tangan ), didapatkan bahwa huruf-huruf yang sebelumnya belum diketahui oleh jaringan,
dapat dikenali dengan baik. Di mana semakin besar jumlah unit hidden, semakin baik pula
pengenalannya. Pada pengaplikasian jaringan ini, dihasilkan jaringan yang paling maksimal
pengenalannya adalah jaringan dengan 5 unit hidden dan 7 unit hidden dengan total prosentasi
keberhasilan 70,51% dan 76,92%.
Kata kunci: jaringan saraf tiruan, backpropagation, pola tulisan,huruf

PENDAHULUAN
Salah satu metode yang dipakai oleh penyandang tunanetra untuk membaca adalah
dengan menggunakan huruf braille. Ketika menggunakan huruf braille, penyandang tunanetra
harus menyentuh huruf yang dibaca dengan menggunakan tangan, mengenali pola huruf yang
dipegang, setelah itu merangkai huruf-huruf berikutnya menjadi sebuah kata lalu menjadi
kalimat dan seterusnya.
Namun masyarakat tunanetra khususnya yang berada di Indonesia masih harus berjuang
untuk mendapatkan buku edisi huruf braille untuk dibaca. Masalah tersebut membuat
ketersediaan buku edisi huruf braille sampai saat ini masih cukup terbatas mengingat biaya
cetak yang tidak murah. Agar penyandang tunanetra juga dapat membaca buku konvensional
(bukan cetakan huruf braille), maka dibutuhkan suatu pengembangan, misalnya menggunakan
sistem yang dapat mengenali pola tulisan dan memberitahukan huruf, kata, atau kalimat kepada
penyandang tunanetra tersebut . Sistem tersebut dapat dibangun dengan menggunakan suatu
algoritma untuk mengenali pola tulisan yang terhubung dengan sistem penampil yang
memproses tulisan menjadi bentuk besaran fisis lain, seperti suara atau tekstur, yang dalam hal
ini dipilih metode jaringan syaraf tiruan.
Pada penelitian ini, dibatasi pada pengaplikasian jaringan syaraf tiruan khususnya
model Backpropagation pada pengenalan pola tulisan, khususnya huruf kapital dan pembuatan
rangkaian alat sederhana sebagai media pengambil serta pemroses data berbentuk tulisan.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, di mana
secara teoritis, pemrograman serta interface yang dipakai pada penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan ajar bagi mahasiswa.
Kontribusi praktisnya adalah diharapkan pemrograman serta rangkaian alat sederhana
yang dibuat dapat dipakai sebagai referensi untuk membuat alat bantu baca guna membantu
para penyandang tunanetra agar dapat mengakses sumber-sumber bacaan konvensional, yang

F3-1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

biasanya hanya ditujukan untuk kaum awas (bukan tunanetra). Dengan demikian
demikian, para
penyandang tuna netra akan mendapatkan hak akses informasi yang lebih luas dan bahkan
setara dengan kaum awas.
DASAR TEORI

1 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial


Artificial Neural Network
Network)
Sejarah perkembangan jaringan syaraf
s araf tiruan telah dimulai pada tahun 1940 dengan
mengasosiasikan cara kerja otak manusia dengan logika numerik yang diadaptasi peralatan
komputer[1]. Sederhananya, jaringan syaraf
s araf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang
memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf
s
biologi. Di mana jaringan syyaraf tiruan
menyerupai otak manusia dalam mendapatkan pengetahuan yaitu dengan proses learning
(belajar) dan menyimpan pengetahuan yang didapat di dalam
dalam kekuatan koneksi antarneuron[2
antarneuron[2].
Hal tersebut membuat JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Data akan
dipelajari oleh JST sehingga memiliki kemampuan untuk memberi keputusan terha
terhadap data
yang belum dipelajari [3].
]. JST ditentukan oleh 3 hal, yakni: pola hubungan antarneuron
(arsitektur jaringan), metode untuk menentukan bobot penghubung (metode training / learning
/ algoritma)
lgoritma) dan fungsi aktivasi [4].
[4
Perbandingan struktur jaringan
jaring syaraf biologi dan jaringan syaraf
araf tiruan dapat dilihat
pada Gambar 1. Pada jaringan syaraf biologi,
biologi neuron memiliki 3 komponen penting yaitu
dendrit, soma dan axon. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa
impuls elektrik yang dikirim
ikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut
dimodifikasi (diperkuat/diperlemah) di celah sinaptik. Berikutnya, soma menjumlahkan semua
sinyal-sinyal
sinyal yang masuk. Kalau jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang
(threshold),
), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon. Sedangkan pada
jaringan syaraf tiruan, neuron
euron Y menerima input dari neuron x1, x2 dan x3 dengan bobot
hubungan masing-masing
masing adalah w1, w2 dan w3. Kemudian ketiga impuls neuron yang ada
dijumlahkan, sehingga dapat ditulis:
net = x1w1 + x2w2 + x3w3
. . . (1)
Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila
nilai aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi
aktivasi (keluaran model
jaringan) juga dapat dipakai sebagai
seba dasar untuk merubah bobot [4].

Gambar 1. Perbandingan struktur jaringan syaraf biologi dengan jaringan syaraf


araf tiruan

2 Model Jaringan Backpropagation


Backpropagation
ropagation memiliki beberapa unit
un yang ada dalam satu atau lebih layar
tersembunyi. Gambar 2 adalah arsitektur Backpropagation
B
dengan n buah masukan (ditambah
sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri
terdi dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m
buah unit keluaran.
Vij merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit layar tersembunyi zj (vj0
merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi
zj). wkj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan
bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran zk)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

Gambar 2. Arsitektur Backpropagation

4 Pelatihan Standar Backpropagation


Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan
dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi
yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target
yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur,
dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga
adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi[4].

METODOLOGI
1. Penentuan Pola Huruf dan Target
Pada penelitian ini, pola huruf yang dipakai adalah pola huruf latin kapital. Jenis huruf
yang dipakai untuk proses pelatihan (training) adalah jenis huruf Times New Roman, Calibri,
Tahoma, Comic Sans MS, Arial dan Kozuka Gothic Pro H serta tambahan 12 huruf jenis
Franklin Gothic Book. Huruf yang dipakai kemudian diproses dengan metode rgb2gray dan
graythresh agar warnanya hanya terbagi atas 2 bagian, hitam dan putih. Setelah itu huruf
dipartisi menjadi 9x7 data digital, seperti yang dapat dilihat pada gambar 3. Pola huruf dan
matriks huruf, selengkapnya dapat dilihat pada informasi pendukung.

Gambar 3. Pemrosesan huruf menjadi


9x7 data digital

Selain menentukan pola huruf, unit target juga harus ditentukan. Pada penelitian
ini, unit target berupa vektor matriks 0 dan 1 sebanyak 5 bit. Unit target terdiri dari 5 bit
karena disesuaikan dengan jumlah huruf yang berjumlah 26, dimana 5 bit berarti memiliki 25
atau 32 kemungkinan, dimana yang dibutuhkan pada penelitian ini hanyalah 26 kemungkinan
pola unit target. Pasangan huruf dan unit target yang diinginkan dapat dilihat pada tabel berikut.
`Tabel 1. Tabel Pasangan huruf dan unit target

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

Huruf
A
D
G
J
M
P
S
V
Y

2.

Vektor
target
00001
00100
00111
0 1 0 10
01101
10000
10011
10110
11001

Huruf
B
E
H
K
N
Q
T
W
Z

Vektor
target
00010
00101
01000
01011
01110
10001
10100
10111
11 0 1 0

Huruf
C
F
I
L
O
R
U
X

Vektor
target
00011
00110
01001
01100
01111
10010
10101
11000

Proses pelatihan (training)

Sebelum dapat digunakan maka JST model Backpropagation harus diberikan pelatihan
lebih dahulu. Dalam proses latihan ini diberikan berbagai pola huruf dengan output yang sudah
diketahui. JST Backpropagation akan melakukan perubahan bobot terus menerus untuk setiap
pola yang diberikan hingga pola dapat dikenali dengan benar, yaitu diindikasikan dengan nilai
kesalahan minimum. Jadi, ketika keluaran Backpropagation belum sesuai dengan target yang
ingin dicapai, Backpropagation akan terus melakukan perubahan bobot. Perubahan bobot untuk
seluruh pola yang diberikan disebut epoch[5]. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pelatihan JST Backpropagation

Proses pelatihan dilakukan dengan mengubah-ubah jumlah unit pada layer tersembunyi,
yakni 1 sampai dengan 10 unit.
3. Aplikasi jaringan
Setelah dilakukan proses pembelajaran (training), maka dilakukan proses
pengaplikasian dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) yang sebelumnya sudah
diberi pelatihan. Alur kerja utama sistem pengolahan data berbasis jaringan syaraf tiruan (JST),
dapat dilihat secara lengkap pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir aplikasi jaringan saraf tiruan

Dapat dilihat pada gambar 5, bahwa huruf yang telah melewati proses rgb2gray dan
graythresh kemudian diproses dengan cara partisi menjadi 63 data (ukuran 9x7 sel). Di mana
pada setiap sel diberikan nilai tertentu, misalnya pada bagian yang gelap (terkena tulisan), diberi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

nilai 1 sedangkan pada bagian yang terang (tidak terkenai tulisan) diberi nilai -1. Kemudian
sejumlah 63 data yang telah dipartisi dijadikan sebagai input JST, dimana keluarannya berupa
pengenalan pada pola huruf tertentu .
Pengaplikasian jaringan ini dilakukan untuk setiap network dengan jumlah unit yang
berbeda-beda serta jenis huruf yang tidak dipakai pada proses pelatihan, yaitu MS Sans Serif,
Segoe UI Semibold dan huruf tulisan tangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas
jaringan dalam pengenalan pola huruf yang tidak dikenali sebelumnya.
Untuk proses aplikasi dengan menggunakan huruf tulisan tangan, pengambilan obyek
huruf dengan menggunakan webcam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses pelatihan (training) menggunakan 6 jenis huruf kapital sebagai bahan
pembelajaran, yakni Times New Roman, Calibri, Tahoma, Comic Sans MS, Arial dan Kozuka
Gothic Pro H. Proses pelatihan dilakukan dengan mengubah-ubah jumlah unit pada layer
tersembunyi, yakni 1 sampai dengan 10 unit. Dalam proses pelatihan, selain 6 jenis huruf yang
dipakai, ditambah juga 1 jenis huruf yaitu jenis Franklin Gothic Book, namun huruf yang
ditambah hanyalah huruf B, C, D, F , J, K, O, R, S, W, Y, Z. Hal ini dikarenakan tingkat
pengenalan pada huruf-huruf tersebut cukup rendah, sehingga untuk memperkuat pengenalan
pada huruf-huruf di atas, maka ditambah huruf-huruf tersebut sebagai bahan pelatihan.
Dari hasil pelatihan (training) yang dilakukan, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 2. Data hasil pelatihan (training)

Pelatihan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah unit pada


hidden layer
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah iterasi
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000

Performance
(mse)
0,196
0,136
0,0913
0,0491
0,0133
0,00796
0,00397
0,00283
0,00133
0,000710

Regresi
(besarnya R)
0,46162
0,6721
0,79565
0,89594
0,97286
0,98387
0,99198
0,99428
0,99732
0,99857

Waktu iterasi
(menit)
12:31
12:59
12:55
13:30
13:54
13:27
14:01
14:22
14:39
15:20

Dari hasil yang didapatkan, terlihat bahwa dengan adanya penambahan jumlah unit
pada hidden layer (unit hidden), performance (unjuk kerja) jaringan lebih baik, terbukti dengan
nilai mse (mean squared error) yang semakin kecil.
Selain berpengaruh terhadap performance dari jaringan, penambahan jumlah unit pada
hidden layer juga berpengaruh terhadap grafik regresi. Di mana, jika jumlah unit semakin di
tambah, maka nilai R semakin mendekati nilai 1, sehingga nilai output yang dihasilkan semakin
mendekati target yang diinginkan. Hal tersebut dapat diperjelas dengan membandingkan grafik
regresi dari pelatihan dengan jumlah unit 1 dengan yang berjumlah 10.

F3-5

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

(a)

(b)
Gambar 6. Perbandingan grafik regresi untuk (a) 1 unit hidden
dan (b) 10 unit hidden

Dari kedua grafik di atas dapat terlihat dengan jelas bahwa grafik yang paling baik
adalah grafik dari unit yang berjumlah 10. Di mana, garis berwarna biru yang merupakan garis
kemiringan data, berhimpit dengan dengan garis putus-putus yang merupakan garis ketika
output (Y) = target (T). Selain itu juga terlihat bahwa nilai output pada unit yang berjumlah 10
adalah output = 1*target+0,0014 sedangkan untuk unit yang berjumlah 1, output =
0,21*target+0,37. Hal ini memperlihatkan bahwa, pengenalan pola dalam proses pelatihan
dengan menggunakan 10 unit lebih baik dari 1 unit. Namun jika melihat kembali tabel 1, nilai R
sudah mencapai performa terbaiknya (R=0,9) pada unit hidden yang ke-5.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

Hal-hal di atas menandakan bahwa semakin banyak unit hidden semakin baik jaringan
mengenali pola-pola huruf yang diberikan. Tetapi jika dilihat dari waktu yang diperlukan untuk
melakukan training, semakin banyak unit tersembunyi, semakin lama proses training,
sedangkan output yang dihasilkan jaringan relatif sama (5 10 hidden unit ). Ini menandakan
bahwa tidaklah efisien jika menggunakan jumlah hidden unit yang banyak.
Setelah melakukan pelatihan (training) maka network yang sudah diperoleh dapat
diaplikasikan untuk pengenalan huruf dengan menggunakan jenis huruf yang tidak dipakai pada
proses pelatihan. Huruf yang dipakai adalah MS Sans Serif, Segoe UI Semibold serta huruf
dengan tulisan tangan. Aplikasi jaringan juga dilakukan pada 1 10 unit hidden.
Dari pengaplikasian jaringan yang dilakukan , didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3. Data pengaplikasian jaringan untuk huruf MS Sans Serif

Unit hidden

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah huruf
yang terdeteksi
dengan benar
2
5
9
23
25
25
25
25
25
26

Prosentase
keberhasilan
(%)
7,69
19,23
34,61
88,46
96,15
96,15
96,15
96,15
96,15
100

Tabel 4. Data pengaplikasian untuk huruf Segoe UI Semibold

Unit hidden

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah huruf
yang terdeteksi
dengan benar
2
6
4
11
19
17
15
17
16
15

Prosentase
keberhasilan
(%)
7,69
23,08
15,38
42,31
73,07
65,38
57,69
65,38
61,54
57,69

Dari data pengaplikasian jaringan di atas, dapat dilihat bahwa jaringan (network) yang
dihasilkan dari proses training dapat mengenali pola huruf yang sebelumnya belum dikenal, di
mana semakin banyak unit hidden yang diberikan, semakin baik pengenalan pola hurufnya.
Jika dilihat pada bagian pengujian huruf MS Sans Serif, kesuksesan pengenalan
hurufnya sangat baik, jika dibandingkan dengan hasil pengujian pada huruf Segoe UI Semibold.
Hal ini disebabkan oleh bentuk fisik huruf MS Sans Serif hampir sama dengan salah satu huruf
yang dilatihankan (training), yakni huruf Arial. Sedangkan huruf Segoe UI Semibold memiliki
bentuk fisik yang berbeda dengan huruf yang dilatihankan sehingga hasil pengujiannya tidak
begitu baik. Hal ini disebabakan oleh jaringan (network) dengan bobot-bobot serta bias yang
dihasilkan dari proses training sudah sangat baik dalam pengenalan pola huruf yang hampir
sama dengan huruf-huruf yang dijadikan sebagai bahan training. Sedangkan untuk pola huruf
yang cukup berbeda dengan yang dilatihankan, jaringan belum cukup baik untuk mengenali

F3-7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

polanya, tetapi hasil yang didapatkan sudah cukup baik, karena pengenalan pola untuk unit
hidden 5 10 sudah lebih dari 50%.
Selain menggunakan huruf MS Sans Serif dan Segoe UI Semibold, dipakai pula huruf
tulisan tangan sebagai bahan pengaplikasian jaringan yang telah dibuat. Di mana hasil
pengambilan obyek huruf tulisan tangan dengan menggunakan peralatan sederhana (webcam)
sudah cukup baik.
Pengaplikasian ini juga menggunakan jaringan dengan jumlah unit hidden yang
berbeda-beda. Hasil pengaplikasian jaringan dengan menggunakan tulisan tangan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 5. Data pengujian huruf tulisan tangan

Unit hidden

Jumlah huruf
yang terdeteksi
dengan benar
2
3
6
7
11
5
20
7
7
8

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Prosentase
keberhasilan
(%)
7,69
11,54
23,08
26,92
42,31
19,23
76,92
26,92
26,92
30,77

Terlihat dari tabel data di atas, bahwa jaringan yang menghasilkan pengenalan pola
huruf dengan tulisan tangan paling maksimal adalah jaringan dengan 7 unit hidden.
Dari semua aplikasi jaringan yang dilakukan, keberhasilan total dari setiap unit hidden
yang dipakai, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Prosentase keberhasilan total pada aplikasi jaringan

Unit
hidden
1

Prosentase
keberhasilan total
(%)
7,69

17,95

24,36

52,56

70,51

60,25

76,92

62,82

61,54

10

62,82

Data prosentase keberhasilan total di atas, menunjukkan bahwa jaringan yang baik
untuk mengenali pola tulisan yang sebelumnya belum dikenal adalah jaringan yang
menggunakan 5 dan 7 unit hidden dengan total prosentase keberhasilan sebesar 70,51% dan
76,92%. Sehingga jika ingin mengaplikasikan jaringan untuk keperluan pengenalan pola huruf,
maka cukup dipakai jaringan dengan 5 unit hidden atau 7 unit hidden.

F3-8

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

KESIMPULAN
Pola tulisan, khususnya pola huruf kapital dapat dikenali dengan menggunakan jaringan
syaraf tiruan, khususnya metode Backpropagation.
Dari proses pelatihan (training), huruf-huruf yang dijadikan bahan pelatihan dapat
dikenali dengan baik. Di mana, semakin besar jumlah unit hidden, semakin baik pengenalan
pola tulisan. Tetapi hal itu berpengaruh pada lamanya proses pelatihan, jika jumlah unit hidden
semakin banyak, maka lama proses pelatihannya pun semakin lama, sedangkan output yang
dihasilkan jaringan relatif sama (5 10 hidden unit ). Hal ini menandakan bahwa tidaklah
efisien jika menggunakan jumlah hidden unit yang terlalu banyak.
Dalam proses aplikasi jaringan, didapatkan pula bahwa huruf-huruf yang sebelumnya
belum diketahui oleh jaringan, dapat dikenali dengan baik. Di mana semakin besar jumlah unit
hidden, semakin baik pula pengenalannya. Namun penggunaan unit hidden yang terlalu banyak
tidaklah efisien. Pada pengaplikasian jaringan ini, jaringan (network) yang paling maksimal
pengenalannya adalah jaringan dengan 5 unit hidden dan 7 unit hidden dengan total prosentasi
keberhasilan sebesar 70,51% dan 76,92%. Sehingga jika ingin mengaplikasikan jaringan
(network) yang sudah dibuat ini pada pengenalan pola huruf lain, cukup dipakai jaringan dengan
5 unit hidden atau 7 unit hidden.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Muis, Saludin. Teknik Jaringan Saraf Tiruan. Yogyakarta : 2006
[2] Islam, M.J, dkk. Neural Network Based Handwritten Digits Recognition- An
Experiment and Analysis. University of Windsor, Canada: 2009. hal 2.
[3] Luthfie, Syafiie Nur. Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Pada
Aplikasi Pengenalan Wajah Dengan Jarak Yang Berbeda Menggunakan MATLAB
7.0.Universitas Gunadarma, Depok: 2007. hal 1.
[4] Siang, Jong Jek. Jaringan Saraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan
MATLAB. Yogyakarta: 2005.

F3-9

Вам также может понравиться