Вы находитесь на странице: 1из 14

Khutbah Jumat Masjid al-Haram: Aksi

Bela Islam; Mengamalkan dan


Mendakwahkannya
Nur Fitri Hadi, MA

November 25, 2016

Khutbah Jumat Pilihan

Khutbah Pertama:









.



:

Ibadallah,
Bertakwalah kepada Allah. Pujilah Allah atas apa yang Dia anugerahkan kepada kita.
Terutama nikmat Islam. Agama yang Allah janjikan kekal, menang, dan unggul. Yang
akhirnya agama ini menjadi satu-satunya agama di seluruh penjuru muka bumi yang dianut
oleh manusia dan jin. Allah berfirman,





Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama
yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin
tidak menyukai. (QS:At-Taubah | Ayat: 33).
Nabi bersabda,




Agama ini akan menyebar sejauh jarak yang dicapai malam dan siang, dengan kemulian
orang yang mulia dan kehinaan orang yang terhina; yaitu kemuliaan yang dengannya Allah
akan memuliakan Islam dan penganutnya, dan menghinakan kesyirikan dan pengikutnya.
(HR. Ahmad dari Tamim ad-Dary radhiallahu anhu)
Ayyuhal muslimun,

Agama ini pasti akan menang, tidak mungkin tidak. Meski demikian, usaha untuk
memenangkan agama ini wajib kita lakukan. Oleh karena itu, wajib bagi setiap kita untuk
berusaha di jalan Allah dalam rangka menjayakan agama ini. Setiap muslim, dimanapun
tempat mereka. Apapun keadaan mereka. Dengan pertolongan Allah, harus mendahulukan
agama ini. Mengamalkannya sesuai kemampuan mereka dan juga mendakwahkannya.
Saudara-saudaraku,
Marilah kita simak apa saja wasilah-wasilah yang dapat menjayakan dan memenangkan
agama ini. Agar kita dapat ambil bagian dari kewajiban ini. Dan segera melakukannya.
Pertama: Nasihat.
Dari Tamim bin Aus ad-Dary radhiallahu anhu, Rasulullah bersabda,











:
:




Agama itu adalah nasihat. Agama itu adalah nasihat. Agama itu adalah nasihat. Kata
Tamim, Kami bertanya, Nasihat untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab,
Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, dan untuk kaum muslimin secara umum.
(HR. Muslim).
Ada sebuah atsar, bahwa Abdullah bin Masud radhiallahu anhu melewati seorang anak
kecil yang bernyanyi di hadapan teman-temannya. Ibnu Masud menasihatinya, Nak..
seandainya yang didengar dari keindahan suaramu adalah bacaan Alquran. Jadilah seperti itu,
kamu, kamu.
Nasihat itu pun membekas pada sang anak dan lantaran itu ia bertaubat. Anak itu menjadi
seorang yang shaleh hingga ia menjadi salah seorang ahli hadits.
Nasihat memiliki pengaruh yang luar biasa dalam membimbing masyarakat dan
mengembalikan mereka pada kebenaran.
Di antara wasiat Nabi kepada Jarir radhiallahu anhu adalah nasihati setiap muslim.
Tidakkah kita mulai saling menasihati? Saling memberi nasihat kebaikan antara satu dengan
yang lain. Orang Islam itu menasihati sedangkan orang munafik membuat tipu daya.
Kedua: Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Allah berfirman,





Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS:Ali Imran | Ayat: 104).
Alangkah baiknya keadaan masyarakat kalau seandainya umat Islam menjaga syiar ini.
Istiqomah dan tidak berlebih-lebihan di dalamnya.
Syiar amar makruf nahi mungkar berfungsi menjaga keamanan umat ini. Ini adalah kapal
keberhasilan bagi semua. Siapa yang memahami urgensi dan kedudukannya, pasti dia tak
akan meninggalkannya.
Dari Syuja bin al-Walid, ia berkata, Aku pernah keluar bersama Sufyan ats-Tsaury.
Kudapati lisannya tak pernah futur dari amar makruf nahi mungkar. Saat pergi maupun ketika
kembali.
Ketiga: Berdakwah.
Rasulullah bersabda,



Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. (HR. al-Bukhari, dari Abdullah bin Amr bin alAsh radhiallahu anhu).
Hendaknya seseorang bersemangat menyampaikan atau mendakwahkan apa yang dia ketahui.
Bersemangat menyebarkannya di tengah masyarakat.
Ibadallah,
Menyampaikan sesuatu yang Anda ketahui, walaupun suatu yang ringan, seperti
menyampaikan satu ayat, satu hadits, satu permasalahan fikih, dan peringatan, bisa kita
lakukan lewat sosial media. Atau fasilitas teknologi modern sekarang ini. Tentu saja kita juga
harus bersemangat memastikan, yang kita sampaikan itu adalah sebuah kebenaran. Kita bisa
menyebarkan kebaikan ini dengan mudah melalui berbagai varian media sosial. Hal ini akan
bermanfaat bagi kita dan orang lain.
Keempat: Mempelajari agama.

Ini adalah ibadah yang manfaatnya begitu beragam dan banyak. Kebaikannya terasa
menyeluruh. Dan wajib melakukan edukasi terhadap masyarakat secara umum. Tidak boleh
mengistimewakan satu pihak disbanding yang lain.
Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya Allah dan para malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai
semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat/mendoakan kebaikan
bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia. (HR. at-Turmudzi
dari Abu Umamah al-Bahily).
Alangkah indahnya kalau setiap kita mabil peranan dalam memberi pengajaran terhadap
orang yang tak berilmu. Ada yang mengajarkan Al-Fatihah dan surat-surat pendek kepada
orang-orang yang sudah sepuh. Ada yang mengajarkan orang awam bagaimana caranya
berwudhu dan shalat yang benar. Ada yang mengajarkan dzikir pagi dan petang. Seperti
inilah, kita beramal dengan amalannya para salafush shaleh radhiallahu anhum. Mereka
adalah orang-orang yang sangat bersemangat memberi pengajaran dan pemahaman kepada
masyarakat.
Imam az-Zuhri rahimahullah pernah tinggal di pedalaman desa, kemudian mengajari
penduduknya.
Imam Abu Ishaq al-Farazi rahimahullah adalah seorang yang berbaur dengan masyarakat
awam.
Sebagian ulama ada yang menyempatkan waktu tertentu di tempat-tempat bersuci. Kemudian
mereka mengajari masyarakat awam tata cara berwudhu. Sampai mereka dikenal dengan
Syaikh wudhu.
Sebagian ulama ada yang menyediakan waktu tertentu untuk memberi kemanfaatan kepada
masyarakat secara umum maupun khusus. Sehingga orang-orang awam mengambil banyak
manfaat darinya. Dan menjadi kebaikan yang bisa mereka amalkan.
Ayyuhal ikhwah,
Berdakwah, mengajari orang lain dari sesuatu yang telah kita pelajari, bukan berarti
seseorang jadi bebas berbicara hingga pada permasalahan yang tidak dia ketahui. Tidak boleh
ia berfatwa terhadap suatu permasalahan. Tidak boleh ia mengisi suatu majelis ilmu, padahal
ia belum mumpuni untuk hal itu. Tingkatan demikian ada orang-orang khususnya dari
kalangan ahli ilmu. Maksud berdakwah di sini adalah seseorang mencurahkan

kemampuannya untuk mengajarkan orang lain sesuatu yang bermanfaat. Permasalahanpermasalahan yang dibutuhkan oleh umat Islam.
Permasalahan menolong atau menjayakan agama, seperti berdakwah di jalan Allah telah
Allah firmankan dalam Alquran:







Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri? (QS:Fushshilat | Ayat: 33).
Allah juga berfirman,




Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS:An-Nahl | Ayat: 125).
Dari Sahl bin Saad radhiallahu anhuma, Rasulullah bersabda kepada Ali radhiallahu
anhu,













Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu,
maka itu lebih baik dari unta merah. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dakwah merupakan satu hal memiliki peranan besar dalam tersebarnya Islam dan
diterimanya kebenaran di tengah masyarakat. Sepantasnya dakwah itu dibangun di atas ilmu.



Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. (QS:Yusuf | Ayat: 108).

Wasilah-wasilah dakwah yang sesuai syariat memiliki variasi yang banyak. Seperti:
berkhutbah, memberikan kajian, menulis buku, menulis buletin, siaran televisi, dll.
Wahai penyeru ke jalan kebenaran, bersungguh-sungguhlah dalam mendakwahi masyarakat
menuju jalan Allah yang lurus.
Kelima: Bersikap empati.
Saat ini, umat hidup dalam permasalahan besar. Sebagian mereka berada dalam kondisi kritis.
Kita sangat dibutuhkan untuk menjadi penolong bagi saudara-saudara kita. Dengan cara
menghilangkan kesedihan mereka. Ikut berempati dengan keadaan mereka. Mendoakan
mereka. Menolong mereka dengan apa yang Allah anugerahkan pada kita. Memberi solusi
untuk mereka. Membela mereka. mengembalikan hak-hak mereka. Mengambil sikap, atas
kezhaliman yang menimpa mereka.
Saudara-saudaraku,
Wasilah-wasilah untuk menolong agama adalah sesuatu yang agung dan mulia. Bentuknya
bisa berupa menginginkan agar seseorang mendapatkan kebaikan dengan cara menasihati
mereka. Bersemangat agar mereka memperoleh hidayah dan rahmat. Memberi bimbingan
pada mereka. Berusaha menyelamatkan mereka dari adzab Allah. Melakukan sesuatu yang
sifatnya memperbaiki. Memberi bimbingan pada mereka yang salah jalan. Mengingatkan
orang-orang yang lalai. Dan mengajari orang-orang yang tidak tahu.
Umat Islam,
Bukankah di antara hak agama adalah kita menjadi penolongnya? Kita berpegang teguh
dengannya? Menjelaskan hal-hal yang baik dan menyebarkannya di tengah-tengah
masyarakat? Kita menjadi penjaga bagi agama ini? Ketika kita merasa bosan dengan
tanggung jawab ini, kurang dalam menyampaikan agama ini, maka kita merugi dan sia-sialah
keberadaan kita di tengah masyarakat.
Tidakkah kita sadar betapa banyak saudara-saudara kita yang ikut-ikutan dalam keburukan?
Mereka tolong-menolong dalam menyelisihi syariat Allah. Mereka gagal dalam
menyampaikan agama Allah dan menyebarkan kebaikan. Mereka diam ketika melihat
kemungkaran bahkan turut serta dalam kemungkaran itu. Ini semua, membuat agama ini
semakin asing dan umat rusak.
Wahai saudara-saudaraku yang telah Allah beri petunjuk Islam dan Allah muliakan dengan
agama ini, jangan kalian lalai dari agama kalian. Jangan kalian merendahkan agama ini
bagaimanapun keadaan kalian.













.






Khutbah Kedua:










.

:


Ibadallah,
Membela dan menolong agama ini adalah suatu cita-cita yang agung dan tujuan yang mulia.
Dalam hal ini, setiap muslim dan muslimah harus mengambil peranan. Membela agama ini
bukan hanya peranan segelintir orang saja. Sebagaimana yang disangkakan sebagian orang.
Ini adalah pemahaman yang keliru yang wajib diluruskan. Membela agama ini adalah
tanggung jawab kolektif, bersama. Bukan hanya tanggung jawab sebagian umat Islam.
Sementara sebagian yang lain tidak wajib.
Dan permasalahan ini memiliki hambatan dan rintangan yang kadang menjadi penyebab tidak
turut sertanya seorang muslim dalam aksi bela agama. Di antara penghambat tersebut adalah:
Pertama: Seseorang merasa dirinya bukanlah orang yang baik, banyak dosa, dan maksiat.
Perasaan ini mencegah seseorang untuk menasihati orang lain. Atau melakukan amar makruf
nahi mungkar. Ini adalah kekeliruan. Oleh karena itu, ketika diceritakan pada Hasan al-Bashri
bahwa si Fulan tidak memberikan nasihat. Alasannya, Aku takut mengatakan apa yang tidak
aku kerjakan. Hasan al-Bashry menanggapi,

Apa ada yang mengamalkan setiap yang ia ucapkan? Sesungguhnya setan itu suka manusia
jadi seperti itu. Akhirnya, mereka enggan mengajak yang lain dalam perkara yang makruf
(kebaikan) dan melarang dari kemungkaran.

Maksud Hasan al-Bashri rahimahullah adalah bukanlah syarat seseorang yang


memerintahkan pada hal-hal yang dicintai atau melarang sesuatu yang dibenci syariat, ia
harus mengamalkannya terlebih dahulu. Seorang pelaku maksiat tidak diberi keringanan
untuk meninggalkan amar makruf nahi mungkar dengan dalih ia juga kurang dalam ketaatan.
Atau terjatuh dalam sebagian kemungkaran.
















.-
Jika tidak ada di tengah manusia yang menasihati para pendosa
Siapa kiranya yang menasihati pelaku maksiat setelah Muhammad
Ibadallah,
Jangan kita tinggalkan kewajiban kita memberi nasihat dan beramar makruf nahi mungkar
dengan alasan kita juga kurang dalam ketaatan dan masih melakukan kemaksiatan.
Seperti dikatakan, Selayaknya bagi peminum gelas-gelas (khmar) itu memberi nasihat. Jika
mereka tidak melakukannya, dosanya menjadi dua. Dosa meminum khamR dan dosa
meninggalkan amar makruf nahi mungkar.
Untuk mendekatkan pemahaman, pernahkah Anda melihat seorang dokter ketika mereka
mengeluhkan sakit di tubuh mereka. Sakit itu menyerang salah satu anggota tubuh mereka.
Bukankah mereka tetap mampu mengobati orang lain yang menderita sakit? Iya, mereka
tetap mampu menganalisa sakit pasien-pasien. Kemudian memberikan pengobatan. Dan
pasien tersebut pun sembuh atas izin Allah.
Ibadallah,
Janganlah Anda merasa rendah diri. Tunaikanlah kewajiban memberi nasihat tersebut. Dan
hal ini juga tidak menghalangi Anda untuk bertaubat dari dosa dan maksiat yang telah Anda
lakukan.
Dan yang menguatkan pemahaman ini, yang kadang dilupakan oleh sebagian orang, adalah
hadits Nabi ,











Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat).
(Muttafaq alaihi, diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu).

Ada ulama yang mengatakan, Laki-laki fajir itu meliputi orang kafir atau orang muslim
pendosa.
Kalimat ini menjelaskan bahwa pelaku maksiat dan orang fasik tidak boleh meninggalkan
amal dengan alasan kemaksiatan dan sedikitnya amal kebajikan mereka.
Kedua: Seseorang beranggapan tidak bermanfaatnya nasihat untuk masyarakat.
Dengan anggapan ini, nasihat pun hilang di tengah masyarakat. Tentu tidak ditemukan
pengaruh kebaikan. Tidak adanya nasihat karena seseorang putus asa dengan keadaan
masyarakat yang buruk merupakan pandangan yang keliru. Orang-orang ash-habu assabtu mengatakan kepada para pemberi nasihat.








Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab
mereka dengan azab yang amat keras? Mereka menjawab, Agar kami mempunyai alasan
(pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. (QS:Al-Araf |
Ayat: 164).
Allah mengutus Nabi Musa dan Harun alaihimassalam kepada Firaun yang sombong.
Allah berfirman,


( 43)







Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan
ia ingat atau takut. (QS:Thaahaa | Ayat: 43).
Abu Darda radhiallahu anhu mengatakan, Jika saudaramu berubah (menjadi buruk) dan
masih terus dalam keadaan tersebut. Jangan kau jauhi lantaran hal itu. Sesungguhnya
saudaramu bengkok satu sat dan lurus di kesempatan yang lain.
Kita tidak diberikan beban oleh Allah agar supaya manusia mendapat hidayah taufik.
Tugas kita hanya mendakwahi mereka dengan cara yang baik. Menasihati dan mengingatkan
mereka. Mudah-mudahan Allah memberikan mereka kemanfaatan dengan nasihat
tersebut.
Ketiga: Takut diejek karena berdakwah.
Ini merupakan kekeliruan. Siapakah orang yang berdakwah di jalan Allah yang selamat dari
celaan? Allah berfirman,

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka
sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai
datang pertolongan Allah kepada mereka. (QS:Al-Anam | Ayat: 34).
Rasulullah adalah manusia yang paling mulia. Beliau juga mendapatkan gangguan dan
disakiti. Lalu bagaimana seseorang tidak sabar dengan rintangan yang ia hadapi di medan
dakwah?
Keempat: Saat melihat kekurangan orang lain, malah mencelanya karena meninggalkan
kewajiban.
Orang yang baik tadi mengatakan, Mengapa si Fulan tidak mengerjakan kewajibannya? Ini
bukanlah alasan. Saat orang-orang selain Anda tidak berdakwah dan membela agama, hal ini
semestinya membuat Anda melakukan sesuatu. Bukan malah mencela orang lain. Mereka
dalam keadaan malas dan kurang. Anda dalam keadaan sebaliknya, tapi tidak melakukan hal
itu juga? Allah berfirman,

( 2)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. (QS:Ash-Shaff | Ayat: 2-3).
Siapa yang mengatakan, Binasalah manusia. Padahala dia sendiri orang yang paling binasa
di antara mereka.
Ibadallah,
Bentuk menolong dan membela agama Allah ini banyak. Wasilah-wasilahnya juga banyak.
Barangsiapa yang memiliki andil dalam membela agama Allah walaupun dengan peranan
yang sedikit, ia akan mendapatkan balasan yang besar.
Setiap kita harus ambil bagian dalam setiap bidang yang digeluti dan kemampuan yang
dimiliki untuk berkhidmat kepada agama Allah. Membela dan menjayakannya.









:






:-






]:








.[56






:

.













.






.














.



.





























.





























.
















.





.










.


Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Faishal bin Jamil al-Ghazawi (Imam dan
)Khotib Masjid al-Haram
Judul asli: Nusratu al-Islam bil Amal lahu wa ad-Dawatu Ilaihi
Tanggal: 18 Shafar 1438 H
Penerjemah: Tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Вам также может понравиться