Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
IA adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran. IA hanya satu, tanpa kembaran, Gusti
Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari. Orang jawa menyebutnya Gusti Pangeran.
Kata pangeran berasal dari kata pangengeran, yang artinya tempat bernaung dan
berlindung.
Terhadap Tuhan manusia hanya mampu memberikan sebutan sehubungan dengan
perannya, Gusti kang murbeng dumadi (Penentu nasib semua makhluk), Ya Rakhman
Ya Rakhim (Pengasih Penyayang, red : Bocah Angon) dan tidak dapat menggambarkan
wujudnya karena untuk mendefinisikanpun tidak bisa, sebab kata-kata hanyalah produk
fikiran. Sehingga orang jawa menyebutnya tan kena kinaya ngapa (tak dapat
disepertikan)
Perjalanan spiritual adalah proses panning upaya manusia untuk mencapai tatarankahanan (strata, Maqom) dengan cara membebaskan diri dari segala bentuk keterikatan
dan kemelekatan serta kepemilikan, baik itu jasmani ataupun rohani.
****(Salah satu metode yang dilakukan adalah bersemedi, yaitu menghentikan segala
fungsi tubuh, keinginan serta nafsu jasmaninya. Dengan latihan ini diharapkan agar diri
dapat membebaskan dari keadaan sekitar. Karena dengan metode ini akan tercipta
keheningan pikiran, sehingga membuat diri mengerti dan menghayati hakikat hidup :
Bocah Angon)
****Dalam islampun hal ini tersirat dalam peristiwa yang dikenal dengan Lailatul
Qadr. Lailatul Qadr merupakan sebuah peristiwa penting yang terjadi pada bulan
Ramadan (malam hari).
****Kenapa bulan ramadan?, bukankah artinya ramadan adalah kemenangan.
****Menang dari apa?, menang dari segala hawa nafsu yang ada di diri.
****Kenapa malam hari?, malam hari merupakan simbol dari keheningan,
simbolisasi dari Mengheningkan Cipta (menghentikan segala fungsi tubuh), dan
merupakan waktu yang tepat untuk merenungi diri (menghayati hakikat hidup).
****Sehingga apabila manusia disetiap harinya mampu mengendalikan dan
mengalahkan segala hawa nafsunya maka orang tersebut ditiap harinya mengalami
peristiwa Lailatul Qadr (penulisan Al Quran Teles / basah, red: hakikat hidup dalam
hati).
Al Quran dimulai diturunkan pada malam Lailatul Qadr, yang nilainya lebih dari seribu
bulan; para malaikat dan Jibril turun ke dunia pada malam Lailatul Qadr untuk
mengatur segala urusan.
Seperti yang dijelaskan dalam fiman Tuhan Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593]. Dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam
itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al Qadr 97 : 15)
[1593]. Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr
yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan
turunnya Al Quran.
**** = Bocah Angon
Dalam hadistnya Nabi Muhammad bersabda bahwa Malam Lailatul Qadar, bisa ditemui
dalam mimpi Aku lihat mimpi-mimpi kalian tentang lailatul qadar semuanya sama
menunjukkan pada tujuh malam terakhir. Karenanya siapa saja yang mau mencarinya,
maka hendaklah dia mencarinya pada tujuh malam terakhir. (HR. Al-Bukhari no. 1876
dan Muslim no. 1985)
****(Alam pikiran orang jawa telah merumuskan bahwa kehidupan manusia berada
dalam dua alam (kosmos), makrokosmos adalah alam semesta dengan pusat Tuhan dan
mikrokosmos adalah diri manusia secara pribadi.: Bocah Angon)
Dalam ajaran kejawen dikatakan bahwa Tuhan menyatu dengan ciptaannya dengan
digambarkan sebagai curiga manjing warangka, warangka manjing curiga; seperti keris
masuk ke dalam sarungnya, seperti sarung memasuki kerisnya.
Menyatunya Tuhan dengan ciptaanNYA secara simbolis juga dikatakan kaya kodhok
ngemuli leng, kaya kodhok kinemulan ing leng (seperti katak menyelimuti liangnya dan
seperti katak terselimuti liangnya). Dengan pengertian demikian maka jarak antara
Tuhan dan ciptaanNYA tidak terukur lagi (Baca hakekat makna 1000 tahun). Dalam
filsafat jawa ditegaskan adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan, artinya jauh
tanpa batas, dekat namun tak bersentuhan.
BAB I
MAKNA KEMATIAN BAGI MASYARAKAT JAWA
Manusia tidaklah selayaknya bersedih hati atas meninggalnya makhluk lain,
betapapun besar jasanya dan betapapun besar cinta kasihnya. Namun, ini juga bukanlah
berarti seseorang harus bersukaria atas kematian sanak keluarga. Dengan perkataan lain,
berduka-cita bukanlah suatu kebajikan, bukanlah suatu perwujudan dari rasa bakti, tulus
dan setia.
Untuk menyatakan serta membuktikan betapa besarnya rasa bakti dan cinta kasih
terhadap almarhum, seseorang tidaklah harus berduka-cita, menangis atau bahkan
menyewa orang-orang miskin untuk berpura-pura menangis. Karena semua menyadari
bahwa orang yang telah lama meninggal dunia tidaklah mungkin dapat dihidupkan
kembali, hal ini bukanlah pertolongan baginya di alam sana. Bukan tangisan dari sanak
keluarga yang dapat mengantarkan seseoran ke surga.
****(Yang dapat memberikan pertolongan adalah Doa dari anak (almarhum), Amal
perbuatan (kebaikan almarhum) selama di dunia dan ilmu (almarhum) yang bermanfaat
untuk sesama makhluk hidup. :Bocah Angon)
Seseorang yang dirundung malang kiranya dapat diumpamakan seperti orang yang
sedang terjatuh ke dalam jurang. Untuk membebaskan atau menolongnya seseorang
tidaklah harus ikut menceburkan diri bersama dengannya. Tindakan yang bijaksana
ialah berusaha mengangkat sahabat atau kerabat itu keluar dari jurang tersebut. Dengan
kata lain, pertolongan yang diberikan kepadanya ialah memberikan bimbingan Spirit
(semangat) agar dia sadar bahwa didunia ini memang tidak ada sesuatu yang bersifat
kekal (langgeng).
BAB II
MENGAPA MANUSIA HARUS MATI
Tuhan merasa bahwa kedaulatan-NYA kini terancam oleh sifat keingintahuan manusia,
dimana manusia ingin tahu atas segalanya.
Tuhan tidak rela membagi kelebihan ini kepada yang lain, sebab apabila ada pihak lain
entah manusia, malaikat,iblis atau binatang berhasil memilikinya, keberadaan Tuhan
dalam alam semesta yang diciptakan-NYA niscaya menjadi tidak berbeda.
Ini diakui sendiri oleh Tuhan sebagaimana tersurat dalam firman-NYA
sesungguhnya manusia telah menjadi seperti salah satu dari kita, mengetahui kebaikan
dan kejahatan; maka sekarang janganlah sampai ia mengulurkan tangannya dan
mengambil pula buah kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selamalamanya
Takut kalau manusia berbuat lebih jauh lagi dengan mengambil buah pohon
kehidupan yang dapat membuat kekal (hidup selama-lamanya), maka Tuhan segera
mengusir dari Surga Firdaus. Merasa khawatir bahwa tindakan pencegahan ini masih
belum cukup aman, Tuhan memagari pohon kehidupan itu dengan pemandangan yang
menyala-nyala dan menyambar-nyambar (hijab).
Demikianlah ringkasan kisah yang menceritakan kejatuhan manusia ke dalam dosa
(melanggar perintah Tuhan), yang membuat seluruh manusia keturunan Adam mewarisi
kematian Sebagaimana dosa telah masuk ke dalam dunia melalui satu orang, dan
kematian melalui dosa, begitulah kematian tersebar luas ke seluruh umat manusia.
Filsuf Yunani Socrates melalui tulisan muridnya Plato menyampaikan filsuf sejati
adalah mereka yang justru bergembira dengan tibanya kematian. Melalui kematuanlah
seseorang bisa leluasa memurnikan jiwanya dari pengarh ragawi, keterikatan, dan nafsu
tubuh.
Sejarah telah banyak mencatat kisah-kisah kematian yang dramatik namun begitu tulus,
sebutlah Isa Al Masih, Mansyur al Hallaj, Syech Siti jenar, dll.
BAB III
TUHAN DALAM PANDANGAN MASYARAKAT JAWA
Di sini jelaslah yang dicari merupakan sesuatu yang tidak tergambarkan atau tidak
dapat disepertikan (Tan kena Kinaya Ngapa). Sehingga masyarakat jawa menyatakan
bahwa hakikat Tuhan adalah sebuah kekosongan, Suwung.
Logikanya, apabila hakikat Tuhan adalah kekosongan, maka untuk menyatukan diri
dengan sang maha kosong kitapun harus kosong. Dengan menghilangkan muatanmuatan yang membebani jiwa, seperti nafsu dan keinginan.
2. Metode Pencarian
Salah satu cara pencarian hakikat Tuhan adalah dengan berpuasa atau tirakat sebagai
perwujudan laku pencarian tersebut.
a. ****( Tapa mutih, yaitu minum air putih dan makan satu jenis makan dengan tanpa
garam selama 40 hari. Sebagai contoh air putih dan nasi putih tanpa tambahan apa-apa
selama 40 hari. : Bocah Angon)
b. Tapa Ngrowot, makan sayuran saja.
c. ****(Tapa Pati Geni, berpantangan makanan yang dimasak menggunakan api, tidak
tidur dan dilakukan ditempat gelap/tidak ada cahaya.: Bocah Angon)
d. ****(Tapa Ngebleng, Tidak makan dan minum selama 7 / 13 / 19 / 21 hari.: Bocah
Angon)
e. ****(Tapa kungkum, Merendam diri di Pertemuan arus selama 40 hari.:Bocah
Angon)
f. Tapa Ngeli, Menghanyutkan diri di air.
g. ****(Tapa pendem, mengubur diri hingga nampak leher saja.:Bocah Angon)
h. Tapa Nggantung, Mengantung diri dipohon atau tidak menginjak tanah.
i. Tapa Ngrame, Diri tetap tenang walaupun di tengah hirup-pikuk aktifitas manusia,
selain itu siap berkorban atau menolong siapa saja, dan kapan saja.
j. Tapa Brata, Bersemedi dengan khidmat.
Untuk memahami makna puasa pencarian dengan metode puasa, perlu diingat
beberapa hal, antara lain :
Pertama, Dalam menjalani lelaku spiritual puasa, tata caranya berdasarkan panduan
guru-guru kebatinan.
Kedua, Dikarenakan ritual ini bernuansa mistik, maka penjelasannyapun memakai sudut
pandang tasawuf/mistis dengan mengutamakan RASA dan mengesampingkan
akal/nalar.
Ketiga, Dalam budaya mistis jawa terdapat etika guruisme, dimana murid melakukan
taklid buta (patuh, tunduk dengan tidak ada pertanyaan) pada sang Guru.
**** = Bocah Angon
Sukma rimbag wutuh den-tingali, saosike ya sukma belaka, wujud ing sukma tan
pae, wus tan kengang binastu, woring jati kula lan Gusti, Maha Gusti ta kula, sih
kajatenipun, lamun tan kadyeka, kula misih kula, Gusti misih Gusti, tan kengang worwinoran.
Artinya, Sukma sepertinya utuh kalau dilihat, segala gerak adalah sukma itu sendiri,
wujud sukma sudah tidak bisa dibedakan melebur menyatu, menyatunya kesejatian
kawulo atau hamba dan Gusti atau Tuhan, Maha Gusti dengan kawulo, kesejatian
kasih, tetapi walaupun sepertinya tidak bisa dibedakan, kawulo masih tetap kawulo,
Gusti tetap Gusti, tidak bisa dicampuradukkan.
Sembah adalah pujian bagi Tuhan semesta alam yang berati juga menghormati dan
memujaNYA, istilah lainnya adalah Pujabrata. Ada guru laku yang mengatakan bahwa
sesungguhnya orang itu tidak diperkenankan melakukan Pujabrata, sebelum ia
melewati Tapa brata.
a. Sembah raga
Laku ini adalah tapa yang berkenaan dengan badan jasmani. Selama ini badan
hanyalah mengikuti perintah batin dan kehendak. Badan maunya menyenangnyenangkan diri, merasa gembira tanpa batas.
Mulai hari ini, usahakan supaya badan menuruti kehendak cipta, demgan jalan : bagun
pagi hari dan mandi, jangan malas, lalu sebagai manusia normal bekerjalah (disiplin
diri). Pelajarilah ilmu luhur yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
b. Sembah Cipta
Terdiri dari dua tahapan, pertama harus melatih pikiran kepada kenyataan kawula
mengenal gusti. Kedua, harus selalu mengerjakan hal yang baik dan benar, mengontrol
nafsu dan menaklukkan keserakahan. Sehingga diharapkan rasa akan menjadi tajam
dan diri akan mulai melihat kenyataan.
Berlatih Cipta;
1. Lakukan dengan teratur, ditempat yang sesuai.
2. Konsentrasikan rasa.
3. Jangan memaksa raga, laksanakan dengan pelan dan santai.
4. Kehendak yang jernih dan fokus.
5. Rutinkan melakukan ini, sampai hal yang dikerjakan ini adalah sesuatu yang memang
harus dikerjakan, dan sama sekali tidak menjadi beban (keteguhan hati).
Saat berada dijalan menuju kenyataan sejati, merasa tidak ingat apapun, seolah raga dan
pikiran tidak berfungsi, tetapi jiwa tetap (eling). Itulah heneng dan hening dan sekaligus
eling dari rasa sejati (kesadaran).
c. Sembah Jiwa
Dengan rasa yang mendalam, menggunakan suksma jiwa yang telah ditemui saat
heneng, hening dan eling untuk menyembah pada Tuhan YME. Ini adalah sembah batin,
tidak melibatkan lahir.
d. Sembah Rasa
Sembah ini ditandai dengan dimengertinya dari mana manusia berasal, mengerti
dengan sempurna untuk apa manusia diciptakan, mengerti tujuan hidup, mengerti
dengan sempurna atas kenyataan hidup, mengerti akan keberadaan semua makhluk
hidup dan memahami kemana akan kembali (sangkan paraning dumadi).
Hubungan Antar Kawula dan Gusti seperti manisnya madu dan madunya, tidak
terpisahkan. Nyinau ngilmu kedah ngertos ilmuni pun, ilmu bebukanipun sarana pikir
,ngilmu lelabetan kalian laku, olehipun sampurna kedah kekalih, menawi sampun
lajeng kagunaknya adamel uruping sasamnya samodraning guna agesang.
4. Konsep Tuhan dalam Sedulur Papat Kalimo Pancer dan Etimologi Aksara
Jawa
Dalam universalisasi falsafah jawa dinyatakan bahwa manusia adalah titah dumadi
yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harmonis dengan jagad rat pramudita
(jagad raya seisinya).
Sehingga prinsip universal ini yang melahirkan istilah sedulur tunggal dina
kelahiran (saudara satu hari kelahiran), yaitu bahwa apapun makhluknya yang
tumbuh/muncul/lahir bertepatan dengan saat seseorang dilahirkan, maka makhluk
tersebut dianggap sebagai saudara. Hal ini menegaskan bahwa walaupun manusia
adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia serta mengajarkan agar sebagai
khalifah janganlah bersikap sombong dan arogan.
Dengan adanya saudara tunggal hari kelahiran ini, maka setiap manusia akan berhatihati dalam tindakannya. Ia tidak akan merusak alam semesta ini dengan segala tingkah
polahnya karena khawatir menyakiti saudara-saudaranya.
Pada zaman dahulu orang jawa membuat minuman dawet ketika hewan ternaknya
melahirkan, hal ini sebagai pelaksanaan merayakan gumelaring titah dumadi, yaitu
penciptaan makhluk oleh sang pencipta.Sayangnya keluhuran budi ini sering dianggap
sebagai tahayul, gugon tuhon, bahkan tidak sedikit dianggap sesat dan bidah. Sehingga
sekarang bisa dilihat akibat dari tidak menghargai akan keluhuran budi tersebut, orang
menjadi beringas, menilai bahkan merusak apa saja yang tidak sama. Ia tidak ingat
kalau statusnya sebagai khalifah, yang mana seharusnya menjadi orang yang bijak
dan bajik. Nafsunya menguasai rasa sehingga tumpullah sudah persaudaraan sesama
makhluk.
Jawa sendiri mengandung arti kesadaran budi, sehingga apabila orang mengetahui,
menyadari bahkan memahami ini tentunya setiap manusia akan selaras dengan
keinginan Tuhan, yaitu sebagai khalifah/ utusan didunia ini yang Hamemayu
Hayuning Buwono / Rahmatan lilalamin.****(Bocah Angon)
Tuhan juga berfirman bahwa telah jelas kerusakan yang terjadi di muka bumi ini
adalah akibat ulah manusia sendiri. Sehingga jangan pernah menyalahkanNYA untuk
semua nestapa yang dialami manusia. Seringnya bencana alam seperti banjir, tanah
longsor, tsunami bukanlah takdir, semua terjadi atas ulah manusia.
Salah satu konsep kesadaran budi yang dipegang oleh masyarakat jawa adalah bahwa
manusia (jagad cilik) adalah bagian dari alam semesta (jagad Besar). Hal ini
menyadarkan bahwa kedua jagad ini harus selalu dalam keadaan harmonis. Artinya
dalam setiap hembusan nafasnya manusia selalu sadar bahwa dirinya adalah bagian dari
alam semesta dan tentunya ia harus Hamemayu Hayuning Buwono. Dari hal inilah
muncul falsafah Sedulur Papat Lima Pancer.
Sedulur papat tiada guna tanpa adanya pancer, dan pancer tiada berfungsi tanpa
bantuan sedulur papat. Konsepsi sedulur papapt dimulai saat seseorang masih berada
didalam guwa garba / bumi suci seorang ibu. Didalam rahim ada 4 komponen utama
yang mendukung kehidupan janin. Air ketuban, ari-ari (tembuni), pusar dan darah. Air
ketuban berfungsi menjaga bayi, meredam benturan. Ari-ari menyerap sari makanan
dari ibu. Pusar menjalankan tugas sebagai saluran. Darah membawa sari-sari makanan
yang diserap ari-ari kedalam tubuh si bayi.
Saat proses kelahiran air ketuban keluar mendahului bayi, disebut dengan kakang
kawah, tempatnya di Timur, warnanya putih. Plasenta keluar setelah bayi bayi, disebut
dengan adhi ari-ari, tempatnya dibarat, warnanya kuning. Darah disebut dengan Ponang
Getih, tempatnya di selatan, warnanya merah dan terakhir puser, tempatnya diutara
warnanya hitam. Bayi sebagai pancernya. Ketiadaan salah satunya, membuat unsur
yang lain tiada berguna.
Seorang bayi bersama empat saudaranya setelah lahir, sebenarnya hanyalah
berpindah tempat. Dari Bumi suci kandungan ibu ke Bumi mulyo, yaitu berpindah
kedalam kandungan ibu pertiwi atau alam semesta ini.
Ketika lahir, sedulur papat dan pancer-nya disebut sebagai sedulur tunggal
pertapaan, nunggal sak wat, ning beda-beda panggonane, yang artinya : saudara satu
tubuh, keluar lewat jalan yang sama, tetapi berbeda-beda tempatnya.
Hubungan Tuhan dan Manusia dalam pemahaman aksara jawa adalah sebagai berikut :
HA : Hana hurip wening suci, adanya hidup adalah kehendak dari Yang Maha Suci.
NA : Nur candra, gaib candra, warsitaning candra, Pengharapan manusia hanya selalu
sinar illahi.
CA : Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi, satu arah satu tujuan pada Yang Maha
Tunggal.
RA : Rasaingsun handulusih, rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani.
KA : Karsaingsun memayuhayuning bawana, Hasrat diarahkan untuk kesejahteraan
alam.
MA : Madep mantep manembah mring illahi, Yakin dan mantap dalam menyembah
Illahi.
GA : Guru sejati sing muruki, Belajar pada guru yang bernama Hati Nurani.
BA : Bayu sejati kang andalani, Menyelaraskan diri pada gerak alam.
THA : Tukul saka niat, Segala sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan.
NGA : Ngracut busananing manungso, Melepaskan egoisme pribadi Manusia.
berbadan cahaya, lalu mengejawantahlah mewujud menjadi jasad manusia. Sang bapa
mengukir jiwa dan Sang Rena yang mengukir raga. Selama 9 bulan calon manusia
berproses di dalam rahim Sang Rena dari wujud badan cahaya menjadi badan raga.
Itulah zaman keanehan atau dwaparayuga.
Setelah 9 bulan lamanya dewa wisnu berada di dalam zaman dwaparayuga,
kemudian langkah Dewa wisnu menitis yang terakhir kalinya, yakni lahir ke bumi
menjadi manusia yang utus dengan segenap jiwa dan raganya. Penitisan terakhir dewa
wisnu ke dalam zaman mercapadha.
Merca artinya panas atau rusak, padha berarti papan atau tempat. Mercapadha adalah
tempat yang panas dan mengalami kerusakan. Disebut juga sebagai madyapada, madya
itu tengah, dan padha berarti tempat.Tempat yang berada ditengah-tengah, terhimpit
diantara tempat-tempat gaib. Gaib sebelum kelahiran dan gaib setelah ajal.
Di zaman madya atau mercapadha ini manusia memiliki kecenderungan sifat-sifat
yang negatif. Sebagai pembawa unsur setan , setan disini tidak untuk difahami
sebagai makhluk gaib gentayangan penggoda iman, melainkan sebagai kata kiasan
nafsu negatifyang ada di dalam segumpal darah (kalbu). Mercapadha merupakan
perjalanan hidup paling sedikit, namun paling berat dan sangat menakutkan kemuliaan
manusia dalam kehidupan sebenarnya yang abadi dan kekal.
Ringkasnya, berbagai lirik nada yang digubah kedalam berbagai bentuk tembang
menceritakan sifat lahir, sifat hidup, dan sifat mati manusia sebagai sebuah perjalanan
yang harus dilalui oleh setiap insan, dengan harapan agar bisa sebagai pepeling dan saka
guru untuk perjalanan hidup setiap manusia. Berikut alurnya :
1. Mijil
Mijil artinya Lahir. Hasil olah raga dan jiwa laki-laki dan perempuan menghasilkan si
jabang bayi. Sang bayi sudah terlanjur enak hidup di zaman dwaparayuga selama 9
bulan, namun dia harus netepi titah gusti, maka lahirlah ke Mercapadha. Sang bayi
mengenal bahasa universal pertama kali dengan tangisan yang memilukan. Tangisan
yang polos, tulus, dan alamiah bagai kekuatan getaran mantra tanpa tinulis.
2. Maskumambang
Setelah Sang bayi lahir, membuat hati orang tua diliputi perasaan bahagia, dijaganya
tiap malam agar jangan samapai meregang. Buah hati bagaikan emas segantang.
Menjadi tumpuan dan harapan kedua orang tua untuk mengukir masa depan.
3. Kinanti
Semula jabang bayi berwujud merah merekah, lalu berkembang menjadi anak yang
selalu dikanthi-kanthi kinantenan orang tuanya sebagai anugerah dan berkah. Dikanthikanthi (diarahkan dan dibimbing) agar menjadi manusia sejati, yang selalu menjaga
bumi pertiwi.
4. Sinom
Sinom : isih enom/ masih muda. Jabang bayi berkembang menjadi remaja. Orang tua
selalu berdoa disiang dan malam agar anak tidak salah arah dalam menentukan langkah.
Pengalamannya belum banyak, batinya belum matang.
5. Dhandanggula
Remaja beranjak menjadi dewasa. Segala lamunan berubah. Mencoba hal-hal yang
belum pernah dirasa, walaupun itu dilarang agama, orang tua. Angan dan asa melamun
dalam keindahan dunia fana. Anak baru dewasa, remaja bukan, dewasa juga belum.
Masih sering terperdaya bujukan nafsu angkara dan nikmat dunia.
Walaupun begitu orang tua tidak punya rasa benci kepada pujaan hati. Selau setia
membimbing anak muda ini guna membuka panca inderanya.
6. Asmaradana
Asmaradana atau asmara dahana yaitu api asmara yang selalu membakar jiwa dan
raga. Kehidupannya digerakkan oleh motivasi harapan dan asa asmara. Seolah dunia
miliknya saja. Apa yang dicitakan harus terlaksana, tidak peduli apapun akibatnya.
Sudah menjadi tugas orang tua untuk membimbing dan mengarahkan, karena sebentar
lagi akan memasuki gerbang kehidupan baru. Jangan suka berpangku tangan tapi
pandailah memnfaatkan waktu. Ikuti tindak-tanduk sang guru lagu, yang selalu sabar
membimbing setiap waktu dan tak pernah mengerutu.
7. Gambuh
Gambuh atau gampang Nambuh, sikap angkuh serta acuh tak acuh, seolah sudah
menjadi orang yang teguh, ampuh dan keluarganya tak akan runtuh. Belum pandai
sudah berlagak pintar. Padahal otaknya buyar matanya nanar merasa cita-citanya sudah
bersinar. Menjadikan tak pandai melihat mana yang salah dan benar. Dimana-mana
kepingin diakui sebagai pejuang, walaupun hatinya tidak lapang.
Pahlawan bukanlah orang yang berani mati, akan tetapi berani hidup untuk menjadi
manusia sejati. Sulitnya mencari jati diri. Kemana-mana terus berlari tanpa henti.
Memperoleh sedikit sudah dirasakan banyak, membuat sikapnya mentang-mentang
bagaikan sang pemenang. Sulit mawas diri, mengukur diri terlalu tinggi.
Ilmu yang didaptkan seolah menjadi senjata ampuh tiada tertandingi. Padahal
pemahamannya sebatas kata orang. Alias belum bisa menjalani dan menghayati. Bila
merasa ada yang kurang,menjadikannya sakit hati dan rendah diri.Jika tidak Tahan ia
akan berlari menjauh mengasingkan diri. Menjadikannya pemuda-pemudi yang jauh
dari anugerah Ilahi.
Maka belajarlah dengan teliti dan hati-hati. Jangan menjadi orang yang mudah
gumunan (heran) dan kagetan (kaget). Bila sudah paham hayatilah dan praktekkanlah
dalam setiap perbuatan, agar kau temukan dirimu yanng sejati sebelum raga yang
dibangga-banggakan itu menjadi mati.
8. Durma
Munduring Tata Krama. Tembang durma diciptakan untuk mengingatkan sekaligus
menggambarkan keadaan manusia yang cenderung berbuat buruk atau jahat.
Manusia gemar udur atau cekcok, cari menang dan benernya sendiri, tak mau
memahami perasaan orang lain. Manusia cenderung mengikuti hawa nafsu yang
dirasakan sendiri (nuruti rahsaning karep). Walaupun merugikan orang lain tidak peduli
lagi.
Manusia walaupun tidak mau di sakiti, namun gemar manyakiti orang lain. Suka
berdalih dengan niat baik. Itulah keadaan manusia, suka bertengkar, emosi tak
terkendali, mencelakai dan menyakiti. Maka berhati-hatilah, orang yang beruntung
adalah orang yang selalu eling lan waspada.
Dalam cerita wayang purwa dikenal beberapa tokoh jahat. Sebut saja Dursasana,
Durmagati, Duryudana. Dalam terminilogi jawa istilah Dur/ dura ( nglengkara) yang
mewakili makna negatif (awon).
9. Pangkur
Bila usia telah uzur, datanglah penyesalan. Siang malam selalu berdoa, sementara
raga sudah tidak mampu berbuat apa-apa. Hidup enggan mati pun sungkan. Ke-sana
kemari ingin mengaji diri. Sanak kadhang enggan datang, karena ingat ulah dimasa lalu
yang gemar mentang-mentang.
10. Megatruh
Megat ruh, artinya putusnya nyawa dari raga. Jika pegat tanpa aruh-aruh datangnya
ajal akan tiba sekonyong-konyong.
Terlanjur tidak paham jati diri. Selama ini menyembah Tuhan dengan penuh pamrih,
karena takut neraka dan berharap pahala surga. Sembahyangnya rajin namun tak sadar
sering mencelakai dan menyakiti hati sesama manusia dan alam semesta. Penyakit hati
menjadi penentu dalam meraih kemuliaan sejati, dimana manusia tidak sadar diri selama
ini sering merasa benci, iri hati dan dengki.
Seolah menjadi yang paling benar, apapun tindakannya ia merasa paling pintar,
namun segala keburukan yang dilakukannya dianggapnya demi membela diri. Kini
dalam kehidupan yang sejati, sungguh baru bisa dimengerti, penyakit hati sangat
merugikan diri.
11. Pocung
Pocung ataou pocong adalah orang yang telah mati, lalu dibungkus kain kafan. Itulah
batas antara kehidupan mercapadha yang panas dan rusak dengan kehidupan yang sejati
dan abadi.
Bagi orang baik, kematian justru menyenangkan sebagai kelahirannya kembali.
Sementara bagi durjana, saat meregang nyawa tiada yang peduli. Seram mengancam
dan mencekam.
Tuhan Maha Tahu dan bijaksana tak pernah luput dalam menimbang kebaikan dan
keburukan, walaupun itu sejumput. Manusia saat itu baru sadar, yang dituduh kafir
belum tentu kafir menurut Tuhan, yang dianggap sesat beleum tentu sesat menurut
Tuhan. Malah yang suka menuduh menjadi tertuduh. Yang suka menyalahkan justru
bersalah.Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan ini kudu jeli, nastiti, dan ngatingati. Jangnlah suka menghakimi orang hanya karena tidak sefaham dengan kita. Lebih
bak kita mawas diri, agar kelak saat mati arwahmu tidak nyasar dan kemudian menjadi
Memedi.
12. Wirangrong
Hidup didunia ini penuh dengan siksaan, derita, pahit, dan getir, musibah dan
bencana. Namun manusia bertugas untuk mengubah itu semua menjadi anugerah dan
bahagia. Manusia harus melepaskan derita diri pribadi, maupun derita orang lain.
Manusia harus saling asah asih dan asuh kepada semua.
Hidup yang penuh cinta kasih dan sayang bukan berarti mencintai dengan membabi
buta. Manusia harus peduli, memelihara dan merawat, tidak membuat kerusakan bagi
sesama manusia lainnya, bagi makhluk hidup maupun jagad raya. Itulah nilai kehidupan
yang bersifat Universal, sebagai wujud nyata memayu Hayuning Bawana, Rahmatan lil
alamin.
Janganlah terlambat. Akan mengadu pada siapa jasad setelah masuk liang lahat
(ngerong). Wirangrong, Sak wirange mlebu ngerong, berikut segala perbuatan
memalukan selama hidup ikut dikubur bersama jasad yang kaku. Keburukannya akan
diingat masyarakat, aibnya dirasakan anak cucu.
Tidak pandang bulu, yang kaya atau melarat, pandai ataupun bodoh, keparat, rakyat
jelata maupun berpangkat. Semua itu sekadar pakaian dunia, tidak bisa menolong
kemuliaan akhirat. Hidup didunia sangatlah singkat, namun kenapa manusia banyak
yang keparat. Ajalnya mengalami sekarat. Gagal total merawat barang titipan Yang
Maha Kuasa, yakni segenap jiwa dan raganya.
Jika manusia tidak bermanfaat untuk kebaikan kepada sesama umat dan seluruh
jagad, merekalah manusia bejat dan laknat. Orang kaya namun pelit dan suka menindas,
orang miskin namun kejam dan pemarah, orang pandai namun suka berbohong dan
licik, orang bodoh namun suka mencelakai sesama.
Bahagia tak terperi, kemana-mana pergi dengan mudah sekehendak hati. Ibarat
lepas segala tujuannya dan luas kuburnya. Tiada penghalang lagi, seringkali
menengok anak, cucu, cicit yang masih hidup di dimensi bumi. Senang gembira rasa
hati, hidup sepanjang masa di alam keabadian yang langgeng tan owah gingsir.
Ilmu hidup yang tergelar di jagad raya, sebagai papan tanpa tulis atau sastra jendra,
semuanya berada dalam rumus Sang Hyang Mahawisesa. Termanifestsikan kedalam
kodrat alam/hukum alam semesta. Nembang Macapat itu adalah Olah rasa dana olah
Jiwa.
BAB IV
Semua orang pasti suatu saat akan mati, entah bagaimana caranya atau seperti apa
matinya. Dan setiap orang pasti akan merasakan kematian, walaupun arti merasakan
itu tidak sama dengan yang dipersepsi oleh orang yang hidup.
Bagaimananpun cara orang melihat kehidupan akan sangat terkait dengan bagaimana
orang mempersepsi kematian. Ketentuan takdir kehidupan ini adalah bagian dari
pengejawantahan akan hukum keselarasan alam (Istilah Plato : mimesis). Masyarakat
jawa dalam memahami konsep ini tercermin dari filosof bahwa urip iki mung mampir
ngombe (hidup ini hanya mampir minum), atau urip ki mung sakdermo nglakoni
(hidup ini hanya sekedar menjalani), atau nrima ing pandum (menerima pemberian
Tuhan).
Pribadi yang selaras adalah pribadi yang tenang dalam segala situasi dan kondisi
perubahan, baik hal yang menyenangkan ataupun tidak. Hal ini salah satunya dicapai
Artinya ketahuilah sejatinya hidup, hidup didalam alam dunia ini, ibarat perumpamaan
mampir minum, ibarat burung terbang, pergi jauh dari kurungannya, dimana
hinggapnya besok, jangan sampai keliru, umpama orang pergi bertandang, saling
bertandang, yang pasti bakal pulang, pulang ke asal muasalnya.
Simaklah sebuah tembang dari syekh siti jenar yang digubah oleh Raden Panji
Natara dan digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya adalah sebagai berikut
Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki ngalame wong mati, mulane kowe
padaha konthal-kumanthil marang kahanan ing donya, sarta suthik aninggat donya.
Artinya Kalian semua banyak berpendapat terbalik, mengira dunia ini alamnya orang
hidup, akhirat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat lekat dengan kehidupan
dunia, dan tidak mau meninggal alam dunia
Siti jenar menambahkan penjelasannya Sanyatane, donya iki ngalame wong mati,
iya ing kene ki anane swarga lan neraka, tegese, bungah lan susah. Sawise kita ninggal
donya iki, kita bali urip langgeng, ora ana bedane antarane ratu lan kere, wali karo
bajingan,
Artinya Pada kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, didunia ini adanya surga
dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah kita meninggalkan alam dunia ini, kita
kembali hidup langgeng, tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang
miskin, wali ataupun bajingan,..
Wejangan para leluhur mengatakan Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati,
hidup yang sejati itu adalah hidup yang tidak bisa terkena kematian.
Tetapi permasalahan yang muncul adalah, siap kah kita menghadapi hidup yang sejati
jika kita berpegang teguh pada kehidupan di dunia yang serba fana?, ajaran leluhur juga
menjelaskan : Tengeh lamun siro biso ngerti sampurnaning pati, yan sirao ora ngerti
sampurnaning urip. Artinya mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna,
jka kamu tidak mengerti hidup yang sempurna.
Selamatan kematian
Menurut Bratawidjaja (1993), setiap selamatan kematian seperti tersebut dibawah ini
memiliki makna terkait dengan kepergian roh yang meninggal (kaitannya dengan
upaya penyempurnaan roh dan jasad manusia) .
Penghitungan menggunakan hari dan pasaran :
a. Ngesur tanah dengan rumus jisarji, maksudnya hari kesatu dan pasaran juga ke satu.
b. Nelung dina dengan rumuslurasu, yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga.
c. Menujuh hari (mitung dina) dengan rumus tusaro, yaitu hari ketujuh dan pasaran
kedua.
d. 40 hari (matangpuluh dina) dengan rumus masarama, yaitu hari kelima dan pasaran
kelima.
e. 100 hari (nyatus dina) dengan rumus rosarama, yaitu hari kedua pasaran kelima.
f. Peringatan tahun pertama (mendhak pisan) dengan rumus patsarpat, yaitu hari
keempat dan pasaran keempat.
g. Peringatan tahun ke-2 (mendhak pindho), dengan rumus jisarly, yaitu hari satu dan
pasaran ketiga.
h. Peringatan seribu (nyewu) dengan rumus nemasarma, yaitu hari ke enam dan pasaran
ke lima.
BAB V
Ronggowarsito. Karya sastra ini juga merupakan sumber dari Wirid Hidayat Jati yang
ditulis juga oleh Ronggowarsito.
Serat kekayasaning Pangracutan adalah hasil temu nalar Sultan Agung dengan para
ahli kasampurnan, seperti Panembahan Purbaya, Panembahan Juminah, Panembahan
RAtu Pekik di Surabaya, Panembahan Juru Kithing, Pangeran kadilangu, Pangeras
Kudus, Pangeran Tembayat, Pangeran Kajoran, Pangeran Wangga, Kiai Penghulu
Ahmad Katengan. (baca : Serat Kekiyasaning Pangracutan)
( Disebut juga Allah, Rasul dan Mukhammad, ketiga-tiganya sesungguhnya adalah satu
juga).
Kang ingaranan kekasihingwang, ya jisim ya suksma, yen ingsun kapanggih kalawan
jisim lan suksma, ingsun pan dadya ratu, ratune ing jagad, ya brahman ya Allah, Tan
liyan saking punika! ( Yang disebut kekasih-ku, adalah jasad dan suksma, manakala
ingsun bertemu dengan jasad dan suksma, ingsun menjadi kawula, manakala ingsun
terpisah dengan jasad dan suksma, ingsun menjadi raja, raja diraja semesta, Ya Brahman
YA Allah, tiada lain dari itu!)
Sunan kudus tersenyum mendengar jawaban Ki Ageng Pengging, perdebatan pun
semakin panas. Sunan kudus bertanya lagi : Ana curiga kalawan warangka. Yen mung
katon warangka, anengngendi curiganira? ( Ada keris dan warangka. Manakala hanya
terlihat warangka, dimanakah kerisnya?)
Ki Ageng Pengging menjawab Amanjing warangka. Manunggal anyawiji! (masuk
kedalam warangka. Manunggal mejadi satu!)
Sunan kudus bertanya kembali Yen mung katon warangka, aneng ngendi
curiganira?( Manakala hanya terlihat keris, dimanakah Warangkanya?) Ki Ageng
Pengging menjawab, Amanjing Curiga. Manunggal anyawiji! (masuk ke dalam keris.
Manunggal menjadi satu)
Kemudian sunan kudus bertanya lagi, Yen musna ilang lelorone, dumunung ing
ngendi? (manakala hilang musnah keduannya, berada dimanakah?) Ki Aggeng
Pengging menjawab, Dumunung aneng urip! ( Berada di dalam hidup!)
Sunan kudus tertawa, lantas bertanya lagi Ana ing ngendi dununging urip?
(Dimanakah tempat kediamannya hidup?), Ki ageng pengging menjawab ana ing
galihing kangkung, ana ing gigiring punglu, ana ing susuhing angin, ana ing wekasaning
langi (berada di inti tumbuhan kangkung, berada di sudut pelor, berada di kediaman
angin, berada diakhir langit).
Kembali sunan kudus tersenyum, dan sunan kudus belum puas. Kembali ia
melempar pertanyaan, Yen ilang alip, lebur marang lam awal lan lam akhir. Illang lam
awal lan lam akhir, lebur marang ha. Yen ha dumunung aneng ngendi? ( Jika hilang
huruf alif, maka lebur kadalam lam awal, dan lam akhir. Jika hilang lam awal dan lam
akhir, lebur kedalam ha. Jika ha lebur, berada dimanakah?) Ki Ageng menjawab ,
Urip! (hidup).
Sunan kudus menyela, Alip jisimku (alip jasadku), Ki Ageng menyela juga ,
ANG raganingsun (ANG ragaku), Sunan kudus menyela lagi, lam awal lan lam
akhir napsuingsun (lam awal dan lam akhir nafsuku), Ki Ageng menyela UNG
sukmaningsun (UNG sukmaku).
Sunan kudus menimpali HU ruhingsun (HU rohku), Ki Ageng menimpali
MANG atmaningsun (MANG Atmaku), Sunan Kudus Allah Asmaningsun (Allah
namaku), Ki Ageng HONG asmaningsung ( HONG namaku). Sunan kudus, ALIP,
LAM AWAL, LAM AKHIR, HU.ALLAH, Ki Ageng Pengging , ANG, UNG,
MANG..HONG!.
Sunan kudus diam. Lantas menantang secara halus, Yen tebu weruh legine, yen
endhog weruh dadare ( Apabila tebu nyata manisnya, apabila telur nyata
isinya)*****(Ungkapan ini adalah khas ungkapan jawa, yang maksudnya meminta
bukti nyata dari semua yang diucapkan damar shasangka.
Ki Ageng tersenyum dan berkata Sumangga ing karsa.. (silahkan jika
berkenan). Ki Ageng Pengging lantas bersendakep dan meminta sunan kudus untuk
memperhatikan titik diantara kedua alis beliau. Lantas Ki Ageng memejamkan mata.
Sunan kudus lekat memperhatikan titik diantara kedua alis Ki Ageng Pengging.
Suasana mendadak berubah, ruangan dimana sunan kudus berada terasa hampa,
senyap seolah tanpa suara sama sekali. Beberapa detik kemudian suna kudus mendadak
tersentak manakala dia melihat cahaya terang nan lembut memancar dari titik diantara
kedua mata Ki Ageng Pengging. Cahaya nan lembut itu menerobos kesadaran Sunan
Kudus. Dan disana, ditengah hempasan cahaya tersebut, sunan kudus melihat dirinya
berada disana. Sejenakkemudian berubah menjadi wujud Ki Ageng Pengging, lantas
berubah lagi menjadi wujudnya.
Sunan kudus menutup mata, namun penampakan itu menembus kelopak matanya
yang terpejam. Sunan kudus lantas berkata Aku Percaya Nak Mas Pengging. Sudah
cukup.
Ki Ageng Pengging tersenyum, dan cahaya lembut yang memancar dari titik
Ditengah kedua alis matanya tersebut, mendadak sirna tanpa bekas. Sunan kudus
membuka kedua matanya dan menatap Ki Ageng Pengging tajam, sembari berkata
kabarnya, Nakmas Pengging mampu mati sakjroning urip. Urip sakjroning pati?
Ki Ageng Pengging menjawab Kanjeng sunan, saya tahu kanjeng sunan demak
menganggap saya sebagai klilip (penghalang) beliau. Tidak usah baa-basi lagi. Saya
siap mati sekarang. Saya bisa mengakhiri kehidupanku saat ini juga. Tetapi, kalau saya
melakukannya sendiri, sama saja saya dengan bunuh diri. Bunuh diri dalam keyakinan
Shiwa maupun Islam adalah hal yang tercela. Untuk itu jadilah perantara kematianku.
BAB VI
KEMATIAN YANG INDAH
Sifat jamal punika, ingkan kinen angarani, pepakane ana ika, akon ngarani puniki, iya
Tauhid hidayat sireku, tunggal lawan Sang Hyang Widhi, tunggal sira lawan Allah, uga
donya uga akhir, ya rumangsana pangeran, ya Allah ana nireki.
Artinya : Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Yuhan. Menyatu
dengan Allah, baik itu di dunia maupun di akhirat. Dan Kamu merasa bahwa Allah itu
ada dalam dirimu.
Ruh idhofi neng sireku, makrifat ya den arani, uripe ingaranan syahdat, urip tunggil
jroning urip sujud rukuk pangasonya, rukuk pamore Hyang Widhi.
Artinya : Ruh idhofi yang ada dalam dirimu, Makrifat sebutannya, Hidupnya disebut
syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya.
Rukuk berarti dekat dengan Tuhan.
Sekarat tananamu nyamur, ja melu yen sira wedi, lan ja melu-melu Allah, iku aran
sakaratil, ruh idhofi mati tannana, urip mati mati urip.
Artinya : Penderitaan yang selalu menyertai ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan
takut menghadapi sakharatul maut. Dan jangan ikut-ikutan takut menjelang
pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh
idhofi tak akan mati; hidup mati, mati hidup.
Liring mati sajroning ngahurip, iya urip sajroning pejah, urip bae selawase, kang mati
nepsu iku, badan dhohir ingkang nglakoni, katampan badan kang nyata, pamore
sawujud, pagene ngrasa matiya, syekh malaya ( S. Kalijaga) den padhang sira nampi,
Wahyu prapta nugraha.
Artinya : Mati didalam kehidupan. Atau sama dengan hidup didalam kematian, yaitu
hidup abadi karena yang mati itu adalah nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati.
Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataan satu wujud. Raga sirna, sukma moksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh malaya (s. Kalijaga), terimalah hal ini sebagai
ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.
Ibarat perjalanan ke suatu tujuan dengan mempergunakan kendaraaan yang berbedabeda, kita semua sebgai penumpang pasti akan sampai tujuan tersebut, tinggal kita
awas dalam perjalanan ataupun kita hanya tidur. Yang awas akan mengerti isi
perjalanannya dan yang tidur tidak mengerti isi perjalanannya.
Agama boleh terus berkembang, tetapi hendaknya manusia tidak menyikapinya
dengan raya yang fanatik yang berlebihan, atau memaksakan ajarannya kepada orang
lain, bahkan menerapkan hukum agama tersebut sebagai hukum negara. Jika kaidah
tersebut dibakukan sebagai sebuah kaidah keyakinan mutlak, maka dapat dipastikan
umat agama yang lain tidak dapat berkembang atau mengabarkan agamnnya dan
pemaksaan tersbut ujung-ujungnya adalah pertentangan hingga mengakibatkan
peperangan.
Masyarakat jawa hidup penuh toleransi, menghargai pendapat dan keyakinan orang,
dan mereka tidak bodoh dengan memaksa berdoa harus memakai bahasa tertentu.
Sedangkan Tuhan / Gusti Pangeran itu adalah Maha tahu segala bahasa yang diucapkan
oleh semua makhluk. DIA maha adil dan maha melihat walaupun rahasia yang
tersembunyi sekalipun seperti terpendam di hati.
http://www.mercubuanaraya.com/Sangkan-Paraning-Dumadi.html