Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi
suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa
perkembangan janin. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu
hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium,
karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational
Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational
Throphoblastic Disease.1
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan
menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai.

Prevalensi mola

hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negaranegera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola
umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat
dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri
didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. 1
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis. 2
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan Clinical report Session ini membahas mengenai tinjauan pustaka dan
laporan kasus tentang Mola Hidatidosa.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terkait Mola Hidatidosa.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini adalah tinjauan pustaka yang merujuk ke
berbagai literatur dan hasil pemeriksaan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar
yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi
trofoblas dan edema struma villi. Jaringan trofoblast pada villus, berploriferasi, dan
mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur. 1
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di
Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masih berupa hospital based. 1
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Hingga saat ini, belum diketahui penyebab kejadian mola hidatidosa. Beberapa faktor
risiko telah teridentifikasi berpengaruh terhadap patogenesis mola hidatidosa. Faktor-faktor
tersebut menghasilkan proliferasi tak terkontrol pada trofoblas. 3
Mola Hidatidosa memiliki faktor risiko, yaitu: 3
1. Usia reproduksi
Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi. Kehamilan
pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami
2.

MH.
Status gizi
Status gizi dianggap berpengaruh terhadap kejadian Mola Hidatidosa. Mola Hidatidosa
sebagai suatu kehamilan abnormal yang berasal dari ovum patologis. Keadaan tersebut
disebabkan oleh adanya defisiensi protein berkualitas tinggi (highclass protein).
Beberapa peneliti mengaitkan hal ini dengan kenyataan bahwa di Asia banyak kejadian
Mola Hidatidosa pada penduduk yang termasuk golongan sosioekonomi rendah dengan
tingkat konsumsi protein yang minim. Secara empiris, teori tersebut didukung dengan
tingginya angka kejadian Mola Hidatidosa pada beberapa daerah dengan pola konsumsi
rendah protein, seperti di Indonesia dan Filipina. Meski demikian, teori tersebut belum
menjawab kenyataan bahwa terdapat daerah-daerah dengan angka kejadian Mola
Hidatidosa tinggi pada penduduk yang mengonsumsi protein tinggi, seperti seperti di
Alaska dan Hawai. Defisiensi asam folat dan histidine pada wanita hamil juga dianggap
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian Mola Hidatidosa. Pada wanita
dengan defisiensi asam folat dan histidine, terutama pada hari ke-13 dan 21 kehamilan,
akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting
dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan
2

gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan hidropik.


Teori gizi sebagai faktor risiko yang banyak dianut saat ini adalah teori yang diajukan
oleh Parazzini & Berkowitz, yaitu bahwa berdasarkan studi kasus kontrol, Mola
Hidatidosa banyak terjadi pada wanita dengan defisiensi

-Carotene/vitamin A. Hal ini

pula yang dapat menerangkan mengapa terjadi variasi dalam insidensi secara regional.
3.
Riwayat Obstetri
Menurut WHO, riwayat obstetrik juga mempengaruhi kejadian Mola Hidatidosa. Hal ini
disebabkan pada wanita dengan riwayat Mola hidatidosa sebelumnya berisiko
mengalami Mola hidatidosa pada kehamilan selanjutnya. Begitu pula pada wanita
dengan riwayat melahirkan gemelli. Namun, multiparitas bukan merupakan faktor risiko
4.

Mola Hidatidosa.
Suku bangsa dan Ras
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi pada wanita kulit hitam lebih rendah
dibandingkan yang lain. Insidensi Mola hidatidosa pada wanita Asia lebih tinggi dari

wanita Eropa.
5.
Genetik
Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan bahwa pada kasus Mola hidatidosa lebih
banyak ditemukan kelainan balance translocation dibandingkan dengan populasi
normal. Pada wanita dengan kelainan sitogenik tersebut lebih banyak mengalami
gangguan meiosis berupa nondisjunction sehingga lebih banyak ovum kosong atau ovum
dengan inti inaktif.
2.4 Patogenesis
Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya
peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana
embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak
berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi. 1
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa
komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY. 4,5

Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadangkadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan
janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat. 4,5

Gambar 2.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B.
Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid5

Gambar 2.2 Mola Hidatidosa5


Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas: 5

1. Teori missed abortion.


Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembunggelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole. 5
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa5

Gambaran
Kariotipe

Mola Komplit
46,XX atau 46,XY

Mola Parsial
Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)

Patologi

Edema villus
Proliferasi trofoblastik
Janin
Amnion, sel darah
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista teka-lutein
Penyulit medis
Penyakit pascamola
Kadar hCG

Difus
Bervariasi, ringan s/d berat
Tidak ada
Tidak ada

Bervariasi,fokal
Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Sering dijumpai
Sering dijumpai

Gestasi mola
50% besar untuk masa
kehamilan
25-30%
Sering
20%
Tinggi

Missed abortion
Kecil untuk masa
kehamilan
Jarang
jarang
<5-10%
Rendah tinggi

2.6 Gejala Klinis


Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. 5
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat beberapa ciri khas yang
membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan
selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut: 5
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama bermingguminggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu, jarang
lebih dari 28 minggu.
2.7 Diagnosis
1.

Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan

pervaginam

berulang

cenderung

berwarna

coklat

dan

kadang

bergelembung seperti busa. 5


(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin


Pemeriksaan dalam :

3.

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis5

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar 2.4 Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan


kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit pasca mola5
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma. 5

4.

Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin

Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.

Gambar 2.4 Pemeriksaan USG Mola Hidatidosa

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.

Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam


kemudian dilakukan kuret.

b.

Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum


penderita.

c.

7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.

d.

Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih5

2. Pengawasan Lanjutan

Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.

Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :


o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :


a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o

Keadaan Serviks

Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Reaksi biologis dan imunologis :


o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

10

o 1x3 bulan selama tahun berikutnya


o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari5

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa5

2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

11

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis. 3
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional. 3,5
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar. 2,5
2.10

Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan1

12

BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang pasien umur 27 tahun masuk KB IGD RSUD M Zein Painan tanggal 20-122016 pukul 15.00 WIB kiriman puskesmas dengan diagnosa abortus mola post kuretase 2
kali.

Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari yang lalu.

Keluar darah dari kemaluan berbongkah-bongkah,berwarna merah kehitaman,


membasahi satu helai kain sarung, sejak 1 hari yang lalu, keluar jaringan seperti mata
ikan (-)

Pasien tidak haid sejak 2 bulan yang lalu.

HPHT : 11 Oktober 2016

OS kontrol ke puskesmas lalu dikatakan hamil, kemudian pada tanggal 17-11-2016 os


mengeluh keluar darah dari kemaluan dengan riwayat mual (+), muntah (+),sakit
kepala (+), lalu dilakukan USG oleh dokter Sp.OG dan dikatakan mola.Tanggal 18-112016 dilakukan kuretase, lalu dianjurkan kontrol.Tanggal 6 -12-2016 dilakukan
kuretase ke 2 oleh dokter Sp.OG

Keluhan saat ini ; mual (-), muntah(-), sakit kepala (+)

Nyeri perut (-)

Demam (-), trauma (-), keputihan (-)

OS sudah menikah , dan mempunyai satu orang anak berumur 4 tahun

BAB dan BAK biasa

Riwayat Menstruasi:
Menarche 13 th, siklus teratur, lamanya 5-7 hr, 2-3x ganti duk sehari, nyeri (-).

13

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, ginjal, hati, DM dan hipertensi dan alergi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan, dan kejiwaan.
Riwayat pekerjaan,sosial,ekonomi, kejiwaan, dan kebiasaan :
Menikah 1x tahun 2009, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan tamat SLTA.
Pasien tidak merokok, alkohol, dan narkoba
R. Kehamilan / abortus / persalinan : 1/ 0 / 1
I.

Th 2012, Laki-laki , BBL 3300 gr, aterm, SC, Dokter SpOG. Hidup

R. Imunisasi : tidak ada


Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: sedang

Sianosis : (-)

Kesadaran

: cmc

BMI: 24 (normoweight)

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Edema : -/-

Frekuensi jantung

: 89x/menit

Anemis: +/+

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

TB

: 155 cm

Suhu

: 36 C

BB

: 60 kg

Kepala

: tidak ada kelainan

Mata

: konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik

THT

: tidak ada kelainan

Leher

: JVP 5-1 cm H20, kelenjar tiroid tidak membesar

Thorak

:Paru : I : simetris kiri dan kanan


P : Fremitus kiri = kanan
P : sonor
A : vesikuler N, rh (-)
Jantung : I : Iktus tidak terlihat
P : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P : Batas jantung dalam batas N

14

A : S1S2 reguler, murmur (-) gallop (-)


Abdomen

: Status ginekologis

Genitalia

: Status ginekologis

Ekstremitas

: Rf ++/++, Rp -/-, Edema -/-

Status ginekologis
Mata

: Konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (-)

Abdomen :
I : Perut tampak sedikit membuncit, sikatrik (+) bekas SC
P : TFU setinggi 1 jari diatas simfisis
NT (-) NL (-) DM (-)
Pe : Timpani
Aus: BU(+) N
Genitalia :
I

: Vulva / uretra : tenang


PPV(+)

Inspekulo :
Vagina : Tumor (-), laserasi (-) fluksus (+)
Tampak darah menumpuk di forniks posterior
Portio: nullipara sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-), lasereasi (-) fluksus (+)
tampak darah mengalir dari kanalis servikalis, OUE tertutup
VT :
Vagina : Tumor (-)
Portio : nullipara sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-), OUE tertutup
CUT : antefleksi sebesar telur angsa
AP : lemas kiri kanan
CD : tidak menonjol
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah : Hb

: 8,4 gr %

Leukosit

: 17.700/mm

Trombosit

: 451.000/mm

Hematokrit

: 29 %

Golongan darah : A Rh +
PT / APTT

: 7,4 / 20,5

Urinalisa
15

BJ : 1010

Protein : +

pH : 6

Glukosa : (-)

Leukosit :1-2

Bilirubin (-)

Eritrosit : +++

Urobilin normal

Slinder : (-)

Plano test : (+)

Kristal ; (-)
Epitel : 2-5
USG

Kesan : tampak sisa jaringan mola di dalam uterus


Diagnosis Kerja :
Abortus mola + post kuretase mola 2x + anemia sedang
DD/ Mola invasif
Tindakan dan Pengobatan :

Kontrol KU, VS

IVFD RL 20 gtt

Inj ceftriakson 2 x 1

Inj. Transamin 3 x 1

Inj. Vit K 3 x 1

Inj. Vit C 3 x 1

16

Perbaikan KU : transfusi PRC 2 unit

Catatan Perkembangan Pasien


Tanggal 21-12-2016 Pukul 08.00
S/ keluar darah dari kemaluan (+) sedikit, mual(-), muntah(-) sakit kepala (+), BAB dan
BAK normal
O/
KU

Kes

TD

Nd

Nf

Sdg

CMC

110/70

88

24

37

Abdomen :
I : Perut tampak sedikit membuncit
P : NT (-) NL (-) DM (-)
Pe : Timpani
Aus: BU(+) N
Genitalia :
I

: Vulva / uretra : tenang,


PPV (+)

A/ Abortus mola + post kuretase mola 2x + anemia sedang


P/ Kontrol KU, VS

IVFD RL 20 gtt

Inj ceftriakson 2 x 1

Inj. Transamin 3 x 1

Inj. Vit K 3 x 1

Inj. Vit C 3 x 1
Transfusi darah PRC 2 unit
Tanggal 22-12-2016 Pukul 08.00
S/ keluar darah dari kemaluan (-), mual(-), muntah(-) sakit kepala (+), BAB dan BAK
normal
O/
17

KU

Kes

TD

Nd

Nf

Sdg

CMC

110/80

80

20

37

Abdomen :
I :Perut tampak sedikit membuncit
P : NT (-) NL (-) DM (-)
Pe : Timpani
Aus: BU(+) N
Genitalia :
I

: Vulva / uretra : tenang, PPV (-)

A/ Abortus mola + post kuretase mola 2x + anemia sedang


P/ Kontrol KU, VS

IVFD RL 20 gtt

Inj ceftriakson 2 x 1

Inj. Transamin 3 x 1

Inj. Vit K 3 x 1

Inj. Vit C 3 x 1

Selesai transfusi 2 unit PRC, rencana cek HB

BAB IV
PEMBAHASAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak

18

terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor
faktor yang dapat menyebabkan antara lain, faktor ovum, imunoselektif dari tropoblast,
keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan
factor kromosom yang belum jelas.1,5
Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan dikarenakan
keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein dan asam folat.
Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat diidentifikasi.
Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan dari uterus
yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari spoting sampai
perdarahan yang banyak. Pada pasien ini sudah ditegakkan mola hidatidosa oleh Sp.OG dan
sudah dikuret 2x. Ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan normal tidak dapat
dinilai dikarenakan telah dikuret 2x. Selain itu, gejala lain yang ditampakkan pasien yang
dapat digali dari anamnesis yaitu hiperemesis gravidarum saat pasien belum dikuret, dimana
1,5 bulan sebelumnya pasien mengeluhkan mual muntah, hal ini merupakan salah satu
manifestasi klinis yang ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG. Pasien
disarankan memeriksakan beta HCG, tapi karena keterbatasan biaya pasien tidak
memeriksakan beta HCG.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis, tekanan darah normal dan frekuensi
nadi dalam batas normal. Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis,hal ini sesuai dengan
pemeriksaan hb didapatkan nilai 8,4gr%,

namun pemeriksaan lain masih dalam batas

normal. Pemeriksaan ginekologi, TFU satu jari di atas simfisis karena sudah dilakukan
kuretase 2x, djj tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan
dengan inspekulo dan VT semakin mempertegas diagnosis, dimana dengan inspekulo dapat
terlihat jaringan mola. Pada VT tidak teraba jaringan mola dan korpus uteri dengan
konsistensi lunak. Pasien ditransfusi karena hemoglobin rendah untuk perbaikan keadaan
umum. Setelah perbaikan keadaan umum, pasien disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit

19

tingkat lanjut untuk konsul ke bagian ongkologi kebidanan karena dicurigai mola invasif. Jika
titer beta HCG meningkat maka diterapi dengan kemoterapi atau histerektomi.

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:


1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan di RSUD M.Zein Painan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat
yaitu dengan melakukan perbaikan keadaan umum dan merujuk untuk tatalaksana
diagnosis dan tatalaksana lebih lanjut.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
2. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah
Obstetri. EGC: Jakarta
3. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
dari

http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF

pada 25 Oktober 2012


4. Andrijono A, Muhilal M, Taufik E, Hariati M, Kodariah R, Heffen W L. Hidatidation of
Malignancy Following Hidatidiform Mole with Vitamin A. Maj Kedokt Indon. 2009; 59;
251-9
5. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.
Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

21

Вам также может понравиться