Вы находитесь на странице: 1из 11

Menyongsong Tahun 2017 dengan Menggalakkan Kewajiban Sertifikasi

Kompetensi untuk Bersaing di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Disusun Oleh :
Fauziah Amalia Devi
15722251003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Tahun 2016 sudah akan berakhir dan kita siap menyambut datangnya
tahub baru yaitu tahun 2017. Ini berarti sudah setahun kebijakan Masyarakat
Ekonomi Asean atau biasa disebut MEA dilaksanakan. MEA atau AEC adalah
bentuk kerjasama antar anggota negara-negara ASEAN yang terdiri dari 10
Negara. Kemunculan pasar bebas atau lebih sering kita sebut MEA (masyarakat
ekonomi Asian) digagas pada tahun 1992. Pada tahun itu semua negara ASEAN
berkumpul guna membentuk suatu komunitas, menciptakan keamanan dan
perdamaian dan ekonomi yang kuat sehingga bisa berkompetisi dengan negaranegara yang ada di Asia bahkan di dunia. Para pemimpin ASEAN sepakat
membentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Dengan adanya ini maka perdagangan yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan
mudah berjalan, tanpa adanya syarat-syarat atau pungutan yang menyulitkan.
Bahkan orang Vietman bisa melamar pekerjaan di Indomaret dengan mudah
layaknya warga negara indonesia. Begitu pun sebaliknya warga Indonesia bisa
melamar pekerjaan di negara ASEAN dengan mudah pula.
Melalui MEA yang diawali tahun 2016 terjadi pemberlakuan
perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Dimana bidang perekonomian dan
lapangan pekerjaan pada ruang lingkup regional Asia Tenggara sudah semakin
bebas terjalin serta diikuti alur informasi yang semakin terbuka lebar. Masyarakat
Indonesia tidak hanya akan bersaing dengan sesama orang Indonesia, namun juga

bersaing ketat dengan puluhan juta tenaga kerja dari Singapura, Thailand,
Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos,
hingga negara paling muda Timor Leste.
Dilihat dari setahun ini MEA sudah memberikan dampak yang sangat
banyak bagi masyarakat Indonesia. Baik dampak yang positif maupun dampak
negatif. Dampak yang dirasakan terutama bagi para jobseeker atau pencari kerja
non PNS. Mereka lebih mudah dalam memperoleh pekerjaan selain di Negara
sendiri. Artinya lapangan pekerjaan semakin luas karena setiap perusahaan di area
MEA dapat merekrut karyawan dari luar. Terlihat banyak sekali investor asing
yang dating ke Indonesia karena memang perilaku penduduk Indonesia yang
konsumtif dan wilayahnya paling luas dibandingkan Negara lain.
Ketika kita berpikir mengenai masyarakat ekonomi asean (MEA) maka
salah satu yang mendapatkan dampak paling besar dari kebijakan MEA adalah
pelajar dan mahasiswa. Karena mereka merupakan output utama dalam dunia
pendidikan yang nantinya akan menjadi pencari kerja atau jobseeker. Lulusan
pelajar SMK atau perguruan tinggi nantinya tidak akan bersaing dengan lulusan di
seluruh Indonesia namun akan bersaing secara global di era ASEAN. Jika dilihat
secara kasat mata, kita ini masih tertinggal jauh dibandingkan lulusan Negara lain.
Gampangnya dalam segi penguasaan bahasa asing. Dalam persaingan global,
penguasaan bahasa asing misalnya bahasa inggris sangatlah penting. Malaysia
sudah menetapkan bahwa bahasa inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah
maupun di universitas. Sedangkan Indonesia belum melakukan hal itu.

Jadi sangat disayangkan sekali dengan luasnya kesempatan di era MEA


ini tidak didukung dengan kesiapan yang matang dari pemerintah maupun warga
negara Indonesia. Kualitas sumber daya manusia Indonesia pada saat ini hanya
menduduki peringkat 6 dari 10 negara ASEAN, jauh di bawah Singapura
dan Malaysia. Belum lagi kualitas pendidikan yang rata-rata yang masih di bawah
standar, dengan 70% sekolah dasar dan menengah yang tersebar di seluruh
penjuru negeri ini belum memenuhi kelayakan berdasarkan standar pendidikan
nasional
Lulusan dari Singapura sekelas NUS atau NTU akan berkelana ke
seluruh ASEAN untuk memilih pekerjaan yang akan mereka jalani. Mereka
dengan mudah untuk memperoleh pekerjaan apalagi didukung oleh pemerintah
yang menghapuskan kebijakan kemampuan berbahasa Indonesia untuk warga
asing yang akan bekerja di Indonesia. Tapi kita pun harus berpikir secara logika
dan akal sehat. Dengan upah dan pendapatan Indonesia yang masih rendah untuk
kemampuan setaranya, mungkinkah para pekerja asing datang ke Negara kita
untuk mencari kerja. Ketika pekerja asing datang ke Indonesia ada dua factor
penyebanya. Pertama mereka kurang kompeten untuk bersaing di Negara asal.
Kedua mereka tidak memiliki sertifikasi kompetensi yang dipersyaratkan dari
perusahaan pencari tenaga kerja.

BAB II
ISI

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution,


dalam wawancara pada tanggal 6 Mei 2016 mengatakan tenaga kerja Indonesia
sulit untuk bersaing dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebab,
pendidikan di Indonesia masih belum relevan dengan standar kompetensi yang
dibutuhkan dalam profesi. Menurut Darmin, sertifikasi kompetensi sangat
diperlukan untuk setiap profesi. Namun, selama ini pendidikan di Indonesia tidak
link and match (berkaitan dan sesuai) dengan kompetensi dunia usaha. Untuk itu,
pada sistem yang dianggap teruji, kata Darmin, persoalan link and match
antarpendidikan dan profesi diperlukan untuk standar kompetensi. Pihak yang
membuat, yaitu asosiasi industri bersangkutan, bukan pemerintah.
Masyarakat Indonesia yang rata-rata memiliki ijasah sekolah menengah
akan mencari peruntungan melamar kerja di Ibukota dengan modal ijasah saja
tanpa bukti bahwa dia kompeten dalam hal tersebut. Tentu saja ijasah saja tidak
akan cukup. Mereka memerlukan pembuktian bahwa mereka memang pantas dan
layak untuk disebut kompeten dalam suatu bidang keahlian. Bukti tersebut
dinamakan sertifikasi kompetensi. Jika mereka tetap tidak memiliki sertifikat
kompetensi, jangan harap akan bisa bersaing secara terbuka dengan tenaga kerja
asing yang rata-rata memiliki sertifikat course of skill standar internasional,
semisal pekerja dari Singapura atau Thailand.

Seperti yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Muhammad


Hanif Dhakiri yang mendukung adanya sertifikasi kompetensi di era Masyarakat
Ekonomi Asean. Menurut Menteri, sebenarnya tenaga kerja Indonesia mampu
bersaing di era MEA akan tetapi masih terkendala dengan pengakuan di mata
internasional. Dari pendapat Menteri diatas, dapat dicontohkan posisi pekerjaan
penyortir daun tembakau di pabrik rokok seperti di daerah Kudus ataupun Kediri
masih belum tersertifikasi. Padahal jika sudah tersertifikasi maka posisinya akan
naik menjadi analis daun. Sebenarnya tanpa sertifikasipun para pegawai tersebut
dapat mengetahui kualitas daun hanya dengan memegang, menyentuh ataupun
mencium baunya walaupun tidak mengenyam bangku sekolah. Mereka tahu, itu
kualitas tembakau yang nomer berapa. Kualitas yang bagus atau tidak bagus
mereka tahu. Padahal kalau kita lihat di luar negeri, contohnya seperti tester
anggur (wine), tester wine merupakan jabatan yang bergengsi.
Tentu saja kita tidak bisa mendewakan sertifikasi kompetensi saja.
Karena sertifikasi kompetensi memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu.
Kelebihan dari seseorang yang memiliki sertifikasi kompetensi antara lain :
1. Mendapatkan pengakuan kompetensi secara nasional dan internasional.
2. Meningkatkan peluang karir profesional dan meningkatkan kredibilitas
orang tersebut
3. Menambah wawasan baru yang tidak didapat pada saat menempuh
pendidikan formal.
4. Dapat meningkatkan posisi dan juga reputasi si profesional tersebut
apabila sudah bekerja di dalam sebuah perusahaan.
Dibalik kelebihan sertidikasi kompetensi maka terdapat beberapa kekurangan
antara lain :

1. Sulit didapatkan (meski sudah ujian tetapi tingkat kelulusannya masih


sedikit)
2. Biayanya yang cukup mahal
3. Sertifikasinya harus diperbaharui secara berkala atau berlaku dalam
jangka waktu tertentu
4. Penyelenggara sertifikasi kebanyakan di Jakarta dan pulau Jawa.
Namun secara pribadi saya sebagai penulis juga memiliki kekhawatiran
akan tuntutan sertifikasi kompetensi. Menurut saya ini seperti makan buah
simalamakama. Kalau pemerintah hanya mementingkan sertifikasi kompetensi
saja tanpa memperbaiki proses dan kualitas pendidikan formal maka masyarakat
akan tergiring opini yang salah. Opini salah yang dimaksud adalah apa gunanya
sekolah/kuliah tinggi di tempat yang bagus kalau tidak punya Serkom (sertifikat
kompetensi) karena akan sulit mencari kerja. Hal ini bahkan sudah tercetak dalam
benak masyarakat. Jangan sampai masyarakat memiliki gambaran bahwa
pendidikan hanya berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan pekerjaan. Tidak
penting sekolah/kuliah paham di tempat bagus atau tidak, memahami ilmunya
atau tidak, yang penting jika anda memiliki sertifikat maka akan diterima kerja
diberbagai tempat.
Hal yang saya takutkan dalam hal lain adalah komersialisasi sertifikat
kompetensi. Apalagi sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah atau lembaga
nasional di Indonesia yang sudah tidak asing lagi dengan istilah korupsi. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Indonesia akan menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuannya. Ujung-ujungnya, tidak perduli betapa tidak
kompetennya kemampuan orang tersebut asalkan mempunyai Sertifikat

kompetensi maka orang tersebut seakan-akan telah mendapatkan hak untuk


pekerjaan yang lebih tinggi ketimbang mereka yang tidak punya sertifikat.
Tetapi kembali lagi ke akar permasalahan di era MEA bahwa jika
masyarakat Indonesia hanya mengandalkan pengakuan pribadi bahwa dia
kompeten itu tidaklah cukup. Mau tidak mau dengan segala konsekuensi yang ada
mereka harus memiliki sertifikat kompetensi. Seyogyanya pemerintah lebih tegas
mengatur regulasi sertifikasi kompetensi agar tidak disalahgunakan oleh pihak
yang tidak berwenang.
Agar Indonesia dapat bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean maka
Indonesia harus meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga
kerja lahir dari kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu
pemerintah berupaya keras untuk mendorong peningkatan kompetensi dan
sertifikasi profesi tenaga kerja untuk terus meningkatkan produktivitas tenaga
kerja.
Jika dilihat secara luas maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
kompetensi tenaga kerja seseorang maka semakin tinggi pula nilai tambah yang
dihasilkan. Jika produktivitas tenaga kerja seseorang semakin tinggu maka akan
menambah daya saing tenaga kerja seseorang. Kalau dilihat lebih lanjut lagi
apabila rata-rata masyarakat Indonesia memiliki kompetensi tenga kerja yang
tinggi serta sudah tersertifikasi maka semakin tinggi pula pendapatan per kapita.
Berarti. Ketika semakin tinggi produktivitas rata-ratanya maka akan semakin
tinggi daya saingnya.

BAB III
KESIMPULAN

Kebijakan kewajiban sertifikasi profesi dalam rangka peningkatan daya


saing tenaga kerja dalam menghadapi MEA merupakan hal yang urgen dan
sesegera mungkin diterapkan. Kebijakan tersebut menyangkut sisi pendidikan,
produktivitas tenaga kerja, dan upah. Dari sisi pendidikan, pengembangan sistem
pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi serta penerapan kurikulum 2013
yang menekankan pada skill, knowledge, dan attitude merupakan penekanan
utama.
Peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia dari sisi pendidikan dalam
rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN telah dilakukan melalui
kebijakan dari kementerian terkait. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Indonesia dan Kamar Dagang Industri Nasional (KADIN) telah menandatangani
Memorandum of Understanding (MoU) telah menetapkan beberapa kebijakan
dalam rangka peningkatan daya saing tersebut. Hal ini dituangkan di antaranya :
a. Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pengembangan sistem
pendidikan

dan

pelatihan

berbasis

kompetensi.

Contohnya

ialah

telah

diimplementasikan dengan membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di


bawah naungan dari Asosiasi-asosiasi profesi bidang.
b. Dalam sistem berbasis kompetensi ini terdapat tiga komponen yang
saling berhubungan yaitu standar kompetensi, pelatihan berbasis kompetensi, dan
sertifikasi kompetensi.
Dari sisi produktivitas, mempercepat kewajiban pelaksanaan sertifikasi
dalam bidang-bidang tertentu: arsitek, tenaga konstruksi, operator alat berat,
tenaga perawat, guru, dokter, akuntan, tenaga pariwisata, pertanian, ekonomi,

petugas pengoperasian traktor. Dan dari sisi upah, karena korelatif dengan
produktivitas maka mempercepat angkatan kerja terampil dan produktif dengan
memperkuat kelembagaan seolah-sekolah vokasi dan memperbesar lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang keluarannya ialah memiliki sertifikasi
kompetensi dan diakui di tingkat internasional, khususnya pada bidang-bidang
yang disepakati merupakan langkah jangka pendek yang konkret dapat dilakukan
untuk mempercepat daya saing tenaga kerja Indonesia dari sisi upah.

Вам также может понравиться