Вы находитесь на странице: 1из 5

MODEL PENGELOLAAN AIR TANAH DAERAH LERENG GUNUNG MERAPI DI

KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH


Suharjo1, Absori2, Agus Anggoro Sigit3, Munawar Cholil3
Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A.Yani Pabelan Kartosuro Pos 1 Surakarta 57102, Telp. (0271) 717417
E-mail suharjo@ums.ac.id

Abstract
Undang- undang Nomor.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air sudah tidak berlaku, namun
pemerintah daerah kabupaten Klaten peratuan nomor 11 tahun 2011 memberlakukan rencana tata
rung daerah kabupaten Klaten 2011-2031. Penelitian ini bertujuanmenganalisa model pengelolaan
airtanah daerah lereng gunung Merapi dengan harapan dapat dipakai masukan terbentuknya
undang undang undang undang sumberdaya air serta masukan pemerintah daerahdalam
evaluasi rencana tata ruang daerah. Metode penelitian survei lapangan, diskusi kelompok
pengguna airtanah (FGD) serta analisis hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan airtanah
daerah kabupaten Klaten. Data yang diperlukan terdiri dari potensi air tanah, FGD ( pola air
tanah, undang-undang , peraturan pemerintah) serta bentuklahan sebagai satuan analisis. Hasil
penelitian yaitu model pengelolaan airtanah: 1) daerah puncak dan lereng atas Merapi, 2) daerah
kaki Merapi, 3) daerah dataran fluvial Merapi dan 4) daerah struktural Bayat.
Keywords: Model, Pengelolaan Air Tanah
1. PENDAHULUAN.
Air dapat berfunsi1) air sebagai asal dari
organisme (Q.S. al-Anbiy/21: 30), termasuk
manusia (Q.S. al- Furqn/25: 54) dan hewan
(Q.S. al-Nr/24: 45), 2) air sebagai kebutuhan
pokok makhluk hidup untuk dapat survive
(Q.S. al-Baqarah/2: 22, 60; al-Hijr/15: 22; alNahl/16: 10-11; Thh/20: 53), 3) air sebagai
sarana konservasi tanah (Q.S. al- Baqarah/2:
164), 4) air sebagai sarana penyucian dan
kesehatan (Q.S. al-Anfl/8: 11; dan (H.R. Ibn
Mjjah No. 3053 dan H.R. Ahmad No. 2517),
5) air (dalam bentuk sungai, danau, dan laut)
sebagai lahan untuk transportasi dan habitat
bagi banyak makhluk (Luqmn/31: 31; dan
Q.S. al-Nahl/16: 14); dan 6) air sebagai
simbol surga, ketakwaan, dan rahmat Tuhan
di
dalam
kehidupan
akhirat
(Q.S.
Muhammad/47: 15; dan al-Ghsyiyah/88: 1112) yang keberadaannya di alam ditentukan
olek karakteristik wadah atau tempat dimana
air berada. Wadah air tanah dipengaruhi oleh
karakteristik
bentuklahan
dan
proses
antropogenik (Verstappen , 1983).
Proses antropogenik sangat berpengaruh
terhadap model pengelolaan airtanah. Engelen
dan Klosterman, 1996; menyusun kerangka
kerja dalam pengembangan pengelolaan

sumberdaya air secara terpadu dan


komprehensif menjadi lima tahapan yaitu: a,
tahap pertama: penggunaan air dasar, tahap
pertama ini kebanyakan terjadi di negara
berkem-bang, air diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar, air untuk sektor publik, dan
pertanian
Aspek kuantitatif yang dominan sedang
aspek kualitas belum menjadi prioritas,
analisis sumber air dan perencanaan masih
kurang dapat perhatian;tahap ke dua: analisis
sektoral, perencanaan dan penggunaan yang
terbatas, tahap ini meningkatan kebutuhan air
dan perkemabngan ekonomi kebutuhan
tambahan
menjadi
penting
utamanya
kebutuhan rekreasional dan ekologis.
Peningkatan aspek jumlah dan kualitas
penting bagi pengguna, dan sering polusi
menjadi salah satu masalah. Kebijakan dalm
pengembangan
air,
lingkungan
dan
perencanaan wilayah masih agak longgar.
Aspek kualitas dan kuantitas air permukaan
dan air tanah merupakan aspek penting.
Kesadaran keterkaitan antara kebijakan,
pengguna dan komponen siklus air tumbuh
tetapi integrasi yang nyata masih kurang;
tahap ke tiga: pendekatan sektoral terstruktur
dalam analisis, perencanaan dan pengguna;

tahap ke empat: pendekatan terpadu dalam


analisi sistem air, perencanaan dan
pengelolaan; tahap ke lima: pendekatan
komprehensif dalam pengelolaan sumberdaya
air. Dimasa mendatang dan tahap akhir dari
pengelolaan sumberdaya air diperlukan satu
pendekatan sistem air yang komprehensif,
sistem air dianalisis, direncanakan dan
dikelola dengan cara komprehensif tran
nasional dan melibatkan banyak disiplin ilmu,
fakor dan aktor. Penerapannya di daerah
Kabupaten Klaten, model pengelolaanya air
tanah dari mata air di dasarkan pada
bentuklahan, penggunaan lahan, partisipasi
masyarakat, sosial ekonomi dan peratuan
pemerintah daerah Kabupaten Klaten. Tujuan
yang dicapai yaitu model pengelolaan air
tanah ( mata air) daerah lereng gunung
Merapi di Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Manfaat yang diharapkan sebagai masukan .
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di daerah
Kabupaten Klaten Jawa Tengah dipilih
metode survei dan untuk mencapai hasil
dilakukan dengan analisis diskriptif kualitatif.
Metode survei dilakukan pengamatan
lapangan di setiap satuan lahan, wawancara
individu sebagai data kunci, diskusi
kelompok (FGD) masyarakat pengguna air
mata air di setian satuan lahan, kelompok
diskusi hadil FGD tentang undang undang
no. 7 tanun 2004 tentang sumberdaya air,
analisis hasil penelitian peneliti daerah Klaten
tahun( 2006,sampai 2015). Analisis hasil
didasarkan hasil kerja lapangan dan data
penelitian peneliti dalam bentuk kulaitatif dan
kuantitatif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bentuklahan; berdasarkan aspek lereng,
proses geomorfologi dan material/ batuan
daerah kabupaten Klaten terdiri dari
bentuklahan 1) puncak dan lereng Merapi, 2)
kaki Merapi,3) dataran fluvial Merapi dan 4
bentuklahan struktural (Suharjo, 2008).
Agihan bentuklahan disajikan pada gambar 1

Gambar.1 Agihan Bentuklahan


Kabupaten Klaten ( Suharjo, 2008)

Daerah

Bentuklahan merupakan suatu wilayah


yang yang dibentuk oleh kesamaan (litologi,
reliaf dan proses geomorfologi) merupakan
wadah analisis ketersediaan dan pengelolaan
airtanah dan antropogenik menjadi penciri
model pengelolaan air tanah. Lereng Merapi
daerah Kabupaten Klaten dibagi menjadi tiga
bentuklahan ; 1) Daerah puncak dan lereng
atas Merapi yang berada di wilayah
kecamatan Kemalang memberikan petunjuk
setiap saat mendapatkan imbuhan hasil proses
Merapi berupa material/batuan (debu, pasir,
kerakal dan bongkah) dan menjadikan aquifer
sangat tebal. Aquifer mampu menyimpan air
hujan langsung dan menjadi simpanan air
tanah dalam jumlah banyak. Agihan
tumbuhan jenis bambu yang merupakan
tumbuhan lokal mampu menyimpan air dan
menambah air tanah melalui gutasi
menghambat aliran permukaan dan membantu
infiltrasi.
Pemerintah
menetapkan
wilayah
kecamatan Kemalang merupakan daerah
imbuhan air tanah; 2) daerah kaki Merapi,
bentuklahan ini berapa di wilayah kecamatan
Manisrenggo, Karangnongko, Jatinon dan
Tulung.
Bentuklahan ini dicirikan dengan patahan
lereng, mata air dan sering disebut dengan
sabuk mata air Merapi, populasi tumbuhan
bambu tumbh dan berkembang di lingkungan
mata air. Dalam tinjauan sosial budaya
tumbuhan bambu di klaten
merupakan
pelestarian mata air berbasis budaya lokal.
Dalam tinjauan geomorfologi, proses
antropogenik
berpengaruh
terhadap
pelestarian lingkungan mata air. Mata air di
wilayah kecamatan Tulung debit air tanah
dari mata air lebih dari 850 liter/detik. Mata
air bersifat produktif pengelolaan dilakuan

oleh pihak swasta untuk air kemasan dan


dimasukkan dalam model pengelolaan
ekonomi.
Di wilayah Kecamatan Manisrenggo
model pengelolaan air mata air didasarkan
atas sosial budaya dari jaman belanda sampai
penlitian ini.
Peneliti menggolongkan menjadi model
pengelolaan air tanah desa mitra. Mata air
dibangun
melalui
gotong-royong
dimungkinkan awal pembangunan (pada
jaman belanda) dengan cara kerja paksa/kerja
rodi. Sosial dan budaya lingkungan mata air
masih sangat kental, pada musim kemarau air
dari mata air diambil masyarakat Kemalang
digunakan untuk konsumsi air minum,
masyarakat Manisrenggo menggunakan air
sumur/air tanah dangkal. Pada musim
kemarau
dilingkungan
mata
air
di
Manisrenggo dilakukan acara ritual oleh
masyarakat luar kecamatan.
Masyarakat desa Nggumul menggunakan
mata air brintik untuk tujun pertanian padi
sawah berkelanjutan yang setiap periode
pasca panen dilakukan rapat koordinasi dan
keputusan rapat dipatuhi oleh masyarakat
petani yang tergabung dalam Gabungan
Kelompok Tani Desan Nggumul Kecamatan
Polanharjo.
Peneliti menggolongkan dalam model
pengelolaan
air
berbasis
pertanian
berkelanjutan. Bentuklahan struktural, tiga
mata air di desa Krakitan Bayat pasca gempa
bumi tektonik, ini terjadi akibat patahnya
perlapisan batuan impermiabel atau kedap air
dan muncul mata air, potensi air untuk
kebutuhan air minum dapat mencukupi 250
kepala keluarga. Pengelolaanya gotong
royong menurut kemampuan anggota
masyarakat dan dibantu oleh pihak swasta
dan pemerintah tanpa pamrih. Peneliti
menggolongkan model pengelolaan air tanah
berbasis gotong-royong. Hasil kegiatan FGD
bersama masyrakat Kabupaten Klaten
disajikan pada gambar 5.8

Gambar.5.8. Peta Model Pengelolaan Air


Tanah Kabupaten Klaten
4. KESIMPULAN
1. Potensi air tanah dinilai atas dasar
jumlah air tanah dan kualitas air tanah.
Jumlah air taah daerah Klaten
260.502.740 m3/tahun atau 723 .618.722
liter /hari. Jumlah tersebut berasal dari
Air tanah bebas 73.301.436 m3/tahun,
air tanah tertekan 34.138.520 m3/tahun
dan air tanah dari mata air 153.062.784
m3/tahun. Kualitas air sumur atau air
tanah di bentuklahan dataran fluvial
gunungapi Merapi untuk permukiman
tercemar bakteri coli, nitrit dan nitrat,
daerah
struktural
Bayat
untuk
permukiman tercemar air laut yang
merupakan air fosil
2. Penggunaan air tanah untuk pertanian,
perkebunan, domestik dan sekolah
berjumlah 39.928.900, sehingga air
tanah
yang
belum
digunakan
684.618.723 liter/hari
3. Penggunaan airtanah untuk domestik di
bentuklahan kaki vulkan masih dominan
dari sumber airtanah dangkal atau sumur.
Sedang jumlah dan kualitas airtanah dari
sumber mata air jauh lebih banyak dan
lebih layak penggunaannya untuk
domestik
4. Penggunaan airtanah di bentuklahan
dataran fluvial daerah klaten dominan
dari sumber airtanah bebas atau sumur.
Sedang air sumur didaerah untuk
permukiman tercemar oleh bakteri coli,
nitrit dan nitrat.
5. Terdapat budaya tumbuhan lokal dengan
jenis tanaman bambu dalam pengelolaan
airtanah berkelanjutan namum belum
diikuti dengan peraturan antar pengguna
air, pemerintah, antar daerah dan
lemahnya Undang-Undang air.

Saran
1. Sosialisasi potensi sumber daya air ,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia
dan dampaknya lingkungan airtanah
yang berkelanjutan.
2. Sosialisasi proses alam dan antropogenik
yang menyebabkan pencemaran air
tanah dan upaya penanggulangannya.
3. Pengelolaan air tanah berkelanjutan
berbasis budaya lokal
4. Membuat model pengelolaan airtanah
yang berkelanjutan
5. Pengembangan pemanfaatan air tanah
pada air tanah bebas atau akuifer
dangkal umumnya pada kedalaman
kurang dari 30 m, diprioritaskan untuk
konsumen rumah tangga dan air minum,
sedangkan
untuk
keperluan
lain
diarahkan pemanfaatan air tanah tertekan
atau akuifer dalam.
6. Perlu dilakukan pemantauan kualitas air
tanah secara berkala dengan unsur yang
diuji secara lengkap sesuai dengan unsur
pada standar air minum, ditambah
dengan unsur logam dan bakteri.
Perhatian utama adalah pemantauan
unsur Nitrit dan Nitrat. Perlu dilakukan
penelitian penggunaan airtanah untuk
antropogenik (permukiman, pertanian,
perkebunan, perkantoran, air kemasan,
dan jenis konflik pengguna air).
Sehingga kelebihan yang berjumlah
541.518.722 liter/hari tahun 2018 dapat
mengatasi
permasalahn
konflik
pengguna air.
5. REFERENSI
Anggoro, Agus Sigit, Suharjo; dkk, 2007.
Analisis Proses Geomorfologi Melalui SIG
untuk Pengelolaan Lahan Pertanian Daerah
Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Penelitian
PHK A-2 Fakultas Geografi UMS
Engelen, G.B; F. Klosterman, 1996.
Hydrological System Analysis Method and
Applications. Kluwer Academic Publisher.
London.
Kodoatie, Robert J., Roestam Sjarief, 2005.
Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu Andi
Santoso, M..Abdul Fattah 2013. Air Dan
Pemeliharaannya Makalah Seminar Fikih
Air Dan Masa Depan Umat Manusia
Majelis
Tarjih
dan
Tajdid,
PP

Muhammadiyah
Soenarno, 2005. Kebijakan Pengelolaan
Sumberdaya Air dan Privatisasi atas Air.
Makalah. Proseding Seminar Nasional. Fak.
Geografi UMS
Suharjo; dkk, 2005. Studi dan Pemetaan
Sumber Air di Kabupaten Klaten.
Penelitian
Badan
Perencanaan
Pengembangan
Daerah
(BAPPEDA)
Kabupaten Klaten.
Suharjo, dkk, 2006. Analisis Degradasi
Lahan Pasca Gempa Bumi Tektonik
Daerah Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Penelitian PHKA-2 Fak. Geografi UMS.
Suharjo, 2006. Proses Geomorfologi
Solo,Penelitian Fundamental Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian
pada Masyarakat Direktorat Jenderal
Pendidikan
Nasional.
Departemen
Pendidikan Nasional
Suharjo, 2007. Evolusi Lereng dan Tanah
Daerah Solo dan Sekitarnya. Penelitian
Fundamental.
Direktorat
Pembinaan
Penelitiandan
Pengabdian pada Masyarakat Direktorat
Jenderal Pendidikan Nasional. Departemen
Pendidikan Nasional
Suharjo, Alif Noor Anna, Munawar Cholil.
2008 Model Pengelolaan Air Tanah Pasca
Gempa Tektonik Di Lereng Merapi Daerah
Klaten Jawa Tengah.Penelitian Hibah
Bersaing
tahun
pertama
Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan
Nasional. Departemen Pendidikan Nasional
Suharyadi, 1984. Geohidrologi. Diktat
Kuliah. Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
Sunarhadi, M. A., Utami, S. R., Sudarto.
2001. Pengelolaan Sempadan Sungai
Brantas di Kota Malang, Jawa Timur. Jurnal
BIOSAINS, 1(3) Desember 2001, 84-98.
Universitas Brawijaya, Malang.
Sunarhadi, M A, Suharjo, Alif Noor Anna.
2013. Model Pengelolaan Sempadan Sungai
di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian Pusat
Studi (PESATU). Lembaga Penelitian dan

Pengabdian
Masyarakat
Muhammadiyah Surakarta.

Universitas

Tood. David Keith, 1959. Grounwater


Hydrology. New York John Wely and Sons.
Verstappen, H. 1983. Applied
Geomorphology: Geomorphological Surveys
for Environmental Development. Amsterdam:
Elvisier

Вам также может понравиться